Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai status belligerent sebagai subjek hukum internasional
dengan mengambil studi kasus yaitu HAMAS di Palestina. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hukum
internasional tidak memiliki pengaturan dan standar yang baku dalam menentukan apakah
suatu kelompok dapat diakui dan dikategorikan sebagai belligerent atau tidak; Hamas
memiliki potensi untuk diakui sebagai belligerent, namun terkendala oleh PLO yang telah
lebih dulu diakui oleh Majelis Umum PBB sebagai wakil sah bangsa Palestina, terlebih lagi
pada bulan Desember 2012, Majelis Umum PBB telah mengakui Palestina sebagai negara
peninjau non-anggota.
Kata Kunci : Subjek Hukum Internasional, Belligerent, Hamas
Abstract
This minithesis discusses the belligerent status as a subject of international law by
taking a case study of the Hamas in Palestine. This research is a qualitative descriptive design.
The results make it clear that international law does not have a standard setting and standards
in determining whether a group can be recognized and categorized as belligerent or not;
Hamas has the potential to be recognized as a belligerent, but constrained by the PLO which
was first recognized by the UN General Assembly as a legitimate representative of the
Palestinian People, especially in December 2012, the UN General Assembly has recognized
Palestine as non-member observer state.
Keywords: Subjects of International Law, belligerent, Hamas
Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
1
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Goes, Pengantar Hukum Internasional, ed.2, cet.1, (Bandung:
Alumni, 2003), hlm. 95.
2
Ibid., hlm. 95-96.
3
Ibid., hlm. 96.
Universitas Indonesia
dibantah, apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan
kewajiban semua manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mengorganisir dirinya
dalam negara itu. Dalam pandangan Kelsen, negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis
yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat negara itu. Subjek
hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum
internasional. 4
Oleh sebab itu tidak dapat lagi dikatakan begitu saja bahwa hukum internasional hanya
mengatur hubungan antara negara dengan negara, dan bahwa negara merupakan satu-satunya
subjek hukum internasional. Dalam hukum internasional saat ini jumlah subjek hukum
internasional yang bukan negara telah kian bertambah. Juga melihat substansinya hukum
internasional saat ini makin banyak memperhatikan hak dan kepentingan orang perseorangan
dan mengatur hubungan hukum yang mencakup subjek hukum bukan negara. Semua ini
merupakan penjelmaan dari masyarakat internasional yang sedang mengalami suatu proses
perkembangan dan perubahan.5
Suatu perkembangan dalam hukum internasional ialah diberikannya pengakuan terbatas
kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional yang memungkinkannya untuk ikut dalam PBB
atau organisasi internasional tertentu. Melalui resolusi Majelis Umum PBB No. 3237 tanggal
22 November 1974, PLO (Palestine Liberation Organization) diberikan status sebagai
peninjau tetap pada PBB.6 PLO juga telah secara resmi diberikan pengakuan de jure oleh
Amerika Serikat pada masa Presiden Bill Clinton pada tahun 1993, dan diberikan pengakuan
pula bahwa PLO adalah wakil tunggal bangsa Palestina dengan kontrol sementara atas badan
yang baru didirikan, yaitu Otoritas Palestina. 7
Dinamika perjuangan rakyat Palestina terus berkembang, HAMAS (Gerakan
Perlawanan Islam) yang semula merupakan gerakan sosial kemudian menjadi Partai Politik
yang mengikuti pemilu legislatif pada tahun 2006. Tanpa diduga oleh banyak pihak, HAMAS
4
Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, 1952, p.97, sebagaimana dikutip dalam
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Goes, Pengantar Hukum Internasional, ed.2, cet.1, (Bandung: Alumni,
2003), hlm. 96-97.
5
Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, 1952, p.97, sebagaimana dikutip dalam
Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2003), edisi
kedua, cet. 1, hal. 110.
6
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,
(Bandung: Alumni, 2003), hlm. 81.
7
Janna B. Weinstein, "Obligations to Recognize Governments in International Law: U.S. non-recognition
of Hamas", http://works.bepress.com/janna_weinstein/1/, diunduh 17 Oktober 2012
Universitas Indonesia
memenangkan pemilu legislatif dan menguasai kursi terbanyak di parlemen. 8 Pada 9 Januari
2006, pemilu demokratis berlangsung dalam wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza,
dengan kemenangan mayoritas untuk Hamas dalam Dewan Legislatif Palestina (PLC). Sejak
saat itu, Hamas telah mengkonsolidasikan kontrol mandiri atas Jalur Gaza. Selanjutnya,
Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengatakan kesatuan pemerintah nasional baru,
termasuk Hamas, harus berada di tempat dan diakui secara internasional untuk mengelola
bantuan kemanusiaan untuk Gaza dan Tepi Barat.9
Kemenangan HAMAS ini tidak terlepas dari ketidakpuasan bangsa Palestina terhadap
PLO. PLO dianggap semakin tidak berdaya menghadapi tekanan Israel. PLO yang semula
menempuh perjuangan bersenjata telah mengubah metode perjuangannya menjadi melalui
meja perundingan. Metode ini menurut bangsa Palestina tidak efektif karena Israel terbukti
banyak melanggar kesepakatan yang telah dibuat dan mengakibatkan keadaan bangsa
Palestina semakin terpuruk. Para pemimpin PLO pun justru makin sibuk memperebutkan
posisi dalam pemerintahan.10
Penelitian ini mencoba membahas pengaturan hukum internasional mengenai subjek
hukum internasional khususnya tentang belligerent dan kedudukan HAMAS sebagai
belligerent dalam Hukum Internasional.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum
internasional khususnya tentang belligerent?
2. Bagaimanakah kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum
Internasional?
C. Tujuan Penelitian
8
Ricky Maradona, HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006, (Skripsi Sarjana Universitas
Indonesia, Depok, 2009), hlm. 3.
9
Janna B. Weinstein, loc. cit.
10
Ricky Maradona, HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006, (Skripsi Sarjana Universitas
Indonesia, Depok, 2009), hlm. 11.
Universitas Indonesia
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menambah khazanah pengetahuan dalam
hukum internasional terutama memberikan pembahasan tentang pengaturan hukum
internasional mengenai subjek hukum internasional.
Secara rinci sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan khusus dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui pengaturan hukum internasional mengenai subjek hukum
internasional khususnya tentang belligerent.
2. Mengetahui kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum Internasional.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang pengaturan
hukum internasional mengenai subjek hukum internasional khususnya tentang belligerent dan
juga penjelasan mengenai kedudukan HAMAS sebagai belligerent dalam Hukum
Internasional. Bagi pihak yang berminat mendalami masalah hukum internasional dan
perkembangannya semoga hasil penelitian ini merupakan informasi yang berguna.
PEMBAHASAN
STATUS BELLIGERENT SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Subjek hukum internasional pada umumnya merupakan beberapa entitas yang diberikan
hak dan kewajiban oleh hukum internasional itu sendiri. Subjek hukum internasional secara
singkat dapat dikatakan sebagai pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut
hukum internasional. Hal ini berarti setiap pemegang atau pendukung hak dan kewajiban
menurut hukum internasional adalah subjek hukum internasional. Konsekuensi dari
pengertian ini adalah bahwa subjek hukum internasional tidak sekedar negara. Subjek hukum
adalah entitas yang memiliki personalitas hukum. Dengan memiliki personalitas hukum, maka
subjek hukum dapat menjalankan fungsinya sebagai subjek hukum. 11
Personalitas hukum menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh
subjek hukum. Keberagaman subjek hukum internasional akan menjadikan pengertian
personalitas hukum menjadi tidak absolut. Hal ini karena personalitas hukum itu sendiri akan
mengikuti pengakuan yang diberikan oleh masing-masing instrumen hukum. Selain itu,
personalitas hukum memberikan kewenangan untuk mengajukan klaim di Mahkamah
Internasional, menikmati hak, menjalankan kewajiban, berpartisipasi dalam pembentukan
11
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), hlm. 104.
Universitas Indonesia
hukum internasional, ikut serta dalam organisasi internasional, dan dapat membentuk traktat.
Pada awal mula terbentuknya hukum internasional, hanya negara sebagai satu-satunya entitas
yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, setelah adanya Perang Dunia
Kedua, pelaku-pelaku dalam pergaulan internasional tidak hanya dimonopoli oleh negara.
Subjek-subjek hukum internasional yang baru seperti organisasi internasional, regional, atau
bahkan individu pada akhirnya diakui sebagai subjek hukum internasional selain negara. 12
12
Ibid., hlm. 103.
13
Ibid., hlm. 105.
14
Ibid.
15
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,
(Bandung: Alumni, 2003), hlm. 17.
Universitas Indonesia
hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi. Tahta suci
memiliki kedudukan sebagai subjek hukum yang sejajar dengan negara. Contoh lainnya
adalah Order of The Knights of Malta, namun hanya diakui oleh beberapa negara sebagai
subjek hukum internasional. 16 Palang Merah Internasional juga diakui sebagai subjek hukum
internasional yang lahir karena sejarah dan juga diperkuat dengan perjanjian. Palang Merah
Internasional memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional dengan ruang lingkup
yang sangat terbatas. Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Organisasi Buruh Internasional juga merupakan subjek hukum internasional yang memiliki
hak dan kewajiban internasional sebagaimana ditetapkan dalam konvensi-konvensi
internasional.
16
T. May Rudy, Hukum Internasional 1, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 2-3.
17
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 1990), hlm. 82.
18
Ibid.
Universitas Indonesia
senasib dan seperjuangan dengannya. Pengakuan dapat diberikan oleh negara ketiga, misalnya
melalui Majelis Umum PBB. Majelis Umum PBB melalui Resolusi 3274 (XXIX) telah
menerima Organisasi Pembebasan yang diakui oleh OAU dan Liga Arab untuk dapat
berpartisipasi dalam acara-acara seperti sidang Majelis Umum, konferensi-konferensi yang
diadakan oleh Majelis Umum, pertemuan badan khusus, dan organ-organ Majelis Umum
lainnya. 19
Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, organisasi ini telah memasuki dimensi
internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan internasional. Organisasi ini
telah menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum internasional. Mereka telah
mempunyai hak-hak dan memikul kewajiban internasional, seetidaknya dari negara-negara
yang telah mengakuinya. Jika cita-cita mereka untuk merdeka telah tercapai, maka eksistensi
sebagai Organisasi Pembebasan tidak lagi ada karena telah menjelma menjadi negara baru
dan sebagai subjek hukum internasional secara penuh.20
Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organisation/PLO) sejak tahun
1948 memperjuangkan hak-haknya untuk mendirikan Negara Palestina merdeka yang selama
ini wilayahnya dikuasai oleh Israel. Pada 15 November 1988, Dewan Nasional Palestina
(Palestine National Council/PNC) yang berada di pengasingan, memproklamasikan
kemerdekaan Negara Palestina dan memperoleh pengakuan masyarakat internasional
walaupun wilayahnya belum jelas. Pada tahun 1966 Palestina menyatakan kemerdekaan
secara penuh dengan hadirnya Raja Husain dari Yordania. 21
19
Ibid.
20
Ibid., hlm. 125.
21
Ibid.
Universitas Indonesia
22
Boer Mauna, Op. Cit., hlm. 81.
23
Anthony Aust, Handbook of International Law, ed. 2, (New York: Cambridge University Press, 2010),
hlm. 13.
24
Henry G. Schermers dan Niels M. Blokker, International institutional law: unity within diversity, ed. 5
(Leiden: Koninklijke Brill NV, 2011), hlm. 137.
25
Boer Mauna, Op. Cit.
26
Henry G. Schermers dan Niels M. Blokker, Op. Cit., hlm. 138.
27
Boer Mauna, loc. cit.
Universitas Indonesia
yang sulit, terutama untuk melindungi berbagai kepentingannya di negara tersebut. Dalam
keadaan inilah sistem pengakuan belligerency lahir.28
Kaum belligerency adalah kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan yang kuat
dan mapan, baik secara politik, organisasi, militer, dan telah tampak sebagai suatu kesatuan
politik yang mandiri. Kemandirian kelompok semacam ini tidak hanya berlaku ke dalam,
tetapi juga keluar, dengan pengertian bahwa dalam batas-batas tertentu dia sudah mampu
menampakkan diri pada tingkat internasional atas eksistensinya. 29
Kaum belligerency berbeda dengan organisasi pembebasan. Kaum belligerency pada
hakekatnya muncul sebagai masalah yang semula adalah masalah dalam negeri suatu negara.
Misalnya, pemberontakan bersenjata yang terjadi yang terjadi di dalam suatu negara yang
dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pemerintah yang sedang berkuasa. Pemberontakan
bersenjata ini dimaklumi sebagai masalah dalam negeri suatu negara. Oleh sebab itu, maka
penyelesaiannya diserahkan sepenuhnya kepada negara yang bersangkutan. Negara lain yang
membantu kaum pemberontak akan dipandang sebagai tindakan intervensi yang tidak
dibenarkan dalam hukum internasional. 30
Pengakuan atau penerimaan atas eksistensi kaum pemberontak dalam suatu negara
seringkali didasarkan atas pertimbangan politik subjektif dari negara-negara yang
memberikan pengakuan. Misalnya jika kaum pemberontak dalam suatu negara memiliki
aspirasi politik yang sesuai dengan negara yang mengakui itu; atau jika negara yang mengakui
itu tidak bersahabat dengan pemerintah negara dimana pemberontakan terjadi, maka negara
itu memberikan dukungan dan pengakuannya kepada kaum pemberontak. Sama halnya
dengan organisasi pembebasan atau bangsa yang sedang berjuang, suatu kelompok dalam
suatu negara dapat dikatakan sebagai kaum belligerency dengan memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria atau ukuran ini muncul karena pemberontakan bersenjata yang terjadi dalam suatu
negara memiliki tingkat kekuatan yang berbeda-beda. Hukum internasional tidak memiliki
pengaturan dan sudah dapat dipastikan serta tidak dapat diharapkan akan muncul kaedah-
kaedah hukum internasional positif dalam bentuk konvensi atau hukum kebiasaan
internasional yang secara baku akan menetapkan pengaturan mengenai belligerency.
Penentuan diakui atau tidaknya suatu kaum pemberontak bersenjata sangat bergantung pada
28
Ibid., hlm. 79.
29
Jawahir, Op. Cit, hlm. 125.
30
I Wayan Parthiana, Op. Cit., hlm. 85.
Universitas Indonesia
pertimbangan politik dari negara-negara yang hendak memberikan pengakuan atau dukungan
itu sendiri. 31
Namun demikian, para sarjana tetap berusaha untuk merumuskan dan menetapkan
kriteria-kriteria objektif yang harus dipenuhi oleh kaum pemberontak agar dapat
dikategorikan sebagai kaum belligerency. Walaupun kriteria ini telah cukup jelas, namun
penerapannya tidaklah mudah. Hal ini karena faktor politik jauh lebih dominan daripada
kriteria objektif yang telah dirumuskan. Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi tersebut
adalah:32
1. Kaum pemberontak harus telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah
kepemimpinan yang jelas;
2. Kaum pemberontak harus menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk
menunjukkan identitasnya;
3. Kaum pemberontak harus sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga
jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya;
4. Kaum pemberontak harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah
didudukinya tersebut.
Menurut Oppenheim-Lauterpacht, sejumlah persyaratan harus dipenuhi sebelum suatu
belligerency mendapatkan pengakuan. Syarat-syarat tersebut adalah: 33
1. Perang sipil yang telah terjadi, kemudian berkembang menjadi perang terbuka;
2. Telah ada pendudukan atas wilayah-wilayah tertentu serta penyelenggaraan dan
pengaturan atas wilayah tersebut;
3. Pihak pemberontak tersebut berada di bawah pimpinan dan menaati hukum-hukum
perang;
4. Terdapat negara ketiga yang telah meyatakan sikapnya terhadap perang sipil tersebut.
31
Ibid.
32
Ibid., hlm. 87.
33
Huala Adolf, Asepek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, ed. revisi, cet. 3, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 94.
Universitas Indonesia
1987, beberapa hari setelah meletusnya intifada pertama yang merupakan pemberontakan
Palestina pada tanggal 8 Desember 1987. Keputusan untuk mendirikan Gerakan Perlawanan
Islam (Hamas) diambil pada hari setelah terjadinya intifada oleh para pemimpin utama
Ikhwanul Muslimin Palestina, yaitu Sheikh Ahmad Yassin, Abdul 'Aziz al-Rantisi, Salah
Shehadeh, Muhammad sham'ah, 'Isa al-Nashar,' Abdul Fattah Dukhan dan Ibrahim al-Yazuri.
Oleh sebab itu banyak pendapat yang menyatakan bahwa Hamas dibentuk oleh Ikhwanul
Muslimin cabang Palestina. 35
Hamas pada mulanya memiliki komitmen untuk menghancurkan negara Israel dan
menggantinya dengan sebuah negara Islam di seluruh Palestina. Hamas yang merupakan
cabang dari Ikhwanul Muslimin di Palestina ini merupakan sebuah gerakan agama, politik dan
sosial yang asalnya didirikan di Mesir dan didedikasikan untuk kemenangan bertahap agama
Islam. Sejak pertengahan tahun 1970-an, Ikhwan telah memperluas pengaruhnya di Tepi
Barat dan Jalur Gaza melalui gerakan berupa pelayanan sosial. 36 Syeikh Ahmad Yasin adalah
seorang aktivis Ikhwanul Muslimin dan juga merupakan kepala Islamic Center di Gaza.
Berdirinya Hamas ditandai dengan lahirnya sebuah piagam pada tanggal 18 Agustus 1988.
Piagam tersebut meletakkan prinsip-prinsip ideologis dan tujuan organisasi serta
menyebutkan bahwa Hamas merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin di Palestina,
sementara Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan gerakan yang sifatnya internasional. 37
34
Glossary of Key Terms and Events in Israel's History,
http://www.adl.org/israel/advocacy/glossary/hamas.asp diunduh 13 November 2012.
35
Khaled Hroub, Op. Cit., hlm. 12-13.
36
Hamas Fact Sheet, http://www.adl.org/main_israel/hamas_facts.htm diunduh 13 November 2012.
37
Asep Syamsul Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, (Jakarta: Gema
Insasi Press, 2000), hlm. 68.
38
Sara Roy, Hamas and civil society in Gaza: engaging the Islamist social sector, (New Jersey: Princeton
University Press, 2011), hlm. 1.
Universitas Indonesia
perjuangan bersenjata. Al-Qassam terdiri dari regu aktivis yang terorganisir menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dapat beroperasi secara independen satu sama lain. 39
39
Hamas Fact Sheet,Op. Cit.
40
Ibid., hlm. 64.
41
Ibid., hlm. 53.
42
Roket Hamas Gempur Tel Aviv, Kompas, (17 November 2012), hlm. 1.
43
Antara Israel, Gaza dan Hamas (2), http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-
israel/12/11/20/mdrude-antara-israel-gaza-dan-hamas-2 diunduh 21 November 2012.
Universitas Indonesia
Survei yang dilakukan oleh Palestinian Center for Policy and Survey Research yang
dirilis pada Juni 2012 menunjukkan bahwa popularitas Kepala Otorita Palestina Mahmud
Abbas menurun dibandingkan pemimpin Hamas Ismail Haniyah. Menurut survei tersebut,
Abbas telah kehilangan popularitasnya lima persen hanya dalam tiga bulan sementara
popularitas Haniyah telah meningkat sebesar 2 persen pada periode yang sama. 44 Hamas
menjadi pesaing utama PLO dalam kepemimpinan di Palestina. 45
Kemenangan Hamas ditopang oleh kharisma Hamas di mata rakyat Palestina dimana
Hamas dipandang tidak mau berkompromi dengan Israel, sementara PLO justru melakukan
hal ini. Dalam pandangan rakyat Palestina yang telah lama berada dalam penjajahan,
konfrontasi dengan Israel adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh karena Israel selalu
mengingkari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pembunuhan tokoh-
tokoh Hamas oleh Israel pada masa sebelum pemilu juga membuat rakyat semakin bersimpati
kepada Hamas. Hamas juga dekat di hati rakyat Palestina karena tidak hanya bergerak pada
dimensi militer dan politik, tetapi juga berjuang pada bidang agama, sosial, pendidikan dan
kesehatan. 46
Kekuatan Hamas tidak dapat dipandang sebelah mata. Hamas memiliki pengikut yang
loyal dan solid. Bahkan, hampir dipastikan Hamas akan memenangkan pemilu dengan
kemenangan yang telak jika digelar pada tahun 2012. Hal ini karena ideologi perlawanan
Hamas masih menjadi idola di mata rakyat Palestina. Oleh sebab itu, Fatah memilih untuk
menunda digelarnya pemilu atau menggelar pemilu tanpa mengikutsertakan Hamas. Skenario
politik Fatah ini dianggap sebagai tekanan politik terhadap Hamas dan sejalan dengan
kepentingan negara-negara yang selama ini memberikan dukungan penuh terhadap Fatah. 47
Hamas tumbuh dan berkembang di wilayah pendudukan. Mereka berada di tengah-tengah
publik Palestina dan turut merasakan kesulitan hidup rakyat Palestina yang berada di bawah
kekuasaan Israel. 48 Hamas menggunakan strategi militer sebagai strategi outbidding meraup
simpati dan dukungan publik Palestina. Strategi militer digunakan sebagai bentuk nyata
perlindungan kepada rakyat dan membuat Hamas semakin menemukan posisinya pasca
44
Survei: Popuralitas Mahmud Abbas Menurun Dibandingkan Ismail Haniyah,
http://www.eramuslim.com/berita/palestina/survei-popuralitas-mahmud-abbas-menurun-dibandingkan-ismail-
haniyah.htm#.UJtTVeLFWE4 diunduh 8 November 2012.
45
Saud P. Krisnawan, Peran Hamas dalam Proses Perdamaian Palestina Israel, (Tesis Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta, 2001), hlm. 84.
46
Alfan Avias, Op. Cit., hlm. 103.
47
Zuhairi Misrawi, Op. Cit.
48
Broto Wardoyo, Gaza dan Spiral Kekerasan, Kompas, (21 November 2012), hlm. 7.
Universitas Indonesia
kegagalan perundingan yang dilakukan oleh PLO. Mengingat kelompok ini tidak terlibat
dalam PLO, mereka tidak memiliki akses ke dunia internasional secara resmi. Hal ini
membuat mereka tidak termasuk dalam perwakilan resmi Palestina dalam pergaulan
internasional. Strategi militer digunakan Hamas sebagai upaya melakukan internasionalisasi
kelompok ini untuk menunjukkan bahwa mereka ada dan perlu dipertimbangkan.49 Direktur
Studi Palestina, Ibrahim Darawi mengatakan bahwa posisi Hamas dalam perundingan
gencatan senjata dengan Israel kini cukup kuat karena didukung oleh Mesir, Turki dan
Qatar.50 Pemerintah dan berbagai elemen masyarakat di Mesir menyatakan dukungan penuh
terhadap Hamas.51 Hamas juga mendapatkan dukungan penuh dari Iran. Hamas akan terus
memberikan perlawanan atas agresi Israel. Hal ini membuat perdamaian makin jauh dari
wilayah Palestina. Perdamaian akan sulit dicapai bila Hamas tidak diikutsertakan dalam
proses perdamaian. Tanpa Hamas, perdamaian tak akan pernah terwujud. 52
49
Ibid.
50
Kompas, (20 November 2012), hlm. 8.
51
Konflik Gaza: Pesawat Israel Terbang di Wilayah Mesir, Kompas, (20 November 2012), hlm. 1.
52
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza Empat Tahun Lalu, Kompas, (19 November 2012), hlm. 9.
Universitas Indonesia
Hamas, kriteria ini jelas sudah dapat dipenuhi. Hamas juga memiliki kepemimpinan yang
jelas dan teratur. Biro politik Hamas saat ini dipimpin oleh Khaled Meshal, semantara,
Perdana Menteri Hamas saat ini adalah Ismail Haniya di Jalur Gaza. Hamas juga mengelola
bidang lainnya seperti pendidikan dan kesehatan, serta berbagai bidang layaknya suatu
pemerintahan sebuah negara. Bahkan, banyak pihak telah menuding bahwa Hamas
menginginkan pemerintahan Gaza sebagai entitas terpisah dari Palestina.
Kedua, Hamas telah menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan
identitasnya. Hamas telah menggunakan lambang dan atribut lainnya yang dapat dengan
mudah diidentifikasi oleh masyarakat umum. Kepolisian Hamas juga menggunakan seragam
untuk para prajuritnya. Selain itu, lambang Hamas juga terpasang di banyak wilayah di Jalur
Gaza. Oleh sebab itu, sangat mudah untuk mengidentifikasi kelompok Hamas. Namun
demikian, pada bidang tertentu seperti intelijen yang bertugas dalam kerahasiaan, identitas
tentu akan disamarkan mengingat kerap kali pejuang Hamas menjadi incaran pihak lawan.
Hal ini membuat Hamas menyembunyikan identitas-identitas pejabat-pejabat strategis dalam
organisasi demi melindungi keamanan mereka.
Ketiga, Hamas sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa
wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya. Hamas telah memiliki kontrol penuh
atas Jalur Gaza dan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri. Hamas memiliki
Perdana Menteri yang secara efektif menyelenggarakan pemerintahan di Jalur Gaza. Perdana
Menteri saat ini, Ismail Haniya juga memiliki kabinet yang terdiri dari beberapa Kementerian
yang mengurusi berbagai bidang pelayanan masyarakat. Jadi, secara de facto, Hamas memang
telah menguasai Jalur Gaza secara efektif. Pada bulan Desember 2005 saja, lebih dari satu juta
warga Palestina tinggal di kota yang diatur oleh Hamas, sementara hanya 700.000 orang yang
tinggal di kota yang diatur oleh Fatah yang menguasai PLO. Calon-calon yang ditawarkan
Hamas lebih menarik bagi pemilih Palestina sebagai alternatif atas kelambanan, korupsi, dan
kelemahan Fatah dalam mengemban kepemimpinan Otoritas Palestina.53
Keempat, Hamas harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah
didudukinya tersebut. Hamas telah mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat Palestina.
Sejak tahun 2006, HAMAS telah memenangkan pemilu legislatif dan menguasai kursi
terbanyak di parlemen. 54 Hal ini tidak terlepas dari faktor internal rakyat Palestina yang tidak
53
Hamas Fact Sheet, Op. Cit.
54
Ricky Maradona, Op. Cit., hlm. 3.
Universitas Indonesia
puas atas pemerintahan Fatah yang menguasai PLO karena dianggap terlalu banyak
berkompromi dengan Israel yang merugikan rakyat Palestina. Israel dianggap seringkali
melanggar perjanjian yang telah dibuatnya sehingga membuat kehidupan rakyat Palestina
kian tak pasti. Pemerintahan PLO juga dianggap tidak berdaya menghadapi pelanggaran yang
kerap dilakukan Israel. Kesejahteraan yang tak kunjung membaik juga menjadi alasan
mengapa dukungan rakyat kepada PLO semakin menurun, sementara, Hamas menawarkan
pendidikan gratis, pengobatan, serta janji untuk melawan segala bentuk penajajahan yang
dilakukan oleh Israel.
Kelima, Hamas mampu mengadakan hubungan dengan negara lain. Salah satu cara
yang lazim ditempuh oleh suatu organisasi pembebasan ataupun kaum belligerency adalah
dengan berusaha memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara lain dengan cara
mendekati dan mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan organisasi
lain yang senasib dan seperjuangan dengannya. Hal ini pula yang dilakukan oleh Hamas, pada
bab-bab sebelumnya telah dijelaskan secara rinci mengenai dukungan dari berbagai negara
kepada Hamas dalam bentuk berbeda-beda. Suriah misalnya, memberikan perlindungan bagi
pemimpin politik Hamas sejak tahun 2001. Iran, hingga saat ini terus memberikan bantuan
uang tunai maupun persenjataan kepada Hamas. Dukungan terbaru adalah pemimpin Qatar
yang secara langsung datang ke Gaza untuk menemui Perdana Menteri Hamas, dan
memberikan bantuan uang tunai, pendidikan, kesehatan, serta bantuan pembangunan
infrastruktur. Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, Hamas telah memasuki dimensi
internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan internasional. Hamas telah
menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum internasional, serta telah mempunyai hak-
hak dan memikul kewajiban internasional, setidaknya dari negara-negara yang telah
mengakuinya. Namun demikian, pengakuan semacam ini sifatnya belum universal dan masih
mendapat penolakan terutama oleh negara-negara barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Sebagai subjek hukum internasional yang terbatas, Hamas tidak dapat berunding dalam
perjanjian internasional, tidak dapat menerima maupun mengirim wakil diplomatik, serta
hubungannya dengan negara lain hanyalah bersifat informal. Hamas juga tidak dapat meminta
hak-hak dan kekebalan di bidang internasional. Hal ini merupakan konsekuensi Hamas
sebagai subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan hanya bersifat
sementara.
Universitas Indonesia
B. PLO sudah terlebih dahulu mendapatkan pengakuan sebagai wakil sah rakyat
Palestina
55
Hamas Tolak Eksistensi Israel, Kompas, (10 Desember 2012), hlm. 6.
56
PBB: Status Palestina Adalah Negara Peninjau,
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/30/115444995/PBB-Status-Palestina-Adalah-Negara-Peninjau
diunduh 2 Desember 2012.
Universitas Indonesia
Selain faktor internal dari dalam tubuh organisasi Hamas yang dengan tegas menolak
eksistensi Israel, terdapat pula faktor eksternal yang menghalangi Hamas untuk dapat diakui
sebagai belligerent dalam hukum internasional. Faktor tersebut adalah sudah adanya
organisasi yang terlebih dahulu diakui oleh Israel, Amerika Serikat dan sekutunya, serta PBB
untuk mewakili kepentingan rakyat Palestina, yaitu PLO (Palestine Liberation Organization).
PLO sejak tahun 1974, melalui resolusi Majelis Umum PBB No. 3237 telah diberikan status
sebagai entitas peninjau tetap pada PBB.57
57
Boer Mauna, Op. Cit., hlm. 81.
58
Kenaikan Status Palestina, Kompas, (1 Desember 2012), hlm. 6.
59
Tonggak Sejarah Baru Palestina, Op. Cit.
60
Hamas: Israel Akan Dibawa ke Pengadilan Internasional,
http://news.detik.com/read/2012/12/01/235016/2107005/10/hamas-israel-akan-dibawa-ke-pengadilan-
internasional diunduh 13 Desember 2012.
Universitas Indonesia
mengatakan bahwa Palestina akan kembali memanfaatkan bantuan Mesir dalam proses
rekonsiliasi tersebut. Langkah awal dalam tahap rekonsiliasi itu memang sudah diambil alih
oleh Mesir. Mesir sudah mengundang tokoh-tokoh Hamas dan Fatah untuk membahas
persatuan.61
PENUTUP
Sesuai dengan pembahasan tersebut, maka terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini. Beberapa kesimpulan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, Hukum internasional memiliki kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara, yang tidak hanya mengatur hubungan antara
negara dengan negara, tetapi juga mengatur hubungan antara negara dengan subjek hukum
lain bukan negara dan juga hubungan antara subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Subjek hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum
internasional. Negara bukan hanya merupakan subjek utama dalam hukum internasional,
tetapi juga aktor hukum internasional yang paling berperan dalam pembuatan hukum
internasional melalui partisipasi dalam berbagai hubungan internasional, seperti pembuatan
perjanjian-perjanjian internasional dan keterikatannya terhadap keputusan serta resolusi
organisasi-organisasi internasional. Pembentukan suatu negara yang merupakan subjek penuh
dalam hukum internasional harus memenuhi unsur-unsur konstitutif berupa penduduk yang
tetap, wilayah tertentu, pemerintah, serta kedaulatan.
Penentuan mengenai apa yang menjadi subjek hukum internasional sangat berkaitan
dengan hakekat hukum internasional yang mendasarkan pada kehendak negara-negara secara
sukarela. Hukum internasional menghendaki suatu pemerintahan yang stabil dan efektif agar
dapat mempermudah hubungannya dengan negara yang bersangkutan. Hukum internasional
akan mengalami kesulitan jika di dalam suatu negara terjadi perang saudara atau bahkan
muncul pemerintah tandingan yang dapat menimbulkan masalah, seperti mengenai masalah
pengakuan.
Pengakuan terbatas, yang diberikan kepada gerakan-gerakan pembebasan nasional,
merupakan salah satu perkembangan yang relatif baru dalam hukum internasional. Dengan
61
Palestina Diterima PBB, Hamas Siap Jajaki Rekonsiliasi dengan Fatah,
http://news.detik.com/read/2012/12/01/211039/2106941/10/palestina-diterima-pbb-hamas-siap-jajaki-
rekonsiliasi-dengan-fatah diunduh 13 Desember 2012.
Universitas Indonesia
pengakuan ini, maka gerakan-gerakan pembebasan nasional dimungkinkan untuk ikut dalam
PBB atau organisasi-organisasi internasional tertentu. Namun demikian, pengakuan semacam
ini sifatnya belum universal dan masih mendapat penolakan terutama oleh negara-negara
barat.
Organiasi pembebasan maupun bangsa, sangat terkait erat kemunculannya dengan
kebangkitan rakyat di wilayah jajahan untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar dapat
mendirikan negara yang merdeka, sejajar, dan sederajat dengan negara-negara yang telah
menjajah mereka. Dalam menghadapi pergolakan yang terjadi di wilayah jajahan, negara
penjajah tentu saja tidak mau mengakui eksistensi organisasi tersebut. Rakyat di wilayah
jajahan mengorganisasikan dirinya untuk dapat membebaskan diri dari negara penjajah
dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan yang mereka inginkan.
Penilaian atau pandangan masyarakat internasional tentang apa yang disebut dengan
organisasi pembebasan maupun bangsa lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor atau
pertimbangan politik. Akibatnya adalah penilaian ini akan menjadi sangat subjektif. Kriteria
objektif tentang apa yang dimaksud dengan organisasi pembebasan ataupun bangsa, dengan
tolak ukur politik, jelas tidak dapat ditentukan dengan pasti. Oleh sebab itu, dapat saja
sekelompok negara mengakui suatu kelompok menjadi organisasi pembebasan atau suatu
bangsa, namun negara lain tidak mau mengakuinya atau bahkan memberikan penolakan.
Hukum internasional tidak memiliki kriteria objektif dan aturan yang baku untuk menentukan
kapan suatu kelompok dapat dikategorikan sebagai organisasi pembebasan maupun
belligerency. Cara yang lazim ditempuh oleh suatu organisasi pembebasan ataupun
belligerency adalah dengan berusaha memperoleh dukungan dan pengakuan dari negara lain
dengan cara mendekati dan mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan
organisasi lain yang senasib dengannya. Pengakuan juga dapat diberikan oleh negara ketiga,
misalnya melalui Majelis Umum PBB. Dengan mendapatkan pengakuan tersebut, organisasi
ini telah memasuki dimensi internasional dan dalam batas tertentu menjadi pelaku hubungan
internasional. Organisasi ini telah menunjukkan kemandirian sebagai subjek hukum
internasional. Mereka telah mempunyai hak-hak dan memikul kewajiban internasional,
setidaknya dari negara-negara yang telah mengakuinya.
Jika cita-cita mereka untuk merdeka telah tercapai, maka eksistensi sebagai Organisasi
Pembebasan tidak lagi ada karena telah menjelma menjadi negara baru dan mendapatkan
pengakuan sebagai subjek hukum internasional secara penuh.
Universitas Indonesia
Hukum internasional tidak memiliki pengaturan dan sudah dapat dipastikan serta tidak
dapat diharapkan akan muncul kaedah-kaedah hukum internasional positif dalam bentuk
konvensi atau hukum kebiasaan internasional yang secara baku akan menetapkan pengaturan
mengenai belligerency. Penentuan diakui atau tidaknya suatu kaum pemberontak bersenjata
sangat bergantung pada pertimbangan politik dari negara-negara yang hendak memberikan
pengakuan atau dukungan itu sendiri. Namun demikian, para sarjana tetap berusaha untuk
merumuskan dan menetapkan kriteria-kriteria objektif yang harus dipenuhi oleh kaum
pemberontak agar dapat dikategorikan sebagai kaum belligerency. Walaupun kriteria ini telah
cukup jelas, namun penerapannya tidaklah mudah. Hal ini karena faktor politik jauh lebih
dominan daripada kriteria objektif yang telah dirumuskan. Kriteria tersebut, antara lain
adalah, pertama, kaum pemberontak harus telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah
kepemimpinan yang jelas. Kemudian, kaum pemberontak harus menggunakan tanda pengenal
yang jelas untuk menunjukkan identitasnya. Kaum pemberontak juga harus sudah menguasai
sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah
kekuasaannya dan yang terpenting adalah kaum pemberontak harus mendapatkan dukungan
dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut. Apabila kriteria tersebut di atas belum
dapat dipenuhi, maka kaum pemberontak itu barulah dapat disebut sebagai kaum insurgensi
(insurgency). Sebagai kaum insurgensi, maka akan terlalu prematur jika negara lain sudah
mendukung dan mengakuinya.
Pemerintah yang memberontak tersebut tidak dapat berunding dalam perjanjian
internasional, tidak dapat menerima maupun mengirim wakil diplomatik, serta hubungannya
dengan negara lain hanyalah bersifat informal. Pemberontak tersebut juga tidak dapat
meminta hak-hak dan kekebalan di bidang internasional. Hal ini karena pemberontak tersebut
hanya merupakan subjek hukum internasional dalam bentuk terbatas, tidak penuh dan hanya
bersifat sementara.
Kesimpulan kedua, sesuai dengan penjabaran pada kesimpulan pertama, maka dapat
dilihat bahwa Hamas telah memenuhi segala kriteria yang telah dijabarkan oleh para ahli
hukum internasional untuk dapat dikategorikan sebagai belligerent. Kriteria yang telah
dipenuhi antara lain adalah Hamas sudah memiliki struktur organisasi yang rapi dan teratur di
bawah kepemimpinan yang jelas, Hamas telah menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk
menunjukkan identitasnya. Hamas sudah menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga
jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya. Hamas juga telah
Universitas Indonesia
mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut. Serta, Hamas
mampu mengadakan hubungan dengan negara lain. Namun demikian, terdapat beberapa
faktor yang menjadi hambatan bagi Hamas untuk dapat dikategorikan sebagai belligerent.
Terlebih, baru-baru ini Majelis Umum PBB telah mengakui Palestina sebagai negara peninjau
non anggota. Dengan demikian, sesuai dengan teori hukum internasional yang telah dibahas
sebelumnya, maka eksistensi kaum belligerency akan hilang dan berganti menjadi negara.
Oleh sebab itu, maka rekonsiliasi antara berbagai organisasi perjuangan di internal Palestina
harus terus didorong demi terciptanya Palestina yang merdeka. Hal ini juga senada dengan
pernyataan terbaru dari juru bicara Hamas, yang mengatakan bahwa yang terpenting saat ini
adalah pemenuhan hak-hak bangsa Palestina yang selama ini tertindas, bukan
mengatasnamakan kepentingan kelompok, tetapi berjuang demi kepentingan nasional
Palestina.
Daftar Pustaka
Buku
Adolf, Huala. Asepek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. ed. Revisi, cet. 3. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002.
Aust, Anthony. Handbook of International Law, ed. 2. New York: Cambridge University
Press, 2010.
Avias, Alfan. HAMAS dan Proses Perdamaian Israel-Palestina Pasca Pemilu Legislatif
Palestina Tahun 2006. Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006.Afadlal,
et.al. Minoritas Muslim di Israel. Jakarta: ISMES dan P2P LIPI, 2004.Kusumaatmadja,
Mochtar dan Etty R. Goes. Pengantar Hukum Internasional. ed.2, cet.1. Bandung:
Alumni, 2003.
Chehab, Zaki. INSIDE HAMAS The Untold Story of Militans, Martyrs and Spies. New York:
I.B.Tauris & Co Ltd, 2007.
Hroub, Khaled. Hamas A Beginners Guide. London: Pluto Press, 2006.
Kobarsyih, Bagus Hendraning. Ideologi Nasionalisme Religius dalam Proses Perjanjian
Perdamaian antara PLO, Israel dan Amerika Serikat. Studi Gerakan Hamas dan Wye
Rivers Plantation. Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.
Krisnawan, Saud P. Peran Hamas dalam Proses Perdamaian Palestina Israel. Tesis
Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
Universitas Indonesia
Maradona, Ricky. HAMAS dan Pemilu Legislatif Palestina 2006. Skripsi Sarjana
Universitas Indonesia. Depok, 2009.
Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global. Bandung: Alumni, 2003.
Mishal, Shaul dan Avraham Sela. The Palestinian Hamas : vision, violence, and coexistence.
New York: Columbia University Press, 2000.
Weinstein, Janna B. "Obligations to Recognize Governments in International Law: U.S. non-
recognition of Hamas", http://works.bepress.com/janna_weinstein/1/. Diunduh 17
Oktober 2012.
Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 1990.
Rudy, T. May. Hukum Internasional 1. Bandung: Refika Aditama, 2006.
Roy, Sara. Hamas and civil society in Gaza: engaging the Islamist social sector. New Jersey:
Princeton University Press, 2011.
Schermers, Henry G. dan Niels M. Blokker. International institutional law: unity within
diversity, ed. 5. Leiden: Koninklijke Brill NV, 2011.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
ed. 1, cet. 10. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung:
Refika Aditama, 2006.
Harian :
Abbas Disambut bagai Pahlawan. Kompas. (3 Desember 2012). Hlm. 9.
Broto Wardoyo. Gaza dan Spiral Kekerasan. Kompas, (21 November 2012). Hlm. 7.
DK PBB Diminta Tekan Israel. Kompas, (6 Desember 2012). Hlm. 8.
Hamas Tolak Eksistensi Israel. Kompas. (10 Desember 2012). hlm. 6.
Israel dan Hamas agar Hentikan Konfrontasi. Kompas. (17 November 2012). Hlm. 8.
Israel Perlihatkan Sikap Menantang. Kompas. (5 Desember 2012). Hlm. 6.
Kenaikan Status Palestina. Kompas. (1 Desember 2012). Hlm. 6.
Kompas. (17 November 2012). Hlm. 15.
Kompas. (20 November 2012). Hlm. 8.
Langkah Israel Dikritik. Kompas. (2 Desember 2012). Hlm. 11.
Mesir Optimistis Konflik Berakhir. Kompas. (21 November 2012). Hlm. 15.
Universitas Indonesia
Roket Hamas Gempur Tel Aviv. Kompas. (17 November 2012). Hlm. 1.
Serangan Udara Israel Berlanjut. Kompas. (18 November 2012). Hlm. 1.
Trias Kuncahyono. Jalur Gaza Empat Tahun Lalu. Kompas. (19 November 2012). Hlm. 9.
Trias Kuncahyono. Tinggal Selangkah Lagi. Kompas. (1 Desember 2012). Hlm. 9.
Zuhairi Misrawi. Dua Wajah Palestina. Kompas. (12 November 2012). Hlm. 7.
Internet :
Antara Israel, Gaza dan Hamas (1).
http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/11/20/mdru5t-antara-
israel-gaza-dan-hamas-1 diunduh 21 November 2012.
Glossary of Key Terms and Events in Israel's History.
http://www.adl.org/israel/advocacy/glossary/hamas.asp diunduh 13 November 2012.
Hamas Bantah Akan Jadikan Gaza Wilayah Terpisah dari Palestina.
http://www.eramuslim.com/berita/palestina/hamas-bantah-akan-jadikan-gaza-wilayah-
terpisah-dari-palestina.htm#.UJtQEOLFWE4 diunduh 8 November 2012.
Hamas Fact Sheet. http://www.adl.org/main_israel/hamas_facts.htm diunduh 13 November
2012
Inggris, Prancis dan AS kecam Israel,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/12/121201_inggris_as_israel.shtml diunduh 10
Desember 2012.
Survei: Popuralitas Mahmud Abbas Menurun Dibandingkan Ismail Haniyah.
http://www.eramuslim.com/berita/palestina/survei-popuralitas-mahmud-abbas-
menurun-dibandingkan-ismail-haniyah.htm#.UJtTVeLFWE4 diunduh 8 November
2012.
Palestina Diterima PBB, Hamas Siap Jajaki Rekonsiliasi dengan Fatah,
http://news.detik.com/read/2012/12/01/211039/2106941/10/palestina-diterima-pbb-
hamas-siap-jajaki-rekonsiliasi-dengan-fatah diunduh 13 Desember 2012.
PBB Akui Palestina Sebagai Negara Berdaulat, http://www.voaindonesia.com/content/pbb-
akui-palestina-sebagai-negara-berdaulat/1555724.html diunduh 10 Desember 2012.
PBB mengakui status Palestina,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/11/121130_palestina_pbb.shtml diunduh 10
Desember 2012.
Universitas Indonesia