Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Di awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merebaknya virus baru

yaitu corona virus jenis baru (SARS-CoV-2) penyakitnya disebut Corona disease

2019 (Covid-19), diketahui asal mula Virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok

ditemukan pada akhir Desember tahun 2019, sampai saat ini sudah dipastikan

terdapat 65 negara yang telah terjangkit virus ini (Data WHO. 1 Maret 2020)

(PDPI, 2020). Virus ini pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di

Kota Wuhan dan orang yang pertama kali terkena virus ini juga diduga pedagang

di pasar tersebut, di pasar grosir hewan dan makanan laut tersebut dijual hewan

liar seperti ular, kelelawar dan ayam dan menduga virus Corona ini hampir dapat

dipastikan dari ular dan kelelawar (di Kutip dari BBC, Koresponden kesehatan

dan sains BBC, Michelle Roberts and James Gallager, 2020). Diduga pula virus

ini menyebar dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia.WHO juga

resmi menyatakan bahwa Covid-19 tidak lagi tertular lewat droplet atau titik air

berisi virus dari batuk dan bersin tetapi hasil penelitian bisa bertahan di udara

melayang layang sampai 8 jam sesudah keluar dari tubuh penderita dari batuk dan

bersin. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan pandemi Covid-19

sebagai pandemi global pada pertengahan Maret 2020 penyebaran virus ini telah

mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dibanyak negara dalam waktu kurang

1
2

lebih 3 bulan Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 126.000 orang di 123 Negara

(Lokadata.id, 2020).

Tabel 1.1
Data Terinfeksi Covid-19 di Dunia (Kasus)

Negara Terinfeksi Covid-19


Amerika 13.138.912
Eropa 4.205.708
Asia Tenggara 4.073.148
Mediterania Timur 1.903.547
Afrika 1.044.513
Pasifik Barat 487.571
Sumber: World Health Organization, 2020

Di dunia angka kasus infeksi virus Corona mencapai 120.399.298

(Worldometers) dan Amerika Serikat masih menjadi negara dengan angka kasus

tertinggi sampai saat ini yang mencatatkan 23 juta Corona. Berdasarkan Laporan

WHO, pada tanggal 30 Agustus 2020, terdapat kasus konfirmasi Covid-19

diseluruh dunia dengan kematian 3,4 persen wilayah Amerika memiliki kasus

konfirmasi terbanyak yaitu 13.138.912 kasus, selanjutnya wilayah Eropa dengan

4.205.708 kasus wilayah Asia Tenggara dengan 4.073.148 kasus, wilayah

Mediterania Timur dengan 1.903.547 kasus, Wilayah Afrika dengan 1.044.513

Kasus, dan wilayah pasifik Barat dengan 487.571 kasus (World Health

Organization, 2020).

Tabel 1.2
Data Covid-19 di Indonesia (Kasus)

Kasus Positif Sembuh Meninggal Suspek


102.930 1.468.142 43.777 63.581
Sumber : Tatang Guritno, 2020

Berdasarkan data terbaru di Indonesia diketahui adanya penambahan kasus

harian Covid-19, angka kematian, angka kesembuhan, dan jumlah pasien yang
3

mengalami perawatan. Penambahan itu menyebabkan total kasus Covid-19 di

Indonesia saat ini mencapai 1.614.849 orang, terhitung sejak kasus pertama

diumumkan pada tanggal 02 Maret 2020. Data yang sama menunjukkan bahwa

ada penambahan pasien sembuh akibat Covid-19 dalam sehari, jumlahnya

bertambah hingga mencapai 1.468.142 orang, jumlah pasien yang meninggal

setelah terpapar Covid-19 juga bertambah, angka kematian Covid-19 mencapai

43.77 orang sejak awal pandemi, dan kasus aktif yang ada di Indonesia sekitar

102.930 kasus, dan pemerintah juga mencatat bahwa kini terdapat 63.581 orang

yang berstatus suspek (Tatang Guritno, 2020). Di Jawa Barat data Covid

mengalami peningkatan persentase kesembuhan menjadi 55,21 persen atau

meningkat 12,41 poin dibandingkan minggu sebelumnya yakni 42,8 persen.

Angka tersebut masih lebih rendah dari rata-rata kesembuhan nasional 71,6 persen

pada tanggal 03 September 2020. Angka kematian pasien Covid-19 di Jawa Barat

menjadi 2,40 persen ini masih di bawah rata-rata kematian (Covid-19) nasional.

Meski tidak terlalu signifikan, perkembangan baik ini menjadi awal dan proyeksi

yang bagus dalam melihat penanganan Covid 19 sepanjang September (Juru

Bicara Satgas Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito). Di Kota Banjar data

Covid-19 per tanggal 03 september 2020 masih terbilang rendah, dengan data

covid-19 yang terkonfirmasi isolasi mandiri sebanyak 1 orang, dirawat RS 2

orang, sembuh/selesai isolasi 9 orang dan yang meninggal dunia 1 orang. Dampak

Pandemi Covid 19 terhadap masyarakat Jawa Barat sangat besar, dari beberapa

masyarakat yang kesulitan bahkan kehilangan mata pencahariannya untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Kirana, dkk, 2020).


4

Masuknya Virus Corona di Indonesia diduga Maret 2020, melalui orang

yang positif terinfeksi Virus Corona yang telah kontak langsung dengan warga

negara jepang (Lokadata.id, 2020). Sejak temuan kasus positif pertama itu jumlah

orang yang terinfeksi di Indonesia semakin banyak dan bertambah sehingga

pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar

(PSBB) dibeberapa daerah untuk membatasi pergerakan warga. Ruang Lingkup

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah peliburan sekolah dan tempat

kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau

fasilitas umum, dikarenakan adanya PSBB tersebut maka masyarakat semakin

sulit untuk berinteraksi antar sesama masyarakat dan kurangnya rasa interaksi

antar sesama masyarakat (Skripsi Luluk Tri Harinie, Haleary, dkk, 2020:2).

Walaupun Pemerintah sudah membuat peraturan PSBB tetapi masih banyak

masyarakat yang melanggarnya, Mengutip riset yang dilakukan (R.K.Webster,

2020) dari Departemen Psikologi Universitas Sheffield, Inggris dan timnya, ada

beberapa faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap karantina

PSBB yaitu, Demografi mata pencarian, Pengetahuan tentang wabah dan aturan

kekarantinaan, Sosiokultural; norma, nilai, dan hukum, persepsi terhadap

keuntungan mematuhi karantina, persepsi terhadapn risiko terdampak wabah,

kepercayaan terhadap sistem kesehatan, alasan praktis, lama karantina,

kepercayaan terhadap pemerintah. Akibat dari adanya Covid-19 pola perilaku

masyarakat juga semakin berubah terhadap media, terutama media televisi

dikarenakan penyebaran virus ini semakin luas dan mengakibatkan penyebaran

dan pemberitaan yang ditayangkan dalam berita televisi semakin banyak dan
5

bermacam-macam bahkan informasi yang tidak dibutuhkan sama sekali oleh

masyarakat mengenai pandemi ini akan terus ditayangkan karena pandemi Covid-

19 ini merupakan wabah serius yang sedang terjadi di lingkungan. Imbas dari

pemberitaan televisi tidak sedikit menyebabkan warga menjadi lebih mudah

terpengaruh dan membuat warga setempat menjadi cemas, pasalnya di setiap

program berita selalu ada pemberitahuan mengenai perkembangan Covid-19 yang

menerpa masyarakat setiap harinya. Virus ini juga sangat meresahkan masyarakat

dikarenakan interaksi dan sosialisasi yang dilakukan masyarakat sekitar jadi

berkurang dan sangat berefek kepada semua masyarakat khusunya pedagang kaki

lima (Skripsi Intan Fadillah, dkk, 2020).

Istilah Pedagang Kaki Lima (PKL) kerap sudah tidak asing lagi untuk

didengar, Pedagang kaki lima (PKL) merupakan kumpulan pedagang yang

berjualan di trotoar jalan. Istilah ini digunakan untuk menyebut para penjajah

yang melakukan kegiatan jual beli di daerah milik jalan yang diperuntukkan untuk

para pejalan kaki. Pedagang kaki lima juga termasuk usaha sektor informal berupa

usaha dagang yang kadang juga sekaligus produsen. Para pedagang jenis ini

biasanya tersebar di berbagai kota di seluruh penjuru negeri ini, dan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari mobilitas masyarakat.

Menurut Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Ketertiban,

Kebersihan dan Keindahan Dalam Wilayah Kota Banjar, yang dimaksud dengan

pedagang kaki lima adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang

dengan menggunakan bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat untuk kepentingan

umum serta, tempat lain yang bukan miliknya. Dalam arti lain pedagang kaki lima
6

merupakan pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan sarana

usaha perdagangan yang bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan

prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik

pemerintah dan atau swasta yang bersifat sementara dan tidak menetap.

(Yadewani, Syafrani dan Ikhsan, 2020) meninjau usaha PKL dari sisi struktur,

fungsi dan ekonomi, menurutnya secara struktur PKL berada pada arah ekonomi

bawah yang menjadi tumpuan masyarakat menengah bawah, secara fungisional

keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat sekitar sebagai sektor yang mampu

menyediakan sarana pemenuhan kebutuhan yang bervariatif dengan harga yang

terjangkau, sedangkan dari sisi ekonomi, Usaha PKL berfungsi sebagai sumber

penghasilan keluarga dan restribusi yang dipungut pemerintah dapat

meningkatkan pendapatan (Etty Sarjono, 2020).

Semenjak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

Pendapatan pedagang kaki lima juga semakin merosot dan pendapatannya tiap

hari makin tidak menetap sehingga membuat pedagang kaki lima banyak yang

tutup. Sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami penurunan dari

5,4 persen menjadi 2,5 persen dan bahkan bisa menjadi minus 0,4 persen. Krisis

akibat Covid-19 saat ini terjadi secara simultan, sehingga akibatnya sangat

dirasakan oleh kelompok rentan yang semakin terpuruk, diantarnya kelompok

usaha yang membutuhkan keramaian massa, kelompok seperti pedagang kaki

lima, parah buruk yang terdampak PHK, petani dan masyarakat miskin (Eddyono

dan Suzanna, 2020). Eksternalitas ekonomi dari Covid-19 yang paling nyata

terlihat saat ini adalah fenomena banyaknya karyawan yang dirumahkan,


7

pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berbagai perusahaan yang mulai bangkrut,

Berdasarkan data kementerian ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2020, total

pekerja yang dirumahkan dan kenak PHK selama masa pandemi ini telah

mencapai 1.943.916 orang dari 114.340 perusahaan, Situasi tersebut secara

otomatis berdampak pada aspek-aspek lain, terutama kepada pekerja harian lepas

atau Pedagang kaki lima yang bergantung pada keramaian massa. Tercipta 5,2 juta

pengangguran baru dengan akumulasi para buruh yang terdampak PHK beserta

beberapa usaha-usaha kecil masyarakat yang bangkrut (gulung tikar). Situasi ini

secara otomatis pula mempengaruhi daya beli masyarakat yang menurun secara

signifikan, dimana perputaran uang di tengah masyarakat menjadi sangat minim,

pada saat yang sama produksi barang pun sangat terbatas, sehingga terjadi defisit

perdagangan dalam siklus perekonomian (Kurniawansyah, dkk, 2020).

Diakibatkan Covid-19 banyak tercipta pengangguran dengan akumulasi para

buruh yang terdampak pandemi Covid-19 ini dan menjadi bangkrut sehingga

mereka gulung tikar dan mencari pekerjaan menjadi Pedagang kaki lima, Tetapi

akibat dari adanya Pandemi Covid 19 Pedagang kaki lima juga sangat susah untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka diakibatkan banyaknya larangan dari

pemerintah untuk tidak berkumpul secara ramai. Para PKL juga menyadari tempat

usahanya merupakan tempat larangan untuk berjualan, karena menempati sarana

peruntukkan bagi para pejalan kaki di trotoar sedangkan dari tinjauan mobilitas

tergolong sangat tinggi dimana 87 persen mencari pekerjaan lain tetapi merasakan

bahwa jenis usaha PKL lebih cocok dengan kondisinya dan hanya 7 persen yang

berkeinginan untuk pindah ke usaha lain (Skripsi Joko Suwandi, 2012).


8

Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 dalam buku Kementerian

Keuangan Republik Indonesia, tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas

sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dimaksudkan untuk

memberikan perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang sangat nyata terancam

dengan merebak dan menyebarkan Covid 19, baik dari aspek keselamatan jiwa

karena ancaman kesehatan dan keselamatan, maupun kehidupan dan

perekonomian masyarakat. Seluruh kebijakan di dalam UU Nomor 2 Tahun 2020,

terutama kebijakan di bidang keuangan negara yang telah diimplementasikan saat

ini, telah di dasarkan pada assesmen dan menggunakan data faktual dampak

ancaman Covid-19 bagi masyarakat dan negara (Sri Mulyani Indrawati, 2020).

Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 telah diresmikan DPR

Sebagai Undang Undang (UU) untuk menangani Pandemi Covid-19, ada empat

hal yang akan dilaksanakan dalam peraturan tersebut yaitu, Bantuan Sosial,

Stimulus ekonomi untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM), Koperasi, Serta

antisipasi terhadap sistem keuangan. Pemerintah menggelontarkan berbagai

skema bantuan untuk membantu masyarakat selama pandemi covid 19, berikut

daftar bantuan yang diluncurkan pemerintah selama pandemi (Menurut

Hasanuddin, 2003) adalah bantuan sembako yang diberikan pemerintah berupa

beras, dll, Bantuan sosial tunai, program ini memberikan dana secara tunai sebesar

RP. 600.000 kepada masyarakat selama 3 bulan, BLT Dana Desa, Listrik Gratis,

Kartu prakerja, Subsidi Gaji Karyawan, BLT atau usaha Gaji Kecil.

Angka kemiskinan memiliki pengaruh signifikan positif terhadap total kasus

Covid-19 salah satu alasan hal ini terjadi bahwa individu dan populasi miskin
9

tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dan mungkin mendapat informasi yang

salah dan miskomunikasi karena kurangnya akses ke saluran informasi, sehingga

lebih cenderung mengabaikan peringatan kesehatan masyarakat (Ahmed,

Pissarides, 2020). Sebagai negara kesejahteraan (Welfare State) Indonesia sedang

mempertahankan kesejahteraan masyarakatnya dikarenakan Covid-19 yang makin

hari semakin meningkat dan mengakibatkan kebutuhan masyarakat tidak dapat

terpenuhi dengan baik, Oleh karena itu Pemerintah dan masyarakat bertanggung

jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan untuk

mengurangi penularan Covid-19. Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan

rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan yaitu Perlindungan, Hak

Asasi Manusia, Keadilan Sosial, dan Anti Diskriminasi kesejahteraan

(Suara.com).

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur

secara sosial dan menempatkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur

sosial masyarakat pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status. Menurut Krench, kehidupan

sosial ekonomi seseorang atau keluarga diukur melalui pekerjaan, tingkat

pendidikan, dan pendapatan. Sedangkan Werner memberikan ciri-ciri berupa

pekerjaan, pendapatan (Koentjaningrat, 1977:35).

Kota Banjar merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat,

di Kota Banjar banyak sekali Pedagang Kaki Lima yang berjualan berbagai jenis

jualan, seperti sempolan, bakso bakar, es campur, Goreng-goreng, makroni basah,

dll. Pedagang yang berada di Alun-alun Kota Banjar berjualan di area alun-alun
10

sambil menawarkan jualannya kepada pembeli. Hubungan antara penjual dan

pembeli sebelum adanya Covid-19 sangat baik dan pendapatan yang didapat

Pedagang Kaki Lima dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sedangkan

sesudah adanya Covid-19 hubungan dan pendapatan Pedagang Kaki Lima

berubah 50 persen.

Berdasarkan prapeneliti yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara

dengan seorang Pedagang Kaki Lima yang bernama Bapak Tarso (35 Tahun),

Pedagang Kaki Lima tersebut mengatakan, sebelum terjadinya Covid-19 para

Pedagang kaki lima masih mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan

para pedagang kaki lima (PKL) juga bebas berjualan dimana saja sesuai keinginan

yang menurut para pedagang dapat menguntungkan hasil penjualannya. Ia juga

mengatakan dimasa sebelum adanya Covid-19, semua masyarakat masih sering

membeli dagangan Pedagang kaki lima dan masih sering berkomunikasi dengan

baik dengan pedagang kaki lima sambil tertawa, sedangkan setelah adanya

pandemi Corona semua pendapatan para pedagang kaki lima berubah 50 persen

dari pendapatan sebelum adanya Pandemi. Pendapatan yang dihasilkan oleh

pedagang kaki lima sebelum adanya Covid-19 sekitar RP.

3.500.000-4.500.000/Bulan yang dapat dikategorikan ke dalam golongan

pendapatan sangat tinggi, sedangkan setelah adanya Covid-19 pendapatan yang

diperoleh oleh pedagang kaki lima sekitar RP. 2.000.000-2.500.000/Bulan yang

didapat dikategorikan ke dalam golongan pendapatan sedang. Komunikasi antar

pedagang dan pembeli juga sudah berkurang, bahkan banyak pedagang kaki lima

yang sudah gulung tikar dikarenakan anjuran dari pemerintah yang menganjurkan
11

untuk mengikuti aturan PSBB dan membatasi keluar rumah demi menjaga

kesehatan para pedagang. Begitu juga dengan komunikasi yang dilakukan antara

pedagang dengan pedagang atau pedagang dengan masyarakat, tidak sebaik

sebelum adanya Covid-19. Virus Corona tersebut menyebabkan kehidupan

ekonomi masyarakat sangat merosot dari kehidupan sebelum adanya virus

tersebut.

Bapak Tarso (Pedagang Kaki Lima) juga mengatakan, kehidupan sosial

Pedagang Kaki Lima juga sangat berubah. Dampak kehidupan sosial yang

dirasakan oleh pedagang kaki lima sangat berdampak bagi kehidupan sosial

mereka, salah satunya adalah dampak kurangnya Interaksi antara masyarakat

dengan pedagang dikarenakan peraturan sosial distancing. Interaksi sosial yang

sebelum adanya Covid-19 sangat baik kini telah berkurang atau perlahan hilang

dikarenakan mengharuskan masyarakat tidak melakukan aktivitas yang berlebihan

di luar rumah, sebagaimana yang mereka lakukan sebelum terjadinya pandemi ini.

Jika harus keluar rumah ia menyebut bahwa, mereka harus mengikuti anjuran

pemerintah mengenai PSBB yaitu memakai masker, menyediakan handsanitizer,

dan menjaga jarak demi kesehatan mereka.

Berdasarkan Prapeneliti tersebut maka, peneliti tertarik melakukan

penelitian di Alun-alun Kota Banjar, dengan judul penelitian “Perubahan Sosial

Ekonomi Dimasa Pandemi pada Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kota

Banjar”.

1.2 Rumusan Masalah


12

Rumusan masalah merupakan suatu proses untuk mengenal dan membuat

asumsi-asumsi berdasarkan observasi maupun studi kepustakaan pada lokus dan

fokus penelitian yang diarahkan pada upaya untuk merumuskan masalah ruang

lingkup penelitian.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan

permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi perubahan sosial ekonomi pedagang kaki lima di masa

pandemi Covid-19 di Alun-alun Kota Banjar?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi perubahan sosial ekonomi

pedagang kaki lima di masa pandemi Covid-19 di Alun-alun Kota Banjar?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka yang

menjadi tujuan peneliti ini ialah:

1. Untuk menggambarkan dan mengetahui kondisi perubahan sosial ekonomi

pedagang kaki lima di masa pandemi di Alun-alun Kota Banjar;

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi perubahan

sosial ekonomi pedagang kaki lima di masa pandemi Covid-19 di Alun-alun

Kota Banjar.

1.4 Kegunaan Penelitian


13

1. Aspek Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan dan

menjadi kajian lebih lanjut dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

untuk melahirkan konsep-konsep ilmiah tentang Perubahan Sosial

Ekonomi pedagang Kaki Lima di masa pandemi;

2. Aspek Praktis, Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai

refrensi dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang

terlibat dalam kajian tentang Perubahan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki

Lima di masa pandemi.

Anda mungkin juga menyukai