Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain makanan

dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian

untuk menutupi tubuhnya dari terik matahari dan dinginnya udara malam. Namun

seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan

sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya.

Masyarakat di Indonesia telah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni (IPTEKS) yang berdampak pada berbagai kehidupan

masyarakat, baik masyarakat industri maupun masyarakat pada umumnya. Hal

tersebut juga berdampak pada industri busana, seperti garment, modiste, tailor,

dan konveksi.

Perkembangan industri konveksi saat ini sangat pesat. Dewasa ini banyak

sekali konveksi bermunculan dikarenakan bertambahnya minat konsumen

terhadap pakaian yang dapat dipesan sesuai dengan keinginan konsumen. Melihat

kondisi ini, banyak individu maupun pekerja lainnya yang beralih profesi dari

pekerjaanya untuk terfokus di bidang konveksi. Hal ini membawa pengaruh

terhadap perilaku konsumen dalam memilih berbagai pakaian yang ditawarkan

oleh konveksi. Untuk itu produsen memerlukan strategi dengan tujuan mencapai

keunggulan bersaing dan memerlukan informasi tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk.


2

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih serta

munculnya inovasi-inovasi baru di bidang teknik produksi, telah mendorong

perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya

manusianya, agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Sumber

daya manusia sebagai karyawan tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan

keselamatan dan kesehatan kerja saat bekerja, dengan menjamin keselamatan dan

kesehatan kerja dapat menumbuhkan semangat kerja pada karyawan.

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab

semua pihak terutama pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat. Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menyatakan bahwa sistem manajemen K3

merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam

rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. K3 merupakan suatu program yang

dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan

dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi

menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan 2 antisipatif

apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sugeng, 2005). Tujuan dari

dibuatnya program K3 yakni untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

seharusnya menjadi prioritas utama dalam suatu perusahaan, namun sayangnya

tidak semua perusahaan memahami akan arti pentingnya K3 dan mengetahui


3

bagaimana cara mengimplementasikannya dengan baik dalam lingkungan

perusahaan.

Penerapan K3 pada konveksi pembuatan baju sablon menjadi penting

karena pada pelaksanaannya berhubungan dengan bahan kimia dan bahaya

penggunaan api, sehingga pegawai dituntut untuk menerapkan keterampilan,

ketelitian, ketekunan, kehati-hatian, dan kesabaran. Kecelakaan kerja saat proses

pembuatan baju sablon dapat diminimalisir dengan menerapkan K3 sesuai

dengan pendapat Sutrisno dkk 2009, bahwa K3 merupakan usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Penunjang pembuatan baju sablon, seperti sarana dan prasarana K3 harus

diperhatikan, baik mencakup kondisi lingkungan dan kelengkapan Alat Pelindung

Diri (APD). Kondisi lingkungan meliputi infrastruktur yang digunakan,

sedangkan APD merupakan seperangkat alat yang digunakan sebagai pelindung

dari bahaya kerja secara personal, mencakup pelindung kepala, pelindung mata,

pelindung pernafasan, pelindung tangan, pelindung kaki dan pelindung tubuh.

Di Bali banyak terdapat industri konveksi berskala kecil dan menengah.

Mulai yang berbentuk industri rumah tangga maupun yang sudah dikelola dengan

lebih profesional. Flows Konveksi Bali berada di Jalan Padat Karya Belega

Gianyar Bali merupakan usaha kecil yang bergerak dalam pembuatan kaos tanpa

kerah, kaos berkerah, pakaian training/olahraga, dan jaket. Selain menjual produk

secara eceran, kebanyakan dari industri ini juga menerima pesanan produk dalam

jumlah besar. Flows Konveksi Bali merupakan usaha kecil karena hanya
4

mempunyai 30 orang karyawan, dimana pekerjaan karyawan dapat

dikelompokkan menjadi 4 yaitu potong, jahit, sortir, dan sablon.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Flows Konveksi Bali diperoleh

informasi mengenai penerapan K3 pada pembuatan baju sablon yang diperoleh

dari hasil wawancara dengan pekerja dan pemilik konveksi, mengenai penyediaan

APD berupa masker dan sarung tangan karet jumlahnya masih terbatas.

Keterbatasan alat tersebut mengakibatkan tidak semua pekerja menggunakan

APD saat bekerja. Hal ini diduga karena pemahaman pekerja dan pemilik

terhadap pengetahuan K3 masih rendah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan pekerja tentang penerapan K3 di

Flows Konveksi Bali ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan pekerja tentang

penerapan K3 di Flows Konveksi Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan mengenai pentingnya

penerapan K3 di tempat kerja khususnya untuk pekerja agar terhindar dari penyakit

akibat kerja dan kecelakan kerja.


5

1.4.2 Manfaat Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta

dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut yang mendalam dalam rangka

perencanaan, perbaikan dan pengembangan penerapan K3.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap

objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005 ).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua

aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif

dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap

objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010).


7

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan

(Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

3) Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam

berfikir dan bekerja.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003)

lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.
8

2) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005)

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima dengan cara

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi

kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi

tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat

ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan

sebagainya.
9

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat

menyusun formulasi yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi

penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria

yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang

materi yang akan di ukur dari objek penelitian

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

2.2.1 Pengertian

Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan upaya untuk menciptakan

suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai

produktivitas setinggi-tingginya. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dalam

menerangkan bahwa Undang-undang ini meliput semua tempat kerja dan

menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer, serta memenuhi

dan  menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  

Menurut Suma’mur (2014), kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu

kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental

maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau
10

gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta

terhadap penyakit umum. 

Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan

mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan bahwa kesehatan kerja

dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang

baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya

mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program

perlindungan tenaga kerja. 

2.2.2 Dasar Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja

a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat

kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.

b. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan

berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan

fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru,

sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta

pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban

memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua

syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  Undang-undang nomor

23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya

kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
11

membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh

produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan

kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

c. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan

keselamatan dan kesehatan kerja.

Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah

juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait

penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang

Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi

2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas

Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida

3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan

Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan

4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul

Akibat Hubungan Kerja

2.2.3 Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh

perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko

kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap
12

sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai

bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada

masa yang akan datang. Berikut ini adalah peralatan pelindung diri dalam bekerja

(Anizar, 2009) :

a. Alat pelindung mata

Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan debu. Berbagai

jenis kacamata pengaman mempunyai kegunaan yang berbeda. Seperti Kacamata

las berguna melindungi mata dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan

retina mata) pada saat melaksanakan pengelasan.

b. Alat pelindung kepala

Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja pada mesin-

mesin topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran mesin bor atau rambut

terkena percikan api pada saat mengelas.

c. Alat pelindung telinga/Ear plug

 Alat pelindung telinga ialah alat yang melindungi telinga dari gemuruhnya

mesin yang bising dan juga penahan bising dari letupan / letusan.

d. Pelindung hidung dan mulut                                                                               

Ditempat- tempat tertentu dari bagian bengkel, udara sering dikotori terutama

akibat kimiawi, akibat gas yang terjadi, akibat semprotan cairan, akibat debu dan

partikel lainnya yang lebih kecil. Misalnya pengotoran pada pernafasan akibat

debu kasar dari gerinda, kabut dari proses pengecatan, asap yang timbul ketika

pahat sedang digerinda dan asap ketika mengelas.


13

e. Alat pelindung tangan

  Alat pelindung tangan yaitu (sarung tangan) (sarung tangan asbes)

1. Sarung tangan kain

 Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila

memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam

lainnya

2. Sarung tangan asbes

 Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan

terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap

memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan

pekerjaan menempa (pande besi).

f. Alat pelindung kaki

Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam, tertimpa

benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka sebagai pelindung digunakan

sepatu. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis

pekerjaan.

g.  Alat pelindung badan

1. Apron

 Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan diluar baju

kerja. Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala

api.

2. Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka

pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu
14

mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju

akan melindungi tangan dari sinar api.

2.2.4 Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul oleh atau didapat pada

waktu melakukan pekerjaan (Irianto, 2013). Penyakit akibat kerja (PAK) adalah

setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dalam

Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja, 29

dari 31 jenis penyakit akibat kerja adalah penyakit akibat kerja yang bersifat

internasional; penyakit demikian mengikuti standar Organisasi Perburuhan

Internasional (Suma’mur, 2014). Di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang

menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut (Suma’mur, 2014) :

1. Faktor fisik

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain

penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat

mengakibatkan katarak (cataract) pada lensa mata, sedangkan sinar ultra

violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika (conjunctivitis

photoelectrica)

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang

panas (heat cramps) atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu

terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease)


15

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan pada indera

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis (pneumoconiosis), diantaranya

silikosis, asbestosis dan lainnya

b. Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever),

dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja, atau keracunan oleh zat toksis uap

formaldehida

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi pada kulit

e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan

lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis

Bibit penyakit antraks atau brusella (brucella) yang menyebabkan penyakit

akibat kerja pada pekerja penyamak kulit

4. Faktor fisiologis/ergonomis

Kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan

pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan

kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau

kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis

Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik, misalnya dengan

timbulnya depresi atau penyakit psikosomatis.


16

2.3 Pengertian Usaha Kecil

2.3.1 Pengertian

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998, pengertian usaha kecil

adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk

mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Usaha Kecil sebagaimana

dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala

kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau

memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus

Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu

Miliar Rupiah)

3. Milik Warga Negara Indonesia

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.


17

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil merupakan entitas usaha

yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang. Berdasarkan

Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994,

pengertian usaha kecil menengah didefinisikan sebagai perorangan atau badan

usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset

per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-

tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri

dari : Bidang usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi ), dan Perorangan (

Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,

penambang, pedagang barang dan jasa )

2.3.2 Konveksi Pakaian

Konveksi pakaian merupakan salah satu jenis bidang bisnis usahayang

bergerak di bidang pembuatan pakaian jadi ataupun tekstil dengan menggunakan

desain custom sesuai dengan keinginan para pemesan. Salah satu penyedia jasa

pembuatan pakaian jadi atau tekstil dengan desain custom yang telah ditentukan

sendiri oleh pemesan sehingga pengelola konveksi hanya menuruti keinginan dari

konsumen. Pengelola bisnis konveksi ini biasanya hanya menyediakan pilihan

jenis kain untuk pakaian yang dikehendaki serta juga menyediakan jasa desain

motif pakaian atau tekstil seperti desain sablon ataupun bordir.


18

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu komponen yang

harus diperhatikan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Proses kegiatan

pembuatan baju sablon dilakukan dengan bersentuhan langsung dengan bahan

kimia dan penggunaan api. Penggunaan APD saat bekerja menurut Anizar (2009)

“bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja,

mencegah timbulnya gangguan kesehatan akibat kondisi kerja, memberikan

perlindung bagi pekerja dan menempatkan pekerja di suatu kondisi yang sesuai

dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja”. Hierarki pengendalian resiko dalam

upaya pencegahan kecelakaan menurut Daryanto (2007) terdapat 5 tahap, yaitu

eliminasi, substitusi, engineering, administratif dan alat pelindung diri. Alat

pelindung diri merupakan usaha terkahir dalam melindungi keselamatan dan

kesehatan kerja, guna memenuhi cara kerja yang aman dan sehat.

Prosedur penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi studi

pendahuluan, membuat kisi-kisi instrumen, pembuatan butir soal instrumen,

penyebaran instrumen penelitian dan pengumpulan instrumen penelitian. Analisis

data yang digunakan dalam penelitian berupa statistik deskriptif. Langkah-langkah

yang dilakukan dalam menganalisis data penelitian ini meliputi pengecekan data,

tabulasi data, pengolahan data dan penafsiran data.


19

3.2 Konsep Penelitian

Pengetahuan pekerja tentang penerapan K3


Berdasarkan :
INPUT
- Umur
- Pendidikan
- Jenis Kelamin

Pengisian kuesioner
PROSES

Deskripsi pengetahuan pekerja tetang penerapan


K3 di Flows Konveksi Bali OUTPUT

Gambar 3.1 Bagan Konep Penelitian


20

3.3 Hipotesis Penelitian

HO : pekerja yang bekerja di Flows Konveksi Bali tidak mengetahui penerapan

K3

Ha : pekerja yang bekerja di Flows Konveksi Bali mengetetahui penerapan K3


21

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

deskriptif tentang suatu keadaan objektif (Sastroasmoro dan Ismail, 2011). Jenis

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu

suatu penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersama atau sekali waktu (Notoadmodjo, 2005).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Flows Konveksi Bali. Pengisisan kuesioner

dan observasi dilakukan di Flows Konveksi Bali sedangkan analisis data akan

dilakukan di Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Juni 2018 sampai

bulan September 2018. Tahap pertama peneliti pada bulan Juni akan melakukan

studi pendahuuan yang terdiri dari penentuan jumlah informan kemudian

dilakukan tahap persiapan administrasi dan observasi, penyebaran kuesioner dan

pengisian kuesioner. Pada bulan Juli dilakukan tahap analisis data dan

penyusunan laporan.
22

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini antara lain:

1. Pekerja yang dijadikan sebagain informan adalah pekerja yang beraktivitas di

Flows Konveksi Bali

2. Informan adalah pekerja pembuatan baju sablon yang bekerja secara individu

4.4 Penentuan Sumber Data

a. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk

menjawab masalah risetnya secara khusus (Sugiyono, 2004). Untuk penelitian ini

data primer diperoleh melalui wawancara langsung mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan penelitian di Flows Konveksi Bali.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan pihak lain, bukan oleh periset

sendiri (Sugiyono, 2004). Data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui

media perantara berupa data atau dokumen-dokumen yang ada di Flows Konveksi

Bali yang digunakan untuk mengetahui kondisi di Flows Konveksi Bali

b. Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah dengan kuesioner yang dibuat

sendiri oleh peneliti sesuai apa yang hendak diukur. Kuesioner merupakan daftar

pertanyaan yang digunakan peneliti untuk memperoleh data secara langsung dari
23

sumber melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan kepada

responden (Surakhmad, 2000).

c. Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Flow

Konveksi sebanyak 30 orang Karyawan. Sampel adalah sebagian individu atau

wakil populasi yang diteliti. Sedangkan untuk menentukan besaran sampel apabila

subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat

diambil antara 15% atau 29% sampai dengan 25% atau lebih, tergantung setidak-

tidaknya dari ; 1) Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana. 2)

Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini

menyangkut banyak sedikitnya data, dan 3) Besar kecilnya resiko yang ditanggung

peneliti. Arikunto (2006).

4.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel antara lain:

1. Variabel bebas merupakan variabel yang memiliki fungsi sebagai penyebab

timbulnya variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah umur,

pendidikan dan jenis kelamin.

2. Variabel tergantung merupakan variabel penelitian yang diukur untuk

mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besarnya efek tersebut

diamati dari ada-tidaknya, timbul-hilangnya, membesar-mengecilnya, atau


24

berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain

termaksud. Dalam penelitian ini variabel tergantung adalah pengetahuan

responden terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

4.6 Bahan dan Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan bahan penelitian berupa kuesioner dan

lembar observasi yang sudah disiapkan oleh peneliti. Kuesioner merupakan

instrumen pengumpulan data atau informasi yang dioperasionalisasikan ke dalam

bentuk item atau pertanyaan.Penyusunan kuesioner dilakukan dengan harapan

dapat mengetahui variable-variabel apa saja yang menurut responden merupakan

hal yang penting. Tujuan penyusunan kuesioner adalah untuk memperbaiki

bagian-bagian yang dianggap kurang tepat untuk diterapkan dalam pengambilan

data terhadap responden. 

4.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan studi kajian pustaka dengan cara mempelajari buku dan

jurnal terkait dengan penelitian, menetapkan tempat penelitian yaitu salah satu

konveksi di Bali lalu disusun desain penelitian dan menyusun kuesioner.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Dalam tahap ini dilakukan observasi ke Flows Konveksi Bali untuk memilih

responden yang akan dijadikan sampel penelitian. Responden dalam penelitian ini
25

adalah pekerja di Flows Konveksi Bali dan bersedia untuk melakukan interview

dan mengisis kuesioner untuk mendapatkan hasil penelitian.

4.8 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data deskripsi sehingga

dihasilkan proporsi. Setelah mendapatkan data dari jawaban responden melalui

kuesioner, kemudian jawaban tersebut diberikan skor. Untuk pernyataan yang

dijawab dengan benar akan mendapatkan skor satu yang berarti tahu dan setiap

jawaban yang salah diberi skor nol yang berarti tidak tahu. Hasil kuesioner yang

diperoleh tentang pengetahuan akan dianalisis dengan menggunakan rumus

Arikunto (2006). Presentase diperoleh dengan cara :

P = f x 100 %
n

Keterangan :

P : presentase pengetahuan karyawan

f : frekuensi jawaban benar

n : jumlah semua pertanyaan.

Nilai dari pengetahuan tersebut dikatagorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

a. Baik : bila menjawab benar 76-100%

b. Cukup : bila menjawab benar 56-76%

c. Kurang : bila menjawab benar < 56%


26

Hasil pengolahan data dalam bentuk persentase kemudian di interpretasikan

dengan menggunakan skala berikut : (Arikunto, 2006):

1-25% : sebagian kecil

26-49 % : hampir setengahnya

50% : setengahnya

51-75% : sebagian besar

76-99% : hampir seluruhnya

100% : seluruhnya
27

4.9 Alur Penelitian

Rumusan Masalah

Kajian Pustaka

Metode Penelitian

Penyusunan Kuesioner Populasi

Pengumpulan data Sampel

Pengisian kuesioner

Analisis data

Simpulan dan Saran

Gambar 4.1 Alur Penelitian


28

BAB VI

PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan peneliti pada


bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan mengenai
gambaran pengetahuan karyawan tentang penerapan K3 di Flows Konveksi.
a. Berdasarkan umur sebagian besar berpengetahuan kurang (52,6%) pada
golongan umur 20-35%.
b. Berdasarkan pendidikan sebagian besar berpengetahuan kurang (60%) pada
golongan pendidikan menengah.

2. Saran

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi refrensi untuk penelitian berikutnya


dan dapat dikembangkan melakukan penelitian di tempat lain.
29

DAFTAR PUSTAKA

Anizar. (2009). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arikuntoro, S, Prof, DR, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka
Cipta

Daryanto. (2007). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bengkel. Jakarta: Rineka


Cipta

Hurlock, Elizabeth B.1998. Adolescence Development. Fourth Edition.


Mcgrawhill Kagokusha, Ltd.

Irianto K. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis.


Bandung: Alfabeta; 2014

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 60 / kmk.016 / 1996


Tentang Perubahan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor : 316/kmk.016/1994
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 tahun 1998 Tentang
Bidang/jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan
Bidang/jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Usaha
Besar Dengan Syarat Kemitraan
Keputusan Presiden No 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja
Notoadmodjo (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan
Ketiga, Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Sastroasmoro dan Ismail (2005).Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian


Klinis.Jakarta: Sagung Seto
Sugeng Budiono. 2005. Pengenalan Potensi Bahaya indisutrial dan Analisa
Kecelakaan kerja. (Dalam Artikel) Depnakertrans
Sugiyono (2004). Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta
30

Suma’mur, PK. 2014. Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes &


Keselamatan Kerja.Erlangga. Jakarta.

Surakhmad (2000). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung : Alumi


Sutrisno dkk. (2010). Modul K3LH (Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan
Lingkungan Hidup. Jakarta: Yudhistira.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang


Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Undang Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan
Perilaku Manusia.. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai