All About Jabar
All About Jabar
Rumah adat Badak Heuay merupakan salah satu rumah adat yang hingga
saat ini masih bisa ditemui dengan sangat mudah karena banyak penduduk
yang memanfaatkannya sebagai hunian utama oleh warga Sukabumi.
Kujang
Beliung
Masyarakat Sunda
butuh alat untuk
menebang pohon besar
dan membelah kayunya,
makanya dibuatlah
Beliung atau biasa kita
sebut sebagai kapak.
Masa Perjuangan
Selain tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sekolah Raden Dewi menyebar pula ke
luar pulau Jawa. Dewi Sartika berusaha keras untuk mendidik anak-anak perempuar
agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, cerdas, luwes, terampil dan kelak
mampu berdiri sendiri. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, Dewi Sartika
berusaha mencari sumbangan dana dan tambah lagi banyak pihak yang mendukung
perjuangannya, terutama suaminya yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata.
Nama Dewi Kartika dikenal luas oleh masyarakat sebagai pendidik, terutama di
kalangan perempuan. Pada tanggal 16 Januari 1939, pemerintah Hindia Belanda
memberikan bintang jasa kepada Dewi Sartika atas jasanya telah memajukan
pendidikan kaum perempuan.
Akhir Hayat
Dewi Sartika menghembuskan napas terakhirnya di Tasikmalaya, 11 September
1947. Atas perjuangannya dalam mencerdaskan bangsa, Ia diberikan gelar
kehormatan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, pada tanggal 1 Desember 1966.
Achmad Soebarjo
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat,
23 Maret 1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah
tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama.
Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di
Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.
Riwayat Perjuangan
Achmad Sebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan
dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas
Indonesia. Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti
Jong Jawa dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan
Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad
Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa
"Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama di
Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada
Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari
Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI).
Dan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar
Negeri pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali
menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain
itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-
tahun 1957 - 1961.
Pada masa kemerdekaan, Otto terlibat dalam keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pengganti BPUPKI.
Setelah Indonesia merdeka, Otto menjabat sebagai menteri negara yang pertama bersama Mohammad Amir, Wahid Hasyim, Mr. Sartono,
dan A.A. Maramis.
Saat itu Otto bertugas mempersiapkan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
dari laskar-laskar yang tersebar di Indonesia. Dalam tugasnya, Otto
menimbulkan ketidakpuasan dari beberapa kalangan hingga
diperkirakan dia diculiksalah satu laskar yang bermarkas di Tangerang.
Kemudian 19 Desember 1945, dan dibawa ke suatu tempat di pesisir
Pantai Mauk. Jenazahnya tidak pernah ditemukan, hingga akhirnya
pemerintah menetapkan menetapkan 20 Desember 1945 sebagai
tanggal meninggalnya.
Muhammad Toha
Muhammad Toha atau Mohammad Toha (Bandung, 1927 - Bandung, 11
Juli 1946) adalah seorang komandan Barisan Rakjat Indonesia, sebuah
kelompok milisi pejuang yang aktif dalam masa Perang Kemerdekaan
Indonesia. Toha meninggal dalam kebakaran dalam misi
penghancuran gudang amunisi milik Tentara Sekutu bersama rekannya,
setelah meledakkan dinamit dalam gudang amunisi tersebut.
Toha bergabung dengan Barisan Rakjat Indonesia (BRI) yang kemudian
bersatu dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan
Pamuncak, lalu berganti nama menjadi Barisan Banteng Republik
Indonesia (BBRI). Mohammad Toha ditunjuk sebagai Komandan Seksi I
Bagian Penggempur.
Keterlibatannya dengan Peristiwa Bandung Lautan Api adalah ketika Toha
bersama sahabatnya Mohammad Ramdan menghancurkan gudang amunisi
tentara sekutu. Bandung Selatan yang kala itu akan direbut oleh sekutu, dibumihanguskan terlebih dahulu. Para pejuang tidak rela
wilayahnya ditempati begitu saja oleh sekutu.
Hingga akhirnya seluruh bangunan yang ada
di Bandung bagian selatan dibakar sebelum
ditinggalkan. Mohammad Toha dan
Mohammad Ramdan kala itu bertugas
meledakkan gudang amunisi persenjataan.
Namun efek ledakkan yang dihasilkan ternyata
lebih besar, sehingga langsung menewaskan
keduanya.
Tetapi bagi warga Bandung semua,
Muhammad Toha adalah seorang pahlawan.
Pemerintah Bandung menghormatinya dengan
memberi nama salah satu jalan di Bandung
dengan namanya. Selain itu di daerah
Dayeuhkolot, tepat di depan kolam bekas
terjadinya ledakan, terdapat monumen
Mohammad Toha untuk memperingati jasa
dan keberaniannya.
Nasi Timbel
Nasi Timbel merupakan makanan khas Sunda. Nasi timbel pada mulanya merupakan bekal makanan bagi para
petani yang bekerja di sawah. Nasi yang masih hangat dibungkus dengan daun pisang agar lebih praktis dibawa.
Selain itu, ternyata daun pisang juga membuat nasi menjadi lebih harum dan menggoda selera. Karena itulah, nasi
timbel terus populer dan tidak cuma dinikmati oleh para petani saja. Kini nasi timbel sudah bisa didapatkan di
banyak warung dan restoran, baik di Jawa Barat maupun di daerah lain di Indonesia. Tentu saja, nasi timbel
kurang lengkap bila tidak disajikan bersama sajian pendampingnya. Nasi timbel komplit biasanya disajikan
bersama hidangan-hidangan lezat seperti ulukuteuk leunca, ayam goreng, tahu & tempe goreng, ikan asin,
sambel terasi, lalapan.