Rumah adat Riau yang pertama adalah bernama balai salaso jatuh. Apabila kita
tinggal di pulau jawa khususnya, nama ini terdengar aneh dan lucu di telinga
kita. Tetapi bagi masyarakat Riau pasti mereka tau betul tentang makna nama
bangungan yang bernama balai salaso jatuh tersebut.
Balai salaso jatuh pada dasarnya adalah sebuah bangunan yang berasal dari Riau,
yang digunakan untuk musyawarah dan kegiatan bersama lainnya. Jadi bisa
disimpulkan bahwa balai salaso jatuh tidak di fungsikan untuk rumah pribadi.
Namun bangungan ini digunakan untuk keperluan musyawarah dan kegiatan
umum lainnya.
Sesuai dengan fungsi yang dimiliki balai salaso jatuh, bangunan ini memiliki
sebutan-sebutan lain yang juga dikenal di kalangan masyarakat sekitar. Seperti
balai panobatan, balirung sari, balai karapatan dan masih banyak lagi. Namun
akhir-akhir ini fungsi bangunan ini digantikan oleh rumah penghulu atau masjid.
Pakaian Adat Sehari-Hari Masyarakat Riau
Dalam kehidupan sehari-hari, kau pria dan wanita Provinsi Riau biasa
memakai baju kurung yang disebut baju gunting cina. Kaum pria memakai
tutup kepala yang disebut kopiah atau songkok, sedangkan kaum wanita
menutup kepalanya dengan selendang atau kain tudung kepala. Alas kaki
mereka mengenakan sendal atau kasut.
Kaum wanita Riau memakai pakaian baju kurung satu sut yang terbuat dari
kain songket, satin dan sutra. Selain itu, kaum wanita juga memakai aksesoris
berupa kalung, anting, gelang tangan, dan cincin yang terbuat dari emas.
Perlengkapan perhiasan pada kepala meliputi sanggul biasa atau sanggul dua,
tusuk sanggul, kembang goyang, sepit rambut, dan jurai. Perlengkapan lainnya
berupa kain selempang, sapu tangan kecil, gelang kaki dan sebuah pending
melilit pinggang. Untuk alas kaki, baik pria maupun wanita memakai selop.
Pakaian adat bangsawan Riau (siak) berwarna kuning yang merupakan simbol
kerajaan. Oleh sebab itu, pakaian dengan warna tersebut hanya boleh
digunakan oleh orang-orang dari kalangan bangsawan atau keturunan raja-raja
Riau. Warna kuning juga dipakai untuk pakaian pengantin karena sepasang
pengantin mendapat julukan raja sehari.
Pakaian Adat Pengantin Riau
Pakaian adat pengantin Riau lebih megah dan indah. Hal ini berkaitan dengan
kesakralan upacara tersebut. Pengantin pria memakai pakaian teluk
belanga.Pakaian ini hampir sama dengan baju cekak musang dengan
tambahan aksesoris sebilah keris di pinggang. Pada bagian kepala
mengenakan mahkota yang disebut tanjak. Tanjak inilah yang membedakan
dengan pakaian pengantin Riau Kepulauan. Pada pakaian pengantin Riau
Kepulauan mahkotanya lebih sederhana. pengantin wanita memakai baju
kebaya labuh/ panjang dengan beberapa aksesoris sebagai pelengkap. Kedua
mempelai sama- sama memakai selop dan capal.
K eris merupakan
senjata pusaka yang telah
digunakan berabad lalu.
Tidak hanya di Riau, keris
pada umumnya
digunakan oleh
bangsawan di Asia
Tenggara. Keris
merupakan simbol
kehormatan dan alat
mempertahankan diri.
Senjata ini digunakan untuk menikam dari jarak dekat.
Kedudukan keris dalam sejarah sebagai simbol kehormatan tidak dipungkiri lagi, bahwa
dalam masa kerajaan itu terlihat jelas sebagai bentuk perlindungan diri, maupun
kebanggaan. Bahkan dalam sejarah modern, fungsi itu terus berkembang sebagai obyek
sejarah, dan dapat pula menjadi benda penentu sejarah berdasarkan masa pembuatan
dan jenis bahan yang digunakan.
Hingga kini dalam adat dan budaya Melayu Riau, selalu menggandengkan keris dalam
setiap busana sebagai senjata pelengkap sejak turun-temurun. Namun yang berbeda
dalam pekaian keris dari adat yang ada di pulau Jawa adalah, apabila penggunaan keris
di Jawa diselipkan di pinggang bagian belakang, di Riau dan masyarakat melayu pada
umumnya penggunaan keris adalah didepan.
2. Beladau
B
juga
eladau atau pisau belati
merupakan senjata
tradisional yang telah
dipergunakan oleh masyarakat
melayu dan masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Beladau pada umumnya dikenal
di daerah Sumatera dari Riau dan
Kepulauan Riau sampai
Mentawai. Senjata ini merupakan
senjata tikam dan senjata sayat.
Panjang pisau ini biasanya
sekitar 24cm.
3.Kelewang
K elewang
merupakan senjata
tradisional Riau
sejenis golok.
Senjata dahulu
dipergunakan oleh
para prajurit, namun
saat ini dipergunakan
oleh masyarakat
pada umumnya.
Bahkan sampai saat
ini Kelewang banyak
dipergunakan untuk
keperluan pertanian.
4. Pedang Jenawi
P edang Jenawi adalah senjata tradisional Riau dan Kepulauan Riau. Untuk
melihat keterangan Pedang Jenawi dapat Sobat buka di halaman Senjata Tradisional
Kepulauan Riau.
Secara umum upacara tradisional Provinsi Riau terbagi atas upacara adat daur
hidup dan upacara adat lainnya. Upacara adat daur hidup meliputi upacara
kelahiran, upacara masa dewasa, upacara perkawinan, dan upacara kematian.
Upacara adat lainnya meliputi upacara-upacara ritual adat yang berhubungan
dengan kepercayaan dan lingkungan alam. Semua jenis upacara tradisional ini
dilakukan berbagai masyarakat Provinsi Riau sebagai perwujudan rasa
menjunjung tinggi adat tradisi setempat.
Upacara masa dewasa dimulai saat anak berusia tujuh tahun. Pada usia tersebut
anak diantar kepada guru mengaji untuk belajar membaca Alquran, bersilat,
dan menari zapin. Selanjutnya, pada masa ini, baik anak laki-laki maupun
perempuan, sudah tiba waktunya untuk dikhitan (besunat). Upacara ini
menandakan bahwa anak sudah menginjak masa dewasa.
Peristiwa kematian merupakan suatu peristiwa yang pasti tiba dan harus
dihadapi dengan penuh kesadaran. Dalam masyarakat Provinsi Riau ada
beberapa kegiatan saat terjadi peristiwa kematian, yaitu merahap mayat,
memandikan dan mengkafani jenazah, penguburan, dan tahlil tiga hari
berturut-turut. Kemudian, tahlil pada hari ke-7 (menujuh), ke-
20 (menduapuluh), ke-40, dan ke-100 (meratus) dari peristiwa kematian.
Dalam tradisi pernikahan suku Talang Mamak masih sangat kentara unsur-
unsur kepercayaan nenek moyangnya (animisme dan dinamisme). Hal tersebut
terlihat dari beberapa tahapan yaitu sabung ayam, penyerahan alat-alat yang
akan dimasak (lemukut sepatah rebung sepucuk pakis sekalo selemak
semanis), dan mandi balimau.
Pada malam hari pernikahan ada upacara penyerahan piring yang berisi daun
sirih dan keris dari mempelai pria. Oleh keluarga mempelai wanita, piring ini
diberikan kepada ketua RT setempat agar segera dilangsungkan upacara
pernikahan. Selanjutnya, piring ini diberikan kepada kepala dusun (kadus)
sambil mengatakan agar kedua mempelai dinikahkan. Kemudian, kadus
menunjuk seorang pegawai adat untuk menikahkan kedua mempelai tersebut.
Prosesi pernikahan dipimpin oleh pegawai adat dengan acara seperti berputar
mengelilingi ruangan di bawah kayu lupak, beradu cepat duduk, bertukar
rokok, saling menyuapi nasi, berbalas pantun, nasihat perkawinan, pengesahan
pernikahan, dan diakhiri dengan makan bersama.