Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

SGD 2 LBM 2

“Sariawan Dekat Akar Gigi”

ANGGOTA KELOMPOK

CICI MUTIARA DEWI (31102000016)

NABILA ALYA ALFITA (31102000052)

NABILA MARSHA DIVA (31102000054)

NAOMI NEORYDA KUMALA (31102000057)

PUTRI NOVITA NINGRUM (31102000063)

SALMA UMI RAFIAH (31102000071)

TASYA RIZQI AMALIA (31102000085)

AFIFATUZ ZAKIYAH (31102000093)

SUKMA RAMADHANI (31102000098)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

TAHUN 2O22
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL

SGD 2 LBM 2

“Sariawan Dekat Akar Gigi”

Telah Disetujui Oleh :

Tutor Tanggal

drg. Islamy Rahma Hutami, Ph.D 24 April 2022

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 2


DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
BAB I ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
A. LATAR BELAKANG ----------------------------------------------------------------------------------------- 4
B. SKENARIO ----------------------------------------------------------------------------------------------------- 5
C. IDENTIFIKASI MASALAH---------------------------------------------------------------------------------- 5
BAB II ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 6
TINJAUAN PUSTAKA ------------------------------------------------------------------------------------------------- 6
A. Landasan Teori ----------------------------------------------------------------------------------------------- 6
1. Sariawan pada Anak ------------------------------------------------------------------------------------- 6
2. Gigi depan atas pasien yang sudah goyah namun tidak merasakan sakit------------- 7
3. Mekanisme resorpsi gigi desidui -------------------------------------------------------------------- 8
4. Hubungan dari sisa akar dengan pembentukan lesi ---------------------------------------- 12
5. Ulkus decubitus ----------------------------------------------------------------------------------------- 13
a. Definisi -------------------------------------------------------------------------------------------------- 13
b. Gambaran klinis ulkus decubitus -------------------------------------------------------------- 14
c. Diagnosis banding ---------------------------------------------------------------------------------- 15
d. Pemeriksaan ulkus decubitus ------------------------------------------------------------------- 15
e. Etiopatogenesis ulkus decubitus--------------------------------------------------------------- 16
f. Tatalaksana pada kasus diskenario ----------------------------------------------------------- 20
6. Persistensi Gigi Sulung ------------------------------------------------------------------------------ 21
B. Peta konsep ------------------------------------------------------------------------------------------------- 24
BAB III ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 25
KESIMPULAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 25
DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------------------------------------------- 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang mudah terkena lesi, salah

satunya adalah ulkus. Hal ini disebabkan karena mukosa rongga mulut bersifat fragile

dan tipis sehingga mudah rupture dan terbentuk ulkus. Ulkus merupakan suatu

kerusakan pada mukosa atau kulit yang memiliki batas tegas yang kedalamannya

sampai ke memberan basalis dan termasuk ke dalam lesi endofitik. Berdasarkan

jumlah, ulser pada rongga mulut dapat tunggal atau multipel tergantung dari

penyebabnya. Berdasarkan durasi, ulser digolongkan dalam ulser akut dan kronis.

(Nasution, 2019)

Salah satu ulkus yang dapat terjadi di rongga mulut adalah ulkus decubitus atau

yang disebut juga dengan “Pressure Ulcer” atau ulkus tekan. Ulkus decubitus adalah

ulkus yang terjadi akibat adanya tekanan atau persistensi yang terjadi sehingga aliran

darah menjadi terhambat dan mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan.

(National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 2014)

Penyebab ulkus decubitus (ulkus traumatik) beragam, meliputi permukaan

tajam cengkeram atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodontik, kebiasaan menggigit pipi

dapat menjadi penyebab ulkus traumatik, dan akibat adanya tekanan konstan atau

yang berkepanjangan. Oleh karena itu, ulkus dekubitus juga sering dikenal dengan

pressure ulcer.

4
B. SKENARIO

Judul : “Sariawan Dekat Akar Gigi”

Skenario :

Seorang anak berusia 6 tahun bersama orang tuanya dating ke RSGM mengeluhkan
sariawan di gusi dan bibir sejak 3 minggu yang lalu. Berdasarkan alloanamnesis, orang tua
pasien mengaku sebelumnya gigi depan atas tinggal akar dan sudah goyah, namun tidak
sakit. Pemeriksaan intraoral terdapat lesi pada gingiva anterior dan mukosa labial anterior
rahang atas seperti pada gambar.

C. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa saja etiologi munculnya sariawan pada anak ?

2. Mengapa gigi depan atas pasien sudah goyah namun pasien tidak merasakan sakit ?

3. Bagaimana mekanisme resopsi gigi desidui ?

4. Bagaimana hubungan dari sisa akar dengan pembentukan lesi ?

5. Apakah jenis lesi di skenario dan bagaimana gambaran klinis nya ?

6. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan pada kasus skenario ?

7. Apa diagnosis pada kasus skenario ?

8. Apa etiologi dan pathogenesis dari kasus di skenario ?

9. Bagaimana tatalaksana pada kasus diskenario ?

10. Sebutkan diagnosis banding pada kasus tersebut ?

11. Persistensi gigi

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sariawan pada Anak

a. Pengertian

Sariawan merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan

pada mukosa mulut . Gejala awal yang dirasakan ialah adanya rasa sakit dan

ditandai dengan adanya ulser tunggal atau multiple yang terjadi secara

kambuhan pada mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval, batas jelas, dengan

pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi berwarna kemerahan.

(Annisa Sulistiani, 2017)

b. Etiologi

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya SAR yaitu:

- Genetic

Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan SAR akan mengalami ulser

lebih awal dibanding pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan

SAR. SAR dengan faktor prediposisi genetik tidak dapat dihindari, namun

pencegahan terjadinya SAR dapat dilakukan. Pencegahan dengan faktor

lain seperti menjaga pola makan untuk memenuhi kecukupan gizi agar

memperkuat imunitas dan menghindari terjadinya trauma di dalam rongga

mulut.

- Trauma

Ulser dapat terbentuk pada derah bekas terjadinya luka akibat trauma.

Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, bruxism, akibat

perawatan gigi, makanan atau minuman yang terlalu panas dan suntikan

anastesi lokal yang dapat memicu terjadinya inflamasi.

- Defisiensi nutrisi

6
Kekurangan zat besi, vitamin B12, dan asam folat merupakan predisposisi

terjadinya SAR. Defisiensi Nutrisi sering berkaitan dengan anemia yang

menyebabkan terjadinya kerusakan imunitas seluler, respon antibodi tidak

adekuat, dan abnormalitas jaringan epitel. Kondisi ini sering terjadi pada

seseorang yang menderita defisiensi vitamin B12, folat, dan zat besi.

- Hormonal

Perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dapat menyebabkan

SAR. Kadar progesteron menurun tersebut dapat menyebabkan faktor self

limiting disease berkurang, sel darah putih menurun, proses maturasi sel

epitel mulut terhambat, dan permeabilitas vaskuler meningkat. Perubahan

permeabilitas vaskuler ini menyebabkan penipisan mukosa sehingga

mudahnya terjadi invasi bakteri yang menjadi penyebab iritasi dalam rongga

mulut, dan akhirnya menyebabkan SAR setiap siklus menstruasi.

- Stress

Saat kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis HPA

(Hypothalamus pituitary adrenal). Adrenal korteks mengeluarkan kortisol

yang menghambat komponen respon imun. Stres mempengaruhi aktivitas

imun dengan meningkatkan jumlah leukosit pada tempat terjadinya

inflamasi sehingga mudah terjadi SAR

- Infeksi Bakteri

Infeksi bakteri merupakan predisposisi terjadinya SAR. Bakteri yang paling

sering menyebabkan destruksi mukosa oral dan terjadinya ulser SAR

adalah bakteri Streptococcus sanguinis, Streptococcus mitis, dan

Helicobacter pylori yang telah dianggap sebagai agen mikrobial pada

patogenesis SAR. (Ritonga, 2021)

2. Gigi depan atas pasien yang sudah goyah namun tidak merasakan sakit

Pasien tidak merasakan sakit dengan kondisi gigi sisa akar dan goyah

mengartikan bahwa pulpa pasien sudah tidak vital. Gigi dengan kondisi sisa akar

7
yang kronis menyebabkan jaringan periapikal rentan infeksi (gangren radik)

karena jaringan pulpa yang mati merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Melalui foramen apikal gigi, mikroorganisme penyebab infeksi

pada jaringan pulpa dapat menjalar ke jaringan periodontal di sekitar apeks gigi,

menyebabkan keradangan atau infeksi jaringan. Pulpa yang terbuka menjadi jalan

masuk mikroorganisme yang dapat menyebabkan inflamasi, dan bila berlanjut

mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis. Pada kondisi ini biasanya pasien tidak

mengeluhkan adanya nyeri. Nekrosis pulpa adalah keadaan gigi dimana jaringan

pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan

rangsangan sehingga jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan

menempati sebagian besarruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan

mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup.

(Damayanti, 2017)

3. Mekanisme resorpsi gigi desidui

Resorbsi akar gigi sulung merupakan proses fisiologis yang terjadi pada

pergantian gigi permanen. Sel yang bertanggung jawab pada proses resorbsi

tersebut adalah sel odontoklas. Prekursor sel odontoklas tersebut menggalami

differensiasi dan memberikan signal untuk memulai proses resorbsi gigi sulung

pada area dan waktu yang spesifik. Proses resorbsi akar gigi sulung dimulai dari

bagian akar gigi sulung tersebut yang paling dekat dengan bagian benih gigi

permanen. Adanya diferensiasi makrofag menjadi odontoklas, akan meresorbsi

sementum permukaan akar serta dentin.

8
Terdapat dua proses dalam resorpsi gigi, yaitu secara fisiologis dan patologis.

Proses fisiologis, umumnya terjadi pada gigi sulung karena eksfoliasi gigi secara

natural. Sedangkan untuk proses patologis ini jika terjadi karena adanya trauma

atau inflamasi. Proses secara patologi ini dibedakan lagi menjadi dua; resorpsi

eksternal (adanya inflamasi periapical) dan resorpsi internal (adanya pulpitis).

a) Mekanisme molekuler resorbsi struktur jaringan keras gigi secara

fisiologis

Proses terjadinya resorbsi secara histologis sebagai berikut, yaitu

adanya perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi.

Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi pompa proton, tulang

terdemineralisasi dan terbukanya matriks organik. Kemudian degradasi

matriks organik yang telah terbuka dengan unsur pokok asam amino aleh aksi

enzim yang dikeluarkan, seperti asam fosfat dan cathepsine. Pada tahap akhir

tejadi penghancuran ion mineral dan asam amino di dalam osteoklas.

Resorbsi tulang terjadi akibat jumlah dan aktivitas osteoklas yang lebih tinggi

dibandingkan osteoblas. Hormon, sitokin proinflamatori dan prostaglandin E2

(PGE2) menstimulasi pembentukan osteoklas langsung maupun melalui

receptor activator of nuclear factor kβ ligand (RANKL), sehingga terjadi

diferensiasi dan fusi prekursor osteoklas. Sitokin proinflamatori dan PGE2 juga

mampu menghambat pembentukan osteoprotegerin (OPG) yang berfungsi

9
untuk menghambat pembentukan osteoklas. RANKL dan OPG merupakan sel

yang berperan pada survival dan apoptosis osteoklas dan osteoblas.

Secara fisiologis, aktivasi osteoklas pada resorpsi tulang diawali

dengan adanya pengeluaran macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)

oleh sel stromal. M-CSF akan berikatan dengan c-Fms yang terdapat pada

permukaan prekursor osteoklas sehingga merangsang diferensiasi dan

proliferasi progenitor hematopoetik menjadi pre-osteoklas yang kemudian

mengekspresikan RANK. Mekanisme aksi dari M-CSF adalah dengan up-

regulasi receptor activator of nuclear factor kβ (RANK) pada sel progenitor

osteoklas dan down-regulasi ekspresi OPG sehingga dapat meningkatkan

pembentukan dan aktivasi osteoklas. (Kanzaki H, 2001)

RANKL dan OPG berperan pada survival dan apotosis osteoklas.

Reseptor RANKL adalah RANK, kontak antara osteoblas atau sel stromal dan

progenitor osteoklas menyebabkan interaksi antara RANKL dengan RANK

yang berperan penting pada pembentukan dan aktivasi osteoklas. Osteoblas

dan sel stromal juga memproduksi OPG yang akan mengikat RANKL. Ikatan

OPG dan RANKL menghambat ikatan antara RANKL dengan RANK,

sehingga tidak terjadi pembentukan osteoklas. Sitokin proinflamatori dan

PGE2 menstimulasi peningkatan produksi RANKL oleh osteoblas dan

menekan produksi OPG. Sitokin proinflamatori seperti interleukin (IL-1 & IL-6)

dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) berperan dalam diferensiasi dan aktivasi

10
osteoklas, sedangkan prostaglandin bekerja melalui metabolit prostaglandin

yang secara aktif ditranspor menuju sel untuk selanjutnya mengatur fungsi sel.

IL-6 bersama-sama dengan IL-3 secara sinergis menstimulasi pembentukan

sel progenitor osteoklas. Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang

membentuk rangkaian unit granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel

menjadi osteoklas. Osteoklas menunjukkan ruffled border yang khas dan

dibatasi oleh zona clear. Zona clear terdiri dari membran ventral osteoklas

yang disebut podosomes. Podosomes melekat pada matriks yang

termineralisasi dan larut didalamnya melalui pompa proton, sehingga tulang

alveolar menjadi teresorbsi. (Rahayu, 2013)

b) Mekanisme molekuler resorbsi struktur jaringan keras gigi secara

patologis

Gambar : resorpsi internal

11
Pada saat terjadi trauma atau karies, akan mengakibatkan adanya

peradangan atau inflamasi. Saat peradangan atau inflamasi ini terjadi TNF-a,

IL-1, IL-6, IL-11, IL-17 akan terbentuk. Terbentuknya TNF-a, IL 1,6,11,17 ini

yang nantinya dapat menstimuli RANKL di dalam dodontoblas. Selanjutnya si

odontoblas ini akan mengaktivasi odontoklas dan aktivasinya ini bisa

menyebabkan fusi serta diferensiasi makrofag menjadi odontoklas. Makrofag

yang didalamnya terjadi kombinasi antara RANK dan RANKL yang

menghasilkan M-Csf. (Makrofag colony stimulating factor). M-Csf ini akan

ditangkap oleh bakteri gram + untuk nanti berdiferensiasi jadi odontoklas.

Selanjutnya, terjadilah Fusi dan diferensiasi makrofag menjadi odontoklas.

Setelah si odontoklas ini terbentuk, dia akan melekat pada permukaan dentin

hingga akhirnya terjadi resorpsi internal. (Swami, 2017)

c) Mekanisme resorpsi abnormal pada kasus di scenario

Pada kasus di scenario, kondisi tersebut termasuk kedalam kondisi yang

abnormal, dimana akar gigi sulung yang tidak kunjung tanggal. Hal ini

dikarenakan adanya kondisi yang abnormal pada saat resorpsi.

Jika pada kondisi normal akan terjadi diferensiasi makrofag menjadi odontoklas

yang nantinya odontoklas akan melekat pada permukaan dentin dan terjadi

resorpsi. Sedangkan pada kasus diskenario, pada gigi anak tersebut terlihat

karies hingga menghilangkan mahkota. Maka , sel odontoklas ini tidak ada

tempat perlekatan pada permukaan dentin sehingga untuk resorpsi mungkin

akan terganggu.

4. Hubungan dari sisa akar dengan pembentukan lesi

Gigi dengan kondisi sisa akar yang kronis menyebabkan jaringan periapikal

rentan infeksi (gangren radik) karena jaringan pulpa yang mati merupakan media

yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Melalui foramen apikal gigi,

mikroorganisme penyebab infeksi pada jaringan pulpa dapat menjalar ke jaringan

periodontal di sekitar apeks gigi, menyebabkan keradangan atau infeksi jaringan.

12
Keradangan ini mengakibatkan pembentukan lesi pada periapikal. Gigi susu yang

telah habis mahkotanya, menyisakan akar gigi di dalam gusi dan tulang

penyangga. Tekanan kunyah pada sisa akar gigi tersebut sering membuat

kemiringan akar gigi atau inklinasinya berubah. Ujung akar bisa berubah miring ke

arah langit-langit {palatum) atau ke arah bibir dan menyembul ke arah gusi.

Tajamnya ujung akar seringkali membuat luka pada panggkal bibir bagian dalam

yang terkena. Luka inilah yang disebut sebagi ulcus decubitus.

5. Ulkus decubitus

a. Definisi

- Ulkus

Suatu kerusakan pada mukosa atau kulit yang memiliki batas tegas yang

kedalamannya sampai ke memberan basalis dan termasuk ke dalam lesi

endofitik. Berdasarkan jumlah, ulser pada rongga mulut dapat tunggal atau

multipel tergantung dari penyebabnya. Berdasarkan durasi, ulser

digolongkan dalam ulser akut dan kronis. Ulser terjadi dirongga mulut

diakibatkan oleh trauma (kimia, mekanik, suhu), penyakit autoimun, infeksi,

reaksi obat, defisiensi nutrisi, dan keganasan. (Nasution, 2019)

- Decubitus

Dekubitus dalam Bahasa latin disebut decumbere. Menurut NPUAP

(National Pressure Ulcer Advisor Panel) decubitus merupakan nekrotik

jaringan local yang terjadi ketika jaringan lunak terkena tekanan diantara

tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang

lama. Atau juga bisa didefinisikan sebagai kerusakan jaringan yang

terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak

diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari

luar dalam jangka waktu yang lama. (Mahmuda, 2019)

- Ulkus decubitus

13
Ulkus decubitus merupakan suatu kondisi terjadinya kerusakan jaringan

setempat yang disebabakan oleh multifaktorial (faktor internal dan

eksternal), dan pada umumnya terjadi pada pasien kronis dengan tirah

baring lama (Zaidi & Sharma, 2021).Kerusakan integritas kulit ini terjadi

oleh karena kulit tertekan dalam waktu yang lama sehingga

menyebabkan terjadi gangguan mikrosirkulasi pada jaringan setempat,

hipoksia jaringanyang disebabkan oleh iskemia, hingga nekrosis jaringan.

(National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 2014)

b. Gambaran klinis ulkus decubitus

Jenis lesi Ulser Ulser merupakan kerusakan

mukosa atau kulit kronis yang

emnyerupai kawah, batas jelas dan

kedalamannya sampai membran

basalis

Lokasi lesi Intraoral :

- Gingiva anterior

- Mukosa labial anterior

Morfologi lesi Endophytic Lesi lebih dalam dari permukaan

jaringan sekitar

Jumlah Lesi Single -

Warna lesi Warna dasar putih dengan Lesi berwarna putih ini dapat terjadi

area sekitarnya yang karena perubahan epitel

kemerahan

Bentuk lesi Bulat -

Batas tepi lesi Berbatas tegas -

14
(Venkataraman, 2013)

c. Diagnosis banding

Diagnosis banding adalah pembedaan penyakit atau kondisi tertentu dari yang

lain yang menghadirkan gambaran klinis serupa. Diagnosis banding pada ulkus

decubitus dapat meliputi :

1) Eritem non-palpable, yang “memucat” (blanch) pada penekanan

2) Lika kronik tipe yang lain (ulkus diabetes, ulkus venous)

3) Ulkus decubitus atipikal

4) Ulkus decubitus yang terjadi bukan pada tempat predileksi, misalnya

permukaan ekstensor lengan/ tungkai, dorsum kaki, ujung jari.

5) Ulkus diabetikum

Merupakan ulkus yang disebabkan oleh neuropati diabetikum umumnya

muncul pada kaki bagian metatarsal atau ujung ibu jari. Dasar luka pada

ulkus ini berbentuk lesi punched out, disertai dengan daerah sekitar yang

teraba hangat kering, dan berkurangnya sensasi.

6) Ulkus vena

Ulkus yang disebabkan oleh insufisiensi pembuluh darah vena. Ulkus ini

umumnya berlokasi pada region pretibial dari tungkai bawah atau bagian

atas pergelangan kaki. Dasar dari ulkus ini berwarna merah disertai dengan

granulasi dan eksudat. Jaringan sekitar dari ulkus vena akan tampak edema

yang disertai dengan indurasi, dilatasi vena, dan teraba hangat.

(Mamoto, 2018)

d. Pemeriksaan ulkus decubitus

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yaitu dengan dilihat dan dibedakan dulu apakah itu akar

gigi sulung atau gigi permanen (gigi tidak rapi/gingsul). Jadi dilihat dari

bentuknya, jika gigi permanen bentuknya halus karena itu bentuk mahkota.

15
Sedangkan ulkus decubitus runcing, tajam, tidak beraturan dan kasar

karena dia merupakan ujung akar.

2) pemeriksaan subjektif

pemeriksaan subjektif ini dilakukan dengan anamnesis atau menggali

berbagai data yang terkait dengan penyakit yang dikeluhkan yang menjadi

alasan pasien datang berobat. Pada skenario tersebut pemeriksaan

anamnesis ini dilakukan kepada orangtua dari si anak itu, mengingat si anak

ini masi terlalu kecil sehingga lebih baik ditanyakan kepada orang tua nya

biasanya ini disebut alloanamnesa.

3) Pemeriksaan observasi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien. Seperti

apakah pasien datang dengan tubuh yang lemah,wajah yang pucat, serta

susah bicara atau tidak

4) Pemeriksaan ekstraoral

5) Pemeriksaan intraoral

Pemeriksaan kondisi rongga mulut secara menyeluruh. Pemeriksaan ini

meliputi: mukosa labial, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, gingiva, palatum,

orofaring, saliva, serta pemeriksaan gigi geligi. Dicatat semua kondisi

ataupun lesi yang ditemukan, baik itu berupa lesi patologis atau merupakan

lesi variasi normal. (Mamoto, 2018)

e. Etiopatogenesis ulkus decubitus

Penyebab terjadinya ulkus decubitus berasal dari adanya tekanan yang

terjadi secara terus menerus pada mukosa rongga mulut. Tekanan ini biasnaya

berasal dari gigi yang mengalami persistensi maupun pada kondisi lengkung

geligi yang tidak baik mengakibatkan resorbsi dari gigi sulung keluar lengkung

dan menekan mukosa disekitarnya. Gigi memiliki bentuk prominence atau

kecembungan baik pada permukaan akar maupun pada mahkota gigi. Tekanan

16
yang terjadi terus menerus diantara jaringan lunak dengan bagian eksternal gigi

yang memiliki kecembungan dapat memicu terjadinya ulkus decubitus.

Tekanan antara gigi dan jaringan lunak tersebut diduga dapat

menghalangi sistem sirkulasi yang ada pada mukosa sekitar gigi. Kondisi ini

memicu terjadinya nekrosis pada mukosa dan jaringan di bawahnya sehingga

lama kelamaan akan terbentuk ulkus. Jika penyebab tidak segera dihilangkan

maka ulkus yang terbentuk akan terus berkembang menjadi bertambah

diameternya dan semakin dalam sehingga hamper mengenai tulang akibatnya

ulkus menjadi lebih sulit disebuhkan. prominence) dan tekanan ekstrinsik dalam

jangka waktu yg lama menyebabkan gangguan suplay darah pada daerah yg

tertekan sehingga memicu terjadinya insufiensi aliran darah, anoksia, atau

iskemia jaringan hingga nekrosis sel yang akan menghambat aliran bebas dari

jaringan yang terinfeksi dan juga menghambat pembentukan jaringan granulasi

dan epitelisasi. Pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses

penyembuhan ulkus. (Usri, 2012)

Tekanan mekanis menyebabkan obstruksi kapiler dan vena yang

mengakibatkan iskemia dan edema jaringan lokal. Proses iskemia

mengakibatkan berkurangnya pembentukan ATP dan gangguan fosforilasi

oksidatifmitokondria, peningkatan komplemen dan aktivasi leukosit dan

peningkatan tingkat inflamasi. Kondisi hipoksia pada ulkus decubitus

mengakibatkan peningkatan nekrosis sel dan pelepasan metabolic seperti

COX-2, IL-6 melalui ekstraseluler signal regulated kinase (Erk) dan p38

mitogen-activated protein kinase (MAPK). Metabolic toksik seperti COX-2 dan

IL-6 merangsang neutrophil dan makrofag untuk melepaskan lebih banyak

sitokin proinflamasi seperti faktor nekrosis jaringan alpha (TNFa) dan IL-8 yang

melanggengkan inflamasi. Obstruksi vena dan limfatik menyebabkan

penurunan klirens metabolit yang memicu respon inflamasi berkelanjutan.

Deformasi mekanis menyebabkan kompresi pembuluh darah dan

drainase limfatik berkelanjutan. Sistem limfatik menyerap cairan interstial,

17
membersihkan racun, dan jalur sel imun dari jaringan lunak ke sirkulasi

arteriovena. Bila pembuluh limfatik terhambat, berkurangnya pembersihan

debris yang menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrotik sel. Limfadema

atau penumpukan cairan limfatik di ruang interstial, merupakan komponen

patofisiologi ulkus decubitus. Limfadema menghasilkan peningkatan kadar

molekul proinflamasi seperti TNFa, IL-6, IL-8, dan monosit chemoattractant

protein-1 (MCP-1), yang berkontribusi pada peningkatan infiltrasi sel

proinflamasi, seperti penurunan sel T-regulator yang terlibat dalam tingkat

inflamasi.

Kekuatan eksternal menghasilkan deformasi seluler, dan persinyalan

mekanis dapat menyebabkan distorsi tingkat seluler dan tingkat jaringan yang

menganggu viabilitas sel. Deformasi sel menyebabkan gangguan permeabilitas

membrane plasma dan membersihkan ogsigen abnormal pada moist jaringan

lunak. Deformasi seluler berkelanjutan, seperti pada ulkus decubitus,

menyebabkan kerusakan sitoskeletal dan nekrosis sel. Kompresi mekanis

dapat. Menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane plasma dan

masuknya kation kalsium, yang mengakibatkan aktivasi mitokondria dan

pembentukan ROS. (Stephen M, 2021)

18
Tahap ulkus decubitus :

1) Tahap pertama adalah yang paling ringan dan mempengaruhi lapisan atas kulit,

Pada tahap ini dikarenakan terdapat tekanan terus menerus ada luka tapi lukanya

belum terbuka.

2) Pada tahap kedua, area kulit yang sakit telah menembus lapisan atas kulit

(epidermis) dan beberapa lapisan di bawahnya (dermis).

3) Luka yang telah berkembang ke tahap dibawahnya sampai ke jaringan lemak

4) Ulkus tekanan stadium 4 adalah yang paling serius. Luka ini meluas di bawah

lemak subkutan ke jaringan dalam termasuk otot, tendon, dan ligamen. Dalam

kasus yang lebih parah, mereka dapat meluas hingga ke tulang rawan atau tulang.

Gambar : stage ulkus decubitus.

Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis timbulnya ulkus dekubitus adalah

tekanan, daya regang, friksi/gesekan, dan kelembapan.

a. Tekanan

Pada seseorang dengan ulkus decubitus tekanan ini akan menimbulkan daerah

iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Substansia H yang mirip

histamin dilepaskan oleh sel-sel iskemik, terjadi akumulasi metabolik seperti

19
kalium, adenosine dipospat (ADP), hydrogen dan asam laktat, yang diduga sebagai

faktor penyebab dilatasi pembuluh darah. Trauma akibat tekanan umumnya dimulai

pada jaringan yang lebih dalam dan menyebar ke permukaan kulit.

b. Gesekan (Friction)

Pada pasien imobilisasi dengan posisi setengah duduk dan kecendrungan tubuh

meluncur ke bawah, apalagi keadaan tubuh basah. Gesekan yang terjadi antara

kulit dan permukaan lain dapat menyebabkan hilangnya lapisan startum korneum

namun masih dalam batas normal. Bila gesekan terjadi secara terus-menerus dan

berulang maka akan menyebabkan pelepasan lapisan stratum korneum lebih

banyak sehingga akan menimbulkan cedera pada kulit.

c. Kelembaban

Ini merupakan faktor ekstrinsik yang penting.Salah satu contoh kelembaban

ekstrinsik dapat berasal dari keringat, urin, feses yang dapat menyebabkan

terjadinya maserasi pada permukaan kulit. Kulit yang sudah maserasi akan

membentuk lepuh dan rentan terhadap kerusakan struktur kulit. Kelembaban yang

berlebihan pada permukaan kulit juga akan melemahkan penghalang kulit dan

membuatnya lebih rentan terhadap tekanan, shearing dan gesekan. Hal inilah yang

menjadi faktor utama untuk terjadinya ulserasi.

f. Tatalaksana pada kasus diskenario

Penatalaksaan terhadap Ulkus bergantung pada penyebab Ulkus, ukuran,

tingkat keparahan, dan lokasinya. Terapi Ulkus yang disebabkan oleh trauma

secara umum adalah menghilangkan faktor penyebab. Pada Ulkus yang

disebabkan trauma mekanik atau trauma suhu, biasanya akan sembuh sendiri

dalam 10-14 hari. Sedangkan bila penyebab Ulkus Dekubitus adalah gigi maloklusi,

dapat dilakukan ekstraksi gigi penyebab sesuai prosedur tetap. (Suryana, 2015)

Lesi traumatik pada mukosa oral dapat diatasi dengan menghilangkan 'aktor

penyebab. Trauma kimia dan suhu menyebabkan nyeri yang hebat pada mukosa

oral, sehingga memerlukan analgesik selama penyembuhan. Terapi suporti' seperti

20
memperbaiki oral higiene dan penggunaan obat kumur sangat disarankan.

Modalitas terapi untuk ulkus traumatic adalah:

- Hindari faktor penyebab

- Menggunakan pelindung mulut

- Konsumsi diet luna

- Kumur dengan NaCl hangat

Aplikasi anestesi topikal atau pemberian obat kumur anestetik dapat digunakan

untuk mengurangi rasa nyeri pada lesi. Apabila penyebab ulkus dekubitus adalah gigi

maloklusi atau supraposisi, dapat dilakukan ekstraksi gigi penyebab sesuai prosedur

tetap sebagai berikut: a. Anestesi lokal b. Pencabutan c. pemberian tampon, digigit

selama ½ jam d. antibiotika, analgetika (bila diperlukan)

Atau dapat dilakukan juga dengan :

1. Apabila pasien anak tidak kooperatif bisa dilakukan pemotongan ujung akar,

supaya tidak tajam lagi dan melukai bibir

2. Apabila pasien anak kooperatif bisa dilakukan pencabutan, karena

pencabutannya menggunakan bius suntik

3. Terapi untuk ulkus traumatikus dengan cara menghilangkan penyebab lokal

bila perlu menggunakan obat2an secara topikal seperti kortikosteroid untuk

mengurangi peradangan, obat kumur mengandung anti septik seperti

klorheksidin gluconat 0,2 % atau benzidamin hidroklorid, diklonin. (Sunarjo,

2016)

6. Persistensi Gigi Sulung

Persistensi gigi sulung merupakan keadaan dimana gigi sulung belum tanggal,

walaupun waktu tanggalnya sudah ada. Persistensi gigi sulung dapat disebabkan

oleh multifactorial, meliputi :

a. Gangguan nutrisi

b. Arah tumbuhnya gigi dewasa tidak searah dengan arah tumbuhnya gigi

susuyang akan digantikannya

21
c. Ketidakcukupan tempat bagi gigi yang akan tumbuh untuk menggantikan gigi

susu ,dengan demikian gigi susu mengarah kepada tempat yang kosong

Mekanisme persistensi gigi sulung

Mekanisme persistensi dilihat dari factor penyebab persistensi tersebut.

Pada kasus tersebut terjadinya persistensi gigi dapat dikaitkan dengan adanya

karies pada sang anak. Sehingga mengakibatkab resorpsi akar gigi desidui

menjadi terhambat. Proses resorbsi akar gigi sulung menjadi tidak terangsang,

baik sebagian maupun seluruhnya. Proses resorbsi tulang terbagi menjadi 2

proses, yaitu proses aktif dan masa istirahat. Kedua proses tersebut berjalan

secara bergantian. Namun dapat juga terjadi ketidakseimbangan proses

resorbsi antara keduanya. Resorbsi aktif dapat terjadi lebih pendek dari masa

istirahat karena pada masa istirahat terjadi proses pembentukan jaringan

periodontal pada daerah yang teresorbsi.

Karies gigi adalah merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat

mengenai email, dentin maupun cementum yang disebabkan oleh aktivitas

jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan sehingga akan

menurunkan pH menjadi asam dan berakibat melarutkan mineral yang

menyebabkan kerusakan bagian organik gigi selanjutnya dapat terjadi invasi

bakteri dan dapat menyebabkan kematian pulpa serta penyebaran infeksi

kejaringan periapikal . Dengan adanya karies gigi pada gigi sulung yang

dibiarkan tanpa perawatan penambalan dapat mengakibatkan migrasi atau

miringnya gigi sampingnya sehingga tempat yang disediakan untuk gigi tetap

penggantinya dapat terganggu. Pada pertumbuhan gigi tetap, benihnya akan

meresorbsi akar gigi sulung yang akan digantikan, dengan tumbuhnya gigi

22
tetap kearah oklusal membuat aktif osteoclast untuk meresorbsi akar gigi

sulung dan juga osteoclast didalam pulpa. Namun pada gigi dengan karies

yang sudah menyebabkan mahkota hilang osteoclas menjadi tidak aktif untuk

meresorbsi akar gigi sulung dan juga osteoclast didalam pulpa. (Dwi Nur

Rakhman, 2015)

23
B. Peta konsep

Pasien

Sariawan di gusi dan bibir serta Gigi


depan atas tinggal akar + sudah goyah

Persistensi Akar

Tekanan Terus Menerus

Obstruksi kapiler dan vena

Iskemia

Nekrosis sel

Lesi di mukosa labial anterior dan gingiva

Pemeriksaan Penunjang

Ulkus Decubitus

Diagnosis Banding Tatalaksana Faktor prediposisi Gambaran Klinis

24
BAB III

KESIMPULAN

Ulkus merupakan suatu kerusakan pada mukosa atau kulit yang memiliki batas

tegas. Decubitus merupakan nekrotik jaringan lokal yang terjadi ketika ada tekanan

terus menerus. Ulkus decubitus merupakan luka yang disebabkan karena adanya

tekanan terus menerus. Ulkus decubitus terjadi diawali karena adanya tekanan, pada

kasus tersebut persistensi gigi sulung atau gigi sulung yang tidak kunjung tanggal, akar

nya dapat menyebabkan tekanan. Tekanan yang terus menerus ini dapat

mengakibatkan terjadinya iskemia (kurangnya aliran darah ke organ tubuh tertentu,

yang mengakibatkan organ tersebut kekurangan oksigen) sehingga sel menjadi

nekrosis, atau adanya kondisi cedera pada sel, sehingga dapat muncul lesi tersebut.

Gambaran klinis dari lesi tersebut berwarna putih kemerahan, berbentuk bulat dengan

batas tegas. Untuk penatalaksanaan kasus ulkus decubitus di scenario dapat

dilakukan dengan pencabutan, jika sang anak kooperatif.

25
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Sulistiani, S. H. A. M. P., 2017. Prevalensi dan Distribusi Penderita Stomatitis Aftosa

Rekuren di Klinik Penyakit Mulut RSGM FKG. e-Jurnal Pustaka Kesehatan,

Volume 1, p. 5.

Damayanti, A., 2017. Perawatan Pulpektomi Non Vital Pada Gigi Desidui Anterior Maksila.

Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi.

Dwi Nur Rakhman, B. S. L. N. W. M., 2015. GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN PENYEBAB

PENCABUTAN GIGI SULUNG DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH. Jurnal e-GiGi

(eG), Volume 1, p. 3.

Kanzaki H, C. M. S. Y. M. H., 2001. Dual regulation of osteoclast differentiation by periodontal

ligament cells through RANK stimulation and OPG inhibition. Journal Dental, p.

80.

Lanny Sunarjo, R. H., 2015. Manfaat Xanthone terhhadap Kesembuhan Ulkus Rongga Mulut.

Odonto Dental Journal, Volume 2, p. 2.

Mahmuda, I. N. N., 2019. PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA DEKUBITUS PADA

GERIATRI. Jurnal biomedika , Volume 1, p. 11.

Mamoto, F., 2018. Rehabilitasi Medik pada Pasien GeriatriUlkus Decubitus..

Nasution, D. &. S. R., 2019. Challenges in diagnosing traumatic ulcers: case report. Makassar

Dental Journal, Volume 3, p. 8.

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), E. P. U. A. P. (. a. P. P. P. I. A. (., 2014. .

Prevention and Treatment of Pressure Ulcers: Clinical Practice Guideline. Emily

Haesler (Ed.). Cambridge.

Rahayu, Y. C., 2013. Regulasi molekuler proses resorbsi alveolar pada gigi sulung.. Makassar

Dental Journal, Volume 3, p. 2.

Ritonga, Z. U., 2021. Profil Stomatitis Aftosa Rekuren di Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Tahun 2019.

26
Stephen M, A. E. K. W. C., 2021. Peran microRNAs dalam Respon, Patogenesis dan

Pengobatan Ulkus Tekanan Kekebalan Tubuh. Jurnal Internasional Ilmu

Molekuler, Volume 64, p. 22.

Sunarjo, L. H. R. &. R. H., 2016. Manfaat xanthone terhadap kesembuhan ulkus rongga mulut

dilihat dari jumlah sel PMN dan fibroblast. ODONTO: Dental Journal, 2(14-21), p.

2.

Suryana, A. &. S. S., 2015. Penatalaksanaan Tindakan Pencabutan Sisa Akar Gigi Sulung

Pada Pasien Anak An N Dengan Kasus Persistensi Disertai Ulkus Dekubitus Di

Puskesmas Karang Setra Bandung Tahun 2015..

Swami, V. e., 2017. Internal Resorption. International Journal of medicine science & Clinical

Intervention, Volume 4, p. 4.

Usri, E. a., 2012. Diagnosis Dan Terapi Penyakit Gigi Dan Mulut Edisi 2, Bandung:.

Venkataraman, 2013. Diagnostic Oral Medicine. s.l.:Wolter Kluwer Publisher.

Vineer, 2016. Root Resorption Pathophysiology & Management. India: Anchor Academia

Publisher.

27

Anda mungkin juga menyukai