Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

Departemen Pedodonsia
Penatalaksanaan severe early childhood caries pada pasien
dengan cleft palate : Laporan kasus

Oleh:
Mir’atunisa
04074882326021

Dosen Pembimbing:
drg. Purwandito P.MM, Sp. KGA

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


BAGIAN KEDOKTERAN GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................6
2.1 Early Childhood Caries..................................................................6
2.1.1 Definisi..................................................................................6
2.1.2 Etiologi..................................................................................9
2.1.2.1 Faktor primer............................................................11
2.1.2.2 Faktor risiko.............................................................11
2.1.3 Patofisiologi..........................................................................15
2.1.4 Gambaran klinis....................................................................15
2.1.5 Diagnosis..............................................................................15
2.1.6 Penatalaksanaan....................................................................15
2.2 Cleft Palate.....................................................................................30
2.2.1 Definisi..................................................................................6
2.2.2 Etiologi..................................................................................9
2.2.3 Klasifikasi.............................................................................15
2.2.4 Gambaran klinis....................................................................15
2.2.5 Penatalaksanaan....................................................................15
2.2 Hubungan Cleft Palate dan ECC....................................................30
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................31
BAB 4 DISKUSI..............................................................................................31
BAB 5 KESIMPULAN...................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................55
BAB 1
PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan penyakit anak yang paling umum terjadi dan
mempunyai dampak kesehatan dan ekonomi yang signifikan secara global. American
Academy of Pediatrics menunjukkan bahwa infeksi gigi dan mulut terus menginfeksi
anak-anak, khususnya anak-anak yang masih sangat kecil. Karies pada gigi sulung
merupakan penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan jika ditangani sejak dini,
namun bila tidak ditangani akan menimbulkan nyeri, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, bakteremia, premature tooth loss, peningkatan biaya perawatan,
gangguan bicara, kehilangan kepercayaan diri, dan berdampak negatif pada gigi
permanen penggantinya. Karies pada gigi sulung mempunyai pola, beberapa istilah
dan terminologi yang digunakan untuk menjelaskannya. Istilah early childhood
caries (ECC) adalah yang paling sesuai untuk mencerminkan proses etiologi
multifaktorial, dan dapat digunakan untuk mewakili segala jenis karies pada bayi dan
anak-anak prasekolah. Lesi awal ECC berupa lesi karies permukaan halus yang
mempengaruhi gigi insisivus rahang atas. Kerusakan awal muncul pada permukaan
oklusal gigi molar pertama rahang atas, yang selanjutnya menyebar ke gigi sulung
lainnya dan mengakibatkan kerusakan gigi sulung.
Pemahaman mengenai etiologi, penyelidikan epidemiologi dan pemantauan
facial clefts tetap penting baik dari sudut pandang penelitian maupun kesehatan
masyarakat. Facial clefts merupakan salah satu kelainan bawaan yang paling umum
terjadi. Prevalensi facial clefts di Tiongkok hampir satu dari 1.000 kelahiran hidup.
Anak-anak yang memiliki cleft lip and palate sering mengalami masalah makan,
bicara, dan menelan serta kesehatan gigi yang lebih buruk. Literatur mengungkapkan
bahwa anak-anak dengan oral clefts memiliki risiko lebih tinggi terkena karies pada
gigi sulung dibandingkan anak-anak pada usia yang sama tanpa kelainan bawaan. Hal
ini menunjukkan bahwa anak-anak prasekolah dengan oral clefts memiliki prevalensi
dan insidensi karies gigi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol tanpa clefts.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Early Childhood Caries


2.1.1 Definisi
ECC didefinisikan sebagai adanya satu atau lebih permukaan gigi yang rusak,
hilang, atau ditambal pada gigi sulung anak yang berusia 71 bulan atau lebih muda.1

2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Faktor primer
1. Substrat
Gula (seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa) dan karbohidrat lain yang dapat
difermentasi memainkan peran penting dalam inisiasi dan perkembangan karies gigi.
Sukrosa merupakan makanan kariogenik yang paling signifikan karena mengubah
makanan non-kariogenik/antikariogenik menjadi kariogenik. Sukrosa mendorong
peningkatan proporsi Streptococcus mutans dan Lactobacillus, sekaligus menurunkan
kadar Streptococcus sanguinis. Pembersihan karbohidrat melalui mulut paling rendah
saat tidur, ketika saliva menurun dan kontak antara plak dan substrat meningkat,
maka akan mendukung pertumbuhan spesies kariogenik. Biofilm yang sehat
kemudian diubah menjadi biofilm yang sakit, sehingga meningkatkan demineralisasi.2
2. Gigi yang rentan / host
Beberapa faktor dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi. Faktor risiko
utama terjadinya karies adalah berkurangnya saliva, faktor imunologi, adanya
kerusakan email yang ditandai dengan hipoplasia, email yang belum matang,
morfologi gigi dan karakteristik genetik gigi (ukuran, permukaan, kedalaman fossa
dan fisura) serta crowding gigi.
Saliva merupakan sistem pertahanan utama tubuh terhadap karies. Saliva
menghilangkan makanan dan bakteri serta memberikan tindakan penyangga terhadap
asam yang dihasilkan. Saliva juga berfungsi sebagai reservoir mineral untuk kalsium
dan fosfat yang diperlukan untuk remineralisasi email. Laju aliran saliva menurun
saat tidur sehingga mengurangi kapasitas buffer yang akan menyebabkan gigi rentan
terhadap karies.
3. Mikroorganisme kariogenik
Mikroorganisme kariogenik utama adalah Streptococcus, (Streptococcus
mutans, Streptococcus sobrinus) dan Lactobacillus. Mikroorganisme patogen ini
dapat berkolonisasi pada permukaan gigi. Proses metabolisme dimulai oleh bakteri,
menghasilkan produk akhir yang bersifat asam dan menyebabkan demineralisasi
email, sehingga berkontribusi terhadap karies.
4. Dental plaque
Plak gigi berhubungan dengan insidensi karies pada anak-anak. Bakteri dalam
biofilm selalu aktif secara metabolik sehingga akan menyebabkan fluktuasi pH saliva.
Fermentasi karbohidrat oleh bakteri plak kariogenik menghasilkan asam organik,
yang berperan dalam peningkatan resiko karies.

2.1.2.2 Faktor Risiko


1. Pemberian susu botol
Pemberian susu botol terutama pada malam hari, khususnya ketika anak-anak
dibiarkan tidur dengan botol di mulutnya, dianggap kariogenik. Penelitian Du
mengungkapkan bahwa anak-anak yang diberi susu botol mempunyai risiko lima kali
lebih besar terkena ECC dibandingkan anak yang diberi ASI. Formula berbahan dasar
susu untuk makanan bayi, bahkan yang tidak mengandung sukrosa, juga terbukti
kariogenik dalam beberapa penelitian. Penggunaan botol bayi pada malam hari
dikaitkan dengan berkurangnya aliran saliva sehingga menurunkan kapasitas
netralisasi saliva, yang akan menyebabkan stagnasi makanan di gigi dan paparan
karbohidrat yang dapat difermentasi dalam waktu lama.
2. Pemberian ASI
Pemberian ASI mempunyai banyak kelebihan seperti memberikan nutrisi bayi
yang optimal, perlindungan imunologi dan meminimalkan dampak ekonomi terhadap
keluarga. Pemberian ASI dalam jangka waktu lama ternyata membawa risiko
terjadinya karies gigi atau nursing caries. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
merekomendasikan agar anak-anak diberi ASI hingga usia 24 bulan. Beberapa
laporan menunjukkan bahwa gigi yang terlalu lama terpapar ASI juga beresiko
terkena ECC. Menyusui diasumsikan berhubungan dengan ECC ketika pemberian
ASI dilakukan secara sering dan berkepanjangan, khususnya pada malam hari.
3. Oral hygiene
Keberadaan plak gigi merupakan faktor risiko tinggi terjadinya karies pada
anak. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kebiasaan menyikat gigi anak,
frekuensi menyikat gigi, dan penggunaan pasta gigi berfluoride berhubungan dengan
terjadinya dan perkembangan karies gigi. Anak-anak yang tidak membersihkan
giginya sebelum tidur memiliki risiko lebih tinggi terkena ECC, sehingga anak kecil
kurang memiliki kemampuan membersihkan gigi sendiri secara efektif, orang tua
disarankan untuk membersihkan gigi anak minimal sampai mencapai usia sekolah.
4. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua terbukti berkorelasi dengan kejadian dan tingkat
keparahan ECC. Prevalensi karies gigi yang lebih rendah dan skor rata-rata dmf-t
yang lebih rendah dikaitkan dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi.
Milgrom menunjukkan bahwa ibu tidak hanya menjadi sumber bakteri kariogenik,
namun pengetahuan, perilaku, dan perawatan gigi anaknya secara umum juga
merupakan faktor yang berkontribusi terhadap risiko karies.
5. Faktor sosial ekonomi
Anak-anak yang lahir dalam keluarga berpendapatan rendah lebih cenderung
memiliki berat badan lahir rendah yang berdampak pada kesehatan mulut. Anak
dengan kondisi tersebut juga mengalami lebih banyak kesulitan di sekolah dan
kesehatan mulut yang buruk sehingga dapat meningkatkan ketidakhadiran di sekolah.
Status sosial ekonomi selanjutnya dapat mempengaruhi literasi kesehatan, yang pada
akhirnya berdampak pada kesehatan secara umum. ECC lebih sering terjadi pada
anak-anak yang berasal dari keluarga dengan orang tua tunggal dan anak-anak yang
memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan rendah, terutama dari ibu yang buta
huruf. Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah cenderung melakukan
kunjungan pertama ke dokter gigi pada usia yang lebih tua, lebih jarang dan hanya
jika terdapat masalah gigi. Anak-anak yang mengalami kekurangan gizi biasanya
mulai menyikat gigi pada usia yang lebih tua dan lebih jarang melakukannya.2

2.1.3 Patofisiologi
ECC secara biologis merupakan proses infeksi yang dikatalisis oleh pemaparan yang
sering dan dalam jangka waktu lama dari susu, formula, dan jus buah terhadap permukaan
gigi. Hal ini diawali oleh kebiasaan membiarkan anak menggunakan botol susu saat tidur
pada siang dan malam hari, sehingga terpapar cairan gula yang akan menyebabkan genangan
berjam-jam di sekeling gigi bayi dan anak-anak. Cairan gula selanjutnya akan berkontak
dengan email gigi dan bergabung dengan bakteri seperti Streptococcus mutans yang muncul
setelah gigi pertama erupsi. Gula berperan pada awal perkembangan ECC. Demineralisasi
email dan dentin gigi disebabkan oleh produksi asam yang dihasilkan oleh Steptococcus
mutans dan lactobacilli. Plak yang melekat pada gigi secara subtansi terdiri dari bakteri,
asam, food debris dan saliva. Setiap anak yang meminum cairan manis, asam akan
menyerang gigi minimal 20 menit dan setelah itu gigi akan mengalami kerusakan.3

2.1.4 Gambaran Klinis


Gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu:
1) Tahap satu/ inisial, terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau lebih muda.
Karies diawali dengan garis berwarna putih seperti kapur, opak (white spots) pada
insisivus maksila yang merupakan gigi yang pertama erupsi di rahang atas dan paling
sedikit dilindungi oleh saliva.4
Gambar 1. Garis putih pada enamel, opak (white spot), tanda awal karies

2) Tahap dua, kerusakan/karies terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih
pada insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi enamel
sehingga mengenai dan terbukanya dentin.4

Gambar 2. Demineralisasi enamel dan terbukanya permukaan dentin,


kavitas kuning-coklat pada permukaan lingual gigi

3) Tahap tiga (lesi yang dalam), terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah
meluas pada insisivus sulung maksila, hingga terjadi iritasi pulpa.4

Gambar 3. Lesi sudah meluas pada insisivus sulung maksila,


hingga terjadi iritasi pulpa

4) Tahap empat (traumatik), terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi
meluas dengan cepat ke seluruh permukaan enamel dan dentin, mengelilingi
permukaan servikal, dalam waktu singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh
mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa.4

Gambar 4. Lesi meluas pada seluruh mahkota insisivus maksila

2.1.5 Diagnosis
1. Tipe I (mild to moderate) ECC
Adanya lesi karies yang melibatkan gigi molar atau gigi insisivus. Etiologi
biasanya kombinasi makanan semi padat atau padat kariogenik dan kurangnya
kebersihan mulut. Jumlah gigi yang terkena biasanya meningkat seiring dengan
berlanjutnya risiko kariogenik. ECC tipe I ini biasanya ditemukan pada anak-anak
yang berusia 2-5 tahun.

Gambar 5. Tipe I ECC

2. Tipe II (moderate to severe) ECC


Lesi karies labiolingual yang mengenai gigi insisivus rahang atas, dengan atau
tanpa karies molar tergantung pada usia anak dan stadiumnya, namun gigi insisivus
mandibula tidak terkena. Etiologi ECC tipe II berhubungan dengan penggunaan botol
susu yang tidak tepat, pemberian ASI yang tidak teratur atau kombinasi keduanya,
dengan atau tanpa kebersihan mulut yang buruk. Kebersihan mulut yang buruk
kemungkinan besar memperparah risiko kariogenik. Jenis ECC ini dapat ditemukan
segera setelah gigi pertama tumbuh. Penyakit ini jika tidak dikendalikan dapat
berkembang menjadi ECC tipe III.

Gambar 6. Tipe II ECC

3. Tipe III (severe) ECC


Lesi karies mempengaruhi amper semua gigi termasuk gigi insisivus bawah.
Kondisi ini ditemukan antara usia 3-5 tahun. Kondisi ini menyebar dan umumnya
melibatkan permukaan gigi yang tidak terpapar oleh karies, misalnya pada gigi
insisivus mandibula.2

Gambar 7. Tipe III ECC

2.1.6 Penatalaksanaan
Mempertahankan gigi sulung dalam kondisi sehat penting bagi kesejahteraan
anak. Gigi sulung yang sehat diperlukan untuk proses pengunyahan yang tepat,
estetika, fonetik, pemeliharaan ruang, dan untuk pencegahan bad oral habit.
Mengurangi pembentukan plak gigi, mengubah komposisi bakteri pada plak, dan
mengubah kebiasaan makan sangat penting untuk pencegahan karies gigi.1
Topical fluoride dapat diaplikasikan pada lesi white spot. Aplikasi bahan
topical fluoride seperti calcium fluoride (CaF2) terbentuk pada plak, pada permukaan
gigi, atau pada lesi karies awal. CaF2 digunakan ketika nilai pH menurun selama
karies sebagai reservoir ion fluorida untuk dilepaskan. Fluoride yang terdapat pada
permukaan email akan membentuk fluoroapatit yang memiliki struktur lebih tahan
lama dibandingkan hidroksiapatit. Hal ini diyakini sebagai mekanisme utama aksi
fluoride dalam remineralisasi email. Aplikasi topical fluoride akan meningkatkan pH
plak dan menghambat jalur metabolisme bakteri secara tidak langsung, sehingga
demineralisasi email berkurang dan remineralisasi meningkat.
Pulpitis reversibel adalah kondisi dimana pulpa gigi mengalami peradangan
dan kembali normal setelah faktor penyebabnya dihilangkan. Peradangan jaringan
pulpa pada pulpitis reversibel umumnya ringan sampai sedang. Misalnya seseorang
yang mengalami ketidaknyamanan saat mengonsumsi makanan dingin atau manis.
Rasa sakit tersebut akan hilang setelah stimulus dihilangkan. Vitalitas pulpa pada
pulpitis reversibel dapat dipertahankan jika gigi dirawat, biasanya dengan
menghilangkan karies, dan kemudian direstorasi. Diperlukan evaluasi berkala untuk
memastikan penyembuhan kondisi secara menyeluruh.
Pulpitis ireversibel memerlukan terapi endodontik, namun pemberian
ibuprofen satu jam sebelum injeksi anestesi lokal merupakan metode yang efektif
untuk mencapai anestesi yang dalam selama perawatan endodontik. Penyembuhan
yang memadai dibuktikan secara klinis setelah perawatan saluran akar dengan
resolusi gejala dan secara radiografi dengan pengisian tulang di area radiolusen di
puncak akar. Antibiotik (misalnya penisilin VK 500 mg setiap 6 jam; untuk pasien
yang alergi terhadap penisilin, klindamisin 150 mg atau 300 mg setiap 6 jam, atau
metronidazol 500 mg setiap 8 jam) efektif untuk diberikan ketika tanda-tanda infeksi
sistemik muncul pada pasien. Konsultasi medis lebih lanjut atau ekstraksi gigi dapat
dilakukan jika gejala tetap menetap atau memburuk.

2.2 Cleft Palate


2.2.1 Definisi
Cleft palate adalah cacat perkembangan pada langit-langit keras yang
mengakibatkan adanya celah antara rongga mulut dan hidung sehingga
mengakibatkan refluks hidung saat makan.6

2.2.2 Etiologi
Cleft palate terjadi dikarenakan adanya kegagalan perkembangan selama
masa kehamilan. Perkembangan embriologi bibir dimulai dari minggu ke-4 dengan
dimulai dari prominansia maksilarius dan frontonasal. Pada minggu ke-5, prosesus
nasal medial dan lateral berkembang dari invaginasi plakoda nasal. Prominansia
maksilarius memanjang secara medial pada minggu ke-6 sampai ke-7. Keduanya
bertemu prosesus nasal untuk membentuk bibir bagian atas.

Gambar 8. Perkembangan bibir atas


Pada minggu ke 4 sampai 10 masa embriogenesis, terjadi banyak aktivitas
selular untuk membentuk pertumbuhan primer dan sekunder dari langit-langit mulut.
Bagian primer adalah area triangular dari hard palate. Bagian ini membentuk empat
gigi seri. Tepatnya pada minggu ke-5, terjadi fusi dari bagian nasal medial, lateral,
dan prosesus maksilarius. Fase fusi nasal lateral dengan prosesus maksilarius rentan
untuk mengalami gangguan teratogenik dan pertumbuhan. Akibatnya akan terjadi
defek langit-langit primer. Kemungkinan lain dari terjadinya defek langit-langit
berasal dari kurangnya pertumbuhan mesodermal pada bagian fusi. Hal ini
menyebabkan terjadinya berbagai proses kompleks yang rentan terhadap toksin
apabila ada kelainan genetik.
Setelah pembentukan hard palate, berlangsunglah proses pembentukan
sekunder atau soft palate. Bermula dari prosesus maksilarius yang berada secara
vertikal dari kedua sisi lidah. Dengan adanya ekstensi kepala dan pertumbuhan
mandibular, lidah tertekan ke bagian bawah dan jaringan soft palate tersebut bertemu
di garis tengah. Sebuah teori mengatakan gagalnya dari fusi pertumbuhan sekunder
disebabkan oleh gagalnya perpindahan lidah ke bawah sehingga menghalangi ruang
untuk berfusi.6

Gambar 9. Pembentukan soft palate dan hard palate

2.2.3 Klasifikasi
Cleft palate dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, lengkap atau tidak
lengkap. Complete cleft melibatkan langit-langit primer dan sekunder sedangkan
incomplete cleft hanya melibatkan langit-langit sekunder.7
Sistem Veau mengklasifikasikan celah orofasial menjadi empat kelas
berdasarkan apakah palatum sekunder atau primer terpengaruh dan berdasarkan
lateralitasnya.7
 Veau Kelas I: Incomplete cleft, hanya pada soft palate (tidak ada
sebutan unilateral/bilateral)
 Veau Kelas II: Hard dan soft palate, hanya pada langit-langit sekunder
(tidak ada sebutan unilateral/bilateral)
 Veau Kelas III: Complete unilateral cleft termasuk bibir (langit-langit
primer dan sekunder)
 Veau Kelas IV: Complete bilateral cleft.7

2.2.4 Gambaran klinis


Berdasarkan klasifikasi Veau berikut didapatkan gambaran klinis dari cleft
palate:

Gambar 10. (A) Veau Kelas I (B) Veau Kelas II


(C) Veau Kelas III (D) Veau Kelas IV

2.2.5 Penatalaksanaan
Penanganan cleft palate harus dilakukan sedini mungkin agar didapatkan hasil
yang maksimal dan tidak menganggu fungsi tubuh. Beberapa prinsip yang perlu
diketahui dalam penanganan cleft palate antara lain:

1. Bayi baru lahir


Bayi dengan cleft palate memiliki kesulitan dalam menerima makanan masuk,
karena sulitnya membuat tekanan negatif atau suction. Bayi tersebut akan memiliki
kecenderungan untuk sulit meningkatkan berat badan dan mengalami dehidrasi.
Kondisi seperti ini memerlukan jenis botol yang bebeda, seperti jenis botol yang
memiliki ujung hisap yang panjang.
2. Usia 0 – 3 bulan
Pada usia ini, dilakukan perawatan untuk mengarahkan gusi, bibir, dan lubang
hidung ke posisi yang lebih baik sebelum dilakukan tindakan bedah. Perawatan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan plat akrilik ke dalam mulut yang sudah dicetak
oleh dokter gigi. Plat akrilik ini disebut nasoalveolar molding (NAM). Penggunaan
alat bantu ini paling baik dilakukan segera dalam minggu pertama bayi dilahirkan
karena elastisitas tulang hidung terbaik adalah pada 6 minggu pertama.

Gambar 11. Penggunaan NAM pada bayi dengan bibir


dan langit-langit sumbing
Apabila tidak tersedia plat NAM pada fasilitas kesehatan, dapat dilakukan
metode taping, yaitu pemasangan plester pada bibir sumbing untuk mendekatkan
kedua sisi sumbing agar tidak semakin melebar. Pada beberapa studi kasus, hasil
penggunaan taping lebih baik daripada tidak dilakukan tindakan sama sekali.

3. Usia 3 bulan
Operasi sumbing bibir (labioplasty) dapat dilaukan pada bayi apabila telah
terpenuhi semua syarat operasi yang merujuk kepada rule of ten, yaitu berat lebih dari
10 pon (5 kg), kadar hemoglobin sebesar 10 g/dl, dan umur lebih dari 10 minggu (3
bulan).
4. Usia 12 – 24 bulan
Pada rentang usia ini, dilakukan operasi sumbing langit-langit (palatoplasty)
untuk mengoreksi langit-langit dan masalah bicara pada bayi sumbing
5. Usia 3 – 6 tahun
Terapi dengan pendekatan multidisipliner bersama dokter spesialis THT, anak,
dan rehabilitasi medik untuk melakukan evaluasi dan terapi fungsi bicara dengan
melihat fungsi fonasi dan vokal perbendaharaan kata dengan baik. Apabila
diperlukan, dapat dilakukan koreksi fungsi langit-langit tambahan.
6. Usia prasekolah
Apabila masih terdapat beberapa gangguan fungsi dan estetika, dapat
dilakukan operasi revisi perbaikan sumbing untuk menyempurnakan hasil dan
membantu pasien untuk mencapai fungsi bicara dan kualitas hidup yang baik.
7. Usia 9 – 16 tahun
Pada usia 9–11 tahun, pasien akan dilakukan perawatan orthodonti yang
dilakukan oleh dokter gigi spesialis untuk mempersiapkan lengkung gigi dan rahang
pasien sebelum dilakukan prosedur cangkok tulang (alveolar bone graft).
Gambar 12. Penggunaan face mask pada kelainan kraniofasial.

Setelah dilakukan prosedur cangkok tulang, perawatan orthodonti tetap


dilakukan karena pasien dengan bibir dan langit-langit sumbing seringkali mengalami
hambatan pertumbuhan rahang atas. Perawatan orthodonti yang dilakukan pada tahap
ini ditentukan berdasarkan masalah klinis yang ditemukan dengan menggunakan face
mask untuk memajukan rahang atas dan quad helix sebagai alat ekspansi rahang atas
untuk melebarkan lengkung rahang atas.

Gambar 13. Penggunaan quad helix sebagai alat bantu orthodontic


8. Usia 16 tahun – dewasa
Secara umum terdapat tiga macam operasi yang dilakukan pada bayi dengan
bibir dan langit-langit sumbing, yaitu labioplasty yang dilakukan pada usia 3 bulan,
kemudian palatoplasty yang dilakukan pada usia 12 – 24 bulan, dan alveolar bone
graft pada usia 7 – 8 tahun.

2.3 Hubungan Cleft Palate dan ECC


Anak-anak dengan cleft memiliki risiko karies dini (ECC) yang lebih besar
dengan kebiasaan makan yang lebih buruk dibandingkan anak-anak yang tidak
mengalami cleft. Anak-anak dengan cleft mempunyai perilaku menjaga kesehatan
mulut yang lebih buruk dibandingkan dengan anak-anak tanpa cleft, namun status
cleft bukan merupakan faktor penting untuk prevalensi karies ketika perilaku
kesehatan mulut dikendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi susu dalam
botol kemasan manis, kebiasaan makan malam, dan seringnya konsumsi makanan
manis merupakan variabel yang berhubungan secara signifikan dengan terjadinya
karies gigi.9
BAB 3
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 3 tahun datang ke Klinik Gigi Anak Monastir
dengan keluhan nyeri pada gigi yang rusak parah (Gambar 14).

Gambar 14. Presentasi pasien

Terlihat jelas bahwa anak tersebut sangat pemalu, mempunyai hubungan yang
sangat terbatas dengan anak-anak lain, dan mempunyai masalah pengucapan. Pasien
memiliki riwayat pemberian susu botol dan pemberian ASI yang tidak teratur. Grafik
pola makan menunjukkan tingginya frekuensi konsumsi minuman dan makanan
ringan dengan kandungan gizi rendah.
Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya celah langit-langit dan lesi karies
multiple dengan keterlibatan pulpa pada gigi 54, 52, 51, 61,64,74,72,71,81,82 dan 84.
Mahkota gigi rahang atas yang mengalami karies mengalami kerusakan parah
(Gambar 15,16,17).
Gambar 15. Foto lengkung rahang atas sebelum operasi

Gambar 16. Foto lengkung mandibula sebelum operasi

Gambar 17. Tampilan klinis awal gigi insisivus anterior


rahang atas dengan lesi karies

Fenestrasi diamati pada tulang alveolar anterior yang disebabkan oleh infeksi
kronis pada tulang 81 (Gambar 18).
Gambar 18. Foto yang menunjukkan fenestrasi tulang anterior

Pemeriksaan klinis juga menunjukkan abses vestibular dengan fistula di dekat


gigi 74. Gigi sensitif saat diperkusi, nyeri saat palpasi dan terdapat eksudat.

 Rencana perawatan :
Langkah pertama yaitu perawatan endodontik gigi 74 diikuti restorasi dengan
mahkota stainless (Gambar 19).

Gambar 19. Perawatan dan restorasi endodontik dengan mahkota stainless

Langkah kedua adalah ekstraksi gigi 81 dan penyembuhan tulang alveolar yang
dicapai dalam dua minggu. Pulpotomi diputuskan dilakukan pada gigi 84, 64, dan 54
yang dilanjutkan dengan pemasangan mahkota (Gambar 20).
Gambar 20. Restorasi gigi molar atas dan bawah

Terapi endodontik merupakan intervensi pilihan untuk gigi 51, 61, 62, 82, 71.
Ekstraksi gigi 52, 72 diindikasikan (Gambar 21).

Gambar 21. Foto setelah perawatan endodontik dan mahkota stainless lengkung gigi
mandibula

Manajemen rehabilitasi prostetik melibatkan satu sesi dan terdiri dari


pencetakan model studi untuk mengadaptasi bands pada gigi molar kedua sulung atas
sehingga lengkungan yang membentuk seluruh langit-langit mulut dapat disatukan
pada bands tersebut. Pada regio yang edentulous dibuat jaring logam dan dibuatkan
anasir gigi. Sementasi dilakukan satu minggu setelahnya (Gambar 22,23).

Gambar 22. Maxillary appliance


Gambar 23. Mandibular appliance

Pasien dan orang tua terlihat sangat puas dengan hasilnya. Pasien dapat
dirujuk ke ahli terapi wicara untuk memperbaiki postur lidahnya dan ke bagian bedah
maksilofasial untuk operasi kedua (Gambar 24,25).

Gambar 24. Foto lengkung rahang atas pasca operasi

Gambar 25. Tampilan klinis akhir setelah penempatan


aesthetic-functional space maintainer

Pasien kembali untuk kontrol setiap 3 bulan untuk melepas dan membersihkan
alat serta mengamati jaringan periodontal dan akar yang tersisa.
BAB 4
DISKUSI

Early childhood caries (ECC) menurut American Academy of Pediatric


Dentistry adalah adanya satu atau lebih kerusakan (lesi non-kavitasi atau kavitasi),
hilang (karena karies), atau permukaan gigi yang ditambal pada gigi sulung anak usia
71 bulan atau lebih muda. Berbagai faktor digabungkan dan mempengaruhi satu sama
lain sehingga menyebabkan kasus ECC yang parah ini.
John dan Dixon (1984) melaporkan sekelompok anak-anak Amerika yang
mengalami clefts pada usia 18 bulan sampai 4 tahun. Lesi karies pada gigi insisivus
lebih sering terjadi dibandingkan pada anak dengan kelainan kraniofasial lainnya.
Dahllof et al (1989) di Skandinavia juga melaporkan jumlah permukaan yang rusak
dan secara signifikan lebih besar pada usia 5,5 tahun pada 49 anak dengan cleft
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 49 anak tanpa cleft.
Perawatan gigi pada anak yang mengalami clefts belum menjadi prioritas orang tua.
Faktanya, orang tua lebih fokus pada berbagai prosedur medis yang diperlukan untuk
memperbaiki cacat lahir selama tahun pertama kehidupan dibandingkan kebersihan
mulut.
Perawatan gigi pada anak-anak yang belum dewasa dan tidak kooperatif
selalu menjadi sebuah tantangan. Anestesi umum sering direkomendasikan, namun
merupakan alternatif yang mahal. Anak dengan clefts umumnya jarang dibawa ke
dokter gigi, namun saat sosialisasi dilakukan, pasien menunjukkan perilaku Frankel
penilaian positif. Pasien dengan ECC biasanya menunjukkan banyak kerusakan gigi
pada berbagai tahap perkembangan. Beberapa gigi mungkin memerlukan restorasi
sementara dan beberapa lainnya memerlukan stainless steel crowns dengan atau tanpa
terapi pulpa. Karies pada kasus pasien ini melibatkan jaringan pulpa dengan lesi
periapikal, atau sedikit dekat dengan ruang pulpa, dan pada gigi insisivus bawah, lesi
kariesnya terbatas.
Perawatan ECC bervariasi dari konservatif hingga ekstraksi dan semua gigi
direstorasi dengan mahkota. Penggunaan overdenture juga dapat memandu gigi
permanen selama erupsi. Pasien berusia hampir 4 tahun pada kasus ini
dipertimbangkan untuk pemasangan prostesa cekat. Pasien akan diawasi terus
menerus dua kali setahun, mengikuti erupsi gigi insisivus permanen, hingga alat dapat
dilepas.

BAB 5
KESIMPULAN

Rehabilitasi mulut komprehensif pada anak dengan karies merupakan


tantangan besar bagi dokter gigi anak. Kondisi gigi sulung yang memadai akan
menghasilkan pertumbuhan gigi permanen yang baik serta berkontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan wajah dan rahang serta psikologis dan sosial anak.
Referensi
1. Anil S, Anand PS. Early childhood caries: prevalence, risk factors, and
prevention. Frontiers in pediatrics. 2017 Jul 18;5:157.
2. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A. Early childhood caries (ECC): aetiology,
clinical considerations and consequences and management. International
Dentistry South Africa. 2009;11(4):24-36.
3. Fajriani F, Handayani H. Penatalaksanaan early childhood caries management
of early childhood caries. Journal of Dentomaxillofacial Science. 2011 Oct
30;10(3):179-83.
4. Astuti ES, Rochmawati F. Early Chidhood Caries (ECC) pada Anak Usia
Prasekolah di Dusun Wanasari Kecamatan Denpasar Utara. Interdental Jurnal
Kedokteran Gigi (IJKG). 2018 Dec 18;14(2).
5. Alazmah A. Early childhood caries: a review. J Contemp Dent Pract. 2017
Aug 1;18(8):732-.
6. Phalke N, Goldman JJ. Cleft Palate.
7. Kosowski TR, Weathers WM, Wolfswinkel EM, Ridgway EB. Cleft palate.
InSeminars in plastic surgery 2012 Nov (Vol. 26, No. 04, pp. 164-169).
Thieme Medical Publishers.
8. Dewi PS. Management of cleft lip and palate (literature review). Interdental
Jurnal Kedokteran Gigi (IJKG). 2019 Jul 2;15(1).
9. Silvyani JT, Setiawan AS, Putri FM. Early childhood caries prevalence among
children with cleft lip and palate at padjadjaran university dental hospital.
Odonto: Dental Journal. 2022 Dec 28;9(2):247-57.

Anda mungkin juga menyukai