Anda di halaman 1dari 21

MANAGEMEN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

OLEH
RAMLI
NIP. 196707271995031002

KEPALA MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI


(MTsN) 6 KOTA PADANG

PROVINSI SUMATERA BARAT

TAHUN 2021
MANAGEMEN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
I..PENDAHULUAN

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara
langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut
lebih terasa lagi dalam implementasi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang
menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada
masyarakat dan pemerintah. Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu dari
delapan standar pendidikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor : 69 Tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan Non Personal.
Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa biaya operasional sebagai berikut :
1. Untuk SD/MI : Biaya untuk 1 rombel/pertahun sebesar :Rp.
16.240.000
2. Untuk MTs/SMP : Biaya untuk 1 rombel/pertahun sebesar :Rp.
22.720.000
3. Untuk MA/SMA : Biaya untuk 1 rombel/pertahun sebesar :Rp.
30.720.000
4. Untuk SMK : Biaya untuk 1 rombel/pertahun sebesar :Rp.
58.560.0001

Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan

potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam

kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu

sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan

belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan

kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari

maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola

sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

1
Permendiknas Nomor : 69 Tahun 2009, h. 2
menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka

MBS, yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan

memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing

sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah

keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis pada sekarang ini.

II. PEMBAHASAN

A. Manajemen Keuangan Madrasah/Sekolah

Manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi

Mary Parker Follet ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan

mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin

mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara

efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan

perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara

benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen belum memiliki definisi

yang mapan dan diterima secara universal. 2

Dari pengertian manajemen diatas dapat dipahami bahwa manajemen adalah


proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan
dapat dicapai sesuai dengan perencanaan.

Manajemen keuangan pendidikan artinya, adalah bagaimana cara mengelola

keuangan secara profesional, transparan dan akuntabel. Profesional artinya mengelola

2
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
keuangan pendidikan mengacu kepada regulasi yang ada. Transparan artinya bahwa

penggunaan keuangan harus dapat diakses oleh pihak-pihak tertentu yang

berkepentingan. Akuntabel artinya penggunaan keuangan dapat

dipertanggungjawabkan kepada pimpinan dan pemberi anggaran serta masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas

antara fungsi Otorisator, Ordonator, dan Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat

yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan

dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan

pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan

berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang

berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta

diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban. Kepala sekolah sebagai

manajer, berfungsi sebagai otorisator dan dilimpahi fungsi ordonator untuk

memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi

bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan

bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi

fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran. Pengelola keuangan sekolah

berkewajiban untuk menentukan keuangan sekolah, cara mendapatkan dana untuk

infrastruktur sekolah serta penggunaan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan

sekolah.

Untuk mengelola keuangan sekolah/madrasah secara baik perlu

memperhatikan hal-hal berikut :

1. Tugas Pengelola Keuangan


Adapun tugas utama pengelola keuangan sekolah/madrasah adalah antara

lain sebagai berikut :

a. Manajemen untuk perencanaan perkiraan

b. Manajemen memusatkan perhatian pada keputusan investasi dan

pembiayaannya

c. Manajemen kerjasama dengan pihak lain

d. Penggunaan keuangan dan mencari sumber dananya3

Seorang manajer keuangan harus mempunyai pikiran yang kreatif dan

dinamis. Hal ini penting karena pengelolaan yang dilakukan oleh seorang manajer

keuangan berhubungan dengan masalah keuangan yang sangat penting dalam

penyelenggaraan kegiatan sekolah.

Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang

menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen

lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.

Dalam tataran pengelolaan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan

dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik. Kegiatan perencanaan

menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa lama akan dilaksanakan, dan

bagaimana cara melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan

bagaimana aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa yang

terlibat, apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa.

Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara

3
Sutikno, M Sobri. 2008. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Prospect. h. 34
melakukannya, dan akan dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan

kesimpulan dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggarakannya Manajemen

Operasional Sekolah.

Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan rencana planning) di

dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama dalam penentuan rencana

pengeluaran keuangan adalah menganalisa berbagai aspek yang berhubungan erat

dengan pola perencanaan anggaran, yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan,

line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola, dan skill para

pejabat pengelola.

2. Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah/Madrasah

Proses pengelolaan keuangan disekolah/madrasah, meliputi:

a. Perencanaan anggaran

b. Strategi mencari sumber dana sekolah

c. Penggunaan keuangan sekolah

d. Pengawasan dan evaluasi anggaran

e. Pertanggungjawaban4

Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menganut azas pemisahan

tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat

yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan

dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan

pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan

4
Muchdarsyah Sinungan. 1993. Dasar-Dasar Management Kredit. Jakarta: Bumi Aksara.h. 64-65
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat

yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau

surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan

membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala sekolah dalam hal ini, sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator,

dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak

dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban melakukan

pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi

bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan

Penggunaan anggaran dan keuangan, dari sumber manapun, apakah itu dari

pemerintah ataupun dari masyarakat perlu didasarkan prinsip-prinsip umum

pengelolaan keuangan.

3. Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sekolah (RAPBS)

Rencana Anggaran dan Belanja sekolah adalah rencana yang diformulasikan

dalam bentuk rupiah dalam jangka waktu atau periode tertentu, serta alokasi sumber-

sumber kepada setiap bagian kegiatan. Anggaran memiliki peran penting didalam

perencanaan, pengendalian dan evaluasi kegiatan yang dilakukan sekolah. Maka

seorang penanggung jawab program kegiatan disekolah harus mencatat anggaran

serta melaporkan realisasinya sehingga dapat dibandingkan selisih antara anggaran

dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut untuk perbaikan.


Untuk itu disekolah sebenarnya juga perlu dibentuk organisasi orang tua siswa

yang implementasinya dilakukan dengan membentuk komite sekolah. Komite

tersebut beranggotakan wakil wali siswa, tokoh masyarakat, pengelola, wakil

pemerintah dan wakil ilmuwan/ ulama diluar sekolah dan dapat juga memasukkan

kalangan dunia usaha dan industri. Selanjutnya pihak sekolah bersama komite atau

majelis sekolah pada setiap awal tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan

RAPBS sebagai acuan bagi pengelola sekolah dalam melaksanakan manajemen

keuangan yang baik.

Ada dua bagian pokok anggaran yang harus diperhatikan dalam penyusunan
RAPBS, yaitu:
a. Rencana sumber atau target penerimaan/ pendapatan dalam satu tahun yang
bersangkutan, termasuk didalamnya keuangan bersumber dari:
a).kontribusi orang tua siswa,
b).sumbangan dari individu atau organisasi,
c).sumbangan dari pemerintah,
d).dari hasil usaha

b. Rencana penggunaan keuangan dalam satu tahun yang bersangkutan, semua


penggunaan keuangan sekolah dalam satu tahun anggaran perlu direncanakan
dengan baik agar kehidupan sekolah dapat berjalan dengan baik. 5

Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RAPBS adalah harus

menerapkan prinsip anggaran berimbang, artinya rencana pendapatan dan

pengeluaran harus berimbang diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan minus.

5
Suryobroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, 2004, Jakarta, Rineka Cipta.
Dengan anggaran berimbang tersebut maka kehidupan sekolah akan menjadi solid

dan benar-benar kokoh dalam hal keuangan, maka sentralisasi pengelolaan keuangan

perlu difokuskan pada bendaharawan sekolah, dalam rangka untuk mempermudah

pertanggung jawaban keuangan. Penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-

langkah sebagai berikut:

a) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan


b) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
c) Menentukan program kerja dan rincian program
d) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
e) Menghitung dana yang dibutuhkan
f) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana 6

Rencana tersebut setelah dibahas dengan pengurus dan komite sekolah, maka

selanjutnya ditetapkan sebagai anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS).

Pada setiap anggaran yang disusun perlu dijelaskan apakah rencana anggaran yang

akan dilaksanakan merupakan hal baru atau kelanjutan atas kegiatan yang telah

dilaksanakan dalam periode sebelumnya dengan menyebut sumber dana sebelumnya.

Dalam setiap anggaran yang disusun untuk kegiatan-kegiatan dilingkungan

sekolah, paling tidak harus memuat 6 hal atau informasi sebagai berikut:

a. Informasi rencana kegiatan: sasaran, uraian rencana kegiatan, penanggung

jawab, rsencana

b. Uraian kegiatan program, program kerja, rincian program


c. Informasi kebutuhan: barang/ jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan

6
Dimock, ME. Dimock, GO, Administrasi Negara. 1992. Jakarta. Rineka Cipta
d. Data kebutuhan harga satuan, jumlah biaya yang dibutuhkan untuk seluruh
volume kebutuhan.
e. Jumlah anggaran: jumlah anggaran untuk masing-masing rincian program,
program, rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan
f. Sumber dana: total sumber dana, masing-masing sumber dana yang
mendukung pembiayaan program.

Dalam pelaksanaan kegiatan, jumlah yang realisasikan bisa terjadi tidak sama
dengan rencana anggarannya, bisa kurang atau lebih dari jumlah yang telah
dianggarkan. Ini dapat terjadi karena beberapa sebab:
a. Adanya efisiensi atau inefisiensi pengeluaran
b. Terjadinya penghematan atau pemborosan

c. Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang telah diprogramkan


d. Adanya perubahan harga yang tidak terantisipasi
e. Penyusunan anggaran yang kurang tepat

4. Pertanggung Jawaban Keuangan Sekolah


Semua pengeluaran keuangan sekolah dari sumber manapun harus

dipertanggung jawabkan, hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam

pengelolaan keuangan. Namun demikian prinsip transparansi dan kejujuran dalam

pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi. Dalam kaitan dengan

pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan adalah:

a. Pada setiap akhir tahun anggaran, bendara harus membuat laporan keuangan
kepada komite sekolah untuk dicocokkan dengan RAPBS
b. laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti pengeluaran yang ada
c. kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran
lain
d. neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim pertanggung
jawaban keuangan dari komite sekolah7

5. Prinsip Pengelolaan Keuangan Sekolah/Madrasah

1. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang

disyaratkan

2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan.

3. Terbuka dan transparan, dalam pengertian dari dan untuk apa keuangan

lembaga tersebut perlu dicatat dan dipertanggung jawabkan serta disertai

bukti penggunaannya.

4. Sedapat mungkin menggunakan kemampuan/ hasil produksi dalam negeri

sejauh hal ini dimungkinkan8

B. Manajemen Pembiayaan Pendidikan

1. Pembiayaan Sekolah

Biaya dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan

untuk berbagai keperluan. Sedangkan “biaya pendidikan dapat diartikan sebagai

7
ibid

8
Sulthon, M. Khusnuridlo, M, Manajemen Sekolah Dalam Perspektif Global, 2006, Yogyakarta, Bang PRESSindo.h. 45
sejumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan

penyelanggaraan pendidikan”. 9

Manajemen pembiayaan merupakan kegiatan yang berkenan dengan penataan

sumber, penggunaan dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau

lembaga pendidikan. “ Kegiatan yang ada dalam manajemen pembiayaan ada 3 hal

Yaitu : penyusunan anggaran ( budgetting), pembukuan (accounting) dan

pemeriksaan ( auditting).10

Mengenai pembiayaan/pendanaan pendidikan dapat ditelusuri dalam PP RI

No. 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan Pada pasal 3 ayat 2 disebutkan

bahwa: Biaya satuan pendidikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 poin a.

biaya investasi, terdiri atas :

a. biaya investasi lahan pendidikan dan

b. biaya investasi selain lahan pendidikan.

c. biaya operasi, yang terdiri atas:

a) Biaya personalia dan

b) biaya nonpersonalia.

d. bantuan biaya pendidikan

e. Beasiswa.11

Dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah

mengalami suatu transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan sumber-sumber

daya yang ada dalam bidang pendidikan terutama dalam hal pendanaan pendidikan

9
Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2009) h. 112
10
Tim Dosen Administrasi Pendidikan, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta : UNY Press, 2009). h. 8
11
PP No. 48 Tahun 2005 Tentang Pendanaan Pendidikan
(pembiayaan pendidikan). Dalam hal ini pelaksanaan pendidikan harus disertai

dengan adanya peningkatan peran sumber-sumber daya pendidikan (dana pendidikan)

yang telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 23 yang menjelaskan

bahwa Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam

penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana,

sarana, dan prasarana. Dalam hal ini pembiayaan pendidikan merupakan suatu hal

yang sangat penting bagi pendidikan di daerah. Lebih lanjut dalam pasal 47

disebutkan tentang sumber pendanaan pendidikan yaitu :

1. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,

kecukupan, dan keberlanjutan.

2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber

daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3. Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah.12

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 juga menerangkan dalam

hal pembiayaan pendidikan bahwa;

”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran

12
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pennyelenggaraan

pendidikan nasional”

Sejalan dengan itu maka dalam implementasi kebijakan pendidikan di daerah

akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan

(pembiayaan pendidikan) yang memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan

mutu dan kualitas sumber daya di daerah.

Dengan adanya perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan

segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah,

praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda,

sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi) menjadi tanggung jawab

Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 46;

1. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan

anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah.

Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di

tingkat propinsi) dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah

diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA


menjadi tanggung jawab Pemda. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan

Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang

berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di

bawah kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas

Pendidikan propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap

mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi

kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah untuk

mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di tingkat

sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya Dinas

Pendidikan kabupaten/kota.

Dengan konfigurasi kelembagaan yang seperti itu pula, pola pembiayaan

pendidikan mengalami perubahan yang cukup mendasar. Pasal 48 Undang Undang-

undang No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa;

(1) pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,

transparansi, dan akuntabilitas publik,

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Dengan demikian daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk

membiayai sektor pendidikan dengan menggunakan APBD-nya. Dukungan dari Pusat

(dan Propinsi) tetap dimungkinkan, tetapi juga harus melalui mekanisme APBD, atau

paling tidak tercatat di dalam APBD kabupaten/kota.

Tantangan pertama yang harus dihadapi oleh para pengelola pendidikan

adalah masalah pendanaan. Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas gedung sekolah,


terutama SD, merupakan salah satu dampak keterbatasan kemampuan pemerintah

dalam memobilisasi dana untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberi beban yang sangat

berat bagi pemerintah. Pasal 49 menyatakan sebagai berikut;

1. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan

dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

2. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

3. Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan

pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4. Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan

dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

5. Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut

dengan peraturan pemerintah.

Di atas kertas, Pemda memang memiliki beberapa sumber keuangan daerah,

seperti dana perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil), pendapatan asli daerah

(PAD) dan pinjaman. Tapi pada kenyataannya, rata-rata peranan PAD dalam APBD

hanya sekitar 7%. Sementara itu, rata-rata tertimbang rasio dana perimbangan
terhadap pengeluaran rutin adalah 1,4 yang menunjukkan bahwa tidak banyak dana

perimbangan yang bisa digunakan untuk keperluan di luar anggaran rutin.

Jelas bahwa Pemda memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka

panjang di sektor pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup dan

stabil untuk mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah tidak akan mampu

memenuhi 20% anggaran untuk pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas

dan pada gilirannya ada risiko terjadi penurunan kualitas SDM sebagai dampak

otonomi daerah.

2. Pembiayaan Madrasah

Pembiayaan Madrasah yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) menjadi

tanggungjawab Kementerian Agama republik Indonesia, karena sektor

agama tidak termasuk yang diotonomikan.

Sumber-sumber pembiayaan pendidikan di sekolah/madrasah dikategorikan menjadi

lima yakni;

a.Anggaran rutin dan APBN (anggaran pembangunan)

b.Dana penunjang pendidikan

c.Bantuan/ sumbangan dari BP3

d.Sumbangan dari pemerintah daerah setempat

e.Bantuan lain-lain. 13

Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu madrasah/sekolah secara garis

besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu

13
Tim Dosen Administrasi Pendidikan, op.cit. h. 91-92
(1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat

umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan;

(2) orang tua atau peserta didik;

(3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.14

Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat

ditegaskan dalam Undang-Undang no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan

dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan

tanggung jawab bersama antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun

dimensi pengeluaran meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji

pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung,

fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya

pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan

gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau

pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi

MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti

mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan

pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah

benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran,

serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.

III. PENUTUP

14
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. 2007. Bandung. Remaja Rosda Karya.h.56
Demikianlah pembahasan tentang Manajemen keuangan dan pembiayaan

pendidikan ini dapat penulis sampaikan semoga bermamfaat bagi paara pengelola

pendidikan, agar pengelolaan pendidikan dapat mengacu kepada peraturan

perundang-undangan yang beralaku.

DAFTAR PUSTAKA

Permendiknas Nomor : 69 Tahun 2009


Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sutikno, M Sobri. 2008. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Prospec
Muchdarsyah Sinungan. 1993. Dasar-Dasar Management Kredit. Jakarta: Bumi
Aksara
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. 2007. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Dimock, ME. Dimock, GO, Administrasi Negara. 1992. Jakarta. Rineka Cipta
Sulthon, M. Khusnuridlo, M, Manajemen Sekolah Dalam Perspektif Global, 2006,
Yogyakarta, Bang PRESSindo.
Suryobroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, 2004, Jakarta, Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai