Anda di halaman 1dari 17

Bank Wakaf Mikro

(BWM)

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii


DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 4
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Kajian ........................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 6
2.1 Bank Wakaf Mikro (BWM) .................................................................................. 6
2.1.1 Pengertian BWM ............................................................................................ 6
2.1.2 Maksud dan Keunikan BWM ......................................................................... 6
2.1.3 Model Akad BWM ......................................................................................... 7
2.2 Masalah dan Tantangan ......................................................................................... 8
2.2.1 Internal ............................................................................................................ 8
2.2.2 Eksternal ......................................................................................................... 9
2.3 Strategi ................................................................................................................... 9
2.4 Keberlanjutan......................................................................................................... 9
METODE PENELITIAN ............................................................................................... 11
3.1 Kerangka Penelitian .............................................................................................. 11
3.2. Lokasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data .............................................. 11
3.3. Metode Analisis ................................................................................................... 11
3.4 Jadwal Kajian ...................................................................................................... 15
RENCANA ANGGARAN BIAYA ............................................................................... 16

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis ................................ 11
Tabel 2 Perbandingan Skala Verbal dan Skala Numerik ............................................... 13
Tabel 3 Rincian Jadwal Kajian ....................................................................................... 15

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model Bisnis Bank Wakaf Mikro .................................................................. 7
Gambar 2 Strategi Pembangunan Model Bisnis Bank Wakaf Mikro dengan Analytic
Network Process (ANP) .............................................................................. 15

iii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank Wakaf Mikro (BWM) merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tujuan
menyediakan akses permodalan bagi masyarakat kecil yang belum memiliki akses pada
lembaga keuangan formal. Target nasabah pembiayaan BWM merupakan
masyarakat/komunitas miskin produktif dan memiliki bisnis yang berada di sekitar
pondok pesantren.
BWM berbentuk LKMS dengan badan hukum koperasi jasa yang dalam operasionalnya
menyalurkan dana sebagai pembiayaan kepada nasabahnya, tanpa memerlukan agunan
dan tingkat bagi hasil maksimal setara 3% per tahun. BWM juga memberikan
pembiayaan kepada anggota maupun non anggota koperasi yang didistribusikan secara
berkelompok dalam bentuk Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia
(KUMPI). Jumlah anggota KUMPI terdiri dari tiga s.d. lima orang nasabah dengan
pendekatan tanggung renteng.
BWM terus mengalami perkembangan yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya
jumlah BWM yang dibentuk/didirikan. Sampai dengan Juni 2021, telah berdiri 61
BWM di 19 provinsi di seluruh Indonesia. Total nilai pembiayaan yang telah disalurkan
sebesar 70 Miliar rupiah dengan kumulatif penerima manfaat sebanyak 46,6 ribu lebih
nasabah. Bahkan kehadiran BWM juga telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
dengan memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya masyrakat kecil, menengah dan para pelaku UMKM (Daim et al, 2021;
Riskia, 2019). Kemanfaatan BWM sebagai LKM syariah juga dapat ditunjukkan dengan
jumlah kumulatif nasabah penerima pembiayaan yang meningkat selama pandemi
sebesar 31,9% yaitu sebanyak 32.323 nasabah di awal pandemi bulan Maret 2020
hingga menjadi 42.656 nasabah di bulan Maret tahun ini (LKMSBWM, 2021).
Hasil pengumpulan data kajian model bisnis dan keberlanjutan BWM melalui
Focus Group Discussion (FGD) yang dianalisis dengan analisis konten (content
analysis) menemukan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh BWM
diantaranya adalah (1) Biaya Operasional, (2) SDM, (3) Moral Hazard Nasabah, (4)
Nisbah bagi hasil deposito dana abadi yang cenderung menurun, dan (5) Kompetitor.
Biaya Operasional, menunjukkan bahwa modal awal dari setiap BWM adalah sebesar
Rp 4 Milyar yang terbagi Rp 1 Milyar untuk pembiayaan dan Rp 3 Milyar
didepositokan sebagai dana abadi (endowment fund) di Bank Syariah (Bank Syariah
Mandiri/BSM yang sekarang menjadi Bank Syariah Indonesia/BSI) dengan rata-rata
bagi hasil sebesar 3,6 persen per tahum (0.3 persen perbulan). Bagi hasil yang diterima
dari deposito dana abadi tersebut menjadi penerimaan BWM yang digunakan sebagai
biaya operasional. Rata-rata bagi hasil yang diterima BWM setiap bulan dari deposito
dana abadi sebesar Rp. 8-9 juta sedangkan biaya operasional BWM setiap bulannya
rata-rata sebesar Rp. 10-12 juta. Kondisi tersebut menyebabkan BWM mengalami
“kerugian” operasional yang diperkuat dengan temuan berdasarkan data Laporan
Keuangan BWM per Mei 2021 dimana sebanyak 42% BWM (25 dari 60 BWM)
mengalami kerugian rata-rata sebesar Rp. 10,8 juta dengan kerugian berada pada
kisaran Rp. 338.280 – Rp. 33,9 juta. Disamping itu terdapat 32 BWM (53%) yang nilai
NPF-nya diatas 10 persen.

4
Permasalahan sumber daya manusia (SDM) sejalan dengan beberapa temuan
sebelumnya yang juga menemukan bahwa salah satu masalah internal BWM adalah
aspek sumber daya manusia pengelola BWM itu sendiri (Fauzi et al., 2020; Harahap et
al., 2019; Hasiba et al., 2020; Mutmainnah & Afif, 2020; Pramono & Wahyuni, 2021).
Masalah SDM terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek kualitas dan kuantitas. Dalam
contoh kasus pendirian BWM di Pesantren Mawaridussalam, BWM kekurangan petugas
bank (Harahap et al., 2019). Dalam aspek kualitas adalah kurangnya pemahanan
pegawai BWM mengenai program-program BWM itu sendiri (Hasiba et al., 2020),
kurang terampil dalam aspek marketing (Karjuni & Mulasih, 2021), belum maksimal
dalam aspek pelaporan keuangan (Lestari, 2019).
Sementara itu, terkait dengan permasalahan nasabah juga sejalan dengan temuan
sebelumnya yang menemukan bahwa diantara masalah eksternal terbesar BWM adalah
nasabah BWM itu sendiri (Harahap et al., 2019; Lestari, 2019; Mutmainnah & Afif,
2020). Diantara bentuk masalah yang bersumber dari nasabah adalah mengenai moral
hazard, tidak sedikit nasabah yang tidak patuh dengan peraturan yang ditetapkan BWM,
seperti tidak disiplin dalam mengikuti Halmi (Harahap et al., 2019). Ada juga nasabah
yang menyalahgunakan dana yang diterimanya dari BWM, bahkan hingga melarikan
diri (Lestari, 2019).
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa BWM telah memberikan kemanfaatan yang
telah dirasakan oleh masyarakat kecil, menengah dan para pelaku UMKM dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Namun demikian, berdasarkan hasil pengumpulan data
kajian model bisnis dan keberlanjutan BWM juga ditemukan beberapa permasalahan
dan kendala dalam pengelolaan dan pengembangannya. Agar BWM dapat terus
memberikan kemanfaatan dalam bentuk dukungan permodalan dan pendampingan bagi
usaha mikro, maka pengetahuan terhadap permasalahan tidaklah cukup untuk dapat
merumuskan sebuah kebijakan holistik terkait dengan model bisnis BWM yang tepat
apalagi terkait dengan keberlanjutannya. Untuk itu, diperlukan analis lanjutan dalam
bentuk kegiatan analisis kajian tentang model bisnis dan keberlanjutan BWM.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan Bank Wakaf Mikro?
2. Apa rekomendasi strategi dan alternatif pengembangan model bisnis BWM yang
mendukung keberlanjutan program?

1.3 Tujuan Kajian


1. Mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi keberlanjutan Bank Wakaf Mikro
dengan pendekatan tipologi BWM dan Indeks Pengembangan BWM.
2. Merekomendasi strategi dan alternatif pengembangan model bisnis BWM yang
mendukung keberlanjutan program.

5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank Wakaf Mikro (BWM)
2.1.1 Pengertian BWM
Bank Wakaf Mikro (BWM) adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dibentuk
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2017. BWM bertujuan untuk memberikan
akses keuangan kepada masyarakat yang tidak dapat mengakses lembaga keuangan
formal lainnya (Sulistiani et al., 2019a).
2.1.2 Maksud dan Keunikan BWM
Adapun maksud dan tujuan BWM, Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo
menyatakan, “Ekonomi di bawah itu harus ada ruang. Karena ada yang pengen pinjam
tapi tak punya agunan, nah ini ke Bank Wakaf Mikro. Kalo ke bank pada umumnya kan
mesti ada administrasi, agunan, jaminan, nah itu masyakarat kecil tidak masuk segmen
pembiayaan dimaksud. Dengan kehadiran Bank Wakaf Mikro, tidak dibutuhkan
prosedur tersebut” (OJK, 2019).
Dari sisi kelembagaan, BWM memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan
lembaga keuangan mikro syariah lainnya. BWM memiliki badan hukum Koperasi Jasa
(OJK, 2019) di satu sisi dan memiliki ijin usaha Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LMKS) dari OJK (Disemadi & Roisah, 2019; Fauzi et al., 2020; Nur et al., 2019; OJK,
2019).
Hal ini mendapatkan sorotan dari beberapa peneliti karena penggunaan nama bank
wakaf dianggap kurang sesuai. Sulistiani et al. (2019b), melakukan analisis yuridis
implentasi salah satu BWM dan menyimpulkan bahwa BWM merupakan LMKS yang
menjalankan fungsi lembaga keuangan mikro, bukan fungsi lembaga wakaf sebagai
pengelola dana wakaf yang disebut nazhir. Namun demikian, peneliti lain mencoba
memberikan justifikasi bahwa penamaan bank wakaf mikro sebenarnya lebih kepada
upaya branding untuk lebih menarik perhatian masyarakat (Mutmainnah & Afif, 2020).
Selain itu, BWM memiliki keunikan-keunikan lain yang membedakan dengan LMKS
lainnya. BWM memiliki konsep Halmi, Kumpi, Non-deposit taking, Tanpa Agunan dan
Tanggung Renteng. Halmi adalah singkatan dari Halaqoh Mingguan, sementara Kumpi
adalah Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia. Satu Kumpi terdiri
dari sekitar 5 orang (OJK, 2019). Halmi pada dasarnya adalah pertemuan rutin sepekan
sekali yang diikuti oleh sekitar 3-5 Kumpi. Halmi adalah salah satu cara BWM dalam
memberikan pendampingan usaha sekaligus pembinaan spiritual dan religiusitas para
nasabah (Aisyah, 2019; Kamalia, 2021; Nur et al., 2019). Berdasarkan hasil studi yang
dilakukan oleh Ramadhan & Sukmana (2019), Halmi berpengaruh terhadap
perkembangan usaha nasabah. Hal ini karena menjadi momentum bagi BWM untuk
dapat memberikan solusi atas berbagai persolalan yang dihadapi nasabah/Kumpi di
lapangan.
BWM memiliki karakteristik unik lainnya yaitu non-deposit taking (Disemadi &
Roisah, 2019). BWM tidak diperkenankan untuk mengambil/mengelola dana
masyarakat. Hal ini karena BWM memiliki fokus pemberdayaan ekonomi masyarakat
(Hamdan, 2020; Nugroho & Hilal, 2019). Sumber dana BWM bersumber dari donasi
perusahaan atau perorangan dengan akad hibah (Fauziah, 2019).

6
Selain itu, yang menjadi keunikan sekaligus kelebihan BWM adalah pinjaman tanpa
agunan (OJK, 2019). Pada LMKS lain, umumnya nasabah perlu memberikan agunan
berupa bukti kepemilikan tanah atau kendaraan saat mengambil pembiayaan. Hal ini
menjadi hambatan tersendiri bagi para nasabah yang tidak memiliki sesuatu untuk
diagunkan. BWM dalam hal ini memberikan solusi atas permasalahan tersebut dengan
tidak mempersyaratkan agunan/jaminan/collateral tertentu. Namun demikian, jumlah
yang dapat diterima oleh nasabah maksimal 3 juta Rupiah (Hamdan, 2020; OJK, 2019).
Untuk meminimalisir terjadinya gagal membayar angsuran, BWM menerapkan sistem
tanggung renteng (OJK, 2019). Tanggung renteng pada dasarnya adalah upaya untuk
saling menanggung beban (takaful) dalam satu kelompok apabila ada anggota yang
belum berhasil dalam usahanya. Gagalnya usaha tidak menjadi sebab gugurnya
kewajiban untuk membayar angsuran nasabah kepada BWM. Dalam sistem tanggung
renteng, apabila ada anggota yang gagal, kewajiban pembayaran angsuran tidak
ditanggung oleh dirinya sendiri, melainkan ditanggung bersama. Menurut Kamalia
(2021), sistem tanggung renteng dalam BWM ini telah sesuai dengan prinsip syariah.
2.1.3 Model Akad BWM
Akad yang digunakan BWM adalah akad pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) dan
jualah (Mutmainnah & Afif, 2020; OJK, 2019). Akad qardhul hasan adalah salah satu
akad yang sesuai untuk pembiayaan mikro karena nasabah hanya mengembalikan
pinjaman tanpa bunga sebagaimana yang sering diterapkan pada pemberi pembiayaan
informal seperti bank keliling atau rentenir. Dalam sebuah penelitian yang berjudul
“Peran Bank Wakaf Mikro dalam Penguatan Modal dan Pemberdayaan Usaha Mikro Di
Surabaya” yang dilakukan oleh Ramadhan & Sukmana (2019), dilaporkan bahwa
pinjaman yang diberikan BWM kepada nasabah berpengaruh terhadap peningkatan
keuntungan. Hal ini karena dana pinjaman yang diterima nasabah digunakan sebagai
tambahan modal untuk peningkatan volume usaha. Lebih rinci, model bisnis BWM
digambarkan pada skema berikut (Gambar 1).

Gambar 1 Model Bisnis Bank Wakaf Mikro


Sumber: OJK (2018)

7
Pertama, donatur memberikan dananya kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ). LAZ
menyalurkan dana tersebut kepada BWM untuk modal pendirian dan modal kerja.
BWM harus menjaga keutuhan modal awal yang diberikan LAZ. Selanjutnya, BWM
menyalurkan dana tersebut kepada nasabah dengan sistem kelompok (Kumpi) dengan
akad qardh dan jualah disertai dengan pendampingan dan pembinaan rutin (Halmi).
Nasabah harus mengembalikan pinjaman kepada BWM pada waktu yang ditetapkan.

2.2 Masalah dan Tantangan


Dalam perjalanannya, BWM menghadapi berbagai macam persoalan. Beberapa
permasalahan yang teridentifikasi berdasarkan studi literatur antara lain berasal dari
internal BWM itu sendiri atau dari pihak eksternal. Para peneliti kemudian berupaya
mencarikan jalan keluarnya dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT telah
digunakan secara luas di seluruh dunia untuk pengembangan sebuah
organisasi/lembaga/perusahaan. Oleh karena itu, analisis SWOT dianggap sesuai untuk
mencari strategi terbaik untuk pengembangan BWM di masa depan.
2.2.1 Internal
Analisis SWOT berupaya mencarikan jalan keluar dengan melihat aspek internal dan
eksternal sebuah lembaga. Aspek internal yang dimaksud adalah kekuatan dan
kelemahan lembaga, sementara aspek eksternal yang dimaksud adalah peluang dan
ancaman yang berasal dari luar lembaga.
Kekuatan
Diantara kekuatan terbesar BWM adalah memiliki sumber dana yang murah (OJK,
2019) yang berasal dari dana-dana sosial yang tidak perlu dikembalikan kepada donatur,
sebagaimana yang harus dilakukan oleh lembaga keuangan syariah lain seperti bank
syariah, BPRS, atau BMT. Hal ini menyebabkan BWM mampu menyalurkan dana
dalam bentuk qardhul hasan, yakni pinjaman tanpa bunga. Selain itu, sumber dana
murah membuat BWM juga mampu memberikan pinjaman tanpa agunan disertai
pendampingan dan pelatihan (Pramono & Wahyuni, 2021).
Kekuatan lain BWM adalah basis masa. BWM adalah LMKS berada di lingkungan
pesantren (Mutmainnah & Afif, 2020; OJK, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa BWM
telah memiliki jama’ah dan networking yang kuat sejak awal pendiriannya. Ini menjadi
modal penting untuk modal sosial BWM. Kekuatan lain BWM adalah adanya sistem
tanggung renteng dan Halmi (Lestari, 2019). Sistem ini terbukti efektif dalam
meningkatkan pembayaran dan pengawasan.
Kelemahan
Salah satu kelemahan BWM yang paling banyak disorot para peneliti bersumber dari
aspek sumber daya manusia pengelola BWM itu sendiri (Fauzi et al., 2020; Harahap et
al., 2019; Hasiba et al., 2020; Mutmainnah & Afif, 2020; Pramono & Wahyuni, 2021).
Masalah SDM terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek kualitas dan kuantitas. Dalam
contoh kasus pendirian BWM di Pesantren Mawaridussalam, BWM kekurangan petugas
bank (Harahap et al., 2019). Dalam aspek kualitas adalah kurangnya pemahanan
pegawai BWM mengenai program-program BWM itu sendiri (Hasiba et al., 2020),
kurang terampil dalam aspek marketing (Karjuni & Mulasih, 2021), belum maksimal
dalam aspek pelaporan keuangan (Lestari, 2019).

8
2.2.2 Eksternal
Disamping aspek internal, kajian pustaka ini telah mengidentifikasi peluang dan
tantangan dalam pengembangan BWM.
Peluang
Salah satu peluang terbesar BWM adalah dukungan yang kuat dari pemerintah,
khususnya Presiden (Lestari, 2019; Pramono & Wahyuni, 2021). Selain pemerintah,
dukungan yang besar terhadap BWM juga datang dari pesantren dan masyarakat sekitar
pesantren yang umumnya mayoritas muslim (Lestari, 2019). Dukungan yang besar dari
pemerintah, pesantren beserta para kiai, dan masyarakat adalah peluang yang baik untuk
pengembangan BWM. Sementara itu, era digital yang semakin berkembang membuka
peluang koborasi BWM dengan lembaga Fintech (Pramono & Wahyuni, 2021).
Ancaman
Terlepas dari peluang-peluang yang ada, terdapat sejumlah tantangan yang harus
dihadapi BWM. Diantara ancaman terbesar berasal dari nasabah BWM itu sendiri
(Harahap et al., 2019; Lestari, 2019; Mutmainnah & Afif, 2020). Diantara bentuk
masalah yang bersumber dari nasabah adalah mengenai moral hazard, tidak sedikit
nasabah yang tidak patuh dengan peraturan yang ditetapkan BWM, seperti tidak disiplin
dalam mengikuti Halmi (Harahap et al., 2019). Ada juga nasabah yang
menyalahgunakan dana yang diterimanya dari BWM, bahkan hingga melarikan diri
(Lestari, 2019). Berbagai problematika nasabah tersebut dapat menjadi ancaman bagi
BWM. Apabila masalah ini terus berlanjut dan tidak dapat diatasi, akan banyak dana
yang tidak dapat dikembalikan ke BWM. Macetnya dana ini dapat membuat BWM
tidak dapat beroperasi dan tutup.

2.3 Strategi
Beberapa peneliti melaporkan bahwa salah satu strategi terbaik dalam pengembangan
BWM adalah stategi SO (Lestari, 2019; Mutmainnah & Afif, 2020; Pramono &
Wahyuni, 2021). Strategi SO adalah strategi yang mengoptimalkan kekuatan untuk
meraih peluang-peluang yang ada. Hal ini menjukkan bahwa kelemahan dan ancaman
yang dihadapi BWM, meski tidak dapat dipandang sebelah mata, tidak lebih penting
dari pada kekuatan dan peluang yang ada. Bentuk-bentuk strategi yang diusulkan antara
lain dengan optimalisasi Halmi Akbar dan website BWM (Mutmainnah & Afif, 2020),
istiqamah/konsisten dalam menjaga amanah yang diberikan oleh pemerintah dan tokoh-
tokoh masyarakat/pesantren (Lestari, 2019), serta edukasi terkait BWM kepada
masyarakat, memperkuat peran pegawai BWM dalam program-program BWM itu
sendiri (Hasiba et al., 2020).

2.4 Keberlanjutan
Keberlanjutan secara teori merupakan konsep yang menggabungkan peluang dan
tantangan dan melihat bagaimana memperluas jangkauan organisasi dan berusaha untuk
mencapai tujuan sosial (Doshi, 2010). Keberlanjutan mengacu pada program jangka
panjang dan berkelanjutan dari lembaga keuangan mikro yang terus menghasilkan
pendapatan bagi klien mereka dan tampil dalam tiga bidang kinerja manajerial, kinerja

9
sosial dan kinerja keuangan (Bouljelbene & Fersi, 2016). Menurut Ascarya (2014),
keberlanjutan LKM syariah diukur berdasarkan beberapa aspek finansial dan sosial,
antara lain Kemandirian Bantuan (Kinerja LKM); Cakupan (Penjangkauan); Program
Tabungan (Program Bina Sosial); Profitabilitas (Kinerja LKM); Mitigasi Risiko
(Program Pembiayaan); Pelayanan Sosial (Program Pengembangan Sosial); Layanan
Penjemputan (Program Pembiayaan); dan Rata-Rata Pembiayaan (Outreach).
Berdasarkan penelitian Sari et al (2019) menemukan bahwa variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap keberlanjutan LKM syariah adalah pertumbuhan
pembiayaan dan sumber daya manusia. Kemudian, penelitian Rusyidiana & Nugroho
(2019) terkait lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) syariah mengemukakan bahwa
aspek kebutuhan yang menjadi kunci utama dalam strategi pengembangan LPDB
syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM adalah perlu adanya dukungan yang
kuat agar kondisi internal mampu berjalan secara efektif. Selanjutnya, aspek perubahan
yang dimungkinkan dalam strategi pengembangan LPDB syariah di Indonesia untuk
meningkatkan UMKM adalah identifikasi masalah di lapangan dalam mencari solusi
terhadap mitra dan proses seleksi terhadap calon mitra yang lebih baik.
Secara pengalaman empiris dari bisnis model BWM, bahwa pada prinsip pelaksanaan
program yang tercantum pada pada Panduan Program Pemberdayaan Masyarakat
sekitar Pesantren dan/atau Lembaga Sejenis melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah
- Bank Wakaf Mikro (LKMS-BWM) version 5.0 (November, 2020) bahwa
keberlanjutan merupakan salah satu prinsip yang harus dilaksanakan oleh seluruh pihak
terkait, baik itu owner program, Pengurus dan Pengelola BWM, ataupun pihak
Pesantren sebagai pengawas program di lapangan. Keberlanjutan sendiri didefinisikan
secara program bahwa keberadaan BWM harus dimanfaatkan oleh pesantren dan/atau
lembaga sejenis, serta masyarakat secara terus menerus secara luas. Oleh karenanya,
dalam panduan program LKMS - BWM juga diatur terkait bentuk pengendalian
program, mulai dari pelaporan, supervisi, pengawasan, evaluasi, monitoring dan
pendampingan. Selain itu, tercantum juga aturan terkait sanksi program dan evaluasi,
yang dinilai atas aspek program dan operasional BWM yang menjelaskan bagaimana
keberlanjutan BWM sampai saat ini.

10
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka Analisis Kajian Model Bisnis dan Keberlanjutan Bank Wakaf Mikro (BWM)
terdiri atas:
1. Identifikasi faktor – faktor yang memengaruhi keberlanjutan Bank Wakaf Mikro.
Keberlanjutan Bank Wakaf Mikro dapat dicapai dengan memperhatikan faktor -
faktor yang mempengaruhi pengembangan Bank Wakaf Mikro yang meliputi:
Sumber Daya Insani (SDI), infrastruktur, manajemen, pasar, dan kebijakan.
2. Merumuskan strategi pengembangan model bisnis BWM yang mendukung
keberlanjutan program. Penelitian pengembangan Model Bisnis Bank Wakaf Mikro
ini dimulai dengan identifikasi permasalahan dan tantangan serta potensi
pengembangan Bank Wakaf Mikro, analisis tingkat kecukupan permodalan, mitigasi
risiko, faktor faktor yang mempengaruhi keberlanjutan program BWM, dan yang
terakhir adalah strategi pengembangan model bisnis BWM dengan menggunakan
ANP (Analytic Network Process) yang mendasarkan pada Business Model Canvas
(BMC) Bank Wakaf Mikro yang baru.
Tabel 1 Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis

Tujuan Penelitian Metode Pengumpulan data


1. Mengetahui faktor – faktor yang Data sekunder, FGD, in-depth
memengaruhi keberlanjutan Bank interview, survei
Wakaf Mikro dengan pendekatan
tipologi BWM dan Indeks
Pengembangan BWM
2. Merekomendasi strategi dan alternatif desk study, in-depth interview, FGD
pengembangan model bisnis BWM
yang mendukung keberlanjutan
program.

3.2. Lokasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data


Analisis Kajian Model Bisnis dan Keberlanjutan BWM akan dilakukan pada Bank
Wakaf Mikro (BWM) terpilih di seluruh Indonesia dengan metode Purposive Sampling
Method. Metode pengambilan data pada penelitian ini meliputi metode in-depth
interview yang akan dilakukan dengan akademisi, satuan tugas keuangan syariah dan
UMKM, direktorat lembaga keuangan mikro, pengawas di kantor regional/kantor OJK,
pengurus/pengelola BWM, PINBUK, praktisi LKMS, dan LAZNAS BSMU.

3.3. Metode Analisis


Penelitian/kajian ini menggunakan dua model analisis yaitu analisis kualitatif dan
kuantitatif. Adapun metode analisis yang digunakan adalah:
1) Faktor- faktor yang Memengaruhi Keberlanjutan Bank Wakaf Mikro dengan
Pendekatan Tipologi BWM dan Indeks Pengembangan BWM

11
Analisis faktor- faktor yang memengaruhi keberlanjutan Bank Wakaf Mikro dengan
pendekatan tipologi BWM dan Indeks Pengembangan BWM akan menggunakan
metode Principal Component Analysis (PCA). Metode Principal Component Analysis
(PCA) ditemukan oleh Karl Pearson pada tahun 1901 yang digunakan pada bidang
biologi. Pada tahun 1947 teori ini ditemukan kembali oleh Karhunen, dan kemudian
dikembangkan oleh Loeve pada tahun l963, sehingga teori ini juga dinamakan
Karhunen-Loeve transform pada bidang ilmu telekomunikasi. Principal component
analysis (PCA) merupakan suatu teknik statistik untuk mengubah dari sebagian besar
variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi
satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas. Jadi principal component
analysis (PCA) berguna untuk mereduksi data, sehingga lebih mudah untuk
menginterpretasikan data-data tersebut.
Analisis Komponen Utama biasanya digunakan untuk:
1. Identifikasi variabel baru yang mendasari data variabel ganda.
2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel yang biasanya terdiriatas
variabel yang banyak dan saling berkolerasi dengan mempertahankan sebanyak
mungkin keragaman dalam himpunan data tersebut.
3. Menghilangkan variabel-variabel asal yang mempunyai sumbangan informasi yang
relatif kecil variabel baru yang dimaksud di atas disebut komponen utama yang
mempunyai ciri yaitu :
a. Merupakan kombinasi linier variabel-variabel asal.
b. Jumlah kuadrat koefisien dalam kombinasi linier tersebut berrnilai satu.
c. Tidak berkorelasi, dan mempunyai ragam berurut dari yang terbesar ke yang
terkecil.
Analisis komponen utama digunakan untuk menjelaskan struktur matriks varians-
kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut.
Secara umum komponen utama dapat digunakan untuk mereduksi dan menginterpretasi
variabel-variabel. Misalkan saja terdapat 𝑝 buah variabel yang terdiri atas 𝑛 buah objek.
Misalkan pula bahwa dari 𝑝 buah variabel tersebut dibuat sebanyak 𝑘 buah komponen
utama (dengan 𝑘 ≤ 𝑝) yang merupakan kombinasi linier atas 𝑝 buah variabel tersebut. 𝐾
komponen utama tersebut, dapat menggantikan 𝑝 buah variabel yang membentuknya
tanpa kehilangan banyak informasi mengenai keseluruhan variabel. Umumnya analisis
komponen utama merupakan (analisis intermediate/analisis antara) yang berarti hasil
komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Sebelum melakukan Proses analisis komponen utama didasarkan pada sebuah matriks
korelasi. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis komponen utama adalah
pembentukan matriks korelasi. Matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai
kedekatan hubungan antar variabel penelitian. Nilai kedekatan ini dapat digunakan
untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi
yang diperoleh dari analisis komponen utama.
2) Strategi Pengembangan Model Bisnis Bank Wakaf Mikro
Perumusan strategi pengembangan model bisnis Bank Wakaf Mikro dilakukan dengan
menggunakan analisis Analytic Network Process (ANP). ANP merupakan teori
matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk
menyelesaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian
dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis

12
disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga
mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta feedback secara sistematik.
Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan
validasi atas pengalaman empiris (Saaty 2005).
Metode ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty
2006):
1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai
pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang
menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen
B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari
B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
2. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur
kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat
menyebabkan lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen
pendukung yang mempengaruhi keputusan.
3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1]
dan sebagai ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam
komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.
Tabel 2 Perbandingan Skala Verbal dan Skala Numerik
Skala Verbal Skala Numerik
Amat sangat lebih besar pengaruhnya 9
8
Sangat lebih besar pengaruhnya 7
6
Lebih besar pengaruhnya 5
4
Sedikit lebih besar pengaruhnya 3
2
Sama besar pengaruhnya 1
Sumber: Ascarya (2005)
Tahapan Strategi Pembangunan Model Bisnis Bank Wakaf Mikro dengan Analytic
Network Process (ANP) adalah sebagai berikut:
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun
empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi wakaf uang serta
melalui indepth interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk
memperoleh permasalahan yang sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa
pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk
mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan)
dan seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian

13
kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software Super decision untuk diproses
sehingga menghasilkan output berbentuk prioritas dan supermatriks. Hasil dari
setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri (Ascarya 2011).
3. Sintesis dan Analisis
a. Geometric Mean
Untuk mengetahui hasil penilaian individu dari para responden dan menentukan
hasil pendapat pada satu kelompok dilakukan penilaian dengan menghitung
geometric mean (Saaty, 2006). Pertanyaan berupa perbandingan (Pairwise
comparison) dari responden akan dikombinasikan sehingga membentuk suatu
konsensus. Geometric mean merupakan jenis penghitungan rata-rata yang
menunjukan tendensi atau nilai tertentu dimana memiliki formula sebagai berikut
(Ascarya 2011) :

b. Rater Agreement
Rater agreement adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian (persetujuan)
para responden (R1-Rn) terhadap suatu masalah dalam satu cluster. Adapun alat
yang digunakan untuk mengukur rater agreement adalah Kendall’s Coefficient of
Concordance (W;0 < W≤ 1). W=1 menunjukan kesesuaian yang sempurna
(Ascarya, 2010). Untuk menghitung Kendall’s (W), yang pertama adalah dengan
memberikan ranking pada setiap jawaban kemudian menjumlahkannya.

Nilai rata-rata dari total ranking adalah:

Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:

Sehingga diperoleh Kendall’s W, yaitu:

Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan bahwa penilaian atau
pendapat dari para responden memiliki kesepakatan yang sempurna sedangkan ketika
nilai W sebesar 0 atau semakin mendekati 0, maka menunjukkan adanya
ketidaksespakatan antar jawaban responden atau jawaban bervariatif (Ascarya 2011).

14
Gambar 2 Strategi Pembangunan Model Bisnis Bank Wakaf Mikro dengan Analytic
Network Process (ANP)
Sumber: (Ascarya 2010)

3.4 Jadwal Kajian


Pelaksanaan kegiatan kajian diharapkan selesai dalam jangka waktu 1,5 (satu setengah)
bulan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3 Rincian Jadwal Kajian
Oktober November
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 In-depth interview (Kuesioner ANP)
1) Akademisi
2) Satuan Tugas Keuangan Syariah dan UMKM
3) Direktorat Lembaga Keuangan Mikro
4) Pengawas di Kantor Regional/Kantor OJK
5) Pengurus/pengelola BWM
6) Pengurus/pengelola BWM
7) PINBUK
8) Praktisi LKMS
9) LAZNAS BSMU
2 Pengolahan Data Kuesioner ANP (In Depth Interview)
Presentasi Hasil Pengolahan FGD dan Penyusunan
3
Laporan Awal Kajian
4 Penulisan Artikel Populer Topik 1
In-depth interview Tambahan (tujuan strategi
5
pengembangan ke depan)
6 Penyusunan Laporan Akhir
Presentasi Hasil Pengolahan Kuesioner ANP dan
7
Penyusunan Laporan Akhir Kajian Tahap 2
8 Penyampaian Laporan Akhir
9 Penulisan Artikel Populer Topik 2

15
RENCANA ANGGARAN BIAYA
Judul Riset : Analisis Kajian Model Bisnis dan Keberlanjutan Bank Wakaf
Mikro (BWM)
Skenario : Semua kegiatan dilakukan secara online
Waktu Riset : 45 Hari
Harga
Satu
No Komponen Biaya Volume Satuan Jumlah
an
(Rp)
A. BIAYA LANGSUNG PERSONIL
Gaji/Upah/Honorarium
1 Khalifah Muhamad Ali, MSi 1 Org 1,5 Bln 43 Jam 130.000 OBJ 8.385.000
(KetuaTim/AhliEkonomi Syariah/Ahli
KeuanganSosialIslam)
2 Dr. Feryanto, WK., SP., M.Si. 1 Org 1,5 Bln 38 Jam 140.000 OBJ 7.980.000
(Ahli Keuangan Mikro)
3 Dr. Anisa Dwi Utami 1 Org 1,5 Bln 38 Jam 140.000 OBJ 7.980.000
(Ahli Ekonometrika)
4 Ach Firman Wahyudi, SE., MSi 1 Org 1,5 Bln 43 Jam 130.000 OBJ 8.385.000
(Ahli Manajemen Strategis)
Sub Total A 32.730.000
B. BIAYA LANGSUNG NON PERSONIL
Analisis Data
1 Seminar
Honor Pemateri 3 Org 1 Jam 1 Kali 2.000.000 OJK 6.000.000
Moderator 1 Org 1 pkt 1 Kali 1.250.000 OPK 1.250.000
Notulen 1 Org 1 pkt 1 Kali 500.000 OPK 500.000
Konsumsi & Akomodasi Online
Sub Total B.1 7.750.000
2 Indepth Interview (Pengurus BWM, Owner Program, Regulator, Praktisi, Akademisi, Lembaga Keuangan Islam)
Honor Narasumber Akademisi 2 Org 1 Jam 1 Kali 750.000 OJK 1.500.000
Honor Narasumber 4 Org 1 Jam 1 Kali 550.000 OJK 2.200.000
Honor Narasumber 3 Org 1 Jam 1 Kali - OJK -
Honor pewawancara Tim Peneliti -
Tranport pewawancara Online -
Sub Total B.2 3.700.000
3 Lain - Lain (Biaya Pembuatan Laporan dan Konsumsi Rapat)
Biaya ATK dan Materai 1 Pkt 1 Bln 350.000 PB 350.000
Fotokopi & Jilid 350.000
Konsumsi Rapat 4 Org 2 Kali 55.000 OJK 440.000
Sub Total B.3 790.000
Sub Total B 12.240.000
PPN 4.497.000
TOTAL BIAYA 49.467.000

16
17

Anda mungkin juga menyukai