A. Latar Belakang
B. Tujuan
Untuk mengetahui Anti-HIV pada darah Seseorang
C. Prinsip
Suatu campuran HIV-antigen menggabungkan enzim horsaedish
peroxidase (HRP) yang bertindak sebagai pengubung antara
tetrabenzidin metal (TMB) dengan peroxidase sebagai sitrat. Setelah
penyelesaian Assay, perubahan warna yang menandai adanya
antibody HIV-1, HIV-2, HIV-1 grup O. Jika kelak ada perubahan
warna yang terjadi berarti tidak ada antibody HIV-1, HIV-2, HIV-1
grup O. sumur sumur ELISA yang di tempeli dengan campuran HIV
antigen antara lain HIV-1 p24, HIV-1 gp 160, HIV-1 p27 70 peptida
dan HIV-2 260 peptida) asam amino 592-603.
D. Manfaat
Manfaat dari laporan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menambah referensi tentang pentingnya pengetauan mengenai
HIV/AIDS dalam pembentukan sikap mereka terhadap pengidap
HIV/AIDS.
2. Menjadi dasar utnuk menentukan penanganan yang tepat dalam
menciptakan lingkungan konsdusif bagi ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) termasuk sikap masyarakat terhadap mereka.
BAB II
A.PENGERTIAN
C. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut lymphadenophaty associated
virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang
juga disebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus). LAV
ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di Prancis,
sedangkan HTLV-111 ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada
tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak ditemukan di
Afrika Tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika, 70%
dalam darahnya mengandung virus tersebut tanpa menimbulkan
penyakit. Nama lain virus tersebut adalah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri
atas dua untaian RNA dalam inti protein yang
dilindungi envelope lipid asal sel hospes. Virus AIDS bersifat
limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel
darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit
pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan
jumlah limfosit T-helper secara progresif dan menimbulkan
imunodefisiensi, yang selanjutnya terjadi infeksi sekuder atau
oportunistik oleh kuman, jamur,
D. Pathogenesis
Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekuk permukaan CD4. Limfodit
CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang
penting. Hiangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons
imun yang PROGRESIF
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut
Simian Immunodeficiency Virus (STV). STV dapat menginfeksi
limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa oleh
antigen – presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada
model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah kuning maka dalam 5
hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening
berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang
menekspresikan virus dijaringan limfoid kemudian menurun secara
cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons imun
spesifik. Koinsiden dengan menghilangkan viremia adakah
peningkatan sel limfosit CD8+ menyebabkan control optimal terhadap
replikasi HTV. Replikasi HIV berapa pada keadaan “ready-
state” beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relative
stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi.
Factor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan
demikian juga pejalanan kekebalan tubuh pejamu adalah
heterogenitas kapasitas repika virus dan heterogenitas intrinsic
pejamu.
Antibody muncul di sirkulas dalam beberapa minggu setelah
infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama setelah replikasi
virus telah menurun sampai ke level “steady state”. Walaupun
antibody ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat infeksi
virus, namun ternyata dapat mematikan virus. Virus dapat
menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan melakukan adaptasi
pada amplopnya, termasuk kemampuannya mengubah situs
glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah sehingga
netralisasi yang diperantai antibody tidak dapat terjadi.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit
CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi imunlogis yang
penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons
imun yang progresif.
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi
akut Simian Immunodeficiency Virus (STV). STV dapat menginfeksi
limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa olrh
antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada
model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening maka dalam 5
hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening
berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang
menekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara
cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons imun
spesifik. Konsoiden dengan menghilangnya viremia adalah
peningkatan sel limfosit CD8+ menyebabkan control optimal terhadap
replikasi HTV. Replikasi HIV berada pada keadaaan “steady-
state” beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relative
stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi.
Factor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan
demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu adalah
heterogenitas kapasitas replikatif virus dan heterogenitas intrinsic
pejamu.
Antibody muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah
infeksi namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah
replikasi virus telah menurun sampai ke level “steady-state”.
Walaupun antibodu ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang
kuat melawan infeksi virus, namun tenyata tidak dapat mematikan
virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan
melakukan adaptasi pada amplopnya, termasuk kemampuannya
mengubah situs glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensi
berubaj sehingga netralisasi yang diperantarai antibody tidak dapat
terjadi.
Setelah infeksi, terdapat periode waktu yang disebut fase eklips
(7-10 hari), selama waktu itu komplemen virus tidak mudah dideteksi.
Studi telah menunjukkan bahwa sebuah virus dapat memulai infeksi
da bahwa infeksi yang telah terjadi dapat muncul dari sebuah focus
pada sel T CD4+ mukosa yang terinfeksi. Setelah fase eklips, sel yang
terinfeksi virus berseta virus bebas sampai di kelenjar getah bening.
Pada kelenjar getah bening, terjadi interaksi sel sel imun, sel T
CD4+ yang telah terinfeksi virus atau dengan sel penyaji antigen
seperti sel dendritik, yang telah mengambil dan menginternalisasi
virus. Sel B juga dapat berpartisipasi dalam interaksi interaksi ini.
Setelah masuk ke dalam system limfoid, virus dengan cepat dapat
menyebar keseluruh tubuh melalui jaringan limfoid.
Tingkat infeksi sel T CD4+ bergantung pada jumlah sel sel ini
didalam suaru area limfoid: misalnya, pada jaringan limfoid terkait
usus, yang kaya sel-sel CD4+, 80% sel sel ini dapat dihabisi dalam 20
hari pertama infeksi HIV. Dan meskipun pada tingkat viremia
tertinggi, jumlah sel T CD4+ rendah, jumlahnya kemudian kembali ke
tingkat normal. Sayangnya, virus yang meloloskan diri dari system
imun menciptakan wadah seluler virus di banyak sel berbeda, tidak
hanya pada sel T CD4+, melainkan juga pada monosit makrofag, sel
dendritikm dan sel otak mikrogliam yang juga merupakan CD4+.
Virus dapat tetap dorman di wadah ini dalam periode waktu yang
lama, seingga lolos dari deteksi imun. Hal ini pada akhirnya akan
menciptakan situasi ketika virus dapat menyebabkan infeksi persisten
yang pada akhirnya mendeplesi sel sel yang terindeksi virus.
Penyebab deplesi tersebut beragam; sel sel yang terinfeksi dieleminasi
oleh sel T sitotoksik yang dirancang untuk mengelminasi setiap sel
yang terinfeksi oleh virus. Proses penonjolan virus juga dapat
menghancurkan sebuah sel, dan apoptosis yang diinduksi oleh virus
turut menyebabkan deplesi selm sehingga ketika deplesi meluas, sel
yang terdeplesi tidak dapat digantikan dengan cukup cepat.
Meskipun beragam sel CD4+ terkena oleh onfeksi, sel yang paing
banyak terkena adalah limfosit T helper; deplesi sel T helper pada
akhirnya menciptakan defisiensi imun berat yang khas yang terkait
dengan infeksi HIV. Peran sel T helper dalam respons imun, baik
humoral maupun yang di perantarai oleh sel, sangat penting, dan
deplesi populasi sel ini mempengaruhi kedua cabang system imun.
Produlsi antibody terhadap banyak antigen menjadi terganggu karena
tidak adanya bantuan sel T dalam mengirimkan sinyal ke sel B;
imunitas yang diperantarai oleh sel juga terganggu oleh kurangnya sel
T helper dan sitokin yang di sekresikannya dalam mengarahkan
respons imun. Deplesi sel T helper menciptakan tentara imun yang
kekurangan semua petugas yang memerintah dan yang
berpengalaman, membuat tentara imun beberapa dalam kekacauan.
E. Patofisiologi
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel
pasien sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup dia
akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hamper semua orang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan
kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan
gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan system
kekebalan tubuh yang juga bertahap.
nfeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala
tertentu. Sebagian memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-
6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik
(tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-
10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan
penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula
yang perjalanannya lambat (non progressor)
G. Tipe HIV
Ada dua tipe HIV yang menyebabkan AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat. Berbagai
macam subtype dari HIV-1 telah ditemukan dalam daerah geografis
yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat
terinfeksi oleh subtype yang berbeda. Berikut adalah subtype HIV-1
dan distribusi geografisnya:
1. Subtype A : Afrika Tengah
2. Subtype B : Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Thailand
3. Subtype C : Brazil, India, Afrika Selatan
4. Subtype D : Afrika Tengah
5. Subtype E : Thailand, Afrika Tengah
6. Subtype F : Brazil, Rumania, Zaire
7. Subtype G : Zaire, Gabon, Thailand
8. Subtype H : Zaire, Gabon
9. Subtype O : Kamerun, Gabon.
Subtype C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dar seua infeksi
HIV baru di seluruh dunia.
J. Komplikasi
1. Lesi Oral
Lesi oral terjadi karena kandidia, herpes simpleks, sarcoma Kaposi,
HPV oral, gingivitis, heridonitis human immunodeficiency
virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan, keletihan, dan cacat.
2. Neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung human
immunodeficiency virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Ensefalopati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis.
Dengan efek sakit kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskular, hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi,
obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik, demam atritis.
c. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal gatal serta diare.
4. Repirasi
Infeksi karena pneumokistik Carinii, sitomegalovirus, virus influenza,
pneumokokus, dan strongiloides dengan efek napas pendek, batuk,
nyeri, hipoksia, keletihan dan gagal nafas.
5. Dermatologic
Lesi kulit stafilokokus, virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan
efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder, dan sepsis.
6. Sensorik
Pada penglihatan, sarcoma Kaposi pada kongjugativa berefek
kebutaan. Pada pendengaran, terjadi otitis eksternal akut dan otitis
media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Konfirmsi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadapa
antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang
terjadi
2. Untuk penularan vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi
(antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus
diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3. Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung
DC4 diperiksa secara teratur (setiap 8-12 minggu). Pemeriksaan VL
sebelum pengobatan menentikan kecepatan penurunan CD4, dan
pemeriksaan pasca pengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 cd4=""
dan="" kemungkinan="" komplikasi="" kopi="" menentukan=""
menghitung="" ml="">200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang
terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang diindkasikan
oleh sebagai berikut.
Semua pasien CD4 <200 mm="" sel=""
sup="">3
Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks
Antibody ini HBV+ RNA HCV
Antibodi HCV Antigen kriptokokus
Antibody IgG HAV OCP tinja
Antibody toksoplasma
Antibody IgG sitomegalovirus CD4 <100 mm="" sel=""
sup="">3
Serologi treponema PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks Funduskopi dilatasi
Skrining GUM EKG
Sitologi serviks (wanita) kultur darah mikrobakterium
Keterangan: HAV, hepatitis A; HBV, hepatitis B; HCV, hepatitis C;
*Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV jika positif; *Antibodi
permukaan HBV jika negative dan riwayat imuniasi.
Jika terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat
suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4. ELISA (encyme-linked immunosorbent assay) adalah metode ang
digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitifitasnya tinggi,
yaitu sebesar 98,1 -100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif
2-3 bulan setelah infeksi.
5. Western blot adalah metode yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi, yaitu sebesar 99,6-
100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam.
6. PCR (polumerase chain reaction) digunakan untuk:
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang
menderita HIV akan membentuk zat ekebalan untuk melawan
penyakit tersebut. Zat kekebalan itu lah yang diturunkan kepada bayi
melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah
olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (Catatan: HIV seing
merupakan deteksi dari zat anti HIV bukan HIVnya sendiri).
b. Menetapkn status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok berisiko tinggi
c. Tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitifitas
rendah untuk HIV-2
7. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok
beresiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8. Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai
makalah ini adalah:
1. HIV (Human ImmunoDevesiensi) adalah virus yang hanya hidup
dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh
manusia. AIDS (Acguired ImmunoDeviensi Syndromer) adalah
kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap
serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV
pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala
yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6
minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.