Anda di halaman 1dari 70

ht

tp
s://
w
w
w
.b
ps
.g
o.id
INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN
TAHUN 2008

.id
go.
ps
.b
w
w
w
://
s
tp
ht
INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN
TAHUN 2008
(Perbaikan dari laporan tahun 2009 yang disebarkan secara terbatas)

No. Publikasi : 04320.0904


Katalog BPS : 3305002

Ukuran Buku : 16 cm X 24 cm
Jumlah Halaman : 53 + xv halaman

Editor : 1. Wynandin Imawan


2. Uzair Suhaimi, MA

.id
3. Ano Herwana

go
Tim Penyusun : Zuraini
Tri Haryanto
.
ps
Penyiapan Data : Tri Haryanto
.b
w

Naskah :
w

Sub Direktorat Statistik Lingkungan Hidup


w
://

Gambar Kulit:
s
tp

Sub Direktorat Statistik Lingkungan Hidup


ht

Diterbitkan oleh:
Badan Pusat Statistik Indonesia

Dicetak Oleh:
CV. ETAMA MAJU
KATA PENGANTAR

Laju pembangunan dan pergeseran lapangan usaha dari pertanian ke non pertanian
pada umumnya memiliki dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Tantangan
bagi para pengambil kebijakan adalah bagaimana melanjutkan pembangunan dengan laju
pertumbuhan yang memadai tetapi dengan tetap menjaga kualitas lingkungan hidup
sehingga konsisten dengan model pembangunan berkelanjutan. Tantangan ini hanya dapat
dijawab jika tersedia ukuran kuantitatif dari kualitas lingkungan hidup, ukuran yang dapat
memotret status kualitas lingkungan hidup suatu wilayah pada suatu saat dan
kecenderungannya antar waktu. Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) pada prinsipnya
dimaksudkan untuk melakukan potret semacam itu.

Publikasi IKL 2008 ini diharapkan dapat menyajikan gambaran mengenai status
lingkungan hidup di 31 ibukota provinsi di Indonesia pada tahun 2008 sebagai basis
obyektif untuk evaluasi dan rencana kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan.

.id
Dibandingkan dengan publikasi serupa sebelumnya, IKL 2008 sedikit berbeda dalam hal

go
metodologi dan komponen pembentuknya. Perbedaan dalam metodologi antara lain
terletak pada sumber data. Pada IKL 2007 data untuk kualitas udara berasal dari
.
ps
Pusarpedal KLH, sedangkan pada IKL 2008, digunakan data Susenas Modul Konsumsi
2008 sebagai dasar penghitungan pencemaran udara akibat konsumsi bahan bakar. Dalam
.b

hal komponen yang dicakup, kepadatan penduduk dimasukkan sebagai salah satu matra
w

lingkungan.
w
w

IKL 2008 berhasil disusun berkat kontribusi dari banyak pihak baik lembaga
maupun perorangan. Kepada mereka yang telah memberikan kontribusi dalam bentuk
://

apapun diucapkan banyak terimakasih, khususnya kepada tim kecil yang telah berupaya
s

keras mewujudkan IKL 2008 ini antara lain: Sdr. Ano Herwana dan Sdri. Zuraini.
tp

Penghargaan juga kami sampaikan kepada Sdr. Tri Haryanto yang telah membantu dalam
ht

pengolahan data. Akhirnya, kepada mereka yang menaruh perhatian terhadap masalah
lingkungan, khususnya terkait dengan masalah metodologi, kami mengundang untuk tidak
segan-segan memberikan saran konstruktif demi perbaikan publikasi serupa di masa
mendatang.

Jakarta, Desember 2010


Direktur Statistik Ketahanan Sosial

Uzair Suhaimi

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 iii


.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

iv Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


RINGKASAN EKSEKUTIF

Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) merupakan ukuran umum kualitas lingkungan hidup
suatu wilayah berdasarkan kondisi beberapa matra lingkungan hidup termasuk udara, air
dan tanah. Secara teknis IKL merupakan indeks komposit dari beberapa indeks matra
lingkungan hidup tertentu yang disusun menurut cara tertentu. Apa yang disajikan dalam
publikasi ini adalah IKL 2008 yang mengukur kualitas lingkungan hidup secara umum di
31 ibukota provinsi sesuai dengan ketersediaan data.

IKL 2008 disusun berdasarkan kombinasi indeks kualitas udara, air, tanah pemukiman dan
kepadatan penduduk dengan mengikuti sistem pembobotan Virginia Environtmental
Quality Index (VEQI). Indeks masing-masing matra terletak antara 0 untuk
menggambarkan kondisi lingkungan terburuk dan 100 untuk terbaik atau ideal. Nilai suatu
indeks matra suatu lingkungan hidup suatu wilayah dihitung sebagai selisih antara 100
dengan tingkat pencemaran diwilayah itu. Dengan perkataan lain, tingkat pencemaran

.id
suatu matra lingkungan hidup dapat dilihat sebagai komplemen dari indeksnya.

go
Hasil penghitungan antara lain menunjukan Kota Ternate, Kota Gorontalo, Kota Ambon,
.
ps
Kota Pangkal Pinang, dan Kota Kendari sebagai lima ibukota provinsi dengan kondisi
lingkungan hidup terbaik. Dari sisi ekstrim lain, hasil penghitungan menempatkan semua
.b

ibukota di pulau jawa sebagai wilayah dengan kualitas lingkungan hidup yang sangat
w

rendah.
w
w
s ://
tp
ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 v


.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

vi Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................. iii


Ringkasan Eksekutif ..................................................................................... v
Daftar Isi ....................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................. xi
Daftar Gambar ............................................................................................. xiii
Daftar Singkatan .......................................................................................... xvii

I. Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 2
1.2 Tujuan .................................................................................... 2

.id
1.3 Ruang Lingkup ....................................................................... 2

II.
go
Metodologi .....................................................................................
. 3
ps
2.1 Kerangka Analisis ................................................................... 3
.b

2.2 Variabel dan Sumber Data …………………………………... 3


w

2.3 Metode Penghitungan IKL….................................................. 4


w

2.3.1 Metode Penghitungan Indeks Kualitas Udara........... 5


w
://

2.3.2 Metode Penghitungan Indeks Kualitas Air ............... 9


s

2.3.3 Metode Penghitungan Indeks Kualitas Tanah


tp

Pemukiman ............................................................... 12
ht

2.3.4 Metode Penghitungan Indeks Kepadatan Penduduk. 15

III. Hasil dan Pembahasan .................................................................... 17


3.1 Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) 2008................................. 17
3.2 Kualitas Udara ........................................................................ 19
3.3 Kualitas Air ……………......................................................... 23
3.4 Kualitas Tanah Pemukiman..................................................... 34
3.5 Kualitas Kepadata Populasi …………………….................... 38
3.6 Perbandingan IKU, IKA dan IKTp ………………………… 39
3.7 Perbandingan IKL 2007 dan IKL 2008 …………………….. 42

IV. Kesimpulan ..................................................................................... 45

Daftar Pustaka .............................................................................................. 47

Lampiran ...................................................................................................... 49

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 vii


.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

viii Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Variabel yang Digunakan dalam Penyusunan Indeks Kualitas


Lingkungan Ibukota Provinsi ……...…………………………... 4

2.2 Kategori kelas stabilitas Pasquill-Gifford ……………………... 7

2.3 Penghitungan nilai y dan z berdasarkan stabilitas atmosfer


dan nilai konstanta a, c, d, f ……………………………………. 8

2.4 Klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk CO ................................. 8

.id
2.5 Klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk NOx ............................... 9

go
3.1 Indeks Kualitas Lingkungan dari 31 Kota Tahun 2008 ............ 18
.
ps
3.2 Indeks Kualitas Udara 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 …...…. 20
.b
w

3.3 Indeks Kualitas Air 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 ............... 23


w
w

3.4 Indeks Kualitas Tanah Pemukiman di 31 Ibukota Provinsi


35
://

Tahun 2008 .................................................................................


s

3.5 38
tp

Indeks Kepadatan Populasi di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008


ht

3.6 Indeks Kualitas Lingkungan Tahun 2007 dan 2008 ................... 43

3.7 Peringkat Indeks Kualitas Lingkungan Tahun 2007 dan 2008 ... 44

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 ix


.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

x Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Faktor yang berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup...… 4

3.1 Konsentrasi CO (g/m3) di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 21

3.2 Konsentrasi NOx (g/m3) di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 21

3.3 Nilai Sub Indeks CO di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 ....... 22

3.4 22

.id
Nilai Sub Indeks NOx di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008......

go
3.5 Nilai Maksimum BOD (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota
Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 24
.
ps
3.6 Nilai Maksimum COD (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota
.b

Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 24


w
w

3.7 Nilai Minimum DO (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


w

Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 25


://

3.8 Nilai Maksimum NO3 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


s

25
tp

Provinsi Tahun 2008 ................................................................


ht

3.9 Nilai Maksimum NH3 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 25

3.10 Nilai Minimum pH pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 26

3.11 Nilai Maksimum TDS (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 26

3.12 Nilai Maksimum TSS (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 26

3.13 Nilai Maksimum SO4 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota


Provinsi Tahun 2008 ................................................................ 27

3.14 Indeks Pencemar dari Parameter BOD di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 27

3.15 Indeks Pencemar dari Parameter COD di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 28

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 xi


3.16 Indeks Pencemar dari Parameter DO di 31 Ibukota Provinsi
Tahun 2008 .............................................................................. 28

3.17 Indeks Pencemar dari Parameter NO3 di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 28

3.18 Indeks Pencemar dari Parameter NH3 di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 29

3.19 Indeks Pencemar dari Parameter pH di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 29

3.20 Indeks Pencemar dari Parameter TDS di 31 Ibukota Provinsi


Tahun 2008 .............................................................................. 29

3.21 Indeks Pencemar dari Parameter TSS di 31 Ibukota Provinsi

.id
Tahun 2008 .............................................................................. 30

go
3.22 Indeks Pencemar dari Parameter SO4 di 31 Ibukota Provinsi
.
ps
Tahun 2008 .............................................................................. 30
.b

3.23 Sub Indeks Parameter BOD di 31 Ibukota Provinsi Tahun


w

2008 ......................................................................................... 31
w
w

3.24 Sub Indeks Parameter COD di 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008 ......................................................................................... 31
s ://

3.25 Sub Indeks Parameter DO di 31 Ibukota Provinsi Tahun


tp

2008 ………………………………………………………… 31
ht

3.26 Sub Indeks Parameter NO3 di 31 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008 ......................................................................................... 32

3.27 Sub Indeks Parameter NH3 di 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008 ......................................................................................... 32

3.28 Sub Indeks Parameter pH di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 32

3.29 Sub Indeks Parameter TDS di 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008 ......................................................................................... 33

3.30 Sub Indeks Parameter TSS di 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008.......................................................................................... 33

3.31 Sub Indeks Parameter SO4 di 31 Ibukota Provinsi Tahun


2008 ......................................................................................... 33

3.32 Volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2
di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008 …………………………. 36

xii Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


3.33 Nilai Sub indeks Variabel Sampah di 31 Ibukota Provinsi
Tahun 2008 ………………………………………………….. 36

3.34 Persentase Rumah Tangga Dengan Penampungan Akhir


Tinja Berupa Tangki/SPAL di 31 Ibukota Provinsi Tahun
2008 …………………………………………………………. 37

3.35 Diagram Pencar IKU dan IKA ……………………………… 39

3.36 Diagram Pencar IKU dan IKTp ……………………………... 40

3.37 Diagram Pencar IKA dan IKTp ……………………………... 41

.id
go.
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 xiii


.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

xiv Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


DAFTAR SINGKATAN

IKLH : Indeks Kualitas Lingkungan Hidup


PDB : Produk Domestik Bruto
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
MFO : Marine Fuel Oil
CO : Carbon Monoksida
NOx : Nitrogen Oksida
NO : Nitrogen Monoksida
NO2 : Nitrogen Dioksida

.id
BOD : Biochemical Oxygen Demand

go
COD : Chemical Oxygen Demand
DO : Dissolved Oxygen .
ps
NO3 : Nitrogen trioksida (Nitrat)
.b

NH3 : Amoniak
w
w

pH : power of Hidrogen (Derajat Keasaman)


w

TDS : Total Disolved Solid


://

TSS : Total Suspensed Solid


s
tp

SO4 : Sulfat
ht

SPAL : Saluran Pembuangan Akhir Limbah


ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
VEQI : Virginia Environmental Quality Index
IP : Indeks Pencemar
IKA : Indeks Kualitas Air
IKU : Indeks Kualitas Udara
IKTp : Indeks Kualitas Tanah Pemukiman
IKP : Indeks Kepadatan Penduduk
WHO : World HealthOrganization

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 xv


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wilayah Indonesia memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam. Pada
keanekaragaman sumber daya alam yang ada terkandung potensi yang luar biasa bagi
kehidupan manusia. Namun pembangunan atau aktivitas manusia dalam memanfaatkan
potensi sumber daya alam yang ada, sering tidak ramah lingkungan. Seperti yang kita
ketahui, bahwa pembangunan di bidang ekonomi dengan target pertumbuhan setiap tahun
telah menstimulasi semua sektor ekonomi untuk tumbuh pesat. Seiring pesatnya
pertumbuhan setiap sektor, terjadi pergeseran arah pembangunan dari sektor pertanian ke
sektor industri. Pergeseran ini ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jika pada era sebelum 1990-an kontribusi sektor
pertanian selalu mendominasi PDB dibanding sektor lainnya, maka selepas era tersebut

.id
kontribusi sektor pertanian digeser oleh sektor industri manufaktur dan sektor
perdagangan.

go
Pesatnya laju pembangunan dan pergeseran arah pembangunan dari sektor pertanian
.
ke sektor industri tanpa diikuti dengan konservasi sumber daya alam yang ada, telah
ps
membawa konsekuensi terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Berbagai laporan
.b

penelitian, berita dan tayangan media cetak dan elektronik banyak menyajikan informasi
mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai daerah. Bentuk kerusakan
w

lingkungan tersebut antara lain adalah pencemaran air karena kurang tepatnya penanganan
w

limbah industri dan limbah rumah tangga, pencemaran udara di kota-kota besar sebagai
w

akibat pencemaran dari sektor transportasi dan industri, limbah domestik dan sampah,
://

kontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3), kerusakan ekosistem hutan, kerusakan
s

daerah aliran sungai akibat maraknya penebangan ilegal dan konversi lahan.
tp

Masalah lainnya adalah kerusakan ekosistem danau, kerusakan lingkungan akibat


ht

pertambangan, pemanasan bumi, penipisan lapisan ozon, bencana banjir dan longsor,
kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan serta rusaknya ekosistem pesisir dan laut. Baru-
baru ini kita kembali menyaksikan terjadinya tumpahan minyak di Pelabuhan Tanjung
Emas, Semarang. Sebanyak 500 kiloliter MFO (marine fuel oil) tumpah dari kapal tanker
MT Kharisma Selatan yang mencemari ekosistem laut (Indonesia Maritime Club: 5
Januari 2008). Dapat dikatakan bahwa dimana ada pembangunan, maka di tempat itu
terdapat potensi kerusakan lingkungan. Dengan demikian, bila suatu daerah atau wilayah
melakukan pembangunan dengan pesat, maka daerah tersebut berpotensi mengalami
kerusakan lingkungan yang tinggi pula.
Di Indonesia, pusat pertumbuhan ekonomi masih berpusat di kota besar, demikain
pula pusat pertumbuhan di provinsi mengambil tempat pada ibukota provinsi. Hal ini
membawa konsekuensi pada besarnya potensi pencemaran pada kota-kota tersebut, karena
tingginya kegiatan sosial-ekonomi serta mobilitas penduduk yang tinggi. Akibat yang
langsung dapat dirasakan adalah tekanan pada daya dukung lingkungan, baik lingkungan
lahan/tanah, air, maupun udara. Indikasi tekanan terhadap lingkungan tersebut terlihat
dengan menurunnya kualitas media lingkungan, seperti tingginya kandungan bakteri
coliform pada air tanah, naiknya kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan
Chemical Oxygen Demand (COD) pada air permukaan (sungai, danau), serta tingginya
zat-zat polutan di udara kota dan sebagainya.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 1


Menurunnya kualitas lingkungan tersebut pada akhirnya berakibat pada rentannya
derajat kesehatan masyarakat perkotaan terutama yang dipicu oleh penyakit akibat
lingkungan (kesehatan lingkungan) yang buruk seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), diare, penyakit kulit/gatal-gatal dan lain-lain. Indonesia menempati urutan kedua
setelah Tiongkok, sebagai negara dengan angka kematian diare terbanyak di Asia. Hal ini
akibat masih kurangnya perhatian pada masalah sanitasi. Asian Development Bank
menyebutkan, pencemaran air di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian Rp. 45
triliun per tahun atau 2,2 persen terhadap PDB (Suara Pembaharuan: 22 Januari 2008).
Untuk mengetahui sejauh mana kualitas lingkungan hidup di ibukota provinsi di
Indonesia, BPS melakukan studi dan pengembangan dalam mengukur kualitas lingkungan
hidup yang dihitung dalam Indeks Kualitas Lingkungan (IKL). Dengan IKL diharapkan
dapat menggambarkan kualitas lingkungan hidup dan perbandingannya antara ibukota
provinsi. Laporan ini menyajikan konsep dan metodologi penghitungan yang digunakan
dalam penyusunan IKL.

.id
1.2. Tujuan
Dengan melihat perkembangan kemajuan pembangunan dan dampaknya terhadap

go
lingkungan hidup sebagaimana dikemukakan di atas, maka Badan Pusat Statistik (BPS)
.
mencoba menyusun publikasi Indeks Kualitas Lingkungan (IKL). Publikasi ini diharapkan
ps
dapat menjadi acuan bagi pemerintah pada ibukota provinsi mengenai kualitas lingkungan
.b

hidup di daerahnya bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Secara


khusus, penyusunan publikasi IKL bertujuan:
w
w

1) Mengetahui beberapa aspek atau faktor yang berpengaruh terhadap kualitas


w

lingkungan hidup,
://

2) Bila pengukuran dilakukan secara periodik, maka IKL dapat digunakan untuk
s

mengetahui perubahan kualitas lingkungan suatu daerah.


tp

3) Memberikan informasi pada publik perihal kondisi kualitas lingkungan wilayahnya.


ht

4) Menyederhanakan berbagai data mengenai kondisi lingkungan hidup menjadi satu


data (indikator komposit) sehingga mudah dipahami. Selanjutnya indikator komposit
pada setiap ibukota provinsi disusun berdasarkan peringkat dari terbaik hingga
terburuk.

1.3. Ruang Lingkup


Penyusunan IKL ini hanya dilakukan pada 31 ibukota provinsi, dengan DKI Jakarta
yang terdiri dari lima kota dan satu kabupaten dianggap sebagai satu wilayah ibukota
provinsi. Dua ibukota provinsi yang belum tersedia variabel yang akan diteliti adalah
Kabupaten Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat) dan Kabupaten Manokwari (Provinsi Papua
Barat). Alasan penyusunan IKL hanya pada ibukota provinsi adalah, seperti disebutkan
sebelumnya, sebagai daerah yang paling pesat pembangunannya ibukota provinsi juga
berpotensi paling besar mengalami kerusakan lingkungan. Disamping itu, ketersediaan
data terkait penyusunan IKL baru dapat dipenuhi pada tingkat ibukota provinsi.

2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


BAB II
METODOLOGI

2.1. Kerangka Analisis


Lingkungan hidup adalah wadah di mana makhluk hidup berinteraksi dalam suatu
sistem yang selalu terjaga keseimbangannya agar memberikan daya dukung yang
dibutuhkan bagi keberlangsungan kehidupan tersebut. Mekanisme dalam membentuk
keseimbangan ini disebut sebagai ekosistem di mana akan selalu terjadi keseimbangan
baru manakala salah satu komponen dalam sistem berubah karena sesuatu hal. Tiga matra/
komponen utama lingkungan hidup di bumi meliputi, matra udara, matra air, matra tanah,
di mana ketiganya memberikan daya dukung bagi kehidupan yang sehat.
Dari sisi output, kualitas lingkungan hidup yang diukur sebenarnya adalah besaran
daya dukung dari tiga matra tersebut bagi keberlangsungan hidup yang sehat dan nyaman
bagi manusia. Individu merupakan pelaku aktif dalam kehidupan sehar-hari yang besar

.id
pengaruhnya dalam menciptakan perubahan melalui kegiatan ekonomi dan sosial baik
yang dapat diadaptasi alam ataupun tidak. Kegiatan ekonomi khususnya yang tidak dapat

go
diadaptasi alam cenderung akan merusak lingkungan, sehingga semakin banyak penduduk
.
cenderung memberikan pengaruh langsung dalam merusak lingkungan. Sisi penduduk,
ps
oleh karenanya harus diperhitungkan dalam menciptakan terjadinya pencemaran maupun
.b

kerusakan lingkungan, karena populasi merupakan unsur penekan kualitas lingkungan


hidup. Populasi yang semakin padat menyebabkan tekanan terhadap lingkungan semakin
w

kuat.
w

Dengan mengikuti pola pikir tersebut maka kualitas lingkungan hidup ditentukan
w

oleh empat faktor: kualitas udara, kualitas air, kualitas tanah pemukiman, dan populasi.
://

Secara diagram pembentukan kualitas lingkungan hidup disajikan pada Gambar 2.1.
s
tp
ht

Kualitas Udara

Kualitas
Kualitas Tanah Lingkungan Hidup Kualitas Air

Populasi

Gambar 2.1. :
Faktor yang berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup

2.2. Variabel dan Sumber Data


Berdasarkan data yang tersedia dari sumber data yang ada, beberapa variabel yang
menjadi komponen dalam penyusunan IKL adalah

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 3


Tabel 2.1
Variabel yang Digunakan dalam Penyusunan
Indeks Kualitas Lingkungan Ibukota Provinsi

FAKTOR VARIABEL KETERANGAN


(1) (2) (3)
1. Konsentrasi NOx pada udara ambien Sumber data: BPS: Susenas
Modul Konsumsi, BMKG. Diolah
berdasarkan tata cara prediksi
KUALITAS
polusi udara skala mikro akibat
UDARA 2. Konsentrasi CO pada udara ambien lalu lintas dengan penyesuaian
pada penghitungan kekuatan
emisi
1. Nilai maksimum kandungan BOD pada Sumber data: KLH
air sungai Diolah berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan

.id
2. Nilai maksimum kandungan COD pada
air sungai Hidup No. 115 Tahun 2003
tentang Indeks Pencemar

go
3. Nilai maksimum kandungan DO pada
air sungai
.
ps
4. Nilai maksimum kandungan NO3
(Nitrat) pada air sungai
.b

KUALITAS AIR 5. Nilai maksimum kandungan NH3


w

(Amoniak) pada air sungai


w

6. Nilai maksimum pH pada air sungai


w

7. Nilai maksimum kandungan TDS (Total


://

Dissolved Solid) pada air sungai


s

8. Nilai maksimum kandungan TSS (Total


tp

Suspensed Solid) pada air sungai


ht

9. Nilai maksimum kandungan SO4


(Sulfat) pada air sungai
1. Proporsi volume sampah per hari (m3) Sumber data: Dinas Kebersihan
yang tidak terangkut per km2 . Kota, BPS
KUALITAS
TANAH 2. Persentase rumah tangga dengan BPS, Susenas-Kor
PEMUKIMAN tempat pembuangan akhir tinja berupa
tangki/Saluran Pembuangan Akhir
Limbah (SPAL)
POPULASI 1. Kepadatan penduduk per Ha BPS, Susenas-Kor

2.3. Metoda Penghitungan IKL


IKL mengukur pencapaian kualitas lingkungan setiap ibukota provinsi dari empat
matra lingkungan yaitu udara, air, tanah dan populasi. Nilai IKL berkisar antara 0 sampai
dengan 100. Nilai ideal adalah 100, yang menggambarkan kualitas terbaik. Sementara
nilai 0 menggambarkan kualitas terburuk. Jarak nilai IKL suatu kota terhadap nilai ideal
(100), mencerminkan kekurangan kualitas lingkungan kota tersebut, dan perbandingan

4 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


nilai IKL selama beberapa waktu akan memperlihatkan perbaikan atau kemunduran
kualitas lingkungan suatu kota. Bila suatu kota pada tahun ini memperoleh nilai IKL 70
misalnya, dan pada tahun depan nilainya menjadi 65, maka dapat dikatakan kota tersebut
mengalami kemunduran dalam pencapaian kualitas lingkungan (jarak terhadap 100
menjadi bertambah dari 30 menjadi 35). Sebaliknya, bila kota tersebut mencapai nilai IKL
75 di tahun berikutnya, dikatakan kota tersebut mengalami perbaikan kualitas lingkungan.
IKL mencakup empat matra yaitu udara, air, tanah, dan populasi dengan bobot pada
keempat matra tersebut mengikuti pemberian bobot pada Virginia Environmental Quality
Index (VEQI), yaitu:
a. Indeks Kualitas Udara (IKU) diberi bobot 18, sesuai dengan bobot udara pada VEQI.
Sementara IKU sendiri dihitung dari parameter CO dan NOX yang bobotnya menurut
VEQI masing-masing adalah 11 dan 16.
b. Indeks Kualitas Air (IKA) diberi bobot 13, angka ini sama dengan bobot air permukaan
pada VEQI. IKA sendiri dihitung dari 9 parameter (BOD, COD, DO, NO3, NH3, pH,
TDS, TSS dan SO4). Bobot untuk kesembilan parameter ini tidak tersedia pada VEQI,

.id
sehingga dalam penghitungan IKA ini, dianggap semua parameter mempunyai bobot

go
yang sama, masing-masing 1/9.
c. Indeks Kualitas Tanah Pemukiman (IKTp) diberi bobot 10. Variabel pada IKTp adalah
.
volume sampah yang tidak terangkut per hari (m3) per km2, dan persentase rumah
ps
tangga dengan tempat pembuangan akhir tinja berupa tangki/SPAL). Karena kedua
.b

variabel tersebut berkaitan erat dengan aktivitas penduduk, maka bobot untuk IKTp
w

sama dengan bobot populasi yaitu 10. Sementara untuk penghitungan IKTp sendiri,
w

kedua variabel penyusun diberi bobot yang sama, masing-masing ½.


w

d. Populasi, sesuai dengan bobot pada VEQI yaitu sama dengan 10. Populasi diwakili
://

satu variabel yaitu kepadatan penduduk per hektar dan dihitung indeksnya.
s

Total bobot untuk IKL adalah 51. Dengan demikian rumus untuk IKL adalah sebagai
tp

berikut:
ht

18IKU  13IKA  10 IKTp  10 IKP


IKL 
51
Keterangan:
IKU : Indeks Kualitas Udara
IKA : Indeks Kualitas Air
IKTp : Indeks Kualitas Tanah Pemukiman
IKP : Indeks Kepadatan Penduduk

2.3.1 Metoda Penghitungan Indeks Kualitas Udara (IKU)


Udara adalah kumpulan atau campuran gas. Yang dimaksud dengan kualitas udara
adalah mutu atau tingkat kebaikan udara menurut sifat-sifat unsur pembentuknya.
Komposisi udara bersih sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain di seluruh
dunia. Rata-rata persentase gas dalam udara bersih dan kering adalah sebagai berikut:
Nitrogen 78 persen, Oksigen 20,8 persen, Argon 0,9 persen, Karbon dioksida 0,03 persen,
dan Gas lain 0,27 persen. Gas lain meliputi helium, neon, krypton, xenon, hidrogen, dan
methan. Udara juga mengandung uap air.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 5


Udara disebut berkualitas buruk bila sifat unsur-unsurnya membahayakan atau
merusak. Udara yang kotor dapat berdampak pada kesehatan, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Penyakit yang ditimbulkan dari polusi udara di antaranya adalah gangguan
sistem pernapasan, TBC dan penyakit lainnya. Penurunan kualitas udara ambien terutama
di kota-kota besar telah menjadi masalah serius dimana terjadi karena emisi yang masuk
ke udara ambien melebihi daya dukung lingkungan. Sementara lingkungan tidak mampu
menetralisir pencemaran yang terjadi (SLHI 2006, KLH).
Terdapat sejumlah parameter kualitas udara ambien antara lain debu, sulfur oksida
(SOx), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), dan hidro karbon (HC). Masing-
masing parameter memiliki baku mutu. Baku mutu udara ambien secara nasional yang
mencakup 13 parameter tertuang dalam Lampiran PP no. 41 tahun 1999. Ketigabelas
parameter tersebut adalah SO2, CO, NO2, O3, HC, PM10, PM2,5, TSP, Pb, dustfall, Total
Fluorides, Flour Indeks, Khlorine dan Khlorine Dioksida, serta Sulphat.
Pada penghitungan IKLH 2007, kedua parameter yang menjadi komponen IKU adalah
nilai rata-rata konsentrasi SO2 dan NO2 di setiap kota yang merupakan hasil pengukuran

.id
dari KLH dengan metoda passive sampler. Hasil pengukuran kedua parameter tersebut
ternyata belum dapat membedakan kualitas udara antar ibukota provinsi. Hasil tersebut

go
menunjukkan bahwa 30 ibukota provinsi, secara keseluruhan memiliki konsentrasi SO2
.
dan NO2 di bawah baku mutu. Dengan kata lain kualitas udaranya baik, padahal beberapa
ps
kota besar udaranya sudah tercemar.
.b

Untuk menangkap adanya perbedaan kualitas udara antar ibukota provinsi, IKU 2008
w

disusun dengan memperhitungkan besarnya emisi dari kendaraan bermotor di setiap ibu
w

kota provinsi. Walaupun pada penyusunan IKU ini yang dihitung hanya emisi kendaraan
w

bermotor, jadi tidak mencakup emisi dari industri, rumah tangga, dan lain-lain, namun
perlu diingat bahwa angka ini cukup menggambarkan kondisi kualitas udara kota karena
://

70 persen pencemaran udara berasal dari emisi kendaraan bermotor. Dua polutan pada
s

udara ambien yang dihitung emisinya yaitu karbon monoksida (CO) dan nitrogen oksida
tp

(NOx). Kedua jenis polutan ini dijadikan sebagai komponen IKU karena pengaruh
ht

keduanya yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia.


Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu
udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. CO merupakan polutan udara yang
tersebar luas dan paling lazim dijumpai. CO mempunyai potensi bersifat racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin. CO merupakan hasil dari pembakaran tidak sempurna yang jika terisap akan
lebih reaktif diikat oleh hemoglobin sehingga seseorang kekurangan oksigen. Sumber
utama gas CO adalah emisi kendaraan bermotor
Nitrogen oksida (NOx) terdiri dari gas nitrogen monoksida (NO) dan gas nitrogen
dioksida (NO2). Kedua gas tersebut mempunyai sifat yang berbeda dan keduanya sangat
berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati
karena gas tersebut tidak berwarna dan tidak berbau. Sedangkan gas NO2 bila mencemari
udara mudah diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan.
Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya,
kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pada system saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Bila
keracunan ini terus berlanjut akan dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi
lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh oksigen sehinggga menjadi gas NO2.
Sumber utama NOx pada atmosfer adalah dari emisi kendaraan bermotor.

6 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Berikut diuraikan tahapan penghitungan IKU:
1. Menghitung kekuatan emisi dengan rumus:
Q  K  FE
Q = Kekuatan Emisi
K = Konsumsi Bahan Bakar
FE = Faktor Emisi (kompilasi dari IPCC)

Data konsumsi bahan bakar diperoleh dari Susenas Modul Konsumsi tahun 2008. Pada
Susenas ini, kepada setiap rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor, ditanyakan
jumlah konsumsi bahan bakar selama sebulan untuk kendaraan bermotor baik yang
menggunakan bensin maupun solar. Data ini diolah hingga menghasilkan konsumsi bahan
bakar setiap detik. Selanjutnya, untuk memperoleh kekuatan emisi, konsumsi bensin dan
solar dikalikan faktor emisi masing-masing.

2. Setelah nilai Q diperoleh, selanjutnya dihitung konsentrasi polutan dengan rumus:

.id
Q  1  H 2 
C( x , y , z )  exp    

go
 .. y . z  2   z  
.
ps
C = Konsentrasi polutan (gr/m3)
Q = Kekuatan emisi (gr/detik)
.b

H = Ketinggian sumber Emisi (m)


w

(x, y, z) = Koordinat reseptor (m); x = 0,1 km, z = 1,5 meter ; y = 0


 = Standar deviasi
w

U = Kecepatan angin rata-rata (m/detik),


w
://

Ketinggian sumber emisi (H), yang merupakan ketinggian dari knalpot kendaraan
s

bermotor, diperkirakan tingginya adalah 0,3 meter. Sedangkan data kecepatan angin rata-
tp

rata dalam meter per detik diperoleh dari hasil pengukuran BMKG di setiap ibu kota
ht

provinsi. Jarak jalan ke reseptor ditentukan 0,1 km,dan stabilitas atmosfer dipilih kelas
stabilitas siang hari dengan kategori sedang.

Tabel 2.2
Kategori kelas stabilitas Pasquill – Gifford

Kecepatan angin Kelas stabilitas (siang hari) dengan


rata-rata U (m/det) insolasi
pada tinggi 10 m Kuat Sedang Ringan
U<2 A A-B B
2≤U<3 A-B B C
3≤U<5 B B–C C
5≤U<6 C C–D D
U≥6 C D D

Langkah berikutnya, setelah data kecepatan angin dan kelas stabilitas diperoleh, kita
hitung nilai y dan z melalui rumus y = ax0,948 dan z = cxd + f, dengan nilai konstanta a,
c, d, f yang ditentukan berdasarkan Tabel 2.3 (dikutip dari D.O.Martin dalam Dept. PU,
1999)

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 7


Tabel 2.3
Penghitungan nilai y dan z berdasarkan stabilitas atmosfer
dan nilai konstanta a, c, d, f

Stabilitas Konstanta penentu nilai standar deviasi


y z
atmosfer a c d f
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
A 213 440,8 1,94 9,27 24,01 14,32
B 156 106,6 1,15 3,3 17,58 10,86
C 104 61 0,91 0,0 11,72 7,49
D 68 33,2 0,73 -1,7 7,66 4,55

3a. Setelah diperoleh nilai C untuk CO, sub IKU untuk CO dihitung dengan rumus:
3
IKU CO  100   a i  x i
i 1
(ai =0,0003; 0,0006; 0,0009; 0,0012)

.id
ai = Bobot untuk kelas ke-i
xi = Rentang C di kelas ke-i

go
i = Klasifikasi C
.
ps
Dengan memperhitungkan baku mutu CO sebesar 30.000 g/m3 pada waktu pengukuran 1
jam, berikut disajikan klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk CO:
.b
w

Tabel 2.4
w

Klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk CO


w

Nilai
://

Konsentrasi CO
Klasifikasi ai xi sub IKU
( Nilai C untuk CO)
s

untuk CO
tp

1 0 ≤ C ≤ 30000 0,000333 x1 = C-0 100 - 90


2 30000 < C ≤ 60000 0,000667 x1 = 30.000, x2 = C-30.000 89,99 - 70
ht

x1 = 30.000, x2 =30.000,
3 60000 < C ≤ 90000 0,0010 69,99 - 40
x3 = C-60.000
x1 = 30000, x2 =30000,
4 C > 90000 0,001333 < 40
x3= 30000, x4 = C-90000
Bila konsentrasi CO mencapai sekitar 120.000 g/m3 maka sub indeks CO sama dengan
0. Bila hasil penghitungan ini menghasilkan angka negatif, nilai sub indeks = 0.

3b. Setelah diperoleh nilai C untuk NOx, sub IKU untuk NOx dihitung dengan rumus:
3
IKU NOx  100   ai  xi
i 1

(ai =0,025; 0,05; 0,075; 0,01)

ai = Bobot untuk kelas ke-i


xi = Rentang C di kelas ke-i
i = Klasifikasi C
Dengan memperhitungkan baku mutu NO2 sebesar 400 g/m3 pada waktu pengukuran 1
jam, berikut disajikan klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk NOx:

8 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Tabel 2.5
Klasifikasi C dan nilai sub IKU untuk NOx

Konsentrasi NOx Nilai


Klasifikasi ( Nilai C untuk ai xi sub IKU
NOx) untuk NOx
1 0 ≤ C ≤ 400 0,025 x1 = C-0 100 - 90
2 400 < C ≤ 800 0,05 x1 = 400, x2 = C-400 89,99 - 70
x1 = 400, x2 = 400,
3 800 < C ≤ 1200 0,075 69,99 - 40
x3 = C-800
x1 = 400, x2 = 400,
4 C > 1200 0,01 < 40
x3= 400, x4 = C-1.200

Bila konsentrasi NOx mencapai sekitar 1.600 g/m3 maka sub indeks NOx sama dengan
0. Bila hasil penghitungan ini menghasilkan angka negatif, nilai indeks = 0.

.id
Selanjutnya IKU dihitung dengan rumus sebagai berikut:

go
11 IKU CO  16 IKU NOx
IKU 
27 .
ps
Contoh hasil penghitungan IKU 2008 untuk Banda Aceh:
.b

Parameter CO NOx
w

Kekuatan emisi (Q) gr/detik 22,53 0,73


w

Konsentrasi polutan (C) g/m3 34.026,41 1.100,14


w

Sub IKU 88,58 47,49


://

IKU 64,23
s
tp
ht

2.3.2 Metoda Penghitungan Indeks Kualitas Air (IKA)


Kualitas air berhubungan dengan kelayakan pemanfaatannya untuk berbagai
kebutuhan. Dalam Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas yaitu:
1. Kelas I, air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum, dan atau peruntukan
lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas II, air yang dapat digunakan untuk prasarana atau sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air
tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji
kenampakan menyangkut bau dan warna air.
Untuk keperluan penyusunan IKA pada ibukota provinsi, terdapat sembilan parameter
yaitu BOD, COD, DO, NO3, NH3, pH, TDS, TSS, SO4. Sembilan paramater tersebut

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 9


datanya lengkap untuk 31 ibukota provinsi, walaupun untuk beberapa ibukota provinsi
data hanya tersedia untuk tahun 2007. Konsentrasi BOD, COD, DO, NO3, NH3, pH, TDS,
TSS, dan SO4 yang digunakan untuk menghitun nilai Indeks Pencemar (IP) yang
digunakan sebagai dasar penghitungan IKA adalah nilai terburuk dari hasil pengukuran di
beberapa titik sampling pada sungai yang melewati ibukota provinsi. Diambilnya kondisi
terburuk juga dengan pertimbangan bahwa kondisi terburuk harus lebih diperhatikan
karena menyangkut kemaslahatan manusia. Selain itu IKA 2008 telah menggunakan 9
parameter sedangkan IKA 2007 menggunakan 3 parameter (BOD, COD dan DO).
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri,
sedangkan COD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan dalam reaksi kimia oleh
bakteri. Konsentrasi BOD dan COD yang tinggi di perairan sungai mengindikasikan
tingginya pencemaran dari bahan organik di sungai tersebut.
DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, yang berasal dari udara dan
hasil proses fotosintesis tumbuhan dalam air. Konsentrasi DO yang tinggi menunjukkan
derajat pencemaran yang rendah.

.id
NO3 (Nitrat) adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,

go
seperti dalam tanaman dan air. Sementara, NH3 (Amoniak) merupakan suatu senyawa
yang dapat menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan
.
ps
mata yang terjadi pada kandungan 400-700 ppm. Sedangkan pada kandungan 5000 ppm
dapat menimbulkan kematian, iritasi hingga kebutaan total jika terjadi kontak dengan mata
.b

serta dapat menyebabkan luka bakar (frostbite) apabila terjadi kontak dengan kulit.
w

pH adalah kandungan ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH
w

rendah dinamakan ”asam” sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Oleh
w

sebab itu larutan yang baik harus memiliki nilai pH yang berada antara enam sampai
://

dengan sembilan.
s

TDS (Total Dissolved Solid) adalah zat terlarut yang terdapat dalam air,baik itu zat
tp

organik maupun anorganik (misal : zat besi,dll). TSS (Total Suspensed Solid) adalah
ht

materi padat seperti pasir, lumpur, tanah maupun logam berat yang tersuspensi di daerah
perairan.
SO4 (Sulfat) adalah senyawa dalam air yang dapat mempengaruhi rasa. Kandungan
sulfat dalam air dapat menyebabkan korosi pada alat-alat yang terbuat dari logam.
Berbagai industri banyak menggunakan garam-garam sulfat maupun asam sulfat. Seperti
halnya BOD dan COD, konsentrasi NO3, NH3, TDS, TSS dan SO4 yang tinggi di perairan
sungai mengindikasikan tingginya pencemaran di sungai tersebut.
Penghitungan IKA pada IKL 2007 berbeda dengan IKA pada IKL 2008. Sama seperti
IKU, penghitungan sub indeks dari IKA pada tahun 2007 (parameter BOD, COD dan DO)
dilakukan dengan cara membandingkan nilai dari masing- masing parameternya terhadap
baku mutunya. Baku mutu yang digunakan adalah mutu air kelas I (baku mutu BOD = 2
mg/L, COD = 10 mg/L dan DO = 6 mg/L). Bila nilai parameter BOD dan COD nilainya
dibawah atau sama dengan baku mutu maka indeksnya = 100, bila nilainya melewati nilai
baku mutu maka indeks dihitung berdasarkan nilai ideal (100) dikurangi persentase selisih
nilai parameter tersebut terhadap baku mutu. Bila nilai parameter DO nilainya diatas atau
sama dengan baku mutu maka indeksnya = 100, bila nilainya kurang dari nilai baku mutu
maka indeks dihitung berdasarkan nilai ideal (100) dikurangi persentase selisih nilai
parameter tersebut terhadap baku mutu Penghitungan indeks BOD, COD dan DO seperti
diatas memiliki kekurangan yaitu: tidak adanya perbedaan nilai antara indeks dari BOD,

10 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


COD dan DO yang nilai pengukuranya sama dengan baku mutu dengan indeks yang nilai
pengukuran lebih rendah dari baku mutu (BOD, COD) atau lebih tinggi dari baku mutu
(DO). Seharusnya hal tersebut perlu dibedakan.
IKA tahun 2008 dihitung berdasarkan nilai Indeks pencemar (IP). Cara penghitungan
IP dapat dilihat pada lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115
Tahun 2003. Evaluasi terhadap nilai IP menurut lampiran keputusan tersebut adalah :
1. 0 ≤ IP ≤ 1,0 = Kondisi baik (memenuhi baku mutu)
2. 1,0 < IP ≤5,0 = Cemar Ringan
3. 5,0 < IP ≤ 10 = Cemar sedang
4. IP > 10 = Cemar berat
Sama halnya seperti penghitungan IKU, semakin tinggi nilai IP menunjukan semakin
buruk kualitas air sungainya. Untuk itu diberikan bobot yang berbeda untuk masing-
masing nilai IP yang menggambarkan kategori kualitas air secara berjenjang. Pemberian
bobot yang berbeda secara berjenjang dimaksudkan agar kota yang memiliki nilai indeks

.id
pencemar yang menggambarkan kategori kualitas air sungai yang lebih buruk berusaha
untuk mencapai kategori kualitas air sungai yang setingkat lebih baik dan seterusnya. Dari

go
kategori nilai IP tersebut dengan menggunakan metode Atkinson yang disesuaikan
diperoleh rumus penghitungan Sub Indeks Kualitas Air untuk kesembilan parameter
.
ps
tersebut adalah sebagai berikut:
.b

Rumus Sub Indeks Kualitas Air


w

4
IKA  100   ai  xi (ai =10, 15, 20)
w

i 1
w

ai = Bobot untuk kelas ke-i


://

xi = Rentang IP di kelas ke-i


s

i = Klasifikasi IP
tp
ht

Klasifikasi IP dan Nilai IKA

Klasifikasi IP ai xi Nilai IKA


1 0 ≤ IP ≤ 1 10 x1 = IP-0 100 - 90
2 1 < IP ≤ 5 15 x1 = 1, x2 = IP-1 89,99 – 30
3 >5 20 x1 = 1, x2 = 4, x3 = IP-5 <30
Nilai IP = 6,5 ≈ Nilai IKA = 0.

Sama seperti penghitungan IKU, enam ketentuan yang digunakan dalam penghitungan
IKA 2008 adalah sebagai berikut :
i. Kandungan BOD, COD, NO3, NH3, TDS, TSS dan SO4 pada air sungai merupakan
pencemaran sedangkan kandungan DO dan pH dapat menggambarkan kualitas air
tersebut. Dengan acuan bahwa kondisi ideal adalah tidak ada pencemaran atau zero
emision atau IP = 0, maka kandungan BOD, COD, DO, NO3, NH3, pH, TDS, TSS dan
SO4 yang menghasilkan IP bernilai 0 adalah kondisi dengan kualitas terbaik, dengan
kata lain indeks = 100.
ii. Selanjutnya, nilai maksimum dari BOD, COD, NO3, NH3, TDS, TSS dan SO4, nilai
minimum DO dan nilai terburuk dari PH digunakan untuk menghitung nilai (IP).
iii. Nilai IP yang diperoleh digunakan sebagai dasar penghitungan IKA dengan rumus
seperti telah dijelaskan diatas.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 11


iv. Untuk nilai IP pada kategori baik (memenuhi baku mutu) atau klasifikasi pertama
dengan rentang nilai IP 0 - 1 diberi nilai IKA dari 90 sampai dengan 100. Karena nilai
IP = 1 menghasilkan nilai IKA = 90, maka diperoleh nilai untuk pembobotnya = 10.
v. Selanjutnya pembobot untuk kategori berikutnya adalah 10 ditambah kelipatan dari 5
yaitu 15 dan 20.
vi. Bila hasil penghitungan ini menghasilkan angka negatif, nilai indeks = 0.

Rumus Indeks Kualitas Air (IKA)


IKABOD  IKACOD  IKADO  IKANO3  IKANH 3  IKAp H  IKATDS  IKATSS  IKASulfat
IKA 
9
IKA = Indeks Kualitas Air

Contoh Perhitungan IKA 2008

.id
No. Parameter Nilai Sub Indeks Indeks
1. BOD 87,45 0

go
2. COD 126.67 0
3. DO 0,03 85,12
.
ps
4. NO3 2,31 97,69
5. NH3 97,53 0 IKA = 51,45
.b

6. pH 6,3-8,8 92,00
w

7. TDS 2380 61,76


w

8. TSS 200 44,85


9. SO4 517,02 81,64
w
s ://

2.3.3 Metoda Penghitungan Indeks Kualitas Tanah Pemukiman (IKTp)


tp

Selain udara dan air ada komponen lain yang penting dalam kehidupan manusia, salah
ht

satunya adalah tanah. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan mahluk hidup,
memelihara ekosistem, dan memelihara siklus air. Kasus pencemaran tanah terutama
disebabkan pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat, kebocoran limbah cair dari
industri, atau tumpahnya minyak, zat kimia, atau limbah dari kendaraan pengangkutnya ke
permukaan tanah.
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur
masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Timbal misalnya, sangat
berbahaya pada anak-anak karena dapat menyebabkan kerusakan otak. Sementara paparan
kronis terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan
terkena leukimia.
Pada matra tanah permukiman, pengukuran kualitas tanah permukiman didekati
dengan dua indikator sebagai pengurang kualitas yaitu volume sampah yang tidak
terangkut setiap harinya per kilometer persegi dan persentase rumah tangga dengan
penampungan akhir tinja bukan berupa tangki/saluran pembuangan akhir limbah (SPAL).
Pada indikator pertama, yaitu volume sampah yang tidak terangkut setiap harinya per
kilometer persegi, bila nilainya semakin besar maka semakin besar pula nilai pencemaran
yang ditimbulkan dan semakin kecil nilai sub indeksnya. Pada indikator kedua, karena
penghitungan nilai sub indeksnya adalah nilai 100 dikurangi persentase rumah tangga
dengan penampungan akhir tinja bukan berupa tangki/SPAL sama dengan persentase

12 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


rumah tangga dengan penampungan akhir tinja berupa tangki SPAL dapat langsung
digunakan sebagai sub indeks IKTp. Bila persentase rumah tangga dengan penampungan
akhir tinja berupa tangki/SPAL semakin besar, maka nilai pencemaran semakin kecil.
Untuk indikator volume sampah yang tidak terangkut per hari per satuan luas, variabel
ini seharusnya digunakan data volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2
dan tidak dilakukan pengolahan terhadap sampah tersebut. Tetapi karena data sampah
yang diolah sulit diperoleh maka hanya digunakan data volume sampah per hari (m3) yang
tidak terangkut per km2 tanpa melihat apakah sampah tersebut diolah maupun tidak.
Semakin besar volume sampah per hari per m3 yang tidak terangkut per km2 maka kualitas
tanah permukiman semakin tercemar. Sebaliknya, bila persentase rumah tangga dengan
penampungan akhir tinja berupa tangki/SPAL semakin besar, dianggap kualitas tanah
pemukiman di ibukota provinsi tersebut semakin baik.

Rumus Sub Indeks Kualitas Tanah Pemukiman


1. Rumus Sub Indeks Volume sampah yang tidak terangkut per hari per km2 (IKTSampah).

.id
Beberapa ketentuan yang digunakan dalam penghitungan IKTSampah adalah:
a. Dikarenakan tidak adanya pedoman atau baku mutu nilai volume sampah perhari

go
(m3) yang tidak terangkut per km2 (Y), maka digunakan klasifikasi sebagai
berikut : .
ps
0 ≤ Y ≤ 1 = Kondisi baik
.b

1 < Y ≤ 5 = Kondisi Sedang


>5 = Kondisi Buruk
w
w

b. Sama halnya dengan penghitungan IKU dan IKA pada IKTSampah klasifikasi
pertama nilai indeksnya antara 90 sampai dengan 100. Karena 1 m3 sampah per
w

hari yang tidak terangkut per km2 nilai indeksnya = 90, maka bobot untuk klas
://

pertama = 10.
s

c. Untuk masing-masing klasifikasi nilai volume sampah perhari (m3) yang tidak
tp

terangkut per km2 tersebut diatas, diberikan bobot yang berbeda secara
ht

berjenjang. Pemberian bobot yang berbeda secara berjenjang dimaksudkan agar


kota yang memiliki nilai volume sampah perhari (m3) yang tidak terangkut per
km2 yang menggambarkan kondisi kualitas tanah pemukiman yang lebih buruk
berusaha untuk mencapai kondisi kualitas tanah pemukiman yang setingkat lebih
baik dan seterusnya. Bobot yang digunakan adalah kelipatan 10 ditambah
kelipatan 5 yaitu : 10, 15 dan 20.
d. Selanjutnya, dengan menggunakan metode Atkinson yang disesuaikan dihitung
nilai indeksnya dengan rumus :
4
IKTSampah  100   ai  xi
i 1
(ai = 10, 15, 20)
ai = Bobot untuk kelas ke-i
Y = Volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2
xi = Rentang Y di kelas ke-i
i = Klasifikasi Y

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 13


Klasifikasi Y dan Nilai IKTSampah
Klasifikasi Y ai xi Nilai IKA
1 0≤Y≤1 10 x1 = Y-0 100 - 90
2 1<Y≤5 15 x1 = 1, x2 = Y-1 89,9 – 30
3 >5 20 x1 = 1, x2 = 4, x3 = Y-5 <30
Y = 6,5 ≈ Nilai IKTSampah = 0.
Bila hasil penghitungan ini menghasilkan angka negatif, nilai indeks = 0.

2. Sub Indeks Persentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja berupa
tangki/SPAL (IKTTangki).
Besar kecilnya persentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja berupa
tangki/SPAL lebih ditentukan oleh kesadaran rumah tangga itu sendiri. Oleh karena itu,
tidak perlu diberikan bobot berbeda untuk nilai persentase rumah tangga dengan
penampungan akhir tinja berupa tangki/SPAL. Nilai persentase rumah tangga dengan
penampungan akhir tinja berupa tangki/SPAL merupakan nilai indeksnya (IKTTangki).

.id
go
Rumus Indeks Kualitas Tanah Pemukiman (IKTp)
.
ps
IKTpSampah  IKTpTangki
IKTp 
.b

2
w

Nilai indeks 0 - 100


Kedua angka ini berkisar antara 0 sampai dengan 100 yang mencerminkan kondisi
w

terburuk hingga kondisi terbaik.


w

IKTp pada IKL 2008 berbeda dengan IKT pada IKL 2007. Perbedaannya pada
://

variabel yang digunakan dan cara penghitungannya. Pada 2007 digunakan variabel
s

proporsi sampah yang terangkut perhari tanpa melihat jumlah timbunan sampah per hari
tp

terhadap luas kota tersebut dan persentase rumah tangga yang menggunakan fasilitas
ht

tempat buang air besar tanpa melihat apakah fasilitas tersebut pembuangan akhir tinjanya
berupa tangki/SPAL. Kedua variabel tersebut dianggap kurang mencerminkan kondisi
tanah pemukiman. Untuk itu pada penghitungan IKTp tahun 2008 ini digunakan variabel
volume sampah perhari (m3) yang tidak terangkut per km2 dan persentase rumah tangga
dengan tempat pembuangan akhir tinja berupa tangki/SPAL .
Pada penghitungan IKT pada IKL 2007, nilai dari kedua variabel yang digunakan
merupakan nilai sub indeks masing-masing variabel. Sedangkan pada penghitungan IKTp
2008 nilai dari volume sampah perhari (m3) yang tidak terangkut per km2 digunakan
sebagai dasar penghitungan angka subindeks (IKTSampah) dengan Metode Atkinson yang
disesuaikan seperti dijelaskan diatas. Sedangkan nilai dari persentase rumah tangga
dengan penampungan akhir tinja berupa tangki/SPAL merupakan nilai subindeks dari
variabel tersebut (IKTTangki).

Contoh Perhitungan IKTp 2008


Nomor Variabel Nilai Indeks
3
Volume sampah perhari (m ) yang tidak terangkut
1. 2 2,66 65,15
per km
Persentase rumah tangga dengan penampungan akhir
2. 88,65 88,65
tinja berupa tangki/SPAL
I K Tp 76,90

14 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


2.3.4. Metode Penghitungan Indeks Kepadatan Penduduk
Tingginya aktivitas sosial-ekonomi penduduk ibukota provinsi akan menekan
lingkungan hidup, baik lingkungan lahan/tanah, air, maupun udara. Semakin padat
penduduk maka tekanan terhadap lingkungan akan semakin besar yang akan menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan. Berikut disajikan tahapan penghitungan indeks kepadatan
penduduk:
• Kepadatan penduduk kurang dari atau sama dengan 96 jiwa per hektar diberi nilai
indeks = 100. Acuan 96 jiwa dikutip dari WHO yang mensyaratkan suatu wilayah
dianggap mempunyai kepadatan ideal bila berpenduduk 96 jiwa per hektar.
• Kepadatan penduduk yang lebih besar dari 96 jiwa per hektar, dihitung selisisihnya
terhadap nilai 96. Selanjutnya, angka tersebut digunakan sebagai faktor pengurang
terhadap indeks.
Rumus indeks kepadatan penduduk (IKP):
IKP  100  ( K  96)
K = kepadatan penduduk yang lebih dari 96 jiwa per hektar.

.id
go
Nilai indeks berkisar dari 0 sampai 100. Nilai 100 menunjukkan bahwa kepadatan
penduduk di kota tersebut merupakan kepadatan yang ideal.
.
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 15


.id
go
.
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

16 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) 2008

Menarik untuk dicermati bahwa hasil penghitungan IKL menempatkan empat dari
enam ibukota provinsi di Ecoregion Jawa pada posisi terbawah. Keempat kota tersebut
adalah Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Sementara lima peringkat teratas
ditempati empat kota yang berasal dari Ecoregion Sumapapua (Sulawesi, Maluku, dan
Papua) serta satu kota dari Ecoregion Sumatera.Kota-kota pada dua Ecoregion lainnya
yaitu Ecoregion Kalimantan dan Balinusa, menempati posisi yang relatif menyebar mulai
dari posisi tengah hingga posisi bawah. Nilai IKL menurut peringkat selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 3.1.

.id
Posisi kota pada Ecoregion Jawa yang berada pada tempat terbawah tentunya tidak

go
terlepas dari banyaknya pencemaran yang terjadi di wilayah tersebut. Seperti disebutkan
pada bab sebelumnya, konsep penghitungan indeks kualitas merupakan suatu nilai ideal
.
ps
dikurangi besarnya pencemaran. Pencemaran udara, air, dan tanah sepertinya kerap terjadi
di Pulau Jawa. Banyaknya industri serta padatnya transportasi di Pulau Jawa adalah dua
.b

dari sekian banyak penyebab pencemaran tersebut. Ditambah lagi kepadatan penduduk di
w

Jawa yang memang lebih tinggi bila dibandingkan dengan luar Jawa.
w
w

Ecoregion adalah konsep baru yang diusung oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Dengan adanya Ecoregion yang konsepnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32
://

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penanganan isu
s

lingkungan hidup diharapkan lebih terintegrasi. Fungsi Ecoregion antara lain menetapkan
tp

kriteria-kriteria lingkungan hidup, mengembangkan sistem informasi, serta


ht

mengarusutamakan pembangunan dengan memperhitungkan aspek keberlanjutan


produktivitas dan aspek penyelamatan lingkungan.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 17


Tabel 3.1.
Indeks Kualitas Lingkungan 31 Kota Tahun 2008
Peringkat Nama Ibukota Provinsi IKU IKA IKTp IKP IKL
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Ternate 94,16 86,70 94,71 100,00 93,51
2 Gorontalo 96,10 90,59 80,63 100,00 92,43
3 Ambon 95,86 63,41 90,08 100,00 87,27
4 Pangkal Pinang 88,03 69,35 90,12 100,00 86,03
5 Kendari 86,30 72,84 86,30 100,00 85,56
6 Tanjung Pinang 86,70 72,88 81,18 100,00 84,70
7 Manado 77,32 78,60 84,75 100,00 83,55

.id
8 Palangkaraya 77,02 71,66 91,60 100,00 83,02
9 Banda Aceh 63,72 71,35 97,72 100,00

go
79,44
10 Kupang 74,33 76,30 69,38 100,00 78,89
.
ps
11 Palu 62,39 65,84 92,10 100,00 76,47
.b

12 Jayapura 79,92 42,52 90,38 100,00 76,38


w

13 Mataram 69,24 80,50 56,10 100,00 75,57


w

14 Bengkulu 75,25 56,73 74,50 100,00 75,24


w
://

15 Pontianak 28,87 81,86 93,63 100,00 69,02


s

16 Jambi 30,12 88,42 71,79 100,00 66,85


tp

17 Samarinda 22,51 82,82 87,91 100,00 65,90


ht

18 Padang 26,10 63,74 85,40 100,00 61,81


19 Bandar Lampung 20,13 59,75 91,14 100,00 59,81
20 Serang 27,09 75,65 54,58 99,22 59,00
21 Palembang 12,51 75,06 70,54 100,00 56,99
22 Denpasar 17,31 58,89 70,24 100,00 54,50
23 Banjarmasin 30,83 60,95 36,85 100,00 53,25
24 Makasar 11,96 52,57 75,10 100,00 51,96
25 Pekanbaru 0,00 60,36 79,46 100,00 50,57
26 Semarang 0,00 86,40 44,42 100,00 50,34
27 Yogyakarta 29,72 75,32 46,62 55,41 49,70
28 Medan 0,00 69,65 47,16 100,00 46,61
29 Surabaya 0,00 52,17 47,62 100,00 42,24
30 Jakarta 0,00 51,45 76,90 58,26 39,62
31 Bandung 0,00 40,66 19,31 52,52 24,45

18 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


3.2. Kualitas Udara

Hasil penghitungan memperlihatkan kualitas udara pada seluruh ibukota di provinsi


Jawa sangat rendah dengan kisaran indeks 0 hingga 29,72. Hal ini berarti udara pada kota-
kota di Ecoregion Jawa sudah sangat tercemar. Secara keseluruhan, enam kota dengan
nilai IKU terburuk atau sama dengan 0 adalah DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota
Bandung, Kota Medan, Kota Semarang, dan Kota Pekanbaru. Sementara kota dengan nilai
IKU terbaik adalah Kota Gorontalo (96,10), diikuti oleh Kota Ambon (95,86), Kota
Ternate (94,16), Kota Pangkal Pinang (88,03) dan Kota Tanjung Pinang (86,70). Nilai
IKU menurut peringkat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Hasil ini menunjukan bahwa kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi,
dengan segala aktivitas sosial ekonominya yang tinggi serta ruang terbuka hijaunya yang
semakin sempit karena tergerus oleh pembangunan pemukiman, sarana dan prasarana
wilayah, gedung-gedung kantor dan kawasan industri memiliki kualitas udara yang lebih
rendah dibandingkan kota lainnya.

.id
go
.
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 19


Tabel 3.2
Indeks Kualitas Udara 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Nomor Nama Ibukota Provinsi IKCO IKNOx IKU

(1) (2) (3) (4) (5)


1 Gorontalo 97,93 94,83 96,10
2 Ambon 97,80 94,53 95,86
3 Ternate 96,91 92,28 94,16
4 Pangkal Pinang 94,57 83,54 88,03
5 Tanjung Pinang 94,17 81,57 86,70
6 Kendari 94,23 80,86 86,30
7 Jayapura 92,04 71,59 79,92

.id
8 Manado 91,45 67,60 77,32

go
9 Palangkaraya 91,69 66,92 77,02
10 Bengkulu . 91,12 64,34 75,25
ps
11 Kupang 91,13 62,78 74,33
.b

12 Mataram 89,76 55,14 69,24


w

13 Banda Aceh 87,32 47,49 63,72


w

14 Palu 87,02 45,45 62,39


w

15 Banjarmasin 75,67 0,00 30,83


://

16 Jambi 73,94 0,00 30,12


s
tp

17 Yogyakarta 72,96 0,00 29,72


ht

18 Pontianak 70,85 0,00 28,87


19 Serang 66,50 0,00 27,09
20 Padang 64,05 0,00 26,10
21 Samarinda 55,25 0,00 22,51
22 Bandar Lampung 49,41 0,00 20,13
23 Denpasar 42,49 0,00 17,31
24 Palembang 30,70 0,00 12,51
25 Makasar 29,36 0,00 11,96
26 Medan 0,00 0,00 0,00
27 Pekanbaru 0,00 0,00 0,00
28 Jakarta 0,00 0,00 0,00
29 Bandung 0,00 0,00 0,00
30 Semarang 0,00 0,00 0,00
31 Surabaya 0,00 0,00 0,00

20 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Jakarta 40,759 Jakarta 1,245,593
Surabaya 14,440 Surabaya 432,025
Medan 7,933 Medan 241,018
Bandung 7,750 Bandung 229,851
Semarang 6,249 Semarang 189,552
Pekanbaru 4,399 Pekanbaru 136,166
Palembang 3,367 Makasar 97,984
Makasar 3,337 Palembang 96,977
Denpasar 2,840 Denpasar 87,509
ht
Samarinda 2,681 tp Bandar Lampung 80,594
Bandar Lampung 2,623 s Samarinda 74,746
Padang 2,114 Padang 65,945

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Serang 2,110 Serang 63,500
://
Pontianak 1,890
w Pontianak 58,719
Jambi 1,797
w Yogyakarta 55,564
Yogyakarta 1,778
w Jambi 54,094
Banjarmasin 1,668 Banjarmasin 51,493
.b
Palu 1,127 Palu
ps 34,476
Banda Aceh 1,100 Banda Aceh 34,026
g/m3 sampai dengan 40.759 g/m3 (lihat Gambar 3.2).

Mataram 998 Mataram


. 30,379
go
Kupang 896 Bengkulu 26,665
Bengkulu 875 Kupang 26,646
.id
Palangkaraya 841 Manado 25,678
Manado 832 Palangkaraya 24,941

Gambar 3.1. Konsentrasi CO (g/m3) di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Gambar 3.2. Konsentrasi NOx (g/m3) di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008


Jayapura 768 Jayapura 23,894
Kendari 583 Tanjung Pinang 17,513
Tanjung Pinang 569 Kendari 17,328
Pangkal Pinang 529 Pangkal Pinang 16,310
Ternate 309 Ternate 9,280
Ambon 219 Ambon 6,617
Gorontalo 207 Gorontalo 6,213

21
oksida (NOx). Konsentrasi CO nilainya berkisar dari 6.213 g/m3 sampai dengan
1.245.593 g/m3 (lihat Gambar 3.1), sementara konsentrasi NOx nilainya berkisar dari 207
Kualitas udara diwakili dua parameter yaitu karbon monoksida (CO) dan nitrogen
Berdasarkan nilai konsentrasi polutan, dilakukan penghitungan sub indeks CO
dan NOx, yang grafiknya disajikan pada Gambar 3.3 dan 3.4. Nilai sub indeks CO berkisar
dari 0 hingga 97,93, sedang NOx berkisar dari 0 hingga 94,83.

96.9197.80 97.93
94.17 94.23 94.57
92.04
89.76 91.12 91.13 91.45 91.69
87.02 87.32

75.67
72.96 73.94
70.85
66.50
64.05

55.25
49.41
42.49

29.36 30.70

.id
go
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
.
ps

Pangkal Pinang
Jambi

Mataram
Jakarta

Palembang

Palangkaraya

Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak

Palu
Medan

Manado

Ternate
Semarang

Bengkulu

Jayapura

Gorontalo
Banjarmasin
Denpasar

Kendari
Bandung

Serang

Kupang

Ambon
Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh
Padang
Samarinda
Bandar Lampung
Surabaya

.b
w
w
w
://

Gambar 3.3. Nilai Sub Indeks CO di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008


s
tp

92.28 94.53 94.83


ht

83.54
80.86 81.57

71.59
66.92 67.60
64.34
62.78

55.14

47.49
45.45

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Pangkal Pinang
Jambi

Mataram
Jakarta
Palembang

Palangkaraya

Tanjung Pinang
Makasar
Pontianak

Palu
Medan

Manado

Ternate
Bengkulu

Jayapura

Gorontalo
Semarang

Banjarmasin
Denpasar

Kendari
Serang

Kupang

Ambon
Bandung

Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh
Padang

Samarinda
Bandar Lampung

Surabaya

Gambar 3.4. Nilai Sub Indeks NOx di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

22 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


3.3 Kualitas Air
Lima kota dengan peringkat IKA terendah adalah Kota Makassar (52,57), Surabaya
(52,17), DKI Jakarta (51,45), Jayapura (42,52), dan Kota Bandung (40,66). Sedangkan
kota dengan nilai IKA terbaik adalah Kota Gorontalo (90,59), Kota Jambi (88,42), Kota
Ternate (86,70), Kota Semarang (86,40), dan Kota Samarinda (82,82). Dapat dilihat
bahwa 3 dari 5 kota dengan peringkat terbawah adalah kota pada Ecoregion Jawa,
sementara 4 dari 5 kota dengan peringkat teratas adalah kota di luar Ecoregion Jawa.Satu-
satunya kota di Pulau Jawa yang kualitas airnya menemapti posisi 4 besar adalah Kota
Semarang. Namun, secara keseluruhan hasil penghitungan ini menunjukkan bahwa kota-
kota besar yang padat dengan beragamnya aktivitas penduduk umumnya memiliki kualitas
air yang lebih rendah dibandingkan kota lainnya (lihat Tabel 3.3).

Tabel 3.3.
Indeks Kualitas Air 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

.id
Nomor Nama Ibukota Provinsi Indeks Kualitas Air 2008

go
(1) (2) (3)
1 Gorontalo 90,59
Jambi . 88,42
ps
2
3 Ternate 86,70
.b

4 Semarang 86,40
w

5 Samarinda 82,82
Pontianak 81,86
w

6
7 Mataram 80,50
w

8 Manado 78,60
://

9 Kupang 76,30
s

10 Serang 75,65
tp

11 Yogyakarta 75,32
ht

12 Palembang 75,06
13 Tanjung Pinang 72,88
14 Kendari 72,84
15 Palangkaraya 71,66
16 Banda Aceh 71,35
17 Medan 69,65
18 Pangkal Pinang 69,35
19 Palu 65,84
20 Padang 63,74
21 Ambon 63,41
22 Banjarmasin 60,95
23 Pekanbaru 60,36
24 Bandar Lampung 59,75
25 Denpasar 58,89
26 Bengkulu 56,73
27 Makasar 52,57
28 Surabaya 52,17
29 Jakarta 51,45
30 Jayapura 42,52
31 Bandung 40,66

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 23


Data dari sembilan parameter hasil pengukuran kualitas air sungai yang digunakan
dalam penghitungan Indeks Pencemar sangat bervariasi. Variasi untuk kandungan
maksimum BOD pada air sungai berkisar antara 1,57 – 323,00 mg/L (lihat Gambar 3.5).
Untuk nilai maksimum COD pada air sungai bervariasi antara 2,00 – 1680,00 mg/L
(Gambar 3.6). Kandungan minimum DO pada air sungai bervariasi antara 0,02 – 5,72
mg/L (Gambar 3.7). Kandungan maksimum NO3 pada air sungai berkisar antara 0,12
mg/L – 35,24 mg/L (Gambar 3.8). Kandungan maksimum NH3 pada air sungai berkisar
antara 0,00 – 97,53 mg/L (Gambar 3.9). Untuk nilai pH pada air sungai, berkisar antara
3,47 – 10,23 (Gambar 3.10). Variasai kandungan maksimum TDS pada air sungai antara
0,09 – 54.700 mg/L (Gambar 3.11). Kandungan maksimum TSS pada air sungai berkisar
antara 1,60 – 9.200,00 mg/L (Gambar 3.12). Sedangkan kandungan maksimum SO4 pada
air sungai berkisar antara 5,4 – 2.100 mg/L (Gambar 3.13).
323.00

.id
go
185.10

140.00
.
ps
100.00
87.45
78.00 75.20
.b

55.1850.80
48.00 47.00
32.16 31.50 30.80 30.0027.00
26.32 21.10
w

17.00 11.80
10.00 8.70 5.48 4.82 4.60
4.00 3.74 3.70 3.50 3.46 1.57
w

Pangkal Pinang

Jambi
Mataram
Jakarta

Palembang
Palangkaraya
Tanjung Pinang

Makasar

Pontianak
Palu

Medan

Manado
Jayapura

Bengkulu

Ternate
Semarang
Gorontalo
Banjarmasin

Bandar Lampung
Denpasar

Kendari
Ambon
Bandung

Serang

Kupang

Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh
Padang

Samarinda
Surabaya

w
s ://
tp

Gambar 3.5. Nilai Maksimum BOD (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
ht

2008

1,680.00

778.05
695.40

399.00
311.00

151.40150.00134.00126.90126.67122.62
97.40 96.00 76.00
58.30 55.15 54.00 53.00 51.20 50.10 40.90 40.00
29.00 28.95 28.94 24.00 15.00 14.70 4.03 3.20 2.00
Pangkal Pinang

Jambi

Mataram
Jakarta

Palembang

Palangkaraya
Tanjung Pinang

Makasar

Pontianak
Medan
Palu

Manado
Jayapura

Bengkulu

Semarang
Ternate

Gorontalo
Banjarmasin

Bandar Lampung
Denpasar

Kendari
Ambon
Bandung

Serang

Kupang
Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh

Padang
Samarinda
Surabaya

Gambar 3.6. Nilai Maksimum COD (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
2008

24 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Jakarta Denpasar Bandar Lampung

97.53
35.24
Jayapura Manado Jakarta

58.12
28.20
Surabaya Pontianak Surabaya

0.02 0.03 0.10

19.77
20.00
Bandung Bandar Lampung

13.90
Bandung

17.80
Padang Palembang Denpasar

7.31
1.00 1.00

5.50
Bengkulu Jayapura Kupang

15.28 15.00

2008
2008
Denpasar Padang Makasar
1.31 1.40

12.60

4.41 3.90
Ambon Tanjung Pinang Pangkal Pinang

10.00
Yogyakarta Mataram Serang
1.90 2.00

ht

1.91 1.70
6.81 6.15
Pekanbaru Ternate Bengkulu
2.10

tp
Bengkulu

6.00
Bandar Lampung s Samarinda

1.48 1.34
Palembang Banjarmasin Tanjung Pinang

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


4.86 4.50
Mataram Banda Aceh Palu
2.57 2.60 2.70

://
Palangkaraya Yogyakarta
w

4.00
w Pontianak
Banjarmasin Surabaya Manado
Tanjung Pinang Ambon
w Pekanbaru
2.90 2.96 3.00

Pontianak Bandung

3.28 3.15 2.65


3.03

Yogyakarta
.b
Palu Jakarta Gorontalo
ps

2.31 2.20
Jambi Serang Banjarmasin
Manado Kendari
. Banda Aceh
3.20 3.27 3.31

go
Semarang Pekanbaru Mataram
3.40

1.75 1.70 1.60


Semarang
3.65

Pangkal Pinang Jayapura


.id
Banda Aceh Medan Palangkaraya
4.30

Serang Jambi Ambon


4.60

Medan Gorontalo
4.80

Kendari

1.31 1.07 0.94 0.60 0.60 0.53 0.53 0.52 0.45 0.44 0.34 0.32 0.30 0.16
Gorontalo Makasar Ternate
Kupang Pangkal Pinang Medan
5.00 5.10

Palu Padang

0.11 0.11
5.20

Samarinda
0.90 0.78 0.75 0.63 0.56 0.55 0.36

Makasar Palangkaraya Jambi


0.17

Kupang
5.46 5.55

Ternate Palembang
Kendari Samarinda Semarang
Gambar 3.7. Nilai Minimum DO (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

0.12
5.72

0.11 0.09 0.00

25
Gambar 3.9. Nilai Maksimum NH3 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
Gambar 3.8. Nilai Maksimum NO3 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
26
Jayapura Pangkal Pinang Denpasar

10.23
54,700.00

9, 200. 00
48,903.00
9.70
Bengkulu Makasar Bandung

6, 893. 00
Makasar 9,200.00 Banda Aceh
8.62
Jayapura

2, 196. 00
Padang Bandung 5,266.00 Tanjung Pinang 8.19

1, 450. 00
7.66
Surabaya Banda Aceh 3,280.00 Manado

1 , 432. 20
Bandar Lampung Manado 2,410.00 Semarang

2008
2008
2,380.00
7.51 7.34

Bandung Jakarta Kupang

863. 00 816. 00
7.20

Palu Padang 2,130.00 Jayapura


Pangkal Pinang Mataram 1,430.00 Palu
Banjarmasin Palu 937.00 Serang

345. 00 286. 00 277. 00


ht
Banda Aceh Pekanbaru
tp 896.00 Padang
Pekanbaru Surabaya 432.00 Gorontalo
Jakarta
s
Palembang 420.00 Yogyakarta
Medan Kupang 407.00 Bandar Lampung
://
w
6.90 6.81 6.80 6.80 6.79 6.78 6.67

Kupang Serang 340.00 Pangkal Pinang


Gorontalo
w
Gorontalo 333.60 Surabaya
Samarinda
w Ambon
6.60 6.50

Semarang 266.00
Palangkaraya Ternate 258.00 Jakarta
.b
Ambon Yogyakarta 207.00 Medan

214. 70 212. 00 200. 00 182. 00 167. 00 166. 80 136. 00 129. 00 105. 00


Palembang Medan 196.00 Mataram

87. 00
ps
.

74. 00
6.30 6.23 6.20 6.14

Jambi Ambon 181.00 Kendari

70. 00
Mataram Banjarmasin 123.00 Jambi
go
Semarang Makasar

59. 00
Bengkulu 120.00
6.00 6.00

.id

50. 00
Manado Palangkaraya 62.00 Bengkulu
Pontianak Ternate

47. 00
Pontianak 54.00

29. 00
5.70 5.70 5.53

Serang Jambi 28.50 Palangkaraya

27. 30
5.35

Denpasar Samarinda 20.07 Pontianak


Ternate Tanjung Pinang 17.40 Samarinda

23. 00
Gambar 3.10 Nilai Minimum pH pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

19. 00
5.00 4.90

Tanjung Pinang Bandar Lampung 1.48 Palembang

14. 00
4.55

Yogyakarta Denpasar 0.38 Pekanbaru

1. 60
Kendari Kendari 0.09 Banjarmasin
3.47

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Gambar 3.11. Nilai Maksimum TDS (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun

Gambar 3.12. Nilai Maksimum TSS (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
2,100.00

857.00

517.02

316.08
235.10232.39210.00
95.14 94.4194.00 88.00 76.00
40.49 40.13 36.00 32.56 30.10 29.00 27.00 25.00 24.59 24.59 23.00 22.00 20.00 13.70 10.85 9.37 9.09 8.80 5.40

Pangkal Pinang

Jambi
Mataram
Jakarta

Palembang

Palangkaraya
Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak

Medan
Palu
Manado
Semarang

Ternate

Bengkulu

Jayapura
Gorontalo

Banjarmasin
Bandar Lampung

Denpasar
Kendari

Ambon
Bandung

Kupang

Serang
Yogyakarta

Pekanbaru
Banda Aceh

Padang
Samarinda
Surabaya

Gambar 3.13. Nilai Maksimum SO4 (mg/L) pada Air Sungai di 31 Ibukota Provinsi Tahun
2008

.id
go
Variasi data dari masing-masing parameter yang digunakan dalam penghitungan
Indeks Pencemar (IP) tersebut menghasilkan nilai IP yang bervariasi juga. IP dari .
ps
parameter BOD berkisar antara 0,79 - 12,04 (Gambar 3.14), IP COD berkisar antara 0,20 –
.b

12,13 (Gambar 3.15), IP DO berkisar antara 0,02 – 5,72 (Gambar 3.16), IP NO3 berkisar
antara 0,12 – 35,24 (Gambar 3.17), IP NH3 berkisar antara 0 – 12,45 (Gambar 3.18), IP pH
w

berkisar antara 0,01 – 3,15 (Gambar 3.19), IP TDS berkisar antara 0 – 9,69 (Gambar 3.20),
w

IP TSS berkisar antara 0,03 – 12,32 (Gambar 3.21) dan IP SO4 berkisar antara 0,01 – 4,60
w

(Gambar 3.22).
s ://
tp
ht

12.04

10.83
10.23
9.49
9.20 8.96
8.88
8.20 8.02
7.90 7.86
7.03 6.99 6.94 6.88
6.65 6.60
6.12
5.65
4.85
4.49
4.19

3.19
2.91 2.81
2.51 2.36 2.34
2.22 2.19

0.79
Pangkal Pinang

Jambi
Mataram
Jakarta

Palembang
Palangkaraya
Tanjung Pinang

Makasar

Pontianak
Palu

Medan

Manado
Jayapura

Bengkulu

Ternate
Semarang
Gorontalo
Banjarmasin

Bandar Lampung
Denpasar

Kendari
Ambon
Bandung

Serang

Kupang

Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh
Padang

Samarinda
Surabaya

Gambar 3.14. Indeks Pencemar dari Parameter BOD di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 27


28
Tanjung Pinang

3.74
Denpasar Bandar Lampung

12.13
Pekanbaru

1.33 1.33

3.25
Manado Jakarta

10.46
Pontianak Surabaya

1.30
Surabaya
10.21

2.51
Bandung
9.00

1.00

2.25
Bandar Lampung Bandung
Denpasar Ambon 8.46

1.92
Palembang

1.00
Jayapura Kupang Banjarmasin

1.88
6.90 6.88

Makasar Jayapura

1.50
0.95 0.93
Padang
Medan

1.00
Tanjung Pinang Pangkal Pinang
6.64 6.52

Palu

0.85 0.83
Mataram Serang
Bengkulu Jakarta

0.68 0.62
0.82
Ternate
6.51 6.44

Makasar
ht

0.60
Bengkulu Samarinda
tp
5.94

Banjarmasin Tanjung Pinang Denpasar

0.74 0.73
s Serang
5.91

0.72

0.49 0.45
Banda Aceh Palu
5.40

Banda Aceh

0.40
Yogyakarta Pontianak
://
Surabaya Manado
w Bandar Lampung
w Kendari

0.68 0.67 0.67


Ambon Pekanbaru
Yogyakarta
w Palembang

0.33 0.32 0.27


0.66
Bandung
4.83 4.71 4.66 4.62

Yogyakarta

0.23
Jakarta Gorontalo
.b
Serang Banjarmasin Bengkulu

0.22
4.55 4.50

Palangkaraya

0.18
0.63 0.62 0.62
Kendari Banda Aceh
ps
4.06

. Semarang

0.17
0.60
Pekanbaru Mataram
Ternate
4.01

Semarang

0.56
Jayapura
go
Kupang

0.45

0.16 0.09
Medan Palangkaraya
.id
Pangkal Pinang

0.08
Jambi Ambon

0.40
Samarinda
3.31 3.31 3.31

Gorontalo
0.37
Kendari
Pontianak
2.90

Makasar Ternate
1.88

Jambi

0.08 0.06 0.06


Pangkal Pinang
0.33 0.32

Medan
1.84

Manado
0.30

Palu Padang

Gambar 3.16. Indeks Pencemar dari Parameter DO di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Gambar 3.17.Indeks Pencemar dari Parameter NO3 di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
Gorontalo
Palangkaraya Jambi
Gambar 3.15. Indeks Pencemar dari Parameter COD di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Padang

0.06 0.04 0.02


0.26 0.24

Kupang Palembang
0.40 0.32 0.20

Mataram
Samarinda Semarang

0.01
0.21

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


3.15
Banjarmasin Jakarta

9.69
Pangkal Pinang
12.45

2.47
Pekanbaru Jayapura

9.45
11.33
Makasar

8.99

2.30
Jayapura Denpasar Surabaya

5.82
2.19
Palembang Bandung
8.22
Bandung

4.61
Samarinda

2.11
6.82

3.58
Banda Aceh Padang

1.83
Manado Bandung Bengkulu
6.21
Pontianak Denpasar 5.73

1.78

2.91 2.88
Jakarta

1.59
Palangkaraya Ambon

2.64
5.46

Padang

1.40
Bengkulu Yogyakarta

1.78
3.91

Mataram
ht
Ternate

1.40
3.66

Palu tp Pekanbaru

1.00
Pekanbaru Jambi Bandar Lampung

0.94 0.90
s
Makasar
3.35 3.13

Palembang

1.00
Surabaya

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Kendari Mataram
3.09

0.43 0.42
Palembang
://
Mataram
w
2.65

Kupang w Palangkaraya

0.91 0.87 0.85


2.37

Serang Medan Banjarmasin


Jakarta
w
1.40

Gorontalo Tanjung Pinang


Banda Aceh

0.80 0.75
Semarang Pontianak
1.40

.b
1.13

0.67
Ternate Ambon Palu
ps
1.12

Yogyakarta Surabaya Jambi

0.41 0.34 0.33 0.27 0.26 0.21


.

0.60 0.55
Medan Pangkal Pinang Manado
go
Ambon Bandar Lampung Semarang
Yogyakarta Pangkal Pinang

0.20 0.18 0.12


1.09 0.90 0.88

Banjarmasin
.id
Bengkulu Padang Banda Aceh
Palangkaraya Gorontalo Serang
0.68 0.64 0.60

Pontianak Tanjung Pinang 0.48 0.47 0.47 0.47 0.46 0.46


Medan
Jambi Serang Gorontalo
0.40

Samarinda Palu Kupang


0.20

Tanjung Pinang Jayapura Samarinda

Gambar 3.19. Indeks Pencemar dari Parameter pH di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
Gambar 3.18.Indeks Pencemar dari Parameter NH3 di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Kupang

Gambar 3.20. Indeks Pencemar dari Parameter TDS di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
0.32 0.22 0.22 0.22

Bandar Lampung Makasar


0.11 0.11

Denpasar Manado Ternate


Semarang Kendari
0.18 0.00

Kendari
0.01

0.12 0.06 0.05 0.03 0.02 0.02 0.00 0.00 0.00

29
12.32
11.70

9.21
8.31 8.29

7.19 7.06

5.19
4.79 4.72
4.16 4.14 4.01 3.81
3.62 3.62
3.17 3.06
2.61
2.20
1.85 1.73
1.36
1.00 0.94
0.58 0.55 0.46 0.38
0.28
0.03
Pangkal Pinang

Jambi
Mataram
Jakarta

Palembang
Palangkaraya

Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak
Palu

Medan

Manado
Jayapura
Bengkulu

Ternate
Gorontalo

Semarang
Banjarmasin
Bandar Lampung

Denpasar

Kendari
Ambon
Bandung

Kupang

Serang

Yogyakarta
Pekanbaru
Banda Aceh
Padang

Samarinda
Surabaya

Gambar 3.21. Indeks Pencemar dari Parameter TSS di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

.id
go
4.60

.
ps
.b

2.65
w
w

1.56
w

0.79
0.59 0.58 0.53
://

0.24 0.24 0.24 0.22 0.19


0.10 0.10 0.09 0.08 0.08 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.05 0.03 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01
s
tp
Pangkal Pinang

Jambi
Mataram
Jakarta

Palembang

Palangkaraya
Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak

Palu
Medan
Manado
Ternate

Bengkulu

Jayapura
Semarang

Gorontalo

Banjarmasin
Bandar Lampung

Denpasar
Kendari

Ambon
Bandung

Kupang

Serang
Yogyakarta

Pekanbaru
Banda Aceh

Padang
Samarinda
Surabaya
ht

Gambar 3.22. Indeks Pencemar dari Parameter SO4 di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Nilai sub indeks 9 parameter hasil penghitungan dengan menggunakan Indeks


Pencemar adalah sebagai berikut. Nilai sub indeks parameter BOD antara 0 – 92,15
(Gambar 3.23), nilai sub indeks parameter COD antara 0 – 98 (Gambar 3.24), nilai sub
indeks parameter DO antara 85,07 – 97,87 (Gambar 3.25), nilai sub indeks parameter NO3
antara 48,97 – 99,88 (Gambar 3.26), nilai sub indeks parameter NH3 antara 0 – 100
(Gambar 3.27), nilai sub indeks parameter pH antara 57,81 – 99,93 (Gambar 3.28), nilai
sub indeks parameter TDS antara 0 – 100 (Gambar 3.29), nilai sub indeks parameter TSS
antara 0 – 99,68 (Gambar 3.30) dan nilai sub indeks parameter SO4 antara 35,99 – 99,87
(Gambar 3.31).

30 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Bandar Lampung Medan Medan
Jakarta Pekanbaru Pekanbaru
Surabaya Tanjung Pinang Bengkulu

85.07 85.12 85.45


Bandung Jakarta Bandar Lampung
Denpasar Bandung

90.00 90.00
Tanjung Pinang
Kupang Surabaya Jakarta
Makasar Banjarmasin Bandung

90.52 90.67
Pangkal Pinang Palu Surabaya
Serang Ambon Serang
ht
Bengkulu Jayapura Denpasar

91.50 91.67 91.83


tp

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.14
Samarinda Makasar s Kupang
Tanjung Pinang Denpasar Banjarmasin

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Palu Serang

11.14 11.77
Palu
://

92.62 92.67 92.83


Pontianak Banda Aceh
w Makasar

21.92
Manado Bandar Lampung
w Kendari
Pekanbaru Kendari
w Ambon

32.57 34.38
Yogyakarta Palembang Jayapura

93.17 93.27 93.33 93.38


0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

.b
Gorontalo Yogyakarta Palangkaraya
7.67

ps
Banjarmasin Bengkulu Yogyakarta

35.07 35.68 36.80


17.06

Banda Aceh Palangkaraya


. Mataram
32.19

37.51
go
Mataram Semarang Padang

93.67 93.78 93.85 94.00


37.58

Jayapura Ternate Manado

94.42
44.12 44.85
42.11

.id
Palangkaraya Kupang Banda Aceh

95.50
57.17

Ambon Pangkal Pinang Pangkal Pinang


61.32

Gambar 3.25. Sub Indeks Parameter DO di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008


Kendari Samarinda Pontianak

96.00 96.33
55.32 55.38 55.39
62.87

Gambar 3.24. Sub Indeks Parameter COD di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
Gambar 3.23. Sub Indeks Parameter BOD di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Ternate Pontianak Jambi


61.48
67.42

Medan Jambi Palembang


Padang Manado Samarinda
76.79 77.45

96.67 96.83 97.00


69.6169.96

Jambi Gorontalo Ternate


Palembang Padang Semarang
71.77 72.18

Semarang Mataram Gorontalo

97.43 97.58 97.87


95.97 96.80 98.00
92.15

31
32
Banjarmasin Padang Denpasar

57.81
48.97

0.00 0.00
Pekanbaru Jakarta Manado

67.97
56.23
Denpasar Bandung Pontianak

67.42
Palembang

0.00 0.00
Surabaya Bandar Lampung

70.49 72.08
Samarinda Jayapura 71.22

0.00
Palembang

73.36
5.86
Bandung Bengkulu Jayapura
76.19 76.79

Pontianak Denpasar Padang

77.53 78.27
15.45
82.47

Palangkaraya Ambon

81.12
Tanjung Pinang

20.79
90.00

Bengkulu Yogyakarta Mataram

46.35
Ternate Pekanbaru Ternate

50.14

84.06 84.06
ht
Jambi Bandar Lampung Bengkulu

54.70
Makasar
tp
Palembang Banjarmasin
93.19 93.85 94.00 95.15

Kendari
s
Mataram Banda Aceh

57.99 58.63
Mataram Palangkaraya Yogyakarta

65.22
://
Medan Banjarmasin
w Surabaya

69.44

90.00 90.00 90.93 91.33 91.53


Jakarta Tanjung Pinang
w Ambon
Banda Aceh Pontianak
w Bandung

84.06 84.06
95.50 96.00 96.73 96.85 97.35

Ambon Palu Jakarta


.b
Surabaya Jambi Serang

92.00 92.53 93.33 94.00


Pangkal Pinang Manado
ps 88.10 88.16 88.72
Kendari
Bandar Lampung Semarang
. Pekanbaru
Yogyakarta Pangkal Pinang
go
Semarang
91.02 91.20

Padang Banda Aceh Medan


.id
Gorontalo Serang Jambi

Gambar 3.28. Sub Indeks Parameter pH di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008


Tanjung Pinang Medan Gorontalo
93.20 93.60 94.00

Gambar 3.27. Sub Indeks Parameter NH3 di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
Serang Gorontalo Makasar
Gambar 3.26. Sub Indeks Parameter NO3 di 31 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Palu Kupang Pangkal Pinang

94.47 95.20 95.27 95.33 95.33 95.40 95.40 96.00


Jayapura Samarinda Palu
Kupang Makasar Palangkaraya
Manado Ternate Kupang
96.80 97.80 97.80 97.80 98.20

98.00 98.93 98.93


Semarang Kendari Samarinda

99.93
97.69 97.80 98.25 98.30 98.40 99.10 99.23 99.25 99.37 99.44 99.45 99.64 99.83 99.88

100.00

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Kendari Padang Pangkal Pinang

35.99
Bandung

0.00 0.00
Bengkulu Makasar

65.18
Jakarta Bandar Lampung Jayapura

81.64
13.62
Semarang Bandung Bandung

92.10
35.89
Banda Aceh Surabaya Banda Aceh
51.31
Makasar Makasar Manado
Gorontalo Jayapura Jakarta

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


61.35 61.76

94.12 94.19 94.75


Kupang Palu Padang
65.37

26.12
Surabaya Pangkal Pinang Mataram
78.35

ht
Pangkal Pinang Banjarmasin Palu

33.20 34.24
tp
Tanjung Pinang Banda Aceh Pekanbaru
90.63 91.04

Ternate
s
Pekanbaru Surabaya

42.54 42.95

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Yogyakarta Jakarta Palembang

44.85
://
Bandar Lampung Medan
w Kupang

47.92
Padang Kupang
w Serang
Samarinda Gorontalo
w Gorontalo

50.72 50.76
Bengkulu Samarinda Semarang
.b
Palembang Palangkaraya Ternate
95.68 95.80 95.93 96.60 96.66 97.34 97.42

57.41 59.13
ps
Manado Ambon Yogyakarta

65.83
Denpasar Palembang
. 71.96 go Medan
Pontianak Jambi Ambon
Banjarmasin Mataram Banjarmasin
77.23 79.04

.id
Medan Semarang Bengkulu
84.61

Palu Manado Palangkaraya


Pekanbaru Pontianak Pontianak

Gambar 3.31. Sub Indeks Parameter SO4 di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
90.00 90.60

Gambar 3.30. Sub Indeks Parameter TSS di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008
Gambar 3.29. Sub Indeks Parameter TDS di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Ambon Serang Jambi


Palangkaraya Denpasar Samarinda
Mataram Ternate Tanjung Pinang
97.93 98.04 98.19 98.77 98.80 99.38 99.46 99.72 99.80 99.83

Jambi Tanjung Pinang Bandar Lampung


94.20 94.54 95.40 96.20

Serang Yogyakarta Denpasar


97.20

Jayapura Kendari Kendari

97.62 97.64 97.65 97.80 98.10 98.99 99.00 99.10 99.19 99.25 99.28 99.33 99.38 99.39 99.39 99.43 99.45 99.50 99.66 99.73 99.77 99.77 99.78 99.87
99.99100.00100.00

99.68

33
3.4. Kualitas Tanah Pemukiman

Hasil penghitungan nilai IKTp menunjukkan lima kota dengan peringkat terbaik
seluruhnya diraih oleh kota-kota di luar Pulau Jawa. Kota-kota tersebut adalah Banda
Aceh, Ternate, Pontianak, Palu dan Palangkaraya. Sementara lima kota yang berada pada
posisi terbawah adalah Bandung, Banjarmasin, Semarang, Yogyakarta, dan Medan. Sama
halnya dengan kualitas udara dan air, posisi terbawah pada IKTp banyak ditempat oleh
kota-kota di Ecoregion Jawa. Nilai IKTp menurut peringkat selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 3.4.

Kota-kota yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi tanpa diikuti dengan
pengelolaan sampah yang baik dan ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan
lingkungan yang memadai, memiliki nilai IKTp yang relatif lebih rendah. Seperti Kota
Yogyakarta dengan kepadatan penduduk yang tinggi 14.059 jiwa/km2 tanpa didukung
sarana dan prasarana kebersihan yang memadai, menyebabkan volume sampah per hari
(m3) yang tidak terangkut per km2 akan tinggi. Hal inilah yang menyebabkan Kota

.id
Yogyakarta termasuk lima Kota dengan nilai IKTp rendah. Sedangkan Kota Jakarta

go
walaupun memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi (13.774 jiwa/km2), tetapi
karena didukung oleh pengelolaan sampah yang baik dengan jumlah petugas kebersihan
.
ps
sebanyak 2.496 petugas dan jumlah armada truk sampah sebanyak 891 buah maka volume
sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2 relatif kecil, sehingga nilai IKTp untuk
.b

Kota DKI Jakarta menduduki peringkat ke-18.


w
w
w
s ://
tp
ht

34 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Tabel 3.4.
Indeks Kualitas Tanah Pemukiman di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Nomor Nama Ibukota Provinsi IKSampah IKTangki IKTp

(1) (2) (3) (4) (5)


1 Banda Aceh 96,90 98,53 97,72
2 Ternate 99,86 89,55 94,71
3 Pontianak 99,91 87,35 93,63
4 Palu 97,14 87,06 92,10
5 Palangkaraya 99,33 83,87 91,60
6 Bandar Lampung 97,72 84,56 91,14
7 Jayapura 93,21 87,55 90,38

.id
8 Pangkal Pinang 90,16 90,08 90,12

go
9 Ambon 99,68 80,48 90,08
10 Samarinda . 96,88 78,94 87,91
ps
11 Kendari 98,31 74,30 86,30
.b

12 Padang 96,13 74,67 85,40


w

13 Manado 92,46 77,03 84,75


w

14 Tanjung Pinang 94,86 67,50 81,18


w
://

15 Gorontalo 80,46 80,80 80,63


s

16 Pekanbaru 67,09 91,83 79,46


tp

17 Jakarta 65,15 88,65 76,90


ht

18 Makasar 62,50 87,69 75,10


19 Bengkulu 69,71 79,29 74,50
20 Jambi 60,00 83,59 71,79
21 Palembang 55,31 85,76 70,54
22 Denpasar 45,72 94,77 70,24
23 Kupang 77,51 61,25 69,38
24 Mataram 31,35 80,86 56,10
25 Serang 64,54 44,61 54,58
26 Surabaya 0,00 95,24 47,62
27 Medan 0,00 94,31 47,16
28 Yogyakarta 0,00 93,24 46,62
29 Semarang 0,00 88,85 44,42
30 Banjarmasin 0,00 73,70 36,85
31 Bandung 0,00 38,61 19,31

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 35


Kualitas tanah Pemukiman diwakili dua parameter yaitu volume sampah per hari
(m3) yang tidak terangkut per km2 dan persentase rumah tangga dengan penampungan
akhir tinja berupa tangki/SPAL.
Volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2 berkisar antara 0,01
m /km2 sampai dengan 47,4 m3/km2 (lihat gambar 3.32). Dari data tersebut diperoleh nilai
3

sub indeks variabel sampah berkisar antara 0 sampai dengan 99,91 (Gambar 3.33).
Sedangkan untuk persentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja berupa
tangki/SPAL yang sekaligus merupakan nilai sub indeksnya berkisar antara 38,61 sampai
dengan 98,53 (lihat gambar 3.34).

47.40

.id
20.62

14.41 13.79

go
8.06 7.94
4.91
3.95 3.31
3.00 2.83 2.70 2.66 2.53 2.35
.
ps
1.83 1.64 0.98
0.75 0.68 0.51 0.39 0.31 0.31 0.29 0.23 0.17 0.07 0.03 0.01 0.01
Pangkal Pinang
Jambi
Mataram

Jakarta
Palembang

Palangkaraya
Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak
Palu
Medan

Manado

Ternate
Bengkulu

Gorontalo

Jayapura
Semarang

Banjarmasin

Denpasar

Kendari
Serang

Kupang

Ambon
Bandung

Yogyakarta

Pekanbaru

Banda Aceh
Padang
Samarinda

Bandar Lampung
Surabaya

.b
w
w
w

Gambar 3.32. Volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut per km2 di 31 Ibukota
://

Provinsi Tahun 2008


s
tp
ht

99.33 99.68 99.86 99.91


96.13 96.88 96.90 97.14 97.72 98.31
93.21 94.86
90.16 92.46

80.46
77.51
69.71
65.15 67.09
62.50 64.54
60.00
55.31

45.72

31.35

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


Pangkal Pinang
Jambi
Mataram

Jakarta
Palembang

Palangkaraya
Tanjung Pinang
Makasar

Pontianak
Medan

Palu

Ternate
Bengkulu

Gorontalo

Manado
Semarang

Jayapura
Banjarmasin

Denpasar

Kendari
Serang

Kupang

Ambon
Bandung

Yogyakarta

Pekanbaru

Banda Aceh
Padang
Samarinda

Bandar Lampung
Surabaya

Gambar 3.33. Nilai Sub indeks Variabel Sampah di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

36 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


98.53
94.3194.77 95.24
91.83 93.24
89.55 90.08
85.76 87.06 87.35 87.55 87.69 88.65 88.85
83.59 83.87 84.56
78.94 79.29 80.48 80.80 80.86
77.03
73.70 74.30 74.67
67.50
61.25

44.61
38.61

Pangkal Pinang
Jambi
Mataram

Jakarta
Palembang
Palangkaraya
Tanjung Pinang

Makasar
Pontianak
Palu

Medan
Manado

Ternate
Bengkulu

Gorontalo

Jayapura

Semarang
Banjarmasin

Denpasar
Kendari
Serang
Kupang

Ambon
Bandung

Yogyakarta
Pekanbaru

Banda Aceh
Padang

Samarinda

Bandar Lampung

Surabaya
Gambar 3.34. Persentase Rumah Tangga Dengan Penampungan Akhir Tinja Berupa
Tangki/SPAL di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 37


3.5. Kualitas Kepadatan Populasi
Dengan acuan kepadatan ideal 96 jiwa per hektar, di bawah ini disajikan nilai
indeks kepadatan populasi untuk 31 ibukota provinsi yang disusun mulai dari indeks
kepadatan penduduk yang memenuhi acuan kepadatan ideal, hingga yang tidak memenuhi
acuan tersebut.
Hasil penghitungan IKP menunjukkan mayoritas ibukota provinsi di Indonesia
memenuhi acuan ideal WHO. Hanya empat kota yang kepadatan penduduknya lebih dari
96 jiwa per hektar yaitu Serang, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.

Tabel 3.5
Indeks Kepadatan Populasi di 31 Ibukota Provinsi Tahun 2008

Kepadatan penduduk Indeks Kepadatan


Nomor Nama Ibukota Provinsi
per hektar Populasi

(1) (2) (3) (4)

.id
1 Banda Aceh 3,6 100,0

go
2 Medan 79,3 100,0
3 Padang 12,3 100,0
.
ps
4 Pekanbaru 12,4 100,0
5 Jambi 22,8 100,0
.b

6 Palembang 35,4 100,0


w

7 Bengkulu 19,0 100,0


w

8 Bandar Lampung 42,6 100,0


w

9 Pangkal Pinang 17,6 100,0


://

10 Tanjung Pinang 7,6 100,0


s

11 Semarang 45,3 100,0


tp

12 Surabaya 74,1 100,0


ht

13 Denpasar 46,9 100,0


14 Mataram 59,1 100,0
15 Kupang 16,2 100,0
16 Pontianak 48,4 100,0
17 Palangkaraya 0,7 100,0
18 Banjarmasin 86,3 100,0
19 Samarinda 8,4 100,0
20 Manado 27,2 100,0
21 Palu 7,8 100,0
22 Makasar 71,3 100,0
23 Kendari 8,6 100,0
24 Gorontalo 25,5 100,0
25 Ambon 7,0 100,0
26 Ternate 0,1 100,0
27 Jayapura 2,3 100,0
28 Serang 96,8 99,2
29 Jakarta 137,7 58,3
30 Yogyakarta 140,6 55,4
31 Bandung 143,5 52,5

38 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


3.6. Perbandingan IKU, IKA dan IKTp

.id
go
.
ps
.b
w
w

Gambar 3.35. Diagram pencar IKU dan IKA


w

Diagram pencar IKA dan IKU dibentuk dengan menentukan garis tengah dari
://

median masing-masing indeks. Berdasarkan diagram pencar di atas, terdapat 9 kota


s

dimana kondisi nilai IKA dan IKU berlawanan, yaitu kota-kota yang terletak pada kuadran
tp

II dan kuadran IV. Kuadran II adalah kondisi dimana suatu kota memiliki nilai IKA yang
ht

lebih rendah dari nilai median IKA, tetapi dengan IKU lebih tinggi dari nilai median IKU.
Kota-kota tersebut adalah Jayapura (94), Ambon (81), Bengkulu (17), Pangkal Pinang (19)
dan Palu (72). Kota Jayapura misalnya, memiliki nilai IKU yang tinggi (79,92), tetapi nilai
IKA-nya rendah (42,52). Rendahnya nilai IKA di Kota Jayapura disebabkan karena nilai
indeks dari parameter BOD, COD, NH3 dan TSS nilainya 0. Titik sampling hasil
pengukuran maksimal dari BOD, COD dan TSS terletak di Jembatan Paldam/Kodam
lama. Wilayah ini adalah tempat penambangan emas di sungai, yang juga tercemar limbah
rumah tangga dan pasar lokal.

Sementara kuadran IV adalah kondisi dimana suatu kota memiliki nilai IKA tinggi
tetapi dengan nilai IKU rendah. Kota-kota tersebut adalah Semarang (33), Samarinda (64),
Palembang (16) dan Serang (36). Sebagai contoh, Semarang memiliki nilai IKU yang
rendah (0.00) tetapi nilai IKA-nya tinggi (86,40). Sama halnya seperti ibukota provinsi di
Ecoregion Jawa, nilai IKU di Kota Semarang dibawah nilai mediannya (30,12). Hal ini
dipengaruhi karena banyaknya jumlah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi.
Banyaknya kendaraan bermotor tersebut menyebabkan konsumsi BBM yang tinggi pula
yang pada akhirnya menyebabkian banyaknya pencemaran udara. Hal inilah yang
menyebabkan nilai IKU di Kota Semarang rendah.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 39


.id
. go
ps
Gambar 3.36. Diagram pencar IKU dan IKTp
.b

Diagram pencar IKU dan IKTp menunjukkan lima kota dengan nilai IKU
w

berkebalikan dengan nilai IKTp-nya. Pada kuadran II, adalah posisi dimana suatu kota
w

memiliki nilai IKU lebih tinggi dari median IKU, namun dengan IKTp lebih rendah dari
w

median IKTp. Kota-kota tersebut adalah Mataram (52), Kupang (53) dan Bengkulu (17).
://

Mataram misalnya, memiliki IKU yang cukup tinggi (69,24) tetapi nilai IKTp –nya
(56,10). Rendahnya nilai IKTp di Kota Mataram disebabkan karena masih terdapat 20 %
s
tp

rumah tangga dengan penampungan akhir tinja bukan tanki septik / SPAL. Selain itu
volume sampah yang tidak terangkut (m3) per km2 cukup besar (4,91 m3/km2)
ht

Pada kuadran IV, kota dengan IKTp tinggi tetapi dengan IKU rendah adalah Bandar
Lampung (18), Samarinda (64), dan Padang (13). Sebagai contoh, Bandar Lampung
memiliki nilai IKTp yang tinggi (91,14) tetapi nilai IKU-nya rendah (20,13). Sama halnya
seperti kota-kota di pulau Jawa, konsumsi BBM oleh rumah tangga di Bandar lampung
juga besar, sehingga tingkat polusi yang ditimbulkan juga tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan IKU Bandar Lampung rendah.

40 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


.id
go.
ps
.b
w

Gambar 3.37. Diagram pencar IKA dan IKTp


w

Berdasarkan diagram pencar antara IKA dan IKTp, sebanyak 13 ibukota provinsi
w

memiliki nilai IKA dan nilai IKTp yang berkebalikan. Kota-kota tersebut adalah Semarang
://

(33), Jambi (15), Mataram (52), Yogyakarta (34), Serang (36), Kupang (53), Palembang
s

(16), Pangkal Pinang (19), Palu (72), Padang (13), Ambon (81), Bandar Lampung (18) dan
tp

Jayapura (94). Pada kuadran II, sebagai contoh Kota Semarang dengan nilai IKA yang
ht

tinggi (86,40), tetapi memiliki nilai IKTp yang rendah (44,42). Rendahnya nilai IKTp di
Kota Semarang disebabkan karena volume sampah tidak terangkut (m3) per km2 sangat
besar (14,41 m3/km2). Pada kuadran IV, Kota Jayapura misalnya memiliki nilai IKTp yang
tinggi (90,38) tetapi nilai IKA-nya rendah (42,52). Penyebab rendahnya nilai IKA di Kota
Jayapura telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 41


3.7. Perbandingan IKL 2007 dan IKL 2008

Terdapat beberapa perbedaan metodologi dalam penghutungan IKL 2007 dan IKL
2008. Oleh karenanya, pembandingan yang dilakukan di sini adalah perbandingan dengan
parameter yang sama dan metodologi yang sama. Berikut beberapa catatan perbandingan:

1. IKU tidak dapat dibandingkan. Parameter penyusun IKU 2007 adalah SO2 dan
NO2, sementara parameter IKU 2008 terdiri dari CO dan NOx. Metodologi pun
berbeda, bila konsentrasi SO2 dan NO2 adalah hasil pengukuran Pusarpedal,
maka konsentrasi CO dan NOx diperoleh dari hasil penghitungan konsumsi
BBM kendaraan bermotor hasi Susenas Modul Konsumsi 2008.

2. IKA dapat dibandingkan hanya dengan menyamakan parameter penyusunnya.


IKA 2007 menggunakan 3 parameter yaitu BOD, COD, dan DO, sementara
IKA 2008 menggunakan 9 parameter yaitu BOD, COD, DO, NO3, NH3, pH,
TDS, TSS, dan SO4. Perbandingan dilakukan untuk 3 parameter yaitu BOD,

.id
COD, dan DO. Setelah menyamakan parameter, langkah selanjutnya adalah

go
penyamaan kondisi untuk menentukan nilai yang diambil sebagai dasar
penghitungan indeks.Seperti diketahui, pengambilan sampel air sungai
.
ps
dilakukan di beberapa titik. Pada IKA 2007, nilai yang dijadikan dasar
perhitungan adalah nilai rata-rata dari beberapa sampel tersebut, sedang pada
.b

IKA 2008 nilai yang diambil adalah nilai pada saat kondisi terburuk.
w

Perbandingan dilakukan dengan mengambil nilai pada kondisi terburuk pada


w

kedua tahun.
w

3. IKTp dapat dibandingkan dengan sedikit penyesuain pada IKTp 2007 yaitu
://

pada variabel sampah terangkut, yang sebelumnya tidak dibagi luas wilayah
s

menjadi memperhitungkan luas wilayah agar sama dengan penghitungan IKTp


tp

2008.
ht

4. IKP, ini merupakan aspek baru pada IKL 2008. Untuk mendapat perbandingan
dengan IKL 2007, dilakukan penghitungan IKP 2007.

5. IKL, untuk melihat perbandingan IKL antara kedua tahun, maka dihitunglah
IKL dengan 3 komponen (IKA, IKTp, dan IKP) yang masing-masing juga dapat
dibandingkan. Pemberian bobot untuk masing-masing matra mengacu pada
Virginia Environmental Quality Index (VEQI), yaitu: IKA bobot 13, IKTP
bobot 10 dan IKP bobot 10. Sementara pada penghitungan IKL pada publikasi
sebelumnya, bobot pada masing-masing matra diasumsikan sama (setiap matra
mempunyai kontribusi yang sama besar dalam penyusunan IKL). Hasil
penghitungan IKL 2007 dan IKL 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.5.

42 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Tabel 3.6
Indeks Kualitas Lingkungan tahun 2007 dan 2008

IKA IKTp IKP IKL


Kota
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


Banda Aceh 78.30 57.65 98.52 97.72 100.00 100.00 91.00 82.62
Medan 61.33 32.28 68.31 47.16 100.00 100.00 75.16 57.31
Padang 87.31 77.13 85.25 85.40 100.00 100.00 90.53 86.56
Pekanbaru 51.89 31.11 80.67 79.46 100.00 100.00 75.19 66.64
Jambi 61.73 80.55 73.97 71.79 100.00 100.00 77.03 83.79
Palembang 91.70 67.42 63.89 70.54 100.00 100.00 85.79 78.24

.id
Bengkulu 46.34 42.88 72.61 74.50 100.00 100.00 70.56 69.77

go
Bandar Lampung 56.50 39.21 90.46 91.14 100.00 100.00 79.98 73.37
Pangkal Pinang 37.79 69.40 88.76 . 90.12 100.00 100.00 72.09 84.95
ps
Jakarta 35.05 28.37 86.73 76.90 59.58 58.26 58.15 52.13
.b

Bandung 28.33 30.00 20.20 19.31 54.22 52.52 33.71 33.58


w

Semarang 56.50 71.39 76.81 44.42 100.00 100.00 75.83 71.89


w
w

Yogyakarta 58.24 48.71 46.05 46.62 57.08 55.41 54.19 50.11


://

Surabaya 28.33 28.48 45.25 47.62 100.00 100.00 55.17 55.95


s

Serang 34.48 34.48 53.46 54.58 100.00 99.22 60.09 60.19


tp

Denpasar 55.91 33.71 69.85 70.24 100.00 100.00 73.50 64.87


ht

Mataram 48.85 74.73 51.17 56.10 100.00 100.00 65.05 76.74


Kupang 52.72 48.61 59.59 69.38 100.00 100.00 69.13 70.48
Pontianak 67.75 72.51 73.19 93.63 100.00 100.00 79.17 87.24
Palangkaraya 36.18 46.90 91.53 91.60 100.00 100.00 72.29 76.53
Banjarmasin 64.83 31.26 32.15 36.85 100.00 100.00 65.58 53.79
Samarinda 73.10 72.66 85.05 87.91 100.00 100.00 84.88 85.56
Manado 30.48 70.94 80.15 84.75 100.00 100.00 66.60 83.93
Palu 40.56 30.94 88.64 92.10 100.00 100.00 73.14 70.40
Makasar 79.21 30.60 79.83 75.10 100.00 100.00 85.70 65.12
Kendari 43.17 43.57 90.06 86.30 100.00 100.00 74.60 73.62
Gorontalo 56.79 93.93 78.91 80.63 100.00 100.00 76.59 91.74
Ambon 32.17 32.00 96.04 90.08 100.00 100.00 72.08 70.21
Ternate 44.56 71.09 95.79 94.71 100.00 100.00 76.88 87.01
Jayapura 31.38 31.47 88.63 90.38 100.00 100.00 69.52 70.09

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 43


Empat kota di Ecoregion Jawa yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya
merupakan kota-kota yang memiliki nilai IKL tahun 2007 dan tahun 2008 yang rendah.
Keempat kota tersebut selalu menduduki peringkat 5 terendah . Peringkat IKL tahun 2007 dan
Tahun 2008 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.7
Peringkat Indeks Kualitas Lingkungan tahun 2007 dan 2008

IKLH 2007 IKLH 2008


RANGKING RANGKING
NAMA KOTA NILAI NAMA KOTA NILAI
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Banda Aceh 91.00 1 Gorontalo 91.74
2 Padang 90.53 2 Pontianak 87.24
3 Palembang 85.79 3 Ternate 87.01

.id
4 Makasar 85.70 4 Padang 86.56

go
5 Samarinda 84.88 5 Samarinda 85.56
6 Bandar Lampung 79.98 6 Pangkal Pinang 84.95
.
ps
7 Pontianak 79.17 7 Manado 83.93
8 Jambi 77.03 8 Jambi 83.79
.b

9 Ternate 76.88 9 Banda Aceh 82.62


w

10 Gorontalo 76.59 10 Palembang 78.24


w

11 Semarang 75.83 11 Mataram 76.74


w

12 Pekanbaru 75.19 12 Palangkaraya 76.53


://

13 Medan 75.16 13 Kendari 73.62


s

14 Kendari 74.60 14 Bandar Lampung 73.37


tp

15 Denpasar 73.50 15 Semarang 71.89


ht

16 Palu 73.14 16 Kupang 70.48


17 Palangkaraya 72.29 17 Palu 70.40
18 Pangkal Pinang 72.09 18 Ambon 70.21
19 Ambon 72.08 19 Jayapura 70.09
20 Bengkulu 70.56 20 Bengkulu 69.77
21 Jayapura 69.52 21 Pekanbaru 66.64
22 Kupang 69.13 22 Makasar 65.12
23 Manado 66.60 23 Denpasar 64.87
24 Banjarmasin 65.58 24 Serang 60.19
25 Mataram 65.05 25 Medan 57.31
26 Serang 60.09 26 Surabaya 55.95
27 Jakarta 58.15 27 Banjarmasin 53.79
28 Surabaya 55.17 28 Jakarta 52.13
29 Yogyakarta 54.19 29 Yogyakarta 50.11
30 Bandung 33.71 30 Bandung 33.58

44 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


BAB IV
KESIMPULAN

Berikut disajikan beberapa kesimpulan dari studi penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan
Hidup 2008:
• Penghitungan IKU 2008 tidak lagi menggunakan data hasil pengukuran SO2 dan
NO2, karena hasil pengukuran tersebut belum dapat menggambarkan perbedaan
kualitas udara antar kota. Sebagai gantinya digunakan konsentrasi polutan CO dan
NOx berdasarkan hasil perhitungan data konsumsi bahan bakar untuk kendaraan
bermotor hasil Susenas Modul Konsumsi 2008. Hasil penghitungan ini dianggap
dapat lebih menggambarkan perbedaan kualitas udara antar kota.
• Untuk kualitas air, parameter yang digunakan lebih banyak daripada parameter yang
digunakan pada penghitungan IKL 2007. Parameter yang digunakan pada IKL 2008
adalah nilai Indeks Pencemar dari kandungan maksimum BOD, COD, NO3, NH3,
TDS, TSS dan SO4, nilai pH serta kandungan minimum DO.
• Data yang digunakan untuk penghitungan IKA adalah data hasil pengukuran air

.id
sungai yang melintasi kota pada kondisi terburuk. Pertimbangan mengambil kondisi

go
terburuk karena menyangkut kemaslahatan manusia.
• Kualitas tanah didekati dengan volume sampah per hari (m3) yang tidak terangkut
.
per km2 dan persentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja berupa
ps
tangki/SPAL.
.b

• Hasil Penghitungan IKU menempatkan Kota Gorontalo, Kota Ambon, Kota


w

Ternate, Kota Pangkal Pinang dan Kota Tanjung Pinang sebagai lima kota dengan
w

IKU terbaik. Sedangkan enam kota dengan nilai IKU sama dengan 0 adalah DKI
w

Jakarta, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Medan, Kota Semarang, dan Kota
Pekanbaru.
://

• Hasil Penghitungan IKA menempatkan Kota Gorontalo, Kota Jambi, Kota Ternate,
s

Kota Semarang dan Kota Samarinda sebagai lima kota dengan IKA terbaik.
tp

Sedangkan Kota Makassar, Kota Surabaya, DKI Jakarta, Kota Jayapura dan Kota
ht

Bandung merupakan lima kota dengan IKA terburuk.


• Lima kota dengan peringkat IKTp terbaik adalah Kota Banda Aceh, Kota Ternate,
Kota Pontianak, Kota Palu dan Kota Palangkaraya. Sedangkan lima kota dengan
IKTp terburuk adalah Kota Medan, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota
Banjarmasin dan Kota Bandung. Kota Yogyakarta termasuk dalam lima kota
dengan IKTp terburuk disebabkan karena dengan kepadatan penduduk yang tinggi
tanpa diikuti dengan penggelolaan sampah yang baik menyebabkan volume sampah
per hari (m3) yang tidak terangkut per km2 relatif besar. Hal inilah yang
menyebabkan nilai IKTp Kota Yogyakarta rendah.
• Hasil penghitungan IKP menunjukkan bahwa mayoritas ibukota provinsi di
Indonesia masih memenuhi acuan kepadatan ideal dari WHO yaitu 96 jiwa per
hektar. Empat kota yang tidak memenuhi acuan tersebut adalah Kota Bandung, Kota
Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kota Serang.
• Hasil penghitungan IKL 2008 menempatkan Kota Ternate, Kota Gorontalo, Kota
Ambon, Kota Pangkal Pinang, dan Kota Kendari sebagai lima kota dengan nilai
IKL terbaik. Untuk peringkat 10 besar teratas merupakan kota-kota di luar Pulau
Jawa.
• Cakupan penghitungan IKL selanjutnya dapat diperluas untuk seluruh
kabupaten/kota di Indonesia dengan periode penghitungan satu kali dalam setahun.
Hal ini dimungkinkan untuk penghitungan IKU yang berdasarkan data konsumsi

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 45


bahan bakar untuk kendaraan bermotor yang diperoleh dari Susenas Modul
Konsumsi yang direncanakan datanya tersedia setiap tahun untuk setiap
kabupaten/kota. Sementara data komponen IKA diharapkan dapat tersedia pada
Kementerian Lingkungan Hidup untuk setiap kabupaten/kota. Selanjutnya data
komponen IKTp dan IKP setiap tahunnya dimungkinkan tersedia secara rutin baik
dari Dinas Kebersihan maupun dari data Susenas.
• Bila IKL telah dihitung untuk setiap kabupaten/kota diharapkan angka ini dapat
menjadi alat ukur kinerja pembangunan bidang lingkungan pemerintah
kabupaten/kota.

.id
. go
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

46 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


DAFTAR PUSTAKA

Antara, Menneg LH Siap Gugat 70 Pabrik Pencemar Lingkungan


url:http//www.indonesia.go.id, diakses pada 15 Desember 2009
Badan Pusat Statistik. 2008, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Kor). Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2007, Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1997, Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor : KEP-107/KABAPEDAL/11/1997, Jakarta
Departemen Pekerjaan Umum. 1999, Pedoman Teknik Tata Cara Prediksi Polusi Udara
Skala Mikro Akibat Lalu Lintas No. 017/T/B/1999, Jakarta
Faikah Makhyani, Hariyati, M. Yamin Jinca, Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan
Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor Pada Ruas Jalan Padat Lalu Lintas
di Kota Makassar, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya,
14 November 2009
Harian Pikiran Rakyat, Kepadatan Penduduk Melebihi Jumlah Ideal,
url:http//www.ahmadheryawan.com, diakses pada 15 Desember 2009

.id
Indonesia Maritime Club, Menyoal penanganan pencemaran laut di Indonesia

go
url:http//www.indonesiamaritimeclub.com, diakses pada 15 Desember 2009
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2008, Status Lingkungan Hidup Indonesia.
.
ps
Jakarta
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1999, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun
.b

1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Jakarta


w

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2001, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
w

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,


w

Jakarta
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003, Keputusan Menteri Negara Lingkungan
://

Hidup Nomor : 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air,
s

Jakarta
tp

Kementerian Negara Perencanaan Pembanguan Nasional/Badan Perencanaan


ht

Pembangunan Nasional, Pajanan, url:http//udarakota.bappenas.go.id, diakses


pada 14 Nopember 2008.
Suara Pembaharuan, Kerugian Akibat Pencemaran Air di Indonesia Mencapai RP. 45
Triliun, url:http//www.Vitanouva.Net ,diakses pada 15 Desember 2009
Siaf Aceh, Medan Kota Sampah, url:http//www.siaf-aceh.com, diakses pada 21 Desember
2009
Sutarman, Pemantauan Lingkungan Pada Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir,
url:http//www.batan.go.id, diakses pada 15 Desember 2009
Tokoh Indonesia, Penerima Kalpataru dan Adipura 2008,
url:http//www.tokohindonesia.com, diakses pada 21 Desember 2009
Virginia Environmental Quality Index, Methodology, url:http//www.veqi.vcu.edu, diakses
pada 15 Desember 2009
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Advokasi Pencemaran Udara,
url:http://www.walhi.or.id, diakses pada 7 Nopember 2008

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 47


.id
go
.
ps
.b
w
w
w
s ://
tp
ht

48 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Lampiran 1
Daftar Sungai yang Dipantau Kualitas Airnya
Menurut Ibukota Provinsi

NO NAMA KOTA NAMA SUNGAI


(1) (2) (3)
1. Banda Aceh Krueng Aceh
2. Medan Percut
3. Padang Batang Arau
4. Pekanbaru Indragiri, Siak, Rokan, Kampar
5. Jambi Batang Hari
6. Palembang Musi, AS Musi
7. Bengkulu Air Bengkulu
8. Bandar Lampung Way Awi, Simpur, Kandis, Langka, Kupang
9. Pangkal Pinang Baturusa
10. Tanjung Pinang Pulai

.id
11. Jakarta Ciliwung
12. Bandung Citarum

go
13. Semarang Kali Garang
14. Yogyakarta Winongo, Gajah Wong, Code
.
ps
15. Surabaya Surabaya
16. Serang Kali Angke
.b

17. Denpasar Tukad Badung


w

18. Mataram Jangkok


w

19. Kupang Kali Dengdeng


20. Pontianak Kapuas
w

21. Palangkaraya Kahayan


://

22. Banjarmasin Barito, Martapura


s

23. Samarinda Mahakam


tp

24. Manado Tondano


ht

25. Palu Palu


26. Makassar Jeneberang
27. Kendari Konaweha
28. Gorontalo Paguyaman
29. Ambon Batu Merah, Batu Gajah, Air Besar
30. Ternate*) Tabobo, Tanjung Buli
31. Jayapura Anafre

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 49


Lampiran 2
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 41 TAHUN 1999
TANGGAL : 26 MEI 1999-

BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL


No Parameter Waktu Baku Mutu Metode Peralatan
Pengukuran Analisis
1 SO2 1 Jam 900 μg / Nm3 Pararosanalin Spektrofotometer
(Sulfur Dioksida) 24 Jam 365 μg / Nm3
1 Thn 60 μg / Nm3
2 CO 1 Jam 30.000 μg / NDIR NDIR Analyzer
(Karbon Monoksida) 24 Jam Nm3
1 Thn 10.000 μg /
Nm3
3 NO2 1 Jam 400 μg / Nm3 Saltzman Spektrofotometer

.id
(Nitrogen Dioksida ) 24 Jam 150 μg / Nm3
1 Thn 100 μg / Nm3

go
4 O3 (Oksida ) 1 Jam 235 μg / Nm3 Chemiluminesc Spektrofotometer
1 Thn 50 μg / Nm3
. ent
ps
5 HC (Hidro Karbon) 3 Jam 160 μg / Nm3 Flamed Gas Chromatografi
Ionization
.b

6 PM10 24 Jam 150 μg / Nm3 Gravimetric Hi – Vol


w

(Partikel < 10 mm)


w

PM2,5 (*) 24 Jam 65 μg / Nm3 Gravimetric Hi – Vol Hi – Vol


15 μg / Nm3
w

(Partikel < 2.5 mm) 1 Thn Gravimetric


230 μg / Nm3 Hi – Vol
://

7 TSP (Debu) 24 Jam Gravimetric


1 Thn 90 μg / Nm3
s

8 Pb (Timah Hitam) 24 Jam 2 μg / Nm3 Gravimetric Hi – Vol AAS


tp

1 Thn 1 μg / Nm3 Ekstraktif


ht

Pengabuan
9 Dustfall (Debu Jatuh 30 hari 10 Gravimetric Cannister
ton/km2/bulan
( Pemukiman )
10
ton/km2/bulan
( Industri )
10 Total Fluorides (as F) 24 Jam 3 μg / Nm3 Spesific Ion Impinger atau
90 hari 0,5 μg / Nm3 Electrode Countinous Analyzer
11 Flour Indeks 30 hari 40 μg / 100 cm2 Colourimetric Limed Filter Paper
dari kertas
limed
filter
12 Khlorine dan Khlorine 24 Jam 150 μg / Nm3 Spesific Ion Imping atau
Dioksida Electrode Countinous Analyzer
13 Sulphat Indeks 30 hari 1 mg SO3 / 100 Colourimetric Lead
cm3
dari lead Peroxida Candle
peroksida

50 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


Lampiran 3
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 82 TAHUN 2001
TANGGAL 14 DESEMBER 2001
TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

KELAS
PARAMETER SATUAN KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
Deviasi temperatur dari
o deviasi deviasi deviasi deviasi
Temperatur C keadaan
3 3 3 5
alamiahnya
Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000

.id
Bagi pengolahan air
minum secara

go
Residu
mg/L 50 50 400 400 konvesional, residu
Tersuspensi
tersuspensi ≤5000 mg/
. L
ps
KIMIA ANORGANIK
.b

Apabila secara alamiah


w

di luar rentang tersebut,


pH 6-9 6-9 6-9 5-9 maka ditentukan
w

berdasarkan kondisi
w

alamiah
://

BOD mg/L 2 3 6 12
s

COD mg/L 10 25 50 100


tp

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum


Total Fosfat sbg
ht

mg/L 0,2 0,2 1 5


P
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan,
kandungan amonia
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) bebas untuk ikan yang
peka ≤0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan air
minum secara
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
konvensional, Cu ≤1
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Fe ≤ 5
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
mg/L

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 51


KELAS
KETERANGAN
PARAMETER SATUAN
I II III IV
Bagi pengolahan air
minum secara
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1
konvensional, Pb ≤ 0,1
mg/L
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air
minum secara
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2
konvensional, Zn ≤ 5
mg/L
Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

KIMIA ANORGANIK

.id
Bagi pengolahan air

go
minum secara
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)
konvensional, NO2_N ≤
1 mg/L
.
ps
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Bagi ABAM tidak
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)
.b

dipersyaratkan
w

Bagi pengolahan air


w

Belereng minum secara


mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
sebagai H2S konvensional, S sebagai
w

H2S <0,1 mg/L


://

MIKROBIOLOGI
s

Bagi pengolahan air


tp

minum secara
konvensional, fecal
ht

jml/100
Fecal coliform 100 1000 2000 2000 coliform ≤ 2000 jml /
ml
100 ml dan total
coliform ≤ 10000
jml/100 ml
jml/100
-Total coliform 1000 5000 10000 10000
ml
-RADIOAKTIVITAS
- Gross-A Bq /L 0,1 0,1 0,1 0,1
- Gross-B Bq /L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan
ug /L 1000 1000 1000 (-)
Lemak
Detergen
ug /L 200 200 200 (-)
sebagai MBAS
Senyawa Fenol ug /L 1 1 1 (-)
sebagai Fenol

BHC ug /L 210 210 210 (-)


Aldrin /
ug /L 17 (-) (-) (-)
Dieldrin
Chlordane ug /L 3 (-) (-) (-)
DDT ug /L 2 2 2 2

52 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008


KELAS
PARAMETER SATUAN
I II III IV
KIMIA ORGANIK
Heptachlor dan ug /L 18 (-) (-) (-)
heptachlor epoxide
Lindane ug /L 56 (-) (-) (-)
Methoxyclor ug /L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug /L 1 4 4 (-)
ToxapHan ug /L 5 (-) (-) (-)
Keterangan :
mg= miligram
ug = mikrogram
ml = militer
L = liter
Bq= Bequerel
MBAS = Methylene Blue Active Substance
ABAM = Air Baku untuk Air Minum

.id
Logam berat merupakan logam terlarut
Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai

go
rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.
Nilai DO merupakan batas minimum. .
ps
Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak
.b

dipersyaratkan
Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan
w

Tanda < adalah lebih kecil


w
w
://

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd.
s
tp

MEGAWATI SOEKARNO PUTRI


ht

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2008 53


ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.go
. id

Anda mungkin juga menyukai