Anda di halaman 1dari 10

RANCANGAN ESSAY DEBAT APBNf

● Merupakan perwujudan dari 4 tujuan negara yang tercantum di dalam alinea ke -IV UUD
NRI 1945 dan pasal 23 ayat 1 UUD NRI 1945
● APBN menurut UU No.17 tahun 2003 menjalani 5 fungsi utama
● Fungsi utama APBN menurut pasal 3 ayat 4 UU Keuangan negara
● Pasal 8 huruf b dan huruf = menyusun , dan merubah RAPBN dan menyusun laporan
pertanggung jawaban APBN = tugas menteri keuangan
● BAB III PASAL 11 UU Keuangan negara ayat 2 , APBN terdiri dari anggaran pendapatan,
anggaran belanja, dan pembiayaan
o Pendapatan negara = penerimaan pajak dan non pajak, dan hibah
● Penyusunan APBN berpedoman pada RKP
● Pasal 13 ayat 2 Pemerintah dan DPR membahas rancangan APBN dalam forum pembicaraan
pendahuluan dengan tetap melihat pada kerangka ekonomi makro dan pokok pokok kebijakan
fiskal.
● Pasal 14 lembaga/ kementerian negara selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja
dan anggaran kementerian ( RAK ) = anggaran berbasis kinerja
● Pasal 15 ayat 1 = Pemerintah wajib menyerahkan rancangan APBN ke DPR paling lambat
bulan agustus.
● Pasal 15 ayat 4 pengambilan keputusan oleh DPR dilakukan selambat lambatnya 2 bulan
sebelum tahun anggaran.
● Ayat 5 peninjauan mengenai APBN dilakukan oleh DPR dengan melihat pada kelengkapan
dan rasionalitas unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja secara rinci.
● Ayat 6 apabila DPR tidak menyetujui maka menggunakan APBN tahun sebelumnya.
● BAB VI mengatur terkait hubungan antara Pemerintah pusat, pemda, badan usaha milik
negara, perusahaan daerah, swasta dan badan pengelola dana masyarakat,
o Pasal 24 Pemberian pinjaman/ hibah/ penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/
hibah/ modal harus dimuat di dalam APBN
● Pasal 26 , pelaksanaan APBN ditetapkan melalui keputusan presiden
● Pasal 27 ayat 1 Pemerintah menyusun laporan realisasi semester pertama APBN dan prognosi
untuk 6 enam bulan kedepan
● Pasal 27 ayat 3, penyesuaian terkait perubahan penggunaan APBN sewaktu waktu dapat
terjadi jika, kerangka ekonomi makro tidak berjalan sesuai dengan perkiraan, perubahan
kebijakan fiskal, dan perubahan dinamika anggaran organisasi/ instansi, serta adanya
penggunaan anggaran lebih tahun sebelumnya untuk membiayai anggaran yang sedang
berjalan.
● Ayat 4 pemerintah dapat menginformasikan adanya perubahan terhadap penggunaan APBN
melalui laporan realisasi anggaran
● Pasal 30, pemerintah pusat melaui presiden menyampaikan RUU terkait pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dengan terlebih dahulu diperiksa oleh BPK selambat lambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir
● Laporan keuangan meliputi laporan realisasi APBN, Neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahan negara dan badan
lainnya.
● Pasal 34 pengguna anggaran yang melakukan penyimpangan kebijakan terhadap pelaksanaan
APBN akkan diancam dengan pidana penjara dan denda
o Penyusunan APBN pasca reformasi juga lebih menekankan pada beberapa aspek
krusial, seperti penegasan terkait tujuan dan fungsi dari penggunaan Anggaran yang
diperuntukan untuk mencapai tujuan utama dalam bernegara, lalu peran serta
pemerintah bersama sama dengan DPR dalam proses penetapan dan penyusunan
anggaran, adanya mekanisme pengintegrasian, pengklasifikasian, dan penggunaan
kerangaka pengeluaran jangka menengah dalam pelaksanaan sistem akuntabilitas
sistem penganggaran.
● Substansi yang dimuat di dalam keputusan presiden mencakup hal hal yang belum dirinci di
dalam UU, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian,
pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi
beban kementerian negara. Lalu juga dana perimbangan untuk pemda alokasi subsidi sesuai
dengan keperluan perusahaan
● Kewenangan presiden selaku kepala negara dan pemerintahan dalam mengelola keuangan
negara, terbagi menjadi 2 yakni kewenangan yang bersifat umum yakni dalam menetapkan
arah, kebijakan umum, strategi dan prioritas pengelolaan APBN, seperti menetapkan
pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, pedoman penyusunan rencana kerja
kementerian, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara
o Kewenangan yang bersifat khusus meliputi kebijakan teknis menyangkut keputusan
sidang kabiner di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan
dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
● Pasal 3 ayat 4 UU No.1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, menyatakan bahwa
segala program pemerintah terkait subsidi dan bantuan lainnya dibiayai oleh APBN..
● Pasal 14 ayat 1, mekanisme penyampaian alokasi anggaran APBN oleh menteri keuangan
kepada jajaran menteri lainnya dilakukan dengan terlebih dahulu menyerahkan dokumen
pelaksanaan anggaran masing masing kementerian.
● Pasal 21 pembayaran atas beban APBN, tidak boleh dilakukan apabila barang atau jasa belum
diterima
● asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan
menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu
dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa
berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit
anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya
● Menurut penjelasan umum UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara, asas asas
umum pengelolaan keuangan negara yakni meliputi :
∙ akuntabilitas berorientasi pada hasil;
∙ profesionalitas;
∙ proporsionalitas;
∙ keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
∙ pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri

Bahan pangan yang sempet naik : beras, bawang putih, minyak goreng, dan daging
ayam ras , bbm,

● KETAHANAN PANGAN dalam agenda pembangunan nasional 2022 – 2024.


● Digitalisasi
● Operasi pasar
● UMKM
● Harga komoditas internasional yang meningkat batu bara, tembaga, gas
alam, cpo dan nikel
● Online single submission
● Kredit usaha rakyat ( KUR )
● Pendapatan perkapita Indonesia 4,350 US dolar.
● Menjaga ketersediaan pasokan dan distribusi BBM, digitalisasi SPBU, dan
penyesuaian BBM Non subsidi
● Penambahan kuota Subsidi BBM
● Drilling, intensifikasi program yang ekslusif,
● Mengoptimalkan produksi aset eksisting, mempercepat transformasi
contigent resources menjadi produksi, proyek chemical enhanced oil
recovery
● Restrikti

“Jadi tren kenaikan harga bukan memproteksi harga tapi langsung


ekonomi masyarakat, kesejahteraan masyarakat dari lonjakan harga yang
akan terjadi,” kata Peneliti Departemen Ekonomi Center Of Strategic and
International Studies (CSIS) Adinova Fauri

Meningkatkan pajak ekspor bagi komoditas yang


harganya tengah melambung , inovasi dan percepatan adaptasi teknologi
untuk petani dan pekebun

Data :

Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan per september 2021 sebesar


26,50 juta penduduk, prediksi pertumbuhan ekonomi indonesia 4,9 – 4,5%, ,
anggaran ketahanan pangan 92,3 T,

Harga komoditas naik : beras,daging ayam, daging sapi, telor, cabai,

Target defisit 2023 : 3%

Keberjalanan 2022 : 3,9%

Cadangan devisa 2022 : 136 Billions US dolla

Dampak positif kenaikan harga komoditas pangan dan energi bagi kondisi
perekonomian negara :

Meningkatan Net ekspor

Meningkatkan PDB , kenaikan inflasi membatasi konsumsi domestik


masyarakat
Menjaga inflasi dan daya beli masyarakat

Cover, CPO, Cool, Nikel ( temporer )

Komoditas energi penyumbang surplus terbanyak bagi APBN Indonesia


( cari )

Bawa tujuan SDGs di pro


Kenaikan Harga Komoditas Pangan dan Energi Akan Berdampak Pada Pemerosotan
Pertumbuhan Ekonomi

A. Pendahuluan
Bagai menghadapi luasnya samudera, seorang nahkoda dan awaknya tentu
tidak bisa menebak nasib kapal yang ditumpanginya, apakah samudera tempat dimana
mereka melabuhkan kapal akan selalu menyuguhkan ketenangan hingga tiba pada
tujuan ataukah keganasan yang justru malah akan melenyapkan angan tuk sampai
pada tujuan tersebut. Sampai atau tidaknya kapal tersebut, tentu salah satunya juga
dipengaruhi oleh kondisi kapal dan berbagai sistem kerja yang menyertainya. Ketika
adanya konsep pemikiran yang demikian, kemudian dapat disandingkan ke dalam
struktur kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang mana menurut begawan filsafat
sekaligus hukum Romawi Kuno, Marcus Tullius Cicero, yang mengkultuskan
keselamatan rakyat sebagai suatu konsep berhukum yang paling tinggi ( Salus Populi
Suprema Lex Esto ) , maka telah menjadi suatu hal yang amat sesuai apabila
keselamatan rakyat dijadikan sebagai tujuan akhir dari hukum yang didukung oleh
berbagai komponen, mencakup adanya tata kelakukan, nilai, dan beragam tindakan
manusia yang tentunya beroritentasi kepada aspek kesejahteraan sebagai bagian dari
keselamatan rakyat.
Tujuan bernegara telahlah diatur di dalam alinea ke- IV UUD NRI 1945.
Terdapat 4 tujuan bernegara yang mana salah satunya menyoroti betul aspek
tercapainya kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan akhir dalam bernegara.
Pemerintah selaku penerima amanah langsung oleh rakyat, dituntut untuk
memperhatikan terkait pemerataan, dan laju pertumbuhan pembangunan ekonomi
sebagai rangkaian dalam mencapai tujuan bernegara. Pancasila sebagai landasan
berfilosofis bangsa kita, telah menegaskan pula terkait pentingnya
mengimplementasikan nilai nilai keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Wujud daripada nilai nilai keadilan tersebut yang kemudian dapat dikaitkan pada
tersamaratakannya akses bagi setiap masyarakat dalam mendapatkan kehidupan yang
sejahtera, termasuk kesejahteraan dalam sisi ekonomi. Konstitusi UUD NRI 1945
tepatnya pada pasal 33 ayat 3 memaktubkan secara tersirat bahwa adanya kekayaan
alam baik dari hasil bumi maupun air, serta seluruh potensi yang dimiliki oleh
negara , patutlah dikelola untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu ,
seirama dengan pasal 33 ayat 3, pasal 23 ayat 2 UUD NRI 1945 pun telah menyatakan
bahwa APBN sebgai wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap
tahun oleh UU, dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab atas terwujudnya
kemakmuran rakyat.
Menilik bahwa pangan dan energi merupakan dua hal yang amat sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Sekalipun memiliki energi, manusia tanpa
pangan ibarat gedung kokoh yang tak berpenghuni, atau dalam kata lain tidak
memiliki sumber utama penghidupan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi dan biologisnya sebagai seorang manusia. Tanpa energi pun, pangan yang
tersedia tidak dapat secara optimal dikelola dan dimanfaatkan oleh manusia. Sehingga
, adanya dua hal tersebut sangatlah krusial dibutuhkan demi terpenuhinya kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat pun lambat laun pasti akan dipertemukan dengan
berbagai eskalasi oleh karena adanya tuntutan perubahan zaman. Indonesia dengan
beragam potensi kekayaan alamnya, termasuk juga dalam sisi pangan maupun energi ,
patut pula diikuti oleh pengelolaan dan pemanfaatan yang proporsional dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, agar supaya kebutuhan di masyarakat yang dapat
sewaktu waktu berubah, dapat diikuti pula oleh ketersediaan pangan dan energi yang
mumpuni.

B. PRO
Ketersediaan pangan dan energi oleh masyarakat berperan sebagai
salah dua unsur vital dalam proses pemantauan efektivtas sistem pengelolaan
keuangan negara. Hal tersebut dapat terjadi, dikarenakan keberadaan pangan
dan energi merupakan komoditas dan sumber daya yang dapat
diperjualbelikan baik dalam taraf nasional atau dalam negeri maupun lintas
negara yakni melalui aktivitas ekspor dan impor. Eksistensinya sebagai
komoditas, menjadikan pangan dan energi sebagai dua hal yang selalu melekat
dengan aktivitas perekonomian. Dari adanya aktivitas perekonomian inilah,
skema penyelenggaraan keuangan negara mulai memainkan perannya. Yang
mana, menurut pasal 2 UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Keuangan Negara berarti meliputi adanya hak dan kewajiban negara yakni
yang salah duanya adalah penerimaan dan pengeluan negara. Namun, jauh
sebelum membahas terkait 2 hal tersebut, tepat pada pasal 7 ayat 1 dan 2 UU
Keuangan Negara secara berturut turut mengisyaratkan bahwa kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara haruslah dilandasi atas semangat mewujudkan
tujuan bernegara , yang kemudian dituangkan dalam wujud Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang disusun setiap tahunnya. Letak efektivitas pengelolaan keuangan
negara haruslah diukur pada sudah atau belum terpenuhinya upaya untuk
mewujudkan tujuan bernegara.

Dari segi pengalokasian anggaran, yang mana APBN sendiri pun


memiliki tiga jenis anggaran yang mencakup adanya anggaran pendapatan,
anggaran belanja, dan pembiayaan yang harus diselenggarakan dengan tetap
berorientasi jangka panjang, tidak terkecuali terhadap pengendalian harga
komoditas pangan dan energi. Keberlakuan suatu harga komoditas pangan dan
energi di masyarakat sangatlah berpengaruh terhadap kondisi dan stabilitas
keuangan negara. Bahkan, dampak yang dihasilkan pun dapat bersifat dua
arah, yakni secara internal maupun eksternal terhadap negara itu sendiri .
Tercatat bahwa realisasi APBN pada kuartal I tahun 2022 mengalami defisit
sebesar 0,67% dari target APBN atau sekitar 5,81 triliun. Dari adanya data
tersebut, sekiranya telah mampu merefleksikan bahwa kebutuhan negara pada
kuartal I tahun 2022 telahlah meningkat jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, menyusul pula adanya perubahan APBN tahun 2022 oleh
Pemerintah, dengan menetapkan anggaran belanja negara bertambah menjadi
Rp 3.106 triliun. Terjadinya penambahan anggaran belanja tersebut, salah
satunya didasari oleh melonjaknya harga komoditas pangan dan energi,
sehingga menuntut negara untuk memberikan subsidi dan bantuan sosial bagi
masyarakat. Tentu adanya kenaikan harga komoditas pangan dan energi, jika
dibiarkan berlarut larut akan cenderung terus memperberat beban keuangan
negara.

Hal ini pun sejatinya dapat berlangsung lebih parah , mengingat


bahwasannya hal tersebut pun belum diikuti pula oleh pemasukan yang
idealnya dapat diterima dan pemberdayaan serta peningkatan mutu sumber
daya manusia yang ada di masyarakatnya. Keterpengaruhan kenaikan harga
komoditas pangan dan energi terhadap daya beli di masyarakat, nyatanya patut
pula disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang tiap tahunnya
dimungkinkan akan dipetemukan dengan beragam eskalasi. Berdasar pada
adanya data yang menyatakan bahwa jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan berjumlah sebesar 26, 50 juta penduduk pada akhir tahun 2021,
kembali memperkuat bahwa fokus daripada pertumbuhan ekonomi nasional
juga akan dipengaruhi dari adanya kemampuan masyarakat tersebut dalam
memenuhi kebutuhan pangan dan energinya sehari hari. Bahkan, mayoritas
masyarakat memberikan stigma negatif terhadap adanya lonjakan harga
komoditas pangan dan engergi ini. Melalui big data yang disampaikan oleh
continnuum , bahwa 88, 57 % responden mengeluhkan terkait kenaikan harga
daging, lalu disusul oleh 84,87% mengeluhkan terkait kenaikan harga energi
pertamax, belum lagi ada 83,99% responden yang mengeluhkan naiknya harga
energi LPG. Adanya respon negatif dari masyarakat ini yang kemudian
diperkuat kembali oleh adanya pernyataan yang disampaikan oleh Peneliti
Departemen Ekonomi Center Of Strategic and International Studies, Adinova
Fauri , bahwa tren kenaikan harga bukanlah serta merta memfokuskan negara
pada upaya untuk memproteksi harganya, melainkan pada keadaan ekonomi
masyarakatnya yang secara langsung bersinggungan dengan aspek
kesejahteraan masyarakat sebagai hal yang paling fundamental.

Adanya sampel data yang digunakan dalam proses surveI tersebut juga
tidak sedikit melibatkan pengusaha dan pelaku UMKM yang merasa sangat
terdampak akibat adanya kenaikan harga tersebut. Bahkan banyak yang harus
gulung tikar dan terpaksa beralih ke usaha lain karena adanya fenomena
kenaikan harga ini. Lantas, hal tersebut kembali memperkuat bahwa negara
dan masyarakat belumlah siap dalam menghadapi adanya kenaikan harga
komoditas pangan dan energi. Di satu sisi, memang negara dituntut untuk
mengambil langkah yang akeseleratif menuju pertumbuhan ekonomi pasca
covid-19 , namun perlu diingat bahwa dalam mengelola sistem manajemen
keuangannya, negara harus memrpoyeksikan dan mempertimbangkan terkait
kenaikan harga komoditas pangan dan energi yang ada dengan tingkat daya
beli dan kemampuan pemenuhan kebutuhan ekonomi dari setiap warganya.
Maka ketika rakyat merasa dirugikan dari adanya kenaikan harga ini, esensi
daripada salah satu cita hukum yakni “ Vox Populi Vox Dei” , yang berarti
suara rakyat adalah suara tuhan, haruslah diimplementasikan yakni dengan
menjaga stabilitas harga tersebut agar selalu mudah dijangkau oleh seluruh
lapisan di masyarakat.

C. KONTRA

Gouverner Ce'st Prevoi, dalam menjalankan pemerintahan berarti


harus melihat ke depan dan menjalankan apa yang harus dilakukan. Maka
ketika negara dihadapkan pada suatu permasalahan, eksistensi negara sebagai
pemangku marwah tertinggi dalam upaya menjaga dan melindungi
keselamatan rakyat tengahlah dipertaruhkan, terkait apakah negara kemudian
mampu mengemban suatu tanggung jawab dalam menciptakan suatu upaya
yang responsif dan tentunya berdampak baik terhadap masyarakat, atau malah
justru permasalahan kenaikan harga komoditas pangan dan energi tersebut
akan seutuhnya menyandera hak masyarakat untuk hidup sejahtera secara
ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa segala hal menyangkut adanya
berbagai macam permasalahan sosial khususnya dalam aspek ekonomi, patut
dipandang sebagai suatu konsekuensi yang harus dipersiapkan serta pasti akan
dirasakan oleh setiap negara di dunia. Adanya hal yang demikian, seakan
memberikan tanda kepada negara untuk secara mau tidak mau ,
mempersiapkan dirinya untuk mengambil langkah yang idealnya ditempuh
guna mencegah, mengatasi dan menanggulangi permasalahan tersebut.
Di beberapa waktu belakangan ini , dimana masyarakat masih
direpotkan dengan beragam pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pasca
wabah covid – 19, belum lagi adanya konflik geopolitik yang sedang
bergumam di negara negara Eropa, menjadikan negara termasuk Indonesia
memperoleh dampak perekonomian yang sangat signifikan. Namun, berdasar
pada kondisi laju pertumbuhan ekonomi nasional ditengah ketidakpastian
harga di pasar global, nyatanya masih menggambarkan adanya peningkatan
yang cukup signifikan. Hal inipun dapat dibuktikan dari data yang
disampaikan oleh Badan Pusat Statistik yang kemudian di lansir oleh
Kementerian Keuangan , bahwasannya PDB Nasional masih mengalami
eskalasi peningkatan yang cukup kuat yakni sebesar 5,44% pada triwulan II
tahun 2022, bahkan melampaui ekspektasi pasar. Keberadaan fenomena
kenaikan harga ini, kemudian juga diikuti pula oleh terkendalinya tingkat
inflasi negara, yang jika disandingkan dengan beberapa negara lain, Indonesia
nyatanya hingga saat ini masih bisa bertahan di posisi yang cukup baik.
Dalam keberjalanannya menghadapi adanya fenomena kenaikan harga,
negara melalui Pemerintah yang dalam hal ini ialah kementerian keuangan
juga sebagai aktor utama dalam proses pengelolaan keuangan negara patutlah
berpijak pada adanya beberapa pedoman serta fungsi fungsi pengelolaan
keuangan negara yang telah ditetapkan dan harus dipenuhi. Pasal 3 ayat 4 UU
Keuangan negara telah mengamanatkan bahwasannya APBN sebagai dasar
dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara oleh Pemerintah dalam
kurun waktu satu tahun , wajib hukumnya menitikberatkan pada 5 fungsi
utama, meliputi fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan,
fungsi distribusi dan fungsi stabilitasi. Lantas, tolak ukur dari keberjalanan
APBN dapat kemudian diketahui dari telah atau belum terpenuhinya kelima
fungsi tersebut secara implementatif Dalam hal ini, yang mana peranan APBN
pun harus senantiasa diikutsertakan, bahkan diperdayakan dalam menyikapi
adanya fenomena kenaikan harga komoditas pangan dan energi.

Fenomena kenaikan harga ini dapat pula diartikan sebagai momentum


dimana negara dituntut untuk dapat meracik formulasi kebijakan ekonomi
yang seimbang. Dalam artian, bahwa negara bukanlah rumah yang dimana
telah terkikis fondasinya lantas ia hanya dapat mengapung dan dibuat hanyut
oleh derasnya banjir, melainkan harus juga bertahan dengan membangun
struktur dan komponen penyokong yang baik . Ditambah lagi oleh adanya
peran dari APBN dalam menunjang pertumbuhan ekonomi yang stabil masih
menunjukan tren positif hingga saat ini. Dari segi penerimaan negara, aktivitas
ekspor nasional pun tetap meningkat di tengah fenomena kenaikan harga,
bahkan secara riil tumbuh sebesar 19,7 % di triwulan ke- II tahun 2022.
Kenaikan harga komoditas pangan dan energi ini kemudian mendorong negara
untuk mengeluarkan suatu kebijakan fiskal yang akseleratif yakni dengan
salah satunya meningkatan aktivitas ekspor bahan baku dan energi serta
menaikan tarif pajak ekspor. Sehingga pemasukan yang diterima negara pun
juga dapat terus meningkat seiring dengan menunggu terseimbangkannya
kembali stabilitas harga di masyarakat. Adanya peningkatan aktivitas ekspor
tersebut pun juga dapat mendorong surplus neraca perdagangan barang yang
diprediksikan akan mencapai puncak tertingginya sepanjang sejarah nasional.
Alhasil penerimaan yang diperoleh oleh negara hingga saat ini dapat terus
bertumbuh bahkan melebihi target yang telah ditetapkan melalui Perpres
nomor 98 tahun 2022 yakni mencapai 1.924 tiliun atau lebih tinggi 140, 9
triliiun dari target yang ditetapkan.
Terlebih pada saat ini , dimana laju penyebaran virus covid-19 sudah
berangsur angsur membaik dan telah dapat dikendalikan , maka hal tersebut
seakan menjadi angin segar bagi masyarakat khususnya bagi para pelaku
usaha untuk dapat kembali merintis dan membangun usaha yang mereka
miliki. Ditambah dari telah diberikannya anggaran subsidi dan bantuan sosial
bagi masyarakat dan pelaku usaha yang termarginalkan akibat kenaikan harga
ini, maka bukan menjadi suatu hambatan lagi apabila laju pertumbuhan
ekonomi nasional dapat terus dikawal menuju peningkatan yang
berkesinambungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari adanya kenaikan
harga komoditas pangan dan energi ini tidak serta merta memupuskan harapan
masyarakat untuk dapat hidup sejahtera secara ekonomi. Terdapat beberapa
keuntungan yang nyatanya diperoleh oleh negara melalui peningkatan
penerimaan dari sisi kebijakan aktivitas ekspor dan kebijakan fiskal lainnya
yang dihubungkan pula oleh peranan APBN melalui pemenuhan 5 fungsi
utamanya. Menyoroti pada adanya 2 fungsi yang paling krusial dalam
memandang adanya fenomena kenaikan harga, yakni mencakup adanya fungsi
distribusi dan stabilsasi , maka dari telah diberikannya subsidi beserta bantuan
sosial lainnya melalui anggaran yang telah ditetapkan, serta juga melalui
adanya kebijakan fiskal yang dijalankan dengan cara meningkatan aktifitas
penerimaan negara pada bidang ekspor pangan dan energi, sudah dapat
dikatakan bahwa fungsi distribusi yang menitikberatkan pada upaya
pemerataan dan fungsi stabilisasi yang berfokus pada upaya penyeimbangan
sistem ekonomi nasional telah dapat terpenuhi sebagaimana mestinya. Dan
hasilnya pun berjalan beriringan dengan diperolehnya laju pertumbuhan
ekonomi nasional yang meningkat stabil hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai