ASTUTI
F201601032
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron tidak berpasangan dan sangat reaktif sehingga untuk menjadi stabil ia
cenderung akan mengambil elektron dari molekul lain (Jami’ah dkk., 2018). Radikal
bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas baru melalui
reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah dan menyerang sel-sel tubuh
(Hutabalian, dkk., 2018). Radikal bebas bersifat reaktif, dan jika tidak diinaktifkan
dapat merusak makromolekul didalam tubuh seperti protein, lipid dan asam nukleat,
karena kemunduran fungsi organ tubuh akibat proses penuaan.tetapi tidak tertutup
kemungkinan pada usia muda, penyakit ini juga bisa terjadi. kerusakan sel akibat
kesehatan dunia hamper 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun akibat
antioksidan yang mampu menetralkan atau melawan serangan negative dari radikal
pada radikal bebas yang tidak stabil sehingga radikal bebas bisa dinetralkan dan tidak
1
memiliki antioksidan alami, akan tetapi jumlahnya kurang untuk mengatasi semua
radikal yang terdapat dalam tubuh sehingga diperlukan antioksidan dari luar tubuh
(Samirana dkk., 2013). Antioksidan yang berasal dari luar tubuh dapat diperoleh dalam
bentuk sintetik maupun yang berasal dari bahan alam. Namun, adanya kekhawatiran
penelitian tentang potensi antioksidan alami yang berasal dari tanaman (Hutabalian
Salah satu tanaman dari alam yang berkhasiat sebagai obat adalah tanaman
yang digunakan sebagai sumber bahan obat-obatan oleh masyarakat adalah Merremia
digunakan sebagai bisul, anti emetic, bengkak, dan rheumatic, daun Merremia
peltataini juga digunakan untuk pengobatan luka dan bengkak,dan obat diare, sakit
perut, batuk, sakit mata, luka, radang, dan pengompres luka (Alen et al, 2012). Hasil
uji skrining fitokimia daun segar diketahui bahwa tumbuhan ini memiliki kandungan
metabolit sekunder berupa terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik (Honesty, 2012).
dilakukan dengan menggunakan fraksi heksan, fraksi etil asetat dan fraksi sisa terhadap
yang sama terhadap bakteri Eschericia coli menunjukkan aktivitas pada Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) masing-masing 1000 ppm (Alen et al, 2012). Pengujian
aktivitas antibakteri ekstrak etanol Merremia peltata (L.) Merr., juga dilakukan (Perez
et al., 2015) terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus
2
subtilis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa)
Selain itu, juga telah dilakukan uji sitotoksik menggunakan Brine Shrimp Lethality
Method menunjukkan nilai LC50 ekstrak daun balandete 19,678 ppm, fraksi n heksan
22,029 ppm, fraksi etil asetat 130,918 ppm (Alen et al., 2016).
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas diketahui bahwa tanaman ini
belum pernah dilakukan uji antioksidan terhadap ekstrak yang mengandung senyawa
B. Rumusan Masalah
peltata)?
(Marremia peltata.)?
3
C. Tujuan Penelitian
(Marremia peltata)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
informasi dan wawasan I lmu mengenai analisis parameter spesifik dan non
peltata.)
2. Manfaat praktis
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang analisis parameter spesifik dan non spesifik ekstrak daun
4
2. Renelliza Isolasi senyawa Sampel yang 2. Menggunakan
(2018) metabolit sekunder digunakan sama yaitu metode
dari fraksi etil asetat balandete (Marremia pengujian yang
daun tumbuhan aka peltata). berbeda
lambuang (Marremia
peltata (L) merr.,)
dan uji aktivitas
antibakteri
3. Resta (2012) Uji aktivitas Sampel yang Menggunakan
antibakteri fraksi digunakan sama yaitu metode
daun aka lambuang balandete (Marremia pengujian yang
(Marremia peltata peltata) berbeda
(L.) Merr)
3.
4. Yohannes Alen Uji efek anti kanker Sampel yang4. Menggunakn
(2018) ekstrak etanol daun digunakan sama yaitu metode
aka lambuang balandete (Marremia pengujian yang
(Marremia peltata peltata). berbeda
(L.) Merr. ) pada
mencit putih jantang
dengan metode
micronucleus assay
5
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan standarisasi
paradigm mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan batas-batas stabilitas sebagai produk akhir
obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang
sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari suatu produk.
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang
dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia maka dari
itu perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan dan keamanan ekstrak
6
2. Parameter-parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan
a. Parameter spesifik
2) Organoleptik
kandungan.
dalam labu ukur 1000 ml dan ditambhakan air hingga tanda batas)
7
kemudian didiamkan selama 24 jam sambil dikocok berkali-kali selama 6
jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sebanyak 5,0 ml
yang telah di tara. Lalu residu dipanaskan pada suhu 105 oC hingga bobot
pemanasan (g)
Parameter non spesifik adalah segala aspek yang tidak terkait dengan
dan stabilitas ekstrak dan sedian yang dihasilkan. Parameter non spesifik
ekstrak meliputi :
konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal ini khusus
organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
8
Adapun tujuan penentuan susut pengeringan untuk memberikan
c) Kadar air
dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi,
d) Kadar abu
ekstrak.
9
e) Sisa pelarut
radikal bebas dalam tubuh yaitu dengan cara memberikan satu atau lebih electron
kepada radikal bebas sehingga menjadi molekul yang normal kembali dan
merupakan senyawa atau system yang dapat meredam reaktifitas radikal bebas dan
menghentikan reaksi berantai yang dapat makromolekul dalam tubuh (oroian &
Escriche, 2015).
sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
10
1. Antioksidan sintetik
(BHT), propyl gallate (PG) dan metal chealating agent (EDTA), Tertiary butyl
utama pada saat ini digunakan dala produk makanan adalah monohidroksi atau
et al, 2010)
2. Antioksidan alami
pada buah, biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh katekin
11
merupakan senyawa antioksidan yang paling aktif pada the hijau dan
a. Antioksidan Primer
b. Antioksidan Sekunder
c. Antioksidan Tersier
dan jaringan yang rusak karena radikal bebas (Purba dan Martanto, 2009).
12
atom hidrogen, sehingga warna larutan tereduksi dengan hilangnya warna
penghambatan.
2004).
13
metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan yaitu ada
beberapa cara, yaitu (1). BCB method (β caratone bleaching method) atau metode
antioxidant capacity), (6). FRAP Assay (ferric Reducing Antioxidant power), (7)
DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat dan mudah untuk penapisan
aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti
Pelarut yang digunakan dalam metode DPPH tersebut akan bekerja dengan
baik apabila menggunakan pelarut methanol atau etanol dan kedua pelarut ini
tidak akan mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan
kimia langsung.
3. Mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif
transferring albumin.
14
5. Menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan yang baru.
bebas baru dan mengubah radikal bebas menjadi bahan yang tidak berbahaya
lagi. Ada juga antioksidan jenis sekunder. Ini berasal dari vitamin C, vitamin E
bebas dan mencegah reaksi berantai yang akan mengakibatkan kerusakan pada
Radikal bebas merupakan atom atau molekulyang memiliki satu atau lebih
adalah salah satu faktor penyebab kerusakan DNA disamping penyebab lain
seperti virus, apabila kerusakan tidak parah, masih dapat diperbaiki oleh sistem
diberbagai tempat, kerusakan ini tidak dapat diperbaiki lagi sehingga pembelahan
gen tertentu dalam tubuh yang dapat menyebabkan penyakit kanker (Suryo, 2008).
jenuh dimana sangat rentang terhadap radikal bebas. Apabila struktur dan fungsi
mematikan sel-sel pada jaringan tubuh. Pada sel kulit radikal bebas akan merusak
senyawa lemak dalam membran sel sehingga menyebabkan kulit menjadi keriput.
15
Terjadinya kerusakan protein akibat serangan radikal bebas termasuk oksidasi
(Silalahi, 2006).
Menurut Khaira (2010) sumber radikal bebas ada yang bersifat internal
yaitu dari dalam tubuh dan ada yang bersifat eksternal dari luar tubuh.Radikal
bebas internal berasal dari oksigen yang kita hirup. Oksigen yang biasa dihirup
Reactive Oxygen Species (ROS). Sedangkan radikal eksternal berasal dari polusi
udara, alkohol, rokok, radiasi sinar ultra violet, obat-obatan tertentu seperti
Kerusakn yang dapat ditimbulkan oleh serangan radikal bebas antara lain
(Reynertson, 2007) :
1. Membran sel
jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid dan mungkin juga protein.
berbagai zat pada bagian yang dirusak tersebut, termasuk kolestrol, sehingga
2. Kerusakan protein
16
Kerusakan protein termasuk oksidasi protein akan mengakibatkan
kerusakan jaringan tempat protein itu berada sebagai contoh kerusakan protein
Radikal bebas hanya salahsatu foktor dari banyakny factor yang dapat
zat kimia karsinogen akibat kerusakan DNA tersebut dapat timbul penyakit
kanker, kerusakan dapat berupa kerusakan awal fase transisi ataupun fase
permanen.
biasa.Pada keadaan normal antibody hanya terbentuk apabila ada antigen yang
masuk kedalam tubuh. Adanya antibody untuk sel tubuh bis dapat merusak
6. Proses penuaan
tetapi tidak pernah mencapai 100%.Karena itu secara pelan dan pasti terjadi
17
ketuaan.Yang ingin awet muda perlu banyak mengkomsumsi zat gizi yang
18
7. Tinjauan Mengenai Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazil)
bebas stabil yang dapat bereaksi dengan atom hydrogen yang berasal dari suatu
latutan methanol radikal bebas. Ketika larutan DPPH yang berwarna ungu
menyebabkan warna ungu akan memudar dan digantikan warna kuning yang
nmdengan violet gelap. DPPH dapat memberikan serapan karena memiliki gugus
kromofor dan auksikrom pada stuktur kimianya dan dengan adanya delokalisasi
electron pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour, dkk., 2009).
suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorbsi energy berupa radiasi
2007).Absorbs radiasi oleh sampel diukur oleh detektor pada berbagai panjang
Spectrum ini akan memberikan informasi penting untuk identifikasi adanya gugus
19
gelombang 200-400 nm.Dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang
energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Sinar radiasi manokromatik akan melewati
larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap sinar radiasi tersebut (Harmita
melibatkan energy elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
yaitu:
sama
20
A=¿a.b.c
Keterangan :
A :absorban
a :absorpsivitas molar
c :konsentrasi
fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika diikat oleh
a. Sumber cahaya
b. Manokromator
21
polikromatis.Monokromator terdiri dari susunan : celah (slit) masuk – filter –
pada daerah pengukuran 190-1100 nm kuvet dari bahan gelas dipakai pada
UV.
d. Detector
kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifer dan dalam rekorder
e. Visual Display/Recorder
1. Pembentukan molekul
yang dapat menyerap sinar Uv-Vis hal ini perlu dilakukan jika
senyawa yang dianlisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang
22
stabil.Waktu oprasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara
Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Convolvulales
Family : Convolvulaceae
Genus : Marremia
23
Gambar.1 Tanaman Balandete (Marremia peltata L)
2. Morfologi
yang mempunyai umbi (Stone 1970). Daun lebar berbentuk jantung sampai bulat ,
tekstur daun halus, bunga bertangkai membentuk tipe karangan bunga cyme,
mahkota bunga putih atau kuning, berbentuk lonceng besar, anther berjumbai dan
berambut (Staples 2010). Mahkota bunga M. peltata ada yang berwarna kuning
Marremia peltata juga memiliki daun yang berwarna merah marun ketika
mengeluarkan getah berwarna putih jika dilukai. Batang Marremia peltata ketika
muda tampak berwarna marun lalu hijau lunak, tumbuh menjadi batang berwarna
hijau dan lebih keras (padat berisi), lalu terus tumbuh berwarna coklat dan
24
Marremia peltata tumbuh lebat pada hutan yang telah ditebang. Tumbuh
lebat pada daerah terbuka dengan pH 6.1-7.8 (Irianto & Tjitrosoedirdjo 2010),
pada ketinggian 41 mdpl, suhu tanah 25.94ºC, rata-rata pada kanopi terbuka
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak
kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air
lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak
kering jika mengandung kadar air jurang dari 5% (Voigt, 1995). Parameter yang
mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan,
pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur ekstraksi (Tiwari et al., 2011).
Ekstraksi adalah kegiatan pengambilan suatu senyawa kimia yang dapat larut dari
suatu simplisia dalam komposisi pelarut cair tertentu sehingga dapat dipisahkan
dari kandungan atau pengotor yang tidak dapat larut dalam pelarut tersebut.
Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang didapatkan dengan suatu jalan
ekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia baik nabati maupun hewani dengan
Tujuan pembuatan ekstrak tanaman obat adalah tidak lain untuk dapat
25
keamanan produk dapat dijamin. Keuntungan penggunaan ekstrak dibandingkan
dengan simplisia adalah penggunaannya dapat lebih sederhana, jika dilihat dari
segi jumlah peggunaanya yang lebih sedikit dari bobot tumbuhan atau simplisia
sebenarnya tidak berbeda jauh tetapi tidak sama persis dikarenakan pelarut yang
parameter spesifik terkait langsung terhadap senyawa yang ada di dalam tanaman
(Depkes RI, 2000). Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yang
menjadi dua cara yaitu cara dingin dan cara panas (Ditjen POM, 2000).
a. Maserasi
26
ekstrak cair, serbuk halus atau kasar daritumbuhan kontak dengan pelarut
yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok
b. Perkolasi
pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat akhir. Untuk ekstrak cair
a. Refluks
pada tempratur titik didihnya, dalam waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang realitif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,
2000)
b. Sokletasi
27
ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelatut relative konstan dengan adanya
c. Infusa
pada tempratur 90OC selama 15 menit dimana bejana infuse tercelup dalam
d. Digesti
tinggi dari tempratur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
e. Dekok
Dekok merupakan proses infuse pada waktu yang lebih lama dan
ini digunakan untuk ekstraksi konsistuen yang larut dalam air konsistuen
yang larut dalam air dan konsistuen yang stabil terhadap panas (Tiwari et
al., 2011)
28
a) Pengumpulan Bahan Baku
b) Sortasi Basah
bahan yang sudah busuk, rumput, atau benda lain yang mempengaruhi
kualitas simplisia.
c) Pencucian
d) Perajangan
e) Pengeringan
waktu lama.
f) Sortasi Kering
29
sebaiknya disimpan ditempat yang kering, tidak lembab dan terhindar
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat
lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologs aktif dari bahan tu,buhan sangat
(Ncubeetal., 2008).
Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah,
mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa
dengan cepat (tiwarietal., 2011). Adapun pelaryt yang dapat digunakan dalam
a. Air
b. Alkohol
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih
polaritasnya yang lebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari et al., 2011).
30
c. Aseton
bercampur dengan air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwari
et al., 2011).
d. Kloroform
ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semi
e. Eter
f. N-heksan
khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86,2
gram/mol dengan titik leleh 94,3-95, 30oC. Titik didih n-heksan pada tekanan
g. Etil Asetat
asetat secara selektif akan menarik senyawa yang besifat semi polar seperti
31
h. Metanol
C. Kajian Empiris
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai sumber bahan obat-obatan oleh
tradisional, daun Merremia peltata (L.)Merr., digunakan dengan meminum air perasan
daunnya untuk wanita pasca bersalin, pengobatan luka dan bengkak terutama pada
nodus limfatis dengan cara menempelkan daun yang sudah dihaluskan pada permukaan
kulit yang sakit, obat diare, sakit perut, batuk, sakit mata, luka, radang, dan
32
BAB III
PENELITIAN
Radikal bebas didefeniskan sebagai ataom atau molekul dengan atau molekul
dengan satu atau atau lebih electron yang tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil,
berumur pendek, dan sangat reaktif untuk penarikan electron molekul lain dalam tubuh
dengan merusak integritas lipid, protein dan DNA yang mengarah pada peningktan
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsure-unsur paradigm mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
(Depkes RI, 2002). Mengingat obat herbal dan berbagai tanaman memiliki peranan
penting dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi produk andalan Indonesia maka
perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan keamanan ekstrak tanaman obat
Salah satu tanaman dari alam yang berkhasiat sebagai obat adalah
tanaman .yang digunakan sebagai sumber bahan obat-obatan oleh masyarakat adalah
Merremia peltata
33
B. Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Variabel dependen
: Variabel independen
C. Variable Penelitian
1. Variabel terikat : Variabel terikat pada penelitian ini adalah standarisasi parameter
2. Variabel bebas : Variabel bebas pada penelitian ini adalah : ekstrak daun balandete
dalm artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk
Standarisasi ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter non spesifik.
Kriteria objektif :
34
2. Parameter non speifi: penetapan susut pengeringan, kadar abu, bobot jenis,
Kriteria objektif:
Intensitas nilai IC50 yang telah ditentukan sesuai dengan standar adalah
sebagai berikut:
Ekstrak daun balandet adalah hasil yang didapatkan dari proses ekstraksi dari
E. Hipotesis Penelitian
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, uji kkandungan kimia ekstrak, susut
35
pengeringan, kadar abu, kadar air, bobot jenis, cemaran mikroba, cemaran
H1 : Ekstrak daun balandete memenuhi syarat parameter standarisasi obat bahan alam
tertentu, uji kkandungan kimia ekstrak, susut pengeringan, kadar abu, kadar air,
berat.
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
untuk mengetahui analisis parameter spesifik dan non spesifik dari ekstrak daun
balandete (marremia peltata) sebagai bahan baku obat . adapun rancangan penelitian
nya adalah sampel daun balandete akan diekstraksi kemudian hasil ekstraksi akan
populasi dalam penelitian ini adalah daun balandete yang diperoleh di daerah
kendari Sulawesi tenggara sedangkan sampel penelitian ini adalah daun balandete
(Marremia peltata).
inkubator, oven, timbangan analitik , gelas kimia, gelas beaker( pyrex), labu takar,
tabung reaksi (pyrex), kondensor eksikator, statip , klem, krus porselin, spatula,
batang pengaduk, chamber, mikro pipet, densitometer (Camag TLC Scanner 3), alat
37
Bahan atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ekstrak daun
E. Prosedur penelitian
1. Pengambilan sampel
(Marremia peltata), dilakukan pada sore hari pada saat telah berlangsungnya
2. Determinasi sampel
sisa tanah dan kotoran yang menempel. Kemudia dilakukan pengeringan simplisia
yaitu dilakukan dengan cara diangin-anginkan atau tidak terkena cahaya matahari
langsung.
4. Ekstraksi serbuk
hari. Setelah didapatkan ekstrak cair maka dapat dilakuakan pemekatan ekstrak
38
menggunakan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak yang kental.Kemudain
ekstrak kental yang didapatkan tadi dipisahkan dengan n-heksan dan fraksi tidak
dengan menggunakan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak etil asetat. Ekstrak
etil asetat akan digunakan untuk dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik.
a. Parameter spesifik
1. Identitas
2. Organoleptik
2000).
39
a. Kadar senyawa yang larut dalam air
pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen senyawa
yang larut dalam air dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes RI, 2000)
hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara
residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dalam
40
mm-10 mm) dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap,
dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang
Ket :
yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan
persen berat sampel awal. Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu,
bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring
41
bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan ditimbang, ditentukan
kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel awal.
melalui kertas saring bebas abu, dicuci dngan air panas. Abu yang
tersaring dan kertas saringnya dimasukkan kembali dalam krus silikat yang
sama dipijarkan secara perlahan dalam krus (dengan suhu dinaikkan secara
5. Bobot jenis
a. Cemaran mikroba
42
petri yang steril (duplo) dengan menggunakan pipet yang berbeda dan
ml media nutrient agar tyang telah dicairkan bersuhu 45 oC. cawan petri
b. Cemaran kapang/khamir
pada suhu kamar (25oC) selama 7 hari, lalu ditentukan jumlah kapang
43
plate hingga volume setengahnya. Ekstrak yang kental dan dingin
Tidak lebih dari 0,3 mg/kg, sedangkan logam As tidak lebih dari 5
6. Skrining Fitokimia
a. Uji alkaloid
100 mL) dan pereaksi Dragendorff (campuran Bi(NO3)2 dalam asam nitrat dan
pereaksi Meyer dan endapan jingga sampai merah coklat dengan pereaksi
b. Uji Flavonoid
44
c. Uji Saponin
d. Uji Tanin
e. Uji Kuinon
Sejumlah ekstrak diekstraksi dengan eter dan fraksi yang larut dalam
eter dipisahkan. Lapisan eter dipipet dan diuji dengan pereaksi Lieberman
Buchard (asam asetatanhidrat : H2SO4 pekat = 3:1). Warna merah atau violet
45
p.a hingga tanda batas dikocok homogen sehingga diperoleh larutan DPPH
46
b. Pembuatan larutan pembanding
larutan vitamin C 100 ppm. Lalu dibuat dalam variasi konsentrasi 1 ppm,
metanol dilarutkan dengan metanol p.a. sampai 100 mL, larutan dikocok
sampai homogen. Lalu dibuat dalam variasi konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm,
2018).
pada menit 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 pada panjang gelombang maksimum yang
diinkubasi selama waktu operating time pada suhu ruangan. Absorbansi larutan
47
masing-masing diukur pada panjang gelombang maksimum DPPH 0,6 mM
dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%. Nilai IC 50 didapatkan dari nilai x
Data hasil uji parameter spesifik dan non spesifik serta uji antioksidan
dibandingkan dengan literatur dari buku pedoman parameter standar umum ekstrak
tumbuhan obat.Data yang disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif.
G. Etika penelitian
Adapun etika yang harus di patuhi dalam melakukan suatu penelitian yaitu
selanjutnya peneliti menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian
48
dan terakhir peneliti melakukan penelitian dengan tetap memperhatikan aturan
49
BAB V
B. Analisi Data
1. Analisis Univart
a. Determinasi
50
Tabel 5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Balandete (Marremia peltata)
1. Parameter spesifik
a. Identitas
b. Organoleptis
No Parameter Hasil
4. Bentuk Kental
(Marremia peltata)
51
c. Senyawa yang terlarut
2011)
52
Berdasarkan table diatas menunjukkan bahwa dari parameter susut
2. Analisis bivariat
yaitu dengan membuat kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak dan persen
inhibisi tersebut yang akan menghasilkan persamaan regresi linier. Nilai IC5o
Konsentras Absorban
lC50
Sampel i Blanko sisampel + % inhibisi
(µg/mL)
(ppm) DPPH
10 0.606 0.432
Ekstrak 28,71
7,5 0.606 0.473
daun 21,94
5 0.606 0.477 32,711
balandete 21,28
2,5 0.606 0.482
20,46
10 0.606 0.265 56,27
7,5 0.606 0.268 55,77
Vit.C 5 0.606 0.369 39,10 7.168
2,5 0.606 0.372 38,61
Berdasarkan table diatas dapat dijelaskan bahwa hasil uji antioksidan ekstrak daun
balandete yang dibandingkan dengan control positif yaitu vitamin C mempunyai
perbedaan yang signifikan hal ini dikarenakan nilaiIC50 dari kedua sampel yaitu ekstrak
daun balandete yaitu 32,711 ppm yang termasuk dalam kategori antioksidan kuat
sedangkan vitamin C nilai IC50 yaitu 7,168 ppm yang termasuk dalam kategori antioksidan
kuat.
53
Persamaan regresi linear ekstrak daun balandete dan persamaan regresi linear
vitamin C Ditunjukkan pada gambar 3 dan 4 sebagai berikut:
hubungan antara
% inhibisi Vs Konsentrasi sampel
35
30
%inhibisi daun balandete
10
% Inhibisi Vitamin C
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)
C. Pembahasan
54
untuk menunjukkan dan menjamin kebenaran jenis atau spesies sampel tersebut.
Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun balandete (Marremia
peltata). Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Sampel kemudian dibuat
dalam simplisia kering yang siap digunakan. Setelah itu simplisia diserbukkan
dengan cara diblender kasar. Hal ini bertujuan agar luas permukaan yang terdapat
pada daun dapat diperkecil sehingga dapat memudahkan pada saat proses penyarian.
Ini dikarenakan pelarut akan mudah menembus dinding sel pada tumbuhan sehingga
serbuk daun balandete dimasukkann kedalam maserasi tertutup gelap yaitu untuk
menghindari terjadinya proses oksidasi oleh cahaya yang dapat menganggu proses
metabolit berkhasiat secara maksimal karena semakin tinggi konsentrasi dari pelarut
maka semakin banyak metabolit yang terlarut dalam pelarut, kemudian diaduk lalu
ditutup rapat selama 24 jam, disaring dan diambil filtratnya. Ampas maserasi tadi
dimaserasi kembali dengan cara yang sama sebanyak 2 kali untuk memastikan
metabolit yang dibutuhkan telah tertarik secara keseluruhan. Filtrate yang diperoleh
kemerahan sebanyak 42,5 gram. Selanjutnya ekstrak kental ditambahkan dengan etil
asetat karena salah satu pelarut yang memenuhi syarat untuk menarik senyawa kimia
yang bersifat semi polar. Selanjutnya ekstrak etil asetat tersebut akan dilakukan uji
55
Ekstrak daun balandet kemudian dilanjutkan dengan skrining fitokimia yang
bertujuan untuk mengetahui senyawa organik apa saja yang terdapat pada ekstrak.
Setelah itu didapatkan hasil ekstrak daun balandete positif mengandung senyawa
syarat sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari suatu produk.
Standarisasi ekstrak juga mempunyai pengertian bahwa ekstrak tersebut yang akan
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam manografi yang tercatat dalam manografi terbitan resmi departemen
kesehatan (Materia Medika Indonesia) (Depkes RI, 2011). Salah satu tujuan dari
standarisai adalah menjaga kosistensi dan keseragaman khasiat daro obat herbal.
khasiat ( et al, 2011) standarisasi ekstrak daun balandete marremia peltat L. merr,,
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah karakterisasi ekstrak berupa parameter
spesifik (meliputi parameter identitas ekstrak, organoleptis dan uji senyawa terlarut)
dan parameter non spesifik (meliputi parameter susut pengeringan, kadar air, kadar
abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar cemaran mikroba, dan cemaran logam).
Parameter spesifik meliputi uji identitas ekstrak yang dapat memastikan bahwa
dengan panca indra untuk memastikan bentuk, warna, baud an rasa.yang dihasilkan
secara sederhana dan subyektif munkin, parameter selanjutnya yaitu senyawa yang
larut dalam etanol. Penentuan kadar senyawa yang larut dalam air bertujuan untuk
menujukkan jumlah kandungan senyawa yang besifat polar (memiliki sifat kepolaran
sama dengan air). Penetapan kadar senyawa dalam etanol dilakukan untu
56
menujukkan kandungan senyawa-senyawa yang bersifat semi polar (memiliki sifat
kepolaran yang sama dengan etanol). Etanol yang digunakan sebagai pelarut yaitu
etanol 96% yang kemudian diuapkan diatas titik didih etanol (80oC).
yaitu ekstrak daun balandete dengan nama latin Marremia peltata L.Merr,,. Bagian
tanaman yang digunakan yaitu daun dengan hasil parameter organoleptis berwarna
coklat kehitaman, berbau khas, berasa hambar dan berbentuk kental, hasil penetapan
kadar senyawa larut dalam air yaitu 12,70% sedangkan kadar senyawa dalam etanol
yaitu 16,92% berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dketahui bahwa kadar
senyawa larut dalam etanol lebih tinggi daripada senyawa yang larut dalam air,
artinya kadar senyawa semi polar lebih tinggi dibandingkan dengan kadar senyawa
polarnya hal ini disebabkan karena pelarut dalam proses maserasi yang digunakan
adalah etanol yang yang mana bersifat semi polar. Hasil yang diperoleh pada
penetapan kadar senyawa yang larut dalam air dan kadar senyawa yang laut dalam
parameter spesifik kadar senyawa larut dalam air yaitu >10% dan kadar senyawa
yang larut dalam etanol >16,3% penetapan kadar senyawa yang laut dam air dan
etanol ini merupakan dugaan secara umum banyaknya senyawa yang bersifat semi
polar (terlarut dalam etanol). Penetapan senyawa larut dalam air maupun etanol ini
tidak secara langsung mempengaruhi efek farmakologis senyawa aktif dalam ekstrak
(saefuddin, 2011).
senyawa yang terkandung pada ekstrak hilang atau mudah menguap pada proses
57
untuk menjaga kualitas agar terhindar dari pertumbuhan jamur (safitri, 2008) bobot
memenuhi syarat standar mutu ekstrak maka dari itu diperlukan perlakuan yang baik
dalam penyiaan ektrak untuk menjamin kualitas ekstrak. Untuk penentuan parameter
kadar air ekstrak etil asetat daun balendete diperoleh yaitu 9,26% sehingga dapat
disimpulkan bahwa ekstrak daun balandete yang digunakan memenuhi syarat. kadar
air dalam ekstrak Kurang dari 10% dapat meminimalisir tumbuhnya jamur dan kapan
serta menghasilkan daya tahan penyimpanan dan mutu ektrak daun balandete tetap
baik. Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung semaran
mikroorganisme, akan tetapi kadang hal ini sulit dihindarkan. Menurut persyratan
obat tradisional tertera bahwa angka kapang dan khamir tidak lebih dari 10 4 CFU/gr.
Hasil penelitian yang dihasilkan untuk pengujian cemaran mikroba adalah . hal ini
berarti produk yang dihasilkan telah sesuai dan memenuhi syarat standar yang
atau mineral yang tersisa setelah proses pengabungan (sudamardji, 1989). Ekstrak
daun balandete telah memenuhi syarat standar kadar abu total yaitu sebesar 3,26%
menurut parameter standar yang berlaku adalah < 7,9% (BPOM RI, 2008). Kadar
abu hendaknya mempunyai nilai kecil karena parameter ini menunjukkan adanya
cemaran logam berat yang tahan pada suhu tinggi (isnawat dan, 2006).
Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam bertujuan untuk mengetahui
jumlah kadar abu yang diperoleh dari factor enternal berasal dari pengotor yang
berasal dari pasir atau tanah (Depkes RI, 2000). Menurut depkes RI 2008
menyatakan bahwa kadar abu tidak larut asam ≤ 1,9% dari hasil yang diperoleh yaitu
0,62% menunjukan bahwa ekstrak daun balandete memenuhi standar kadar abu
58
tidallarut asam. Penetapan kadar larut asam dimaksukkan untuk mengevaluasi
Pada penetapan kadar cemaran pada ekstrak, yaitu cemaran logam berat pb,
cd dan As, penetapan kadar ketiga loga berat ini dilakukan debgan Atomic Absorban
Spectroscopy (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat pb, cd,
As dalam ekstrak daun balandete bertutrut turut. Cemaran logam pb, cd dan As
cd ≤3 mg/kg dam As ≤10 µg/kg (BPOM 2004), Umumnya logam ini bersifsat racun
toksitas cd dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan, sakit kepala dan sakit
yang stabil yang jika digunakan sebagai pereaksi cukup dilarutkan. Metode
peredaman DPPH didasarkan pada reduksi pendonor elektron. Pada saat larutan
DPPH yang berwarna ungu bertemu bahan pendonor elektron maka DPPH akan
tereduksi sehingga menyebabkan warna ungu DPPH berubah menjadi kuning yang
berasal dari gugus pikril. Dari penelitian yang telah dilakukan ekstrak dau balandete
dibuat dalam konsentrasi 2,0; 4,0; 6,0, 8,0 dan 10 ppm. Setelah itu dibuat larutan uji
ekstrak daun balandete dengan konsentrasi 20; 40; 60, 80 dan 100 ppm. Kemudian
59
diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah diinkubasi sampel diuji
absorbansi dari vitamin C adalah berturut-turut adalah 10 ppm (0,265), 7,5 ppm
(0,268), 5 ppm (0,369), 2,5 ppm (0,372). Dan nilai absorbansi sampel berturut-turut
adalah 2 ppm (0,432) , 5 ppm (0,477), 7,5 ppm (0,473), 10 ppm (0,432). kemudian
dicari nilai konsentrasi efektif (% inhibisi) dan didapatkan hasil untuk sampel
berturut-turut adalah 10 ppm (28,71), 75 ppm (21,94), 5 ppm (21,28), 2,5 ppm
hasil perhitungan IC50 sampel ekstrak daun balandete (marremia peltata) adalah
sebesar 32,711 yang artinya aktivitas antioksidan ekstrak daun balandete dikatakan
kuat karena nilainya 50-100 ppm. Antioksidan atau senyawa penangkap radikal
bebas merupakan zat yang dapat menentralkan radikal bebas atau suatu bahan yang
berfungsi mencegah sistem biologi tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari
proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang berlebihan. Reaksi oksidasi
dapat memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak
struktur dan fungsi sel. Tetapi reaktivitas radikal bebas tersebut dapat dihambat oleh
daya reduksi dan pengikatan katalis ion logam transisi (Vinayak et al. 2010). Potensi
Peroksidase) dan Cat (katalase); serta antioksidan eksogen, yaitu yang didapat dari
antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya, antara lain vitamin C, E, pro vitamin A,
60
organosulfur, α-tocopherol, flavonoid, thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin,
dan lain-lain. Berbagai bahan alam, baik yang sudah lama digunakan sebagai
yang diperoleh sudah sejalan dengan penelitian dari (M. Djaeni., dkk, 2017), maka
aktivitas antioksidan ekseak daun balandete berkisar antara 102-69 ppm. Semua
ekstrak bunga rosella yang di dapat menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang
61
BAB V1
A. Kesimpulan
trdapat satu parameter yang belim memenuhi syarat standar yaitu susut
B. Saran
62
63
64