Anda di halaman 1dari 12

Makalah Keamanan Dan Khasiat Jamu,

Herbal Medicine, Terapi Nutrisi

OLEH :

KELOMPOK 3

ASNIAR 201801004
INNA 201801008
RESKY SHAFA 201801011
SUTRIANI WARDANI 201801015
YUNIAR 201801105

MK : KEPERAWATAN KOMUNITAS III


(Ns. Sulaeman, S.Kep.,M.Kep)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
PERIODE 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul Keamanan Dan

Khasiat Jamu, Herbal Medicine, Terapi Nutrisi sebagai tugas mata kuliah Keperawatan

Komunitas III.

Pembuatan makalah ini tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama, bantuan,

dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan

makalah ini.

Kami menyadari makalah ini banyak kekurangan, untuk itu penyusun mohon kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, yang diharapkan dapat

menjadi perbaikan kami di masa mendatang.

Demikian makalah ini disusun, apabila banyak kesalahan saya mohon maaf dan semoga

makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Pangkajene, 10 November 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat
sebagai salah satu upaya dalam menangani masalah kesehatan. Pengetahuan tentang
tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan yang secara
turun termurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut
WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat
tradisional sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Faktor
pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat tradisional di negara maju adalah
usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik
meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu
diantaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat tradisional di
seluruh dunia (Sukandar, 2006). WHO telah merekomendasikan penggunaan obat
tradisional dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan
penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga
mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat
tradisional (WHO, 2003).
Obat tradisional baik berupa jamu maupun tanaman obat masih banyak
digunakan oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah. Dari segi
efek samping memang diakui bahwa obat alam atau obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan obat modern, tetapi perlu
diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan konsistensinya yang belum
dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin (Katno, 2008).
Adapun disamping obat tradisional, terapi nutrisi tidak kalah pentingnya.
Nutrisi didapat dari apa yang kita makan, jika makanan yang kita makan itu baik,
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh secara lengkap maka tubuh kita tidak
akan kekurangan nutrisi dan secara otomatis kekebalan tubuh kita akan sangat baik.
Banyak penyakit disebabkan oleh pola makan atau makanan yang buruk. Seperti
mengonsumsi makanan cepat saji misalnya junkfood. Kadar lemak dan kalori dari
makanan cepat saji sangat banyak, sehingga ketika kita mengonsumsinya kita akan
menjadi kelebihan berat badan.
Pola makan yang buruk dan makanan yang mengandung toksin dapat
mengakibatkan usia sel tubuh kita bisa jadi lebih tua dari usia sebenarnya. Hal ini
dikarenakan terlalu banyak sel-sel yang sudah tua dan rusak sementara kemampuan
regenerasi sel tubuh kita rendah. Terapi nutrisi membantu tubuh menyingkirkan sel
yang rusak dan menggantinya dengan sel baru yang lebih sehat dan lebih kuat
sehingga kesehatan meningkat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keamanan dalam mengonsumsi Jamu?
2. Apa Saja Khasiat Jamu?
3. Apa itu Hebal Medicine?
4. Apa yang dimaksud dengan Terapi Nutrisi?
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang keamanan dan khasiat jamu ; herbal medicine ; dan terapi
nutrisi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keamanan Jamu/Obat Tradisional


Keamanan dari Jamu dapat ditinjau dari kelebihan dan kelemahan pada jamu
itu sendiri.
Kelebihan
1. Efek samping obat tradisional relatif kecil bila digunakan secara benar dan
tepat.
a. Ketepatan takaran/dosis. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat
tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian.
Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput,
segenggam ataupun seruas yang lebih sulit ditentukan ketepatannya.
Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan
karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah
tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat,
sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Sari, 2006).
b. Ketepatan waktu penggunaan. Kunyit diketahui bermanfaat untuk
mengurangi nyeri haid dan sudah turun-temurun dikonsumsi dalam
ramuan jamu kunir asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang
bulan (Sastroamidjojo, 2011). Akan tetapi jika diminum pada awal
masa kehamilan beresiko menyebabkan keguguran. Penggunaan jamu
sari dalam jangka panjang semenjak masih gadis hingga berumah
tangga dapat menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi
wanita yang kurang subur karena ada kemungkinan dapat memperkecil
rahim (uterus).
c. Ketepatan cara penggunaan. Daun Kecubung telah diketahui
mengandung alkaloid turunan topan yang bersifat bronkodilator (dapa
memperlebar saluran pernafasan), sehingga digunakan untuk
pengobattan penderita asma. Penggunaannya dengan cara dikeringkan
lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap. Akibat kesalahan
informasi yang diperoleh atau kesalahpahaman bahwa secara umum
penggunaan tanaman obat secara tradisional adalah direbus lalu
diminum air seduhannya, maka akan terjadi keracunan atau mabuk
karena tingginya kadar alkaloid dalam darah. Salah satu tandanya
adalah mata membesar (Patterson & O’Hagan, 2002).
d. Ketepatan pemilihan tanaman obat tradisional untuk indikasi tertentu.
Daun tapak dara mengandung alkaloid yang bermanfaat untuk
pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga mengandung
vinkristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit
hingga ±30%, akibatnya penderita menjadi rentan terhadap penyakit
infeksi (Noble, 1990 ; Bolcskei et al, 1998 ; Lu et al, 2003 ; Wu et al,
2004). Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama,
sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes
melainkan lebih tepat digunakan unttuk pengobatan leukimia.
2. Adanya efek komplementer dan/atau sinergisme dala ramuan obat
radisional/komponen bioaktif tanaman obat.
Suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok
dalam tujuan pengobatan, unsur pendukung atau penunjang, dan unsur
untuk membantu menguatkan efek serta unsur pelengkap atau
penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari satu
jenis tanaman obat, sehingga komposisi obat tradisional lazimnya cukup
komplek. Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah, komponennya terdiri dari : daun seledri (sebagai
vasodilator), daun alpukat atau akar teki (sebagai diuretika), daun murbei
(sebagai Ca-antagonis) serta biji pala (sebagai sedatif ringan). Formulasi
lain dimaksudkan untuk pelangsing, komponennya terdiri dari : kulit kayu
rapet dan daun jati belanda (sebagai pengelat), daun jungrahap (sebagai
diuretik), rimpang kunyit dan temu lawak (sebagai stomakik sekaligus
bersifat pencahar). Dari formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan
oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan
oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defekasi
dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi
proses pelangsingan sedangkan proses defekasi dan diuresis tetap berjalan
sebagaimana biasa.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit
sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit
sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari
satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung tetapi
ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif
Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak orang yang terjangkit
penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan secara cepat dengan
menggunakan antibiotik. Pada saat itu jika hanya menggunakan obat
tradisional atau jamu yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan
pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya, pada periode berikutnya hingga
saat ini sudah cukup banyak ditentukan turunan antibiotik baru yang
potensinya lebih tinggi, sehingga mampu membasmi berbagai penyebab
penyakit infeksi (Katno, 2008).
Kelemahan
Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang
lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta voluminous,
belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan obat tradisional ditempuh
berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk
obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu
kelompok obat fitoterapi atau fitofarmika (Katno, 2008).
Efek farmakologis yang lemah dan lambat pada penggunaan obat tradisional
disebabkan oleh rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat alam serta
kompleknya senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman.

B. Khasiat Jamu
No. Nama Jamu Khasiat
Menambah nafsu makan dan dapat membuat
1. Beras Kencur
tubuh lebih bugar dan meredakan pegal-pegal.

Dipercaya dapat meningkatkan daya tahan


tubuh, menghilangkan pegal-pegal dan gejala
masuk angin dan berbagai penyakit seperti
2. Temulawak
maag, sakit kepala, gangguan ginjal dan
empedu, kembung, juga untuk mencegah
jerawat.

Meredakan nyeri perut saat haid, dapat


mengeluarkan racun dari dalam tubuh
3. Kunyit Asam (detoksifikasi), membuat kulit makin cerah,
meredakan panas dalam, dan bisa untuk
menurunkan berat badan.

Dapat membunuh bakteri pada luka,


4. Jamu Brotowali atau Pahitan merangsang kerja urat saraf dan menjadikan
sistem pernafasan dapat bekerja dengan baik.

Menjaga ketahanan tubuh dan meningkatkan


5. Gepyokan atau Uyup-Uyup
produksi ASI. Mengatasi masalah bau badan.

Dapat mengurangi pegal linu, menghilangkan


6. Daun Beluntas
bau badan
C. Herbal Medicine (Obat Herbal)
Obat herbal atau herbal medicine didefinisikan sebagai bahan baku atau
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia; komposisinya dapat berupa bahan mentah atau
bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang berasal dari satu jenis tumbuhan
atau lebih. (WHO, 2005; 2000). Sediaan herbal diproduksi melalui proses ekstraksi,
fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses fisika lainnya; atau diproduksi melalui
proses biologi. Sediaan herbal dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan
sebagai bahan baku produk herbal. Produk herbal dapat berisi eksipien atau bahan
inert sebagai tambahan bahan aktif (WHO, 2001; 2000).
Regulasi
Obat herbal telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara
maju. Menurut WHO, hingga 65 % dari penduduk negara maju dan 80 % penduduk
negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Faktor pendorong terjadinya
peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah : i) meningkatnya usia
harapan hidup pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, ii) adanya kegagalan
penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti kanker, serta iii) semakin
meluasnya akses informasi obat herbal di seluruh dunia (Sukandar, 2004).
Menurut survei yang dilakukan WHO, sebagian besar negara anggotanya (65
%) memiliki regulasi atau peraturan perundang-undangan obat herbal. Di Indonesia,
obat herbal sebagai bagian dari obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yakni : jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka (Badan
POM, 2004). Pada pokok bahasan regulasi, pemahaman terhadap definisi ketiga jenis
obat herbal tersebut perlu ditekankan kepada mahasiswa farmasi dan kedokteran.
Satu hal yang tidak boleh terlupakan bahwa regulasi obat herbal Indonesia
melarang adanya penambahan Bahan Kimia Obat (BKO) pada segala jenis obat
herbal. Karena tindakan tersebut dapat beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan
konsumen, oleh karena itu Bada POM meminta bantuan kepada POLRI untuk
melakukan tindakan hukum atas pelanggaran tersebut termasuk mengajukan ke
pengadilan, menyita dan memusnahkan produk tersebut.
Monografi Herbal
Untuk obat herbal, buku standar yang digunakan adalah Materia Medika
Indonesia, Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia. Selain itu dapat
digunakan literatur dari negara lain yang memiliki uraian yang lebih komprehensif
dalam monografinya seperti buku-buku standar herbal yang dikeluarkan oleh WHO
atau asosiasi bidang herbal dan fitoterapi lainnya seperti ESCOP (The European
Scientific Cooperative On Phytotherapy), ASP (American Society of Pharmacognosy)
dan lain sebagainya. Salah satu kelebihan literatur asing tersebut ialah
dicantumkannya data pra klinik ataupun data klinik di setiap monografi suatu
herbal/simplisia. Perlu juga ditekankan kepada mahasiswa pentingnya untuk mencari
informasi terkini mengenai data-data tersebut dari jurnal-jurnal Internasional di
bidang herbal seperti Planta Medica, Fitoterapia, Phytomedicine, Natural Products,
Phytochemistry dan lain sebagainya.
Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan obat herbal seperti : teh obat, serbuk terstandar, ekstrak. Di
samping itu untuk obat herbal yang memiliki bentuk sediaan seperti obat
konvensional (bentuk sediaan farmasi) seperti tablet, kapsul, pil, larutan, suspensi dan
lain sebagainya perlu diuraikan metode manufaktur standar/resmi seperti CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) dan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik). CPOB merupakan ketentuan yang mengikat atau yang harus dilaksanakan
(mandatory) oleh suatu industri obat/farmasi untuk memproduksi sediaan obat yang
diedarkan di Indonesia. CPOTB merupakan pedoman yang harus dilaksanakan untuk
memproduksi sediaan obat herbal atau sediaan obat bahan alam lainnya oleh Industri
Obat Tradisional (IOT) atau Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) (Badan POM,
2005-c; Depkes 1991).

D. Terapi Nutrisi
Terapi nutrisi adalah terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Jenis Terapi
a. Oral Feeding
Pemberian makan melalui oral adalah memasukan nutrisi melalui mulut.
Tujuan :
- Memperoleh nutrisi yang optimal
- Memberikan kekuasaan fisik dan psikologis yang dihubungkan
dengan makan.
- Meningkatkan berat badan.
- Meningkatkan control diri dengan mampu melakukan aktifitas
harian secara mandiri.
Indikasi :
- Pasien yang dapat makan melalui oral.
- Pasien dengan ketidakmampuan yang membutuhkan bantuan
sebagian atau total untuk makan.

b. Enteral Nutrition (EN)


Enteral nutrition adalah pada nutrien yang diberikan melalui saluran
gastrointestinal. Pemberian makanan dengan enteral dapat mengurangi sepsis,
menumpulkan respons hipermetabolik pada trauma, dan memelihara struktur dari
fungsi intestinal (Mainous, Block dan Dietch, 1994).
Indikasi :
- Pasien yang dapat makan dan minum tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan energi dan protein
- Pasien yang tidak dapat makan sama sekali digunakan agar seluruh
kebutuhan zat gizi nya tercukupi.

c. Parenteral Nutrition (PN)


PN adalah bentuk dukungan nutrisi yang khusus yaitu pemberian nutrisi
melalui rute intravena dan dapat dipilih bila status perubahan metabolic atau bila
abnormalitas mekanik atau fungsi dari saluran GI tidak dapat menerima pemberian
makanan secara interal (Doenges, 2003).
Tujuan :
- Untuk mencukupi kebutuhan energi basal
- Pemeliharaan kerja organ
- Menambah nutrisi untuk kondisi tertentu seperti stress
Indikasi :
- Pasien tidak dapat makan (obstruksi saluran pencernaan seperti
stiktur atau keganasan esophagus, atau gangguan absorbsi
makanan)
- Pasien tidak boleh makan (seperti fistulaintestinal dan panreatitis)
- Pasien tidak memakan (akibat pemberian kemoterapi).

d. Nutrisi Parenteral Total


Nutrisi parenteral total adalah suatu terapi kompleks yang dilakukan untuk
memenuhi keperluan nutrisi pasien melalui rute intravena.
Tujuan :
- Untuk memberikan kalori yang cukup besar (protein, lipid,
karbohidrat, vitamin, dan mineral)
Indikasi :
- Pasien yang pencernaannya tidak berfungsi selama 7-10 hari
- Pasien yang tidak dapat mencerna makanan dengan baik
- Pasien yang tidak mengalami stress atau trauma
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tanaman obat atau obat tradisional dapat bermanfaat untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, lebih-lebih dalam upaya preventif dan promotif bila
dipergunakan secara tepat. Sebaliknya tanaman obat atau obat tradisional pun dapat
berbahaya bagi kesehatan bila kurang tepat penggunaannya atau memang sengaja
disalahgunakan. Oleh karena itu diperlukan informasi yang lengkap tentang tanaman
obat atau obat tradisional, untuk menghindari hal-hal yang merugikan bagi kesehatan.

B. Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini belum sepenuhnya
sempurna. Untuk itu dapat kiranya pembaca memberikan kritik dan saran mengenai
makalah ini. Walaupun demikian kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Gizi, Makalah, and D. A. N. Diet. 2019. “POLTEKKES KEMENKES PALU JURUSAN D-


III KEPERAWATAN.” 1–19.
Hidayat, Moch Amrun. 2006. “Obat Herbal (Herbal Medicine) : Apa Yang Perlu
Disampaikan Pada Mahasiswa Farmasi Dan Mahasiswa Kedokteran?” Pengembangan
Pendidikan 3(1):141–47.
Ningsih, Indah Yulia. 2016. “Modul Saintifikasi Jamu Keamanan Jamu Tradisional.” 24–25.
Ratmawati, Lia Aria, and Dewie Sulistyorini. 2020. “Gambaran Faktor-Faktor Terjadinya
Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Puskesmas Banjarnegara 2 Kabupaten Banjarnegara.”
Journal Medical Saince 6(01):26–32.
Riicky, Agustinus. 2003. “Kualitas Bakteriologis Jamu Gendong Yang Dijual Di Kota
Padang.” Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2012:1–5.

Anda mungkin juga menyukai