Di susun oleh :
1. Tati rohaeti
2. Kusniawati
3. Wafiroh
4. Erni heriyanti
5. Yulianingsih
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucap syukur kehadirat Illahi Rabbi yang senantiasa memberikan rahmat , serta hidayah-
Nya kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pada Mata Kuliah Farmakologi
dengan judul “Obat Tradisional“. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita nabi
besar Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya, dan semoga sampai kepada kita selaku
umat nya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karangan ilmiah ini. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari semua kalangan sangat penulis harapkan. Semoga dapat
bermanfaat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terapi komplementer merupakan bagian integral dari perawatan kesehatan baik di Amerika
Serikat maupun di negara lain. Terapi ini sudah berkembang dan menjadi sistem
kesehatan di dunia barat. Menurut National Center for Complementary and Alternatiνe Medicine
(NCCAM), terapi komplementer adalah bagian dari sistem perawatan
kesehatan, praktek dan produk kesehatan yang saat ini tidak dianggap sebagai bagian dari pengobatan
konvensional. Menurut WHO (2012), bahwa 80 % dari perawatan kesehatan pada negara berkembang
menggunakan perawatan tradisional untuk praktek kesehatan dibandingkan dengan pengobatan barat.
(Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014b).
Terapi komplementer menjadi hal yang penting bagi perawat dan profesional kesehatan lainnya
karena mereka mampu melakukan penilaian holistik terhadap pasien untuk menentukan serangkaian
tindakan perawatan dan penyembuhan yang dapat mereka
gunakan. Melalui terapi komplementer ini, petugas kesehatan mampu mengurangi stres dan fokus
terhadap pasien dan keluarganya (Snyder & Lindquist, 2010).
Salah satu jenis terapi komplementer adalah terapi herbal yang telah digunakan sejak lama dan
penggunaannya semakin meningkat di seluruh dunia. Ada banyak bukti yang mendukung kemanjuran
terapi herbal sebagai "pelengkap" dan pengobatan alternatif dalam menangani berbagai penyakit
(Cologno, 2014).
Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional menggunakan ramuan saat ini semakin pesat,
terbukti dari hasil Riskesdas 2010 bahwa persentase penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi
jamu sebanyak 59,12 % yang terdapat pada semua kelompok
umur, baik laki-laki maupun perempuan, di pedesaan maupun di perkotaan. Persentasi penggunaan
tanaman obat berturut-turut adalah jahe (50,36%), diikuti kencur (48,77%),
temulawak (39,65%), meniran (13,93%) dan pace (11,17%). Selain tanaman obat di atas, sebanyak
72,51% menggunakan tanaman obat jenis lain (Kemenkes RI, 2016)
B. TUJUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
seperti saat ini, masyarakat terdahulu melakukan pengobatan dengan memanfaatkan apa yang telah
disediakan oleh alam, salah satunya adalah Tanaman (Hailes, 2017).
Herbal, dan produk alami terkait seperti rempah-rempah, adalah bentuk obat tertua dan paling
banyak digunakan di dunia. Penggunaan herbal untuk pengobatan penyakit dan promosi kesejahteraan
telah dilakukan di banyak budaya setidaknya 2.500 tahun. Misalnya, pada abad ke-5 SM, Hippocrates
merekomendasikan daun dan kulit pohon willow (Genus Salix) untuk nyeri dan peradangan
(Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014a). Selain itu, Pada zaman Rasulullah SAW, beliau menggunakan
obat-obat herbal seperti habbatussaudah yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengobati
beberapa
penyakit seperti meningkatkan stamina, mencegah alergi, mengontrol tekanan darah kadar gula dalam
darah, memecah batu ginjal, dll.
Saat ini, Indonesia telah menjadi salah satu pusat tanaman obat di dunia. Penggunaan Jamu dan
obat tradisional, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Sementara itu tuntutan gaya hidup sehat yang berkembang saat ini membuat masyarakat untuk kembali
menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karenanya, jamu dan obat tradisional sebagai
bagian dari pengobatan herbal dapat menjadi salah satu pilihan pengobatan.
Saat ini kecenderungan masyarakat memilih menggunakan produk herbal sebagai
pengganti obat yang telah diresepkan oleh praktisi kesehatan/dokter semakin meningkat dengan
pertimbangan bahwa herbal merupakan produk alami dan memiliki efek samping
yang minimal, meskipun bukti yang menyajikan bahwa produk herbal itu aman digunakan masih
sangat sedikit. Adapun penelitian terbaru yang menyatakan bahwa pengobatan herbal itu ragamnya sangat
bervariasi baik dari segi komposisi/kandungannya maupun kualitas produk. Beberapa obat herbal yang
telah banyak beredar di pasaran sangat diharapkan agar terbebas dari kandungan logam berat dan zat
lainnya yang dapat merusak keefektifan dari produk herbal tersebut (Debas, Laxminarayan, & Straus,
2004)
Namun sebagai catatan tambahan ada beberapa negera yang mengeluarkan peraturan tentang
<
Aristolochia mengarah ke kanker genitourinaria, Comfrey dan Kava yang dapat menimbulkan gagal
hati (De Smet, 2002), Shekelle et. al (2003) mengatakan bahwa Ephedra berkaitan dengan serangan
jantung dan stroke. Selain itu juga penting untuk diketahui bahwa produk herbal juga memiliki efek
mempengaruhi kinerja obat-obatan medis karena dapat menghambat atau mempercepat proses
reabsorpsi dari obat medis
herbal. Produk herbal dapat berisi eksipien atau bahan inert sebagai tambahan bahan aktif (Hidayat,
2013).
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Di Indonesia, obat yang berbahan dasarnya
bersumber dari alam dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka.
1. Jamu (empirical based herbalmedicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman di dalamnya. Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah karena telah terbukti dengan bukti empiris
secara turun temurun.
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman
3
obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. Jadi
obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi
3. Fitofarmaka (clinical basedherbal medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern
karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan
bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat lmiah, protokol
uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, hingga tempat
pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan adanya uji klinik, hal itu akan lebih meyakinkan para
profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga
bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilmiah.
I. Penkkunaan Terapi Herbal
Kesalahpahaman umum mengenai obat-obatan herbal adalah bahwa herbal tidak memiliki efek
samping karena alami. Namun, herbal memang memiliki efek samping dan
mungkin beracun atau beracun jika tidak digunakan dengan tepat. Pertimbangkan toksisitas produk
alami yang banyak digunakan seperti kopi, kokain, dan tembakau. Dilema lain adalah penggunaan
obat herbal sebagai pengganti obat yang diresepkan. Meskipun herbal mungkin menjadi pilihan yang
baik dalam kasus dan kondisi tertentu, keputusan untuk menolak obat harus didasarkan pada penilaian
yang diinformasikan sepenuhnya dalam kemitraan dengan profesional kesehatan (Lindquist et al., 2014a).
Prinsip pengobatan dengan terapi herbal untuk mengobati ataupun mencegah suatu
penyakit harus memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga pengobatan lebih optimal dan berhasil. Maka
yang perlu diperhatikan adalah memahami penyakit dan kondisi pasien
dan memahami tanaman atau tumbuhan yang digunakan sebagai terapi untuk setiap kasus penyakit.
Langkah pengobatan penyakit dengan terapi herbal:
2
3. Terapi pendukung: bertujuan untuk memaksimalkan penyembuhan, yaitu menyangkut
gizi, fungsional food, terapi air, pengaturan aktivitas fisik, olah raga, istirahat, dll
Adapun yang menjadi tanggung jawab farmasi dalam menyediakan obat herbal sebagai
alternative terapi komplementer, antara lain : (Heinrich Michael, barnes Joanne, Gibbons Simon, 2014) :
1. Memastikan bahwa ketersediaan obat herbal atau komplementer lain diperoleh dari
pemasok yang terpercaya
2. Tidak merekomendasikan obat apapun jika obat tersebut diragukan keamanan atau
mutunya
3. Memberikan saran mengenai obat herbal dan terapi komplementer lainnya hanya jika
mereka telah menjalani pelatihan yang sesuai atau memiliki pengetahuan yang
Menurut (Kemenkes RI, 2016), beberapa contoh penggunaan terapi herbal yaitu sebagai
berikut:
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 4-8 m, batang berkayu bulat, kulit kasar, penampang batang muda segi
empat, coklat kekuningan. Daun tunggal bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, tangkai pendek berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk
bonggol, bertangkai di ketiak daun. Buah bonggol, permukaan tidak teratur, berdaging panjang
5-10 cm, hijau kekuningan. Biji keras, segitiga, coklat kemerahan. Simplisia berupa irisan buah,
warna cokelat, bau khas, rasa sedikit pahit, dengan ketebalan ± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan
tonjolan-tonjolan biji.
d. Kandungan Kimia
4
Alkaloid seronin, plant steroid, alisarin, lisin, sodium, asam kaprilat, arginin, prokseronin,
antrakuinin, trace elements, fenilalanin, magnesium, terpenoid, dll.
e. Data Keamanan
LD50 ekstrak air etanol buah, daun, akar pada mencit: > 10 g/kg BB. LD50 ekstrak
etanol daun per oral pada tikus: > 2000 mg/kg BB. NOEL (no observe
effect level): tidak teramati ES sampai dosis 6.86 g/kg BB (sebanding dengan 90 mL/kgBB
jus buah) pada tikus. Pemberian jus buah pada 96 sukarelawan sehat
sampai dosis 750 mL/orang/hari selama 28 hari dinyatakan aman terhadap
parameter biokimia darah, urin dan tanda-tanda vital.
f. Data Manfaat
1) Uji praklinik
Pemberian ekstrak etanol 50% campuran buah dan daun dapat menurunkan kadar gula
darah binatang percobaan. Ekstrak buah, daun dan akar ketiganya menimbulkan penurunan
kadar kolesterol total dan trigliserida. Pada tikus
dislipidemia yang diinduksi diet tinggi lemak, ekstrak buah, daun dan akar ketiganya
menyebabkan penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL
kolesterol, indeks aterogenik, dan ratio kolesterol total/HDL, secara bermakna. Ekstrak akar
menimbulkan peningkatan HDL. Mekanismse antidislipidemi Morinda citrifolia melalui
beberapa cara antara lain inhibisi biosintesis, absorpsi dan sekresi lipid. Diduga karena adanya
multiple antioxidant yang poten dalam mengkudu.
2) Uji klinik
Sejumlah 38 perokok mendapat 2 kali 2 ons jus M. citrifolia
1
b. Bagian yang digunakan :
Rimpang
i. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tegak. Daun kerap kali jelas 2 baris dengan pelepah yang memeluk batang dan lidah
diantara batas pelepah dan helaian daun. Bunga zygomorph berkelamin
2. Kelopak berbentuk tabung, dengan ujung bertaju, kerap kali terbelah serupa pelepah. Rimpang
agak pipih, bagian ujung bercabang, cabang pendek pipih, bentuk bulat telur terbalik, pada
setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam. Potongan bagian luar berwarna coklat
kekuningan, beralur memanjang, kadang ada serat bebas.
b. Kandungan Kimia
Minyak astiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral, borneol, citronellol, geranial, linalool,
limonene, zingiberol, zingiberene, camphene), oleoresin (gingerol, shogaol), fenol (gingerol,
zingeron), enzim proteolitik (zingibain), vit B6, vit C, Kalsium, magnesium, fosfor, kalium,
asam linoleat, gingerol (gol alkohol pada oleoresin), mengandung minyak astiri 1-3%
diantaranya bisabolen, zingiberen dan zingiberol.
e. Data Keamanan
LD50 6-ginggerol dan 6-shogaol adalah 250-680 mg/kg BB. LD50 ekstrak air pada mencit
adalah 33,5 g/kg BB. Pemberian pada wanita hamil tidak menunjukkan efek teratogenik.
f. Data Manfaat
Uji praklinik
Ekstrak jahe invitro menghambat pertumbuhan Helicobacter pylori. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa ekstrak jahe terstandar menghambat pertumbuhan
H. Pylori invitro dengan kadar hambat minimal 0,78-12,5 µg/mL. Pada studi ini ekstrak jahe
diuji pada model rodent yang diinduksi infeksi H. pylori untuk menguji efek preventif dan
eradikasi infeksi. Ekstrak diberikan dengan dosis 100
;
mg/kg BB/hari selama 3 minggu sebelum infeksi atau 6 minggu pasca infeksi. Terapi dengan
ekstrak jahe terstandar mereduksi jumlah H. pylori dibanding kontrol dan secara bermakna
(P<0,05) mengurangi inflamasi mukosa dan submukosa baik yang akut maupun kronik,
cryptitis, juga degenerasi epitel dan erosi yang diinduksi oleh H. pylori.
bukti ilmiah kuat (strong scientific evidence), grade B bukti ilmiah baik (good scientific evidence),
grade C pembuktian yang tidak jelas atau bukti ilmiah, grade D pembuktian
ilmiah negatif (fair negative scientific evidence), grade E pembuktian ilmiah sangat negatif (strong
negative scientific evidence, tidak ada bukti (lack of evidence) (Kemenkes RI, 2016).
Berikut jenis terapi herbal beserta indikasi penggunaanya berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia
8
12Supportif penyakitBawang putih, kunyit, miana, pegagan
jantung dan pembuluh
darah
GastritisJahe, kapulaga, kunyit, pegagan, temu lawak
ArtritisCabe, jahe, kayu putih, sereh
KonstipasiDaun sendok, daun wungu, lidah buaya
kadas, kurap)
Hepatoprotektor Kunyit, meniran, paliasa, temu lawak
Disfungsi ereksi Cabe jawa, pasak bumi, purwoceng, som jawa Sambiloto
Ispa Daun wungu
Hemoroid Daun katuk, torbangun, klabet
Asi (laktogogum)
d. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
9
dengan pendekatan- pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat yang telah teruji khasiat
dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis;
yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk
fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa
menjawab dan mengatasi berbagai
kelemahan tersebut.
10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengobatan Herbal adalah pengobatan tradisional atau pengobatan rakyat yang
didasarkan pada pemakaian tumbuhan-tumbuhan dan ekstrak tumbuhan. Bahan herbal adalah tanaman atau bagian
dari tanaman yang digunakan sebagai pemberi aroma, perasa atau untuk
pengobatan. Obat herbal sendiri merupakan produk yang berasal dari tanaman dan digunakan untuk
meningkatkan kesehatan. Banyak obat herbal yang telah digunakan secara empiris (turun-temurun) sebagai
obat dalam pengobatan tradisional.
Pengobatan Herbal telah banyak digunakan masyarakat maupun medis sebagai terapi pengobatan
dalam kesehatan/keperawatan guna untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dalam mengobati pasien.
B. Saran
Perlu adanya peningkatan sumber daya manusia dan teknologi yang sebanding
dengan ketersediaan pelestarian bahan baku tanaman obat herbal sehingga pemanfaatan tanaman herbal
dan terapi alternative komplementer bisa tercapai lebih optimal.
Terapi herbal yang banyak beredar di indonesia diharapkan dapat menjadi pelengkap terapi
medis ataupun asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan memperhatikan tujuan,
dosis, efek samping .yang dapat dilakukan melalui proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.
11
DAATA\ PTSTAKA