Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan Pada Ny.

L Dengan ARDS (Acute Respiratory


Distress Syndrome) Di Ruang ICU Covid RS Kramat 128

Disusun Oleh:
Tim ICU

Jl. Kramat Raya No. 128 Senen Jakarta Pusat


A. Latar Belakang
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah gangguan pernapasan berat yang
disebabkan oleh penumpukan cairan di alveoli atau kantung udara kecil di paru-paru.
Gejala utamanya adalah sesak napas berat dan sulit bernapas. ARDS sering disebabkan
oleh penyakit kritis, seperti sepsis atau pneumonia berat. Salah satu penyebab
pneumonia yang saat ini sedang menjadi pandemik adalah virus corona (COVID-19).

Faktor resiko menonjol pada ARDS adalah sepsis. Sepsis, aspirasi cairan atau isi
lambung, serta transfusi multiple (>15 unit/24 jam) berhubungan dengan risiko tinggi
terhadap ARDS. Sebagian besar kasus ARDS berhubungan dengan sepsis terkait paru
(pulmonary sepsis) sebanyak 46% atau sepsis bukan karena paru sebanyak 33%.
Menurut sejumlah penelitian, beberapa pasien COVID-19 bisa mengalami ARDS
dalam perjalanan penyakitnya. ARDS pada COVID-19 umumnya terjadi dalam 1
minggu setelah onset gejala klinis. Komplikasi yang dapat ditimbulkan ARDS adalah
DVT (deep vein thrombosis), pneumothoraks, fibrosis paru.

Di Indonesia ARDS mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap
tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Di
Indonesia saat ini COVID-19 merupakan penyumbang terbesar terjadinya ARDS
terdapat 4,15 juta orang terkena COVID-19 dan sebanyak 138 ribu orang meninggal
akibat COVID-19. Sampai dengan tanggal 10 September 2021 tercatat di Jakarta
terdapat 854.168 kasus terkonfirmasi COVID-19 dan sebanyak 13.411 (1,6%)
meninggal akibat COVID-19. Di RS Kramat 128 terdapat ...

Studi terbaru menyebutkan bahwa 7,1% kasus yang masuk ke ICU dan 16,1% kasus
yang menggunakan ventilator mengalami ARDS. Angka mortalitas rumah sakit kasus
ARDS diperkirakan antara 34-55%. Kematian terkait ARDS paling sering disebabkan
oleh kegagalan multiorgan. Kematian yang disebabkan oleh hipoksemia refrakter
hanya 16% dari seluruh kasus.

Hal ini yang mendorong kami untuk melakukan “Asuhan Keperawatan Pada Ny. L
Dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) Di Ruang ICU Covid RS
Kramat 128”.
B. Pengertian
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) adalah gangguan pernapasan berat yang
disebabkan oleh penumpukan cairan di alveoli atau kantung udara kecil di paru-paru.

ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis
sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah
menjadi gagal napas. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh
Asbaugh dkk yang memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas
hipoksemik, dan infiltrat patchy bilateral pada foto toraks pasien dengan rentang usia
11-48 tahun.

ARDS merupakan bentukan suatu dari gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia,
penurunan fungsi paru-paru, dipsnea, edema paru bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat
yang menyebar. ARDS biasanya membutuhkan ventalasi mekanik yang lebih tinggi dari
tekanan jalan napasa normal. ARDS termasuk cedera langsung pada paru (seperti inhalasi
asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).

C. Etiologi
ARDS disebabkan oleh kerusakan alveoli akibat merembesnya cairan dari pembuluh
darah kapiler di dalam paru-paru ke dalam alveoli. Alveoli adalah kantong udara di
paru-paru yang berfungsi menyalurkan oksigen ke darah dan mengeluarkan
karbondioksida dari dalam darah.
Pada kondisi normal, membran yang melindungi pembuluh darah kapiler menjaga
cairan tetap di dalam pembuluh darah. Namun, pada ARDS, cedera atau penyakit
berat menyebabkan kerusakan pada membran pelindung tersebut, sehingga cairan
bocor ke alveoli.
Penumpukan cairan tersebut membuat paru-paru tidak bisa terisi udara, sehingga
pasokan oksigen ke aliran darah dan tubuh menjadi berkurang. Kekurangan pasokan
oksigen ini akan menyebabkan terhentinya fungsi organ, termasuk otak dan ginjal.
Jika dibiarkan, kondisi ini akan mengancam nyawa penderitanya.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan ARDS adalah:

Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen,
(mekanisme tidak langsung) aspirasi asam lambung, tenggelam, sepsis, (syok
(apapun penyebabnya), koagulasi intravaskuler
tersebar dan prankreatiitis idiopatik.
Obat-obatan Heroin dan salisilat.
Infeksi Virus, bakteri, jamur dan TB paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli paru
trombosis, trauma paru, radiasi, keracunan oksigen,
transfusi masif, kelainan metabolik (uremia) dan
bedah mayor.

Faktor penting penyebab ARDS adalah:


1. Shock (disebabkan banyak faktor).
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multipel dan cedera kepala).
3. Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor dan penigkatan
tekanan intrakranial dapat menyebabkan terangsangnya saraf simpatis sehingga
menyebabkan vaskontriksi sistemik dengan kontribusi sejumlah besar volume
darah ke dalam paru-paru. Hal ini menyebabakan peningkatan tekanan hidrostatik
dan kemudian akan menyebabkan cedera paru-paru (lung injury).
4. Gangguan metabolisme (prankreatitis dan uremia).
5. Emboli lemak dan cairan amnion.
6. Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus, jamur).
7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin dan ozon).
8. Aspirasi (sekresi gastrik, tenggelam dan kercunan hidrokarbon).
9. Menelan obat berlebihan dan overdosis narkotik/nonnarkotik (heroin, opioid dan
aspirin).
D. Pathway

Injury langsung Injury tidak langsung


(Infeksi paru, kontusio (trauma dengan syok
paru, cedera inhalasi hemoragik, sepsis)
toksik, dan cedera dada)
Aktivasi kaskade inflamasi

Aktivasi sel imun dan non imun (fase insiasi)


Aktivasi sel efektor (fase amplifikasi)
Neutrofil tertarik dan tertahan di paru

Melepaskan mediator inflamasi Terjadi inflamasi


(oksidan dan peotease)
Pengeluaran prostaglandin

Paru – paru rusak (fase injury)


Mempengaruhi hipotalamus

Kerusakan pada membrane Peningkatan set point


kapiler alveolar hipotalamus

↑ permeabilitas kapiler Hipertermi

Cairan dan protein Edema Hipersekresi ↓ reflek


masuk ke alveolar mukosa batuk

Cairan masuk ke Akumulasi sp


interstitial
Obstruksi ja
napas
Edema interstitial dan
alveolar (edema paru)
Fase Bersiha
eksudatif Jalan
↓ aliran Nafas Ta
Nekrosisnya sel
darah ke pneumosif tipe I
jantung (lapisan yang
mengelilingi
alveolus)

Terjadi kerusakan
sel epitel
pneumosif tipe II Fase
(surfaktan)
peoliferatif
Atelektasis paru Fase fibrosis

Peningkatan CO2 dalam darah Pertukaran O2 dan


CO2 terganggu

Darah bersifat asam

Suplai O2 terganggu AGD abnormal, Hiperkaliemia

PK :Asidosis
Respiratorik Gangguan pertukaran gas

↓ O2 dalam darah ↑ frekuensi pernafasan


Px merasa sesak

Hiperventilasi
Hipoksemia Pasien cemas dengan
keadaannya

↓ O2 ke jaringan Pola nafas


tidak efektif
Ansieta

↓ O2 ke jaringan ↓ O2 ke jaringan Sel kekurangan O2


perifer cerebral

Mekanisme
↓ saturasi O2 ↓ kesadaran kompensasi
metabolisme
anaerob
Px beresiko
Gangguan cidera
perfusi ↓ pembentukan
jaringan ATP
perifer
Resiko
Cidera Energi ke
otot ↓

Kelemahan

Intolerasi
Aktivitas
E. Faktor resiko ARDS
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena ARDS, di
antaranya:
1) Berusia di atas 65 tahun
2) Memiliki kebiasaan merokok
3) Memiliki kecanduan minuman beralkohol
4) Menderita penyakit paru-paru kronis
5) Menderita kelainan genetik
6) Menderita obesitas
7) Mengalami overdosis obat-obatan tertentu

Gejala ARDS dapat berbeda-beda pada setiap penderitanya, tergantung penyebab,


tingkat keparahan, dan apakah ada penyakit lain yang diderita, seperti penyakit
jantung atau penyakit paru-paru. Beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada
penderita ARDS adalah:
1) Napas pendek dan cepat
2) Sesak napas
3) Tekanan darah rendah (hipotensi)
4) Tubuh terasa sangat lelah
5) Keringat berlebih
6) Bibir atau kuku berwarna kebiruan (sianosis)
7) Nyeri dada
8) Denyut jantung meningkat (takikardia)
9) Batuk
10) Demam
11) Sakit kepala atau pusing
12) Bingung

F. Komplikasi pada pasien ARDS


Penderita ARDS dapat mengalami komplikasi, baik akibat ARDS itu sendiri maupun
akibat efek samping dari pengobatannya. Beberapa komplikasi tersebut adalah:
a) DVT (deep vein thrombosis) atau penggumpalan darah pada pembuluh darah
vena dalam di tungkai akibat berbaring terus menerus
b) Pneumothorax atau penumpukan udara pada selaput pleura, umumnya terjadi
akibat tekanan udara dari penggunaan ventilator
c) Infeksi paru-paru akibat masuknya kuman ke paru-paru melalui alat bantu napas
d) Fibrosis paru atau pembentukan jaringan parut di paru-paru yang membuat paru-
paru makin sulit memasok oksigen ke darah

Selain komplikasi di atas, penderita ARDS yang berhasil sembuh bisa mengalami
gangguan kesehatan jangka panjang, seperti:
a) Gangguan pernapasan, seperti napas pendek, sehingga pasien membutuhkan
bantuan oksigen dalam jangka panjang
b) Gangguan daya pikir dan daya ingat akibat kerusakan otak
c) Lemah dan atrofi otot akibat terlalu lama tidak digunakan untuk bergerak (pada
pasien yang harus berbaring lama)
d) Depresi

Adapun pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan:


Antisipasi Dampak Tindakan
Mengurangi lamanya hari penggunaan  Protokol penyapihan meliputi penilaian harian
ventilasi mekanik invasif (IMV) kesiapan untuk bernapas spontan
 Lakukan pemberian sedasi berkala atau kontinyu
yang minimal, titrasi untuk mencapai target
khusus atau dengan interupsi harian dari
pemberian infus sedasi kontinu.

Mengurangi terjadinya ventilator-associated  Pertahankan pasien dalam posisi semi-


pneumonia (VAP) recumbent (naikkan posisi kepala pasien
sehingga membentuk sudut 30-450)
 Gunakan sistem closed suctioning, kuras dan
buang kondensat dalam pipa secara periodik
 Setiap pasien menggunakan sirkuit ventilator
yang baru; pergantian sirkuit dilakukan hanya
jika kotor atau rusak
 Ganti alat heat moisture exchanger (HME) jika
tidak berfungsi, ketika kotor atau setiap 5-7 hari

Mengurangi terjadinya tromboemboli vena  Gunakan obat profilaksis (low molecular-weight


heparin, bila tersedia atau heparin 5000 unit
subkutan dua kali sehari) pada pasien remaja dan
dewasa bila tidak ada kontraindikasi.
 Bila terdapat kontraindikasi, gunakan perangkat
profilaksis mekanik seperti intermiten pneumatic
compression device.

Mengurangi terjadinya infeksi terkait  Gunakan checklist sederhana pada pemasangan


catheterrelated bloodstream kateter IV sebagai pengingat untuk setiap
langkah yang diperlukan agar pemasangan tetap
steril dan adanya pengingat setiap harinya untuk
melepas kateter jika tidak diperlukan.

Mengurangi terjadinya ulkus karena tekanan  Posisi pasien miring ke kiri-kanan bergantian
setiap dua jam.

Mengurangi terjadinya stres ulcer dan  Berikan nutrisi enteral dini (dalam waktu 24-48
pendarahan saluran pencernaan jam pertama)
 Berikan histamin-2 receptor blocker atau proton-
pump inhibitors. Faktor risiko yang perlu
diperhatikan untuk terjadinya perdarahan saluran
pencernaan termasuk pemakaian ventilasi
mekanik ≥48 jam, koagulopati, terapi sulih
ginjal, penyakit hati, komorbid ganda, dan skor
gagal organ yang tinggi

Mengurangi terjadinya kelemahan akibat  Mobilisasi dini apabila aman untuk dilakukan.
perawatan di ICU

RAMSAY SCORE : Skor ramsay merupakan skala pertama yang didefinisikan dan


dirancang sebagai alat ukur kemampuan seseorang untuk bangun
G. ARDS pada pasien Covid-19
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Mula:
Dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult) klinis diketahui atau
memburuknya gejalagejala respirasi.
Pencitraan dada (radiografi, CT scan, atau ultasonografi):
Opasitas bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena kelebihan cairan
(volume overload), kolaps lobus atau kolaps paru, atau nodul.
Asal infiltrasi paru:
Gagal napas yang belum dapat dibedakan apakah akibat gagal jantung atau kelebihan
cairan. Diperlukan penilaian obyektif (mis., ekokardiografi) untuk memastikan tidak
terjadinya penyebab hidrostatik atas inflitrasi/edema jika tidak ada faktor risikonya.
Pelemahan oksigenasi pada pasien dewasa :
1. ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 a ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
CPAP ≥ 5 cmH2O, atau tidak diventilasi)
2. ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan PEEP ≥ 5
cmH2O, atau tidak diventilasi)
3. ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak
diventilasi)
4. Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan terjadinya ARDS
(termasuk pada pasien yang tidak diventilasi).

Manajemen Syok Septik


1) Kenali tanda syok septik
2) Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik 30 ml/kg.
3) Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal napas. Jika tidak
ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul tanda-tanda kelebihan cairan
(seperti distensi vena jugularis, ronki basah halus pada auskultasi paru, gambaran
edema paru pada foto toraks) maka kurangi atau hentikan pemberian cairan.
4) Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah diberikan
resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal tekanan darah adalah
MAP ≥65 mmHg.
5) Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan cermat tanda-
tanda ekstravasasi. Jika ekstravasasi terjadi, hentikan infus.
6) Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamine) jika perfusi tetap
buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah sudah mencapai target
MAP dengan resusitasi cairan dan vasopresor.

Anda mungkin juga menyukai