Anda di halaman 1dari 11

FENOMENA LESBIAN, GAY, BISEXSUAL, TRANSGENDER (LGBT)

DIKALANGAN MASYARAKAT: DILIHAT DARI SUDUT PANDANG


ISLAM
Oleh:
Ahwalul Munifah
Siswa Kelas XI MIA 3 Madrasah Aliyah negeri 4 Kediri
Abstrak:
Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau biasa disebut LGBT adalah
suatu kondisi dimana pelakunya mengalami penyimpangan secara seksual. Diera
modern seperti ini fenomena LGBT semakin marak di kalagan masyarakat.
Banyak juga orang yang menentang adanya LGBT karena dianggap dosa besar
dan menyalahi hukum. Sejarah awal adanya LGBT terjadi ketika jaman nabi Luth.
Kisah kaum sodom yang dilaknat Allah karena perilakunya yang menyimpang
dan tidak mau menerima ajaran yang dibawa nabi Luth. Islam telah melarang
keras adannya hubungan sesama jenis dan telah dijelaskan hukumnya dalam
beberapa ayat di Al – Qur’an. Tidak hanya islam, agama – agama lainpun juga
menentang adanya LGBT dan telah di jelaskan dalam kitabnya masing – masing.
Namun hukum agama juga mendapat pertentangan masyarakat karena dianggap
menyalahi hukum Hak Asasi Manusia.

Kata Kunci: Fenomena, LGBT, Sudut Pandang, Islam

Pendahuluan
LGBT atau GLBT adalah akronim dari “lesbian, gay, biseksual, dan
transgender” istilah ini digunakan semenjak tahun “ 1990-an menggantikan frasa
“komunitas gay” karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah
disebutkan. LGBT sendiri ditandai dengan adanya penyimpangan perilaku seksual
dimana seseorang menjadi lebih tertarik dengan sesama jenisnya. Merebaknya
fenomena LGBT di kalangan masyarakat modern menjadi hal yang
memprihatinkan. Hal ini menjadi topik hangat yang marak diperbincangkan baik
di lingkungan masyarakat maupun di media sosial. Banyaknya iklan, film, juga
konten-konten yang mempromosikan LGBT membuat banyak orang berfikir
bahwa hal ini merupakan sesuatu yang biasa dan dianggap sebagai life style yang
menarik. Tak sedikit pula negara yang melarang adanya hubungan sesama jenis.
Kurang lebih 30 negara megaku melegalkan adanya LGBT juga pernikahan
sesama jenis dan telah diatur dalam undang-undangnya masing-masing.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menolak keras adanya
LGBT. Ditegaskan oleh Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin dalam konferensi pers
di Kantor MUI, Jakarta Pusat pada tanggal 17 Februari 2016 bahwa aktivitas
LGBT diharamkan oleh Islam, bahkan bertentangan dengan sila kesatu dan kedua
Pancasila, serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya
Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 28. Selain itu aktivitas LGBT bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. MUI sendiri telah
mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi,
dan Pencabulan. Dalam fatwa MUI tersebut aktivitas LGBT diharamkan karena
merupakan suatu bentuk kejahatan, dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya
bagi kesehatan dan sebagai sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS.
(Kompas.Com: 17 Februari 2016).
Meski telah ditetapkan dalam undang-undang negara, hal ini masih
menjadi perdebatan panjang di kalangan masyarakat modern. Tak sedikit
masyarakat yang menentang di ilegalkannya LGBT di Indonesia karena dianggap
sebagai pembatasan Hak Asasi Manusia. Dalam merespons maraknya aktivitas
(gerakan) komunitas LGBT di Indonesia, secara umum dapat dikelompokkan
kepada tiga perspektif yang menjadi titik penting di dalam perdebatan LGBT di
Indonesia, yaitu perspektif agama (religius), perspektif Hak Asasi Manusia
(HAM) dan perspekti psikologi. Pertama; Perspektif Agama. Menururt Hukum
Pidana Islam homoseksual (liwāṭ) termasuk dosa besar, karena bertentangan
dengan norma agama, norma susila dan bertentangan pula dengan sunnatullah
(God’s Law/ natural law) dan fitrah manusia (human nature).

Pembahasan
Membahas tentang LGBT tentunya akan membawa kita kedalam pro dan
kontra dari segi hukum yang berlaku. Islam telah melarang adanya LGBT dan
telah dijelaskan dalam kitab Al – Qur’an. Menurut kisahnya sejarah LGBT ini
dimulai sejak jaman Nabi Luth. Allah SWT memerintahkan Nabi Luth untuk
datang kesebuah daerah bernama Sadum atau Sodom yang terletah di Yordania.
Dalam Al – Qur’an telah dijelaskan bahwa kaum Sodom adalah kaum yang
menyimpang atau melampaui batas. Mereka adalah kaum yang dimana warganya
menyukai sesama jenis atau disebut homoseksusal. Allah SWT berfirman :

‫َأح ٍد ِم َن‬ ‫ن‬ ِ ‫اح َش ةَ م ا س ب َق ُك م هِب ا‬


‫م‬
َ ْ َ ْ ََ َ
ِ ‫ون الْ َف‬
َ ‫ت‬
ُ ‫ْأ‬ ‫َأت‬
َ ِ ‫ال لِ َق و ِم‬
‫ه‬ ‫ِإ‬
ْ َ َ‫َو لُوطًا ْذ ق‬
‫ني‬ ِ
َ ‫الْ َع الَ م‬
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu,
yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Q.S
Al – Araf ayat 80
Dijelaskan dalam ayat diatas bahwa Nabi Luth telah di utus oleh Allah
untuk membenarkan kaum Sodom agar mau menyembah Allah. Nabi Luth AS
berseru kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan keji tersebut. Ia menyatakan
perbuatan itu telah bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta
menyalahi kodrat dalam penciptaan manusia.Sayangnya kehadiran dan seruan
Nabi Luth AS tidak diterima kaum Sodom. Mereka bahkan menyebut Nabi Luth
AS berlagak suci, mereka berkata:

“ Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta
keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(mendakwakan dirinya) bersih" ”.(QS. An-Naml (27):56).
Nabi Luth AS juga mengingatkan tentang balasan dan azab yang Allah
SWT berikan kepada kaum-kaum yang berbuat keji. Dengan keberanian dan tekad
kuat, Nabi Luth AS tetap gigih menunjukkan jalan kebenaran dan percaya bahwa
Allah SWT akan melindunginya. Setelah melewati perjuangan yang panjang, satu
per satu kaum Sodom mulai sadar dan meninggalkan perbuatan keji dan beriman
kepada Allah SWT. Meski begitu, jumlah orang yang berhasil disadarkan masih
sedikit. Tidak sebanding dengan mereka yang masih berbuat maksiat. Bahkan,
Nabi Luth AS pernah mendapat ancaman akan dibunuh. Ia juga ditantang untuk
menunjukan dan mendatangkan azab Allah yang selalu ia dakwahkan.
Nabi Luth AS lantas memohon perlindungan dan pertolongan Allah SWT.
Kemudian, Allah SWT memutuskan untuk menurunkan dua malaikat ke Bumi
untuk menyamar menjadi manusia dan memberikan azab bagi kaum Sodom.
Kedua malaikat tersebut menyamar sebagai pria tampan lalu menemui Nabi Luth
AS. Lalu, Nabi Luth AS membawa keduanya ke rumah diam-diam agar tidak ada
satupun dari kaum Sodom yang mengetahui keberadaannya. Sayangnya, istri Nabi
Luth AS berkhianat. Ia diberi harta benda berupa emas, perak, serta kekayaan
lainnya dari kaum Sodom. Ia memberitahu kaum Sodom bahwa ada dua pria
tampan di rumahnya. Masyarakat Sodom lantas menyerbu rumah Nabi Luth dan
terjadilah pertikaian.
Tiba-tiba Allah SWT langsung menurunkan azab dengan menghilangkan
penglihatan para kaum Sodom. Sehingga mereka meninggalkan rumah Nabi Luth
dalam keadaan buta. Kedatangan kedua malaikat tersebut bertujuan
menyampaikan kabar bahwa Allah SWT akan menurunkan azab kepada kaum
Sodom pada waktu subuh. Sehingga Nabi Luth AS dan orang-orang yang beriman
diminta untuk segera meninggalkan kota tersebut. Saat perjalanan meninggalkan
kota, Nabi Luth AS memerintahkan untuk tidak menengok ke belakang selama
perjalanan. Namun, lagi-lagi istri Nabi Luth AS berkhianat dan memilih kembali
bergabung dengan kaum Sodom bersama orang-orang kafir. Saat waktu subuh
tiba, Allah SWT mendatangkan gempa bumi, angin kencang, dan hujan batu
hingga Kota Sadum hancur bersama orang-orang keji yang tinggal di dalamnya.
Allah SWT dalam firmannya :

"Dan Kami turunkan kepada mereka hujan [batu]; maka perhatikanlah


bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu," bunyi Al-Qur.'an Surat Al-
A'raf ayat 84.
Fenomena LGBT semakin meningkat, apalagi di era seperti ini. LGBT
adalah akronim dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Istilah ini digunakan
semenjak tahun 1990-an. Dan menggantikan frasa “komunitas gay” karena istlah
ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Lesbian adalah
istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama
perempuan, Gay adalah istilah untuk laki-laki yang mengarahkan orientasi
seksualnya kepada sesama laki-laki, sementara Biseksual adalah orientasi seks
yang mempunyai ciri-ciri berupa ketertarikan estetis atau hasrat seksual kepada
pria dan juga kepada wanita. Selain dari ketiga istilah yang telah disebutkan, ada
juga Transgender yaitu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang
melakukan, merasa, berpikir atau terlihat 10Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa
IndonesiaBalai Pustaka,Jakarta,2002, hal 225 17 berbeda dari jenis kelamin yang
ditetapkan saat mereka lahir namun keadaan ini tidak terkait dengan orientasi
seksual.
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an,11 tidak ada kosakata non-
peyoratifuntuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat,
"gender ketiga", telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak diterima secara luas.
Istilah pertama yang banyak digunakan, "homoseksual", dikatakan mengandung
konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan
1960-an,dan lalu gay pada tahun 1970-an. Frasa "gay dan lesbian" menjadi lebih
umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk. Pada tahun 1970,
Daughters of Bilitis menjadikan isu feminismeatau hak kaum gay sebagai
prioritas.Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki
dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis
lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay.Lesbian yang lebih
berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis
dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.Selanjutnya, kaum biseksual dan
transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.Setelah
euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-
an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang
menerima kaum biseksual dan transgender.
Namun, jika dilihat secara khusus LGBT sendiri memiliki arti yang
berbeda. Ada beberapa penelitian yang menjadi momentum deklasifikasi
homoseksualitas sebagai gangguan mental, yaitu penelitian Kinsey dan Hooker.
Kinsey menyatakan bahwa homoseksual dan heteroseksual bukan dua entitas yang
terpisah, melainkan sebuah kontinum di dalam diri seseorang. Sementara hasil
studi Hooker menunjukkan bahwa para psikolog yang telah berpengalaman
sekalipun tidak dapat membedakan hasil tes antara homoseksual dan
heteroseksual, serta tidak ada perbedaan antara fungsi mental keduanya. Hasil
studi inilah yang kemudian memengaruhi keputusan APA untuk menghapus
homoseksualitas sebagai gangguan mental dalam seri DSM (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder) versi III di tahun 1973.
Menurut Linda de Clerq dilihat dari sudut pandang ilmu psikologi
pendidikan yang dimaksud dengan tingkah laku abnormal ialah tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma tertentu dan dirasa mengganggu orang lain.
Sarlito Wirawan sebagaimana yang dikutip oleh Yatimin membagi
penyimpangan seksual kepada dua jenis:

1) Perilaku penyimpangan seksual karena kelainan pada objek. Pada


penyimpangan ini dorongan seksual yang dijadikan sasaran pemuasan
lain dari biasanya. Pada manusia normal, objek tingkah laku seksual
ialah pasangan dari lawan jenisnya, tetapi pada penderita
penyimpangan seksual objeknya bisa berupa orang dari jenis kelamin
yang berbeda, melakukan hubungan seksual dengan hewan, dengan
mayat, sodomi, oral seksual, homoseksual, lesbian, dan pedhophilia.
2) Perilaku penyimpangan etika seksual karena kelainan pada caranya.
Pada penyimpangan seksual jenis ini dorongan seksual yang dijadikan
sasaran pemuasan seksual tetap lawan jenis, tapi caranya berbeda
dengan normanorma susila dan etika. Yang termasuk perilaku
penyimpangan etika seksual adalah perzinahan, perkosaan, hubungan
seks dengan saudaranya sendiri, melacur dan sejenisnya.
Banyak orang berpikir bahwa penyebab LGBT karena salah didikan,
faktanya ada banyak faktor yang memicu seseorang menjadi pelaku LGBT.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LGBT :

1) Pergaulan yang sembarangan,


2) Akhlak dan moral yang rendah,
3) Kecanggihan teknologi yang disalahgunakan,
4) Pendidikan keluarga yang buruk,
5) Kegagalan psikoseksual,
6) Hilangnya peran seorang bapak di keluarga,
7) Terlalu bebas menggunakan gedjet,
8) Faktor trauma, dan
9) Kurangnya pemahaman agama.

Menurut psikologi faktor terjadinya LGBT karena kurangnya kasih sayang


dari keluarga terutama dari seorang ayah. Karena ayah dianggap sebagai kepala
keluarga yang dapat melindungi keluarganya dari bahaya. Ketika seorang anak
tidak lagi mendapat perlindungan dari ayahnya maka ia akan mencari sosok
seorang ayah pada diri orang lain. Memiliki taruma masa lalu juga mejadi faktor
terjadinya LGBT. Memiliki taruma masa lalu dapat membuat seseorang dendam
kepada orang yang sudah berperilaku kasar, entah ayahnya, ibunya atau
saudaranya. Sehingga mereka takut dan dendam kepada jenis kelamin tertentu.
Mendapat ejekan saat kecil seperti, homo, tomboy, bencong dan sebagainya yang
secara tidak langsung menyerang mental dan kepribadian penderita LGBT. Hal
tersebut menyebabkan korban mendapat tekanan yang berubah menjadi sugesti.
LGBT merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan, banyaknya orang
yang mulai menjadi bagian dari LGBT menyebabkan masalah serius ditiap
negara. Fenomena penyimpangan ini mulai dianggap sebagai hal yang wajar.
Namun, meski begitu fenomena ini tetap menjadi propaganda serius dikalangan
masyarakat modern. Bayaknya ahli agama yang terus menyebar luaskan dakwah
tentang bahaya dan dampak dari LGBT tidak menjadikan pelakunya jera. Malah
permasalahan tentang hukum adanya LGBT semakin memanas. Tak sedikit orang
yang beranggapan bahwa pelaku LGBT seharusnya mendapatkan haknya dan
diakui keberadaanya dimasyarakat.
Indonesia menerapkan beberapa hukum untuk menangani adanya
komunitas LGBT. Yang pertama menurut sudut pandang agama. Komunitas
LGBT dianggap tidak layak keberadaannya karena menyalahi hukum agama dan
merupakan perbuatan dosa besar yang menentang kodrat Allah. Tidak ada hukum
agama manapun yang melegalkan adannya LGBT. Hukum ini telah ditetapkan
secara tegas dalam beberapa kitab suci beragama.
“janganlah kamu tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan
perempuan, karena itu suatu kekejian” (Taurat, Kitab Imamat 18:22)
“janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orangberzina, banci,
orang pemburit….tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah” (Injil,
Surat 1 Korintus 6:9-10).
Kata pemburit berasat dari bahasa yunani “arsenokoites” yang artinya sesama pria
yang melakukan hubungan seksual seperti sodomi atau mohoseksual
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu
tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu
adalah orang-orang yang melampaui batas” (Qs 26:165-166).
Kedua, menurut tindak pidana yang berlaku. Tindak pidana merupakan
terjemahan dari istilah Belanda “Strafbaar Feit” sedangkan dalam Bahasa latin
dipakai istilah“Delictum”. Dalam Bahasa Indonesia digunakan istilah delik.
Adapun pengertian tindak pidana menurut pakar ahli hukum pidadana, Menurut
Moeljatno tindak pidana adalah :15
“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana
disertai ancaman (saksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan diancam
pidana. Asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditunjukan
pada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang yang menimbulkan kejadian itu)”
Hukum – hukum agama ini masi mendapat banyak pertentangan dari para
pelaku LGBT, mereka merasa bahwa mencitai adalah Hak Asasi Manusia yang
tidak boleh dicampur tangani. Mencintai juga termasuk privasi yang seharusnnya
negara ataupun agama tidak boleh mencampuri kebijakan tersebut. Banyaknya
orang yang menyangkutkan hukum LGBT dengan HAM menjadikan titik
bimbang tersendiri. Pada hakikatnya hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari
Tuhan YangMaha Esa. Dengan demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakan
hak yang bersumber dari negara dan hukum. Oleh karena itu, yang diperlukan dari
negara dan hukum hanyalah pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak
asasi manusia tersebut. (Rozali A, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001).
Menurut Pompe sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang
Poernomo, pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi :

1) Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah


suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan
si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “stafbaar
feit” adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan
perundangundangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum

Menurut Pasal 4 UU No 12 Tahun 2006 dijelaskan bahwa dari a – m dan


didalamnya tidak menyinggung sedikitpun mengenai warna kulit atau orientasi
seksual. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang memenuhi
klasifikasi merupakan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak yang sama
dihadapan hukum. Belakangan ini, muncul banyak kelompok rentan diskriminasi
yang lahir dari perbedaan orientasi pandangan umum. Salah satunya adalah lahir
dari orientasi seksual yang berbeda dengan kenyataan yang dianggap umum oleh
masyarakat. Orientasi seksual yang dimaksud dikenal dengan istilah LGBT
(lesbian, gay, biseksual, transgender). Sebagaimana terjadi di berbagai belahan
dunia lain, sebagian besar pemuka-pemuka agama masih beranggapan bahwa
perbedaan karena SOGIE (Sexual Orientation Jender Identity and Expression)
dianggap sebagai praktik penyimpangan.
Apabila dikaji melalui aspek yuridis maka mengacu pada UUD NRI 1945
dan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa orang-orang LGBT tidak dapat
secara bebas untuk melakukan aktivitas LGBT karena dibatasi dengan norma-
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Pembatasan juga dapat dilihat
dalam Pasal 28J ayat (2) dan dalam Pasal 73 UU a quo dijelaskan bahwa hak dan
kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan
berdasarkan undang-undang. Dalam paradigma pembatasan dapat diperluas
bahwa undang-undang terbentuk bersama dengan nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat yang dipengaruhi nilai religius dan budaya yang hidup dalam
masyarakat.
Bagaimana cara agar seseorang tidak terjerumus dalam lingkup LGBT?
Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjauhkan diri dari perilaku
LGBT :

1) Menjaga pergaulan
2) Menutup segala celah pornografi misalnya dari gadget. Orang tua
harus aktif dalam hal ini.
3) Diadakan kajian atau seminar mengenai bahaya LGBT di sekolah-
sekolah
4) Adanya undang-undang yang melarang adanya LGBT sehingga hal ini
tidak menyebar semakin parah.
5) Diadakan penyuluhan keagamaan mengenai LGBT yang menyimpang
dari aturan agama.

Lalu bagaimana jika seseorang tersebut sudah terlanjur masuk dalam dunia
LGBT? Ada banyak cara yang dapat dilakukan jika seseorang sudah terlanjut
masuk dalam dunia LGBT salah satunya adalah melepaskan diri. Ada beberapa
solusi yang dapat dilakukan agar seorang pelaku LGBT dapat terlepas dari
perilaku tersebut. Salah satunya adalah dengan rehabilitasi. Menurut KBBI
Rehabilitasi adalah pemulihan posisi seseorang dengan memperbaiki anggota
tubuh yang cacat dan orang lain, misalnya korban kecelakaan pasien untuk
menjadi orang yang berguna dan mengambil posisi dalam posisi masyarakat.
Umumnya ada beberapa jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi mental, medial atau
fisik dan lainnya. Ketika ada proses penyembuhan atau peningkatan kondisi
abnormal menjadi normal, Anda perlu melatih untuk menghadapi kondisi awal
menjadi normal kembali.

Penutup
Diharap kepada masyarakat untuk tidak menghina para pelaku LGBT.
Karena hal tersebut hanya akan membuat para pelakunya semakin kehilangan jati
diri mereka. Melepaskan diri dari LGT bukanlah hal yang mudah karna hal seperti
ini dapat berakibat kecanduan bagi pelakunya. Menurut psikologi LGBT dan hal –
hal yang berbau pornografi bagai narkoba yang susah untuk di hindari apabila
seseorang sujah terjerumus kedalamnya. Maka denga itu hendaknnya kita saling
menghormati dan menasehati supaya orang – orang sekitar kita terhindar dari hal
– hal semacam ini

Daftar Rujukan
https:// id.m.wikipedia.org. diakses tanggal 10 Nopember 2017.
Hooker, E. (1956). A Preliminary Analysis of Group Behavior of Homosexuals.
Journal Of Psychology Interdisciplinary And Applied. 41 (2), 217-225.
Maramis W. F., Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2004), 300. 103
Yatimin, Etika Seksual dan Penyimpangannya dalam Islam, 54.
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, cetakan delapan, Jakarta,
2009, hal.60.
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,hal.91.
Rozali Abdullah, Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Keberadaan Peradilan
Hak Asasi Manusia Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm. 35.

Anda mungkin juga menyukai