Anda di halaman 1dari 3

Membangun ekuitas merek ekonomi syariah Indonesia

Jakarta ● Fri, 19 Februari 2021

Tahun ini akan menjadi tahun yang luar biasa bagi perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di
Indonesia. Bersamaan dengan peluncuran Gerakan Wakaf Tunai Nasional, Presiden Joko "Jokowi"
Widodo menyambut baik peresmian brand Ekonomi Syariah pada 25 Januari mendatang.

Presiden, yang juga ketua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), menegaskan merek
ekonomi syariah akan bergabung untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi syariah di Indonesia.

Inisiatif ini diperkenalkan dalam Indonesia Sharia Economy Festival (ISEF) 2020 yang ketujuh.
Penyelenggara bekerja sama dengan KNEKS, yang terdiri dari 16 pimpinan kementerian dan lembaga,
untuk mengajak seluruh masyarakat Indonesia berpartisipasi dalam kompetisi brand ekonomi syariah.
Merek pemenang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi buku panduan untuk penggunaan
kolektif di antara anggota KNEKS.

Visi Indonesia untuk menjadi pusat global ekonomi dan keuangan syariah tidak dapat dicapai melalui
upaya yang terisolasi. Kolaborasi antara pemerintah, regulator, pelaku industri dan masyarakat sipil juga
sangat diperlukan.

Ekonomi syariah di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan diakui oleh lembaga-lembaga
internasional. Ini adalah sesuatu yang bisa dibanggakan dan diharapkan pertumbuhan ekonomi dan
keuangan Islam akan terus meningkat secara konsisten di masa depan.

Global Islamic Finance Report (GIFR) 2020 telah menempatkan Indonesia di peringkat kedua dalam
Islamic Finance Country Index (IFCI) 2020, yang mengukur negara-negara berdasarkan pengembangan
ekosistem keuangan syariah.

Selain itu, menurut Islamic Finance Development Report 2020 yang dikeluarkan oleh Islamic Corporation
untuk pengembangan Sektor Swasta (ICD) bersama dengan Refinitiv, Indonesia juga telah meningkat
menjadi runner-up peringkat negara Islamic Finance Development Indicator (IFDI). Pencapaian ini
disebabkan oleh kekuatan negara yang semakin besar dalam aspek Pengetahuan, Kesadaran dan Tata
Kelola.

State of the Global Islamic Economy Report 2020/2021 memperkirakan bahwa pengeluaran Muslim
global diproyeksikan mencapai US$ 2,4 triliun pada 2024. Ini menyoroti potensi besar ekonomi syariah
untuk ditangkap dan dikembangkan lebih lanjut. Saat ini, laporan tersebut menempatkan Indonesia di
urutan keempat, naik satu peringkat dari tahun sebelumnya.

Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia pada 2019, Indeks Literasi Ekonomi Syariah di Indonesia
mencapai 16,3 persen. Dengan tingkat literasi ekonomi syariah ini, upaya masih diperlukan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat. Hal ini menjadi salah satu tantangan dalam pengembangan
ekonomi syariah.

Untuk mengatasi tantangan ini, branding diperlukan untuk menggambarkan ekonomi syariah secara
inklusif dengan cara yang sederhana. Merek ini dalam bentuk logo atau simbol dikembangkan untuk
menyatukan gerakan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi syariah di negara kita.
Merek terutama berfungsi untuk membantu orang menjadi sadar, mengidentifikasi dan membedakan
barang dan jasa tertentu (biasanya dari pesaing). Merek ekonomi syariah menyoroti pergeseran yang
telah dilakukan pemerintah Indonesia dari hanya berfokus pada perbankan dan keuangan syariah untuk
menggabungkan upaya untuk meningkatkan keuangan sosial Islam, industri halal dan sub-sektor
ekonomi syariah lainnya.

Membangun merek juga berfungsi untuk mengkomunikasikan nilai-nilai yang menjunjung tinggi merek.
Tagline "Value for All", terinspirasi dari rahmatan lil alamin,mengkomunikasikan inklusivitas yang coba
dianut oleh merek ekonomi syariah dan manfaat yang diusulkannya kepada semua pihak.

Dari perspektif pemasaran, merek ekonomi syariah dapat disamakan dengan merek payung, yaitu
menggunakan satu nama merek untuk memasarkan berbagai produk terkait, dalam hal ini, mereka yang
berada dalam ekonomi syariah dan sektor keuangan. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
perbankan syariah, sukuk, wakaf, zakat, makanan halal, kosmetik dan obat-obatan halal, mode
sederhana dan pariwisata ramah Muslim.

Istilah merek payung diciptakan oleh Wernerfelt (1988) sebagai cara memberi sinyal. Peluncuran Bank
Syariah Indonesia (BSI) baru-baru ini telah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perbankan
syariah dan potensi manfaat yang dapat dimilikinya terhadap pemulihan ekonomi Indonesia dalam
pandemi yang sedang berlangsung ini. Dengan menerapkan umbrella branding melalui brand ekonomi
syariah, diharapkan kesadaran dan kualitas yang dirasakan masyarakat selama ini terhadap BSI dan
produk-produk lain yang ada dalam ekonomi dan keuangan syariah, akan menumpuk menjadi satu
ekuitas merek yang sangat besar. Ini akan membangun menuju tujuan Indonesia untuk menjadi pusat
ekonomi syariah global. Manfaat potensial lain dari umbrella branding adalah kemampuan untuk
membonceng kesadaran merek yang ada ketika produk atau layanan baru diluncurkan di masa depan.
Kesadaran yang ada tentang ekonomi syariah pada umumnya akan meluas ke produk baru (Sullivan,
1990). Umbrella branding bahkan dapat meningkatkan efektivitas program pemasaran dan
meningkatkan permintaan untuk produk-produk baru ini dengan memberi tahu orang-orang tentang
kualitas produk(Erdem,1998).

Peresmian merek ekonomi syariah menunjukkan komitmen yang kuat dari presiden Joko "Jokowi"
Widodo untuk mendukung ekonomi syariah dan kemajuan keuangan di Indonesia. Diharapkan bahwa
merek ini dapat menjadi pendekatan top-down yang efektif untuk meningkatkan kesadaran dan
akhirnya pertumbuhan ekonomi syariah dan sektor keuangan.

Namun demikian, dalam praktiknya, menerapkan branding payung dapat menjadi tantangan karena
kebutuhan untuk secara efektif berkoordinasi di antara semua merek individu. Karena logo baru dapat
digunakan oleh badan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam ekonomi syariah,
koordinasi dan memiliki tema komunikasi yang konsisten sangat penting.

Sebuah studi oleh Madhavaram, Badrinarayanan dan McDonald (2013) mengemukakan bahwa selain
memiliki identitas merek, merumuskan dan menerapkan komunikasi pemasaran terpadu (IMC) adalah
komponen penting dalam membangun ekuitas merek. American Marketing Association mendefinisikan
IMC sebagai "proses perencanaan yang dirancang untuk memastikan bahwa semua kontak merek yang
diterima oleh pelanggan atau prospek untuk suatu produk, layanan atau organisasi relevan dengan
orang itu dan konsisten dari waktu ke waktu."
Penafian: Pendapat yang diungkapkan dalam artikel ini adalah pendapat penulis dan tidak
mencerminkan sikap resmi The Jakarta Post.

Artikel ini diterbitkan dalam thejakartapost.com dengan judul "Membangun Ekonomi Syariah Indonesia
Brand Equity". Klik untuk membaca: https://www.thejakartapost.com/academia/2021/02/19/building-
the-indonesian-sharia-economy-brand-equity.html.

Unduh aplikasi The Jakarta Post untuk akses berita yang lebih mudah dan lebih cepat:

Android: http://bit.ly/tjp-android

iOS: http://bit.ly/tjp-ios

Anda mungkin juga menyukai