Sejarah dan Macam Rumah Adat Betawi – Betawi merupakan salah satu
suku di Jakarta yang sangat beragam. Hal ini karena masyarakatnya
terbentuk dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Sehingga tak
heran, jika masyarakat di sana memiliki toleransi yang sangat tinggi
terhadap orang lain.
Hal itu diwujudkan atau tercirikan melalui bangunan rumah adatnya yang
kaya makna. Ada banyak hal menarik dari rumah adat Betawi, mulai dari
sejarahnya, filosofi bangunan, serta macam-macam bangunannya. Untuk
mengetahui lebih jauh, simak ulasan rumah adat Betawi berikut ini
Jika dilihat lagi, rumah adat Betawi ini dipengaruhi oleh adanya akulturasi
budaya. Di mana adanya beberapa suku di daerah Batavia membuat
mereka saling melebur. Hasilnya, Anda bisa melihat pada arsitektur
bangunan rumah adat betawi.
Terdapat dua budaya yang melebur dalam rumah adatnya, meliputi budaya
internasional dan juga lokal. Dari tampilannya, Anda bisa melihat bentuk
rumah Betawi hampir mirip dengan rumah Joglo khas jawa tengah.
Lalu Anda juga akan melihat beberapa ciri-ciri rumah panggung Sunda di
sana. Kemudian, budaya Internasional juga turut terlibat dalam rumah adat
Betawi. Ornamen dan hiasan yang dipakai oleh masyarakat Betawi, seperti
pada pembuatan pintu dan jendela mengadopsi dari budaya luar negeri,
seperti Arab, Eropa, dan China.
Macam-macam Rumah Adat Betawi
Setiap daerah tentu memiliki lebih dari satu rumah adat. Macam-macam
rumah adat ini selain menjadi hasil kebudayaan suatu daerah juga menjadi
karakteristik kehidupan masyarakat. Di Betawi sendiri yang secara resmi
tercatat sebagai rumah adat hanya rumah Kebaya. Akan tetapi, selain itu
masih ada beberapa jenis yang juga ada di sana. Di antaranya adalah
rumah Panggung, rumah Joglo, dan rumah Gudang.
Meski tidak tercatat secara resmi, namun rumah-rumah tersebut masih ada
di Betawi dan dilestarikan oleh penduduk sampai sekarang. Sehingga
keberadaannya juga cukup berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat
setempat. Untuk lebih detailnya, simak ulasan keempat rumah adat Betawi
berikut ini ya:
1. Rumah Kebaya
Kebaya mungkin lebih dikenal sebagai pakaian adat tradisional. Ya,
barangkali nama rumah Kebaya memang belum cukup dikenal masyarakat
luas. Padahal, rumah jenis ini sudah diakui secara resmi sebagai rumah
adat Betawi.
Mengapa disebut Kebaya? Sebab bentuk atap rumah ini mirip dengan
pelana yang dilipat. Lalu jika Anda melihatnya dari samping, maka lipatan-
lipatan tersebut akan nampak seperti lipatan pada kain kebaya.
Di rumah Kebaya ini juga ada aturan tertentu dalam pembagian ruangnya.
Biasanya pemilik rumah membagi ruang menjadi 2 area, satu untuk semi
publik (menerima tamu dll) dan satunya untuk ruang pribadi. Area publik
umumnya diletakkan di bagian depan, yaitu sebagai teras dan ruang tamu.
Jika Anda bertamu ke rumah Kebaya, Anda bisa datang dan duduk dengan
leluasa di area tersebut.
Ada pula kamar khusus bagi tamu di rumah ini, diberi nama khusus
paseban. Sebagai penghormatan terhadap tamu yang menginap, kamar ini
akan dihias dan dibuat sebagus mungkin. Pintunya diberi ukiran, atau
atapnya diberi renda seperti kebaya. Namun bisa juga paseban ini
dijadikan tempat beribadah apabila tidak ada tamu yang menginap.
2. Rumah Gudang
Rumah adat Betawi yang kedua adalah rumah Gudang. Biasanya rumah
jenis ini akan banyak ditemukan di pedalaman. Seperti yang sudah
dijelaskan, beberapa jenis rumah terbentuk berdasarkan lokasi dan budaya
di sekitarnya. Jadi, ada aturan yang hanya memperbolehkan masyarakat di
daerah pedalaman saja yang bisa membangun rumah Gudang ini.
3. Rumah Panggung
Rumah adat selanjutnya yaitu rumah panggung. Rumah ini mirip dengan
rumah Si Pitung. Adapun bangunan ini biasanya ada di daerah pesisir
pantai. Rumah panggung yang tinggi ini telah disesuaikan dengan daerah
pesisir, jadi apabila ada pasang air laut rumah masih aman dan tidak
terendam air.
Rumah adat Betawi Joglo memiliki bentuk bujur sangkar dan bangunannya
dibuat memanjang. Lalu, rumah ini dibagi menjadi tiga ruangan. Pertama
ruang depan, lalu ruang tengah, dan ruang belakang. Seperti biasa, ruang
depan dipakai untuk menerima dan menjamu tamu.
Lalu ruang tengah diisi dengan ruang keluarga dan kamar tidur, tempatnya
lebih privasi dari ruang depan. Kemudian ruang belakang digunakan untuk
kamar mandi dan dapur. Rumah joglo ini memiliki arsitektur yang lebih luas
dari rumah lainnya.
Hal ini cukup berbeda dengan rumah jaman modern yang ruang
keluarganya biasanya ada di bagian dalam. Akan tetapi rumah adat ini
berbeda, justru dengan teras yang luas dapat membuat mereka lebih
nyaman untuk bersenda gurau bersama.
Di teras biasanya akan ditempatkan kursi bale-bale dari rotan, bambu, atau
kayu jati yang disebut dengan amben. Adapun lantai terasnya memakai
gejogan, yang menunjukkan penghormatan pada tamu yang datang ke
rumah. Bagi masyarakat Betawi, ternyata gejogan ini cukup sakral.
Alasannya karena berhubungan langsung dengan tangga masuk rumah
yang diberi nama balaksuji.
Selain itu teras rumah yang luas ini juga memberikan makna bahwa orang
rumah atau orang Betawi sangat terbuka dengan kedatangan tamu.
Apalagi orang Betawi juga dikenal sangat menghargai pluralisme atau
perbedaan antar suku maupun agama. Hal ini sangatlah wajar, mengingat
sejarah masyarakat Betawi yang berasal dari perkumpulan beberapa suku
di Indonesia.
Ada pula makna lain dari pagar yang dibangun di bagian depan rumah
Betawi. Ternyata ada makna filosofis tertentu dari keberadaan pagar yang
mengelilingi rumah di bagian depan. Pagar ini bagi masyarakat diartikan
sebagai penghalang hal-hal negatif dari luar yang bisa masuk ke rumah.
Jadi diharapkan, dengan adanya pagar, suasana di dalam rumah selalu
memiliki aura yang positif. Sebab hal-hal negatif telah dihalangi oleh
adanya pagar.
Setiap pembagian ruang yang ada di rumah adat Betawi juga memiliki
makna filosofis tersendiri. Berikut adalah karakteristik ruangnya:
Hal tersebut dimaksudkan supaya penghuni rumah atau siapa saja yang
tinggal di rumah itu tetap bersih baik lahir maupun batin. Maka dari itu,
setiap rumah adat Betawi tidak ada yang mempunyai kamar mandi bersatu
dengan bangunan utama. Umumnya mereka meletakkan kamar mandi di
belakang rumah, terpisah dengan bangunan utama.
Ukiran bunga melati, yang memiliki arti jika si punya rumah harus
mempunyai perasaan dan hati yang harum seperti ketika bunga
melati mekar. Hal tersebut disimbolkan melalui ukiran bunga melati,
yang memiliki bau harum. Biasanya ukiran ini dipajang di tiang.
Ukiran bunga matahari, yaitu memiliki arti setiap kehidupan pemilik
rumah mesti menjadi inspirasi bagi warga sekitar. Maknanya sebagai
penerang, yang bisa menerangi hati dan pikiran anggota keluarga di
rumah tersebut. Biasanya ukiran bunga matahari ini dipasang di pintu
ruang tamu.
Ukiran gunungan atau tumpal, yang menjadi lambang kekuatan
alam, yaitu semesta atau makrokosmos, manusia atau mikrokosmos,
dan alam ghaib atau metakosmos.
Ukiran lainnya memiliki makna keanggunan, seperti bunga Kim Hong
bermakna keuletan, lalu rusa bermakna lincah dan tanggap, serta
ada burung merak yang berarti kemegahan.
Ornamen gigi balang, yang merupakan ornamen dari papan kayu
berbentuk segitiga terbalik berjajar. Biasanya ornamen ini dipasang
di bawah atap rumah atau di lisplang. Arti dari pajangan ini adalah
bahwa masyarakat Betawi harus hidup dalam kejujuran, harus rajin,
ulet, serta sabar. Hal tersebut diibaratkan seperti belalang, yang
hanya dapat mematahkan tanaman apabila ia ulet, terus menerus
bekerja meski membutuhkan waktu yang cukup lama.
Selain itu, pagar yang dibuat mengelilingi rumah bagian depan umumnya
tidak terlalu tinggi. Pagarnya dibuat rendah sekitar 80 cm dengan tebal
kira-kira 3 sampai 5 cm. Bahannya dibuat dari kayu. Arti dari pagar rendah
ini adalah adanya batas antara dunia luar dengan rumah.
Harapannya, rumah dapat terhindar dari hal-hal negatif yang ada di luar
pagar. Kemudian pintu masuk ke rumah juga memiliki arti, yaitu bagi tamu
yang datang hendaklah memiliki adab yang baik. Ketika masuk rumah
harus melalui depan, bukan belakang.