Iklim diukur berdasarkan kelembapan, curah hujan, suhu, tekanan atmosfer, dan arah
angin.
iklim dipengaruhi oleh garis lintang, ketinggian, kawasan atau daerah, dan perairan yang
berada di dekatnya.
ilmu yang mempelajari mengenai iklim suatu wilayah disebut klimatologi.
iklim di Indonesia adalah iklim tropis. Artinya, iklim di Indonesia tergolong hangat
cenderung panas dan lembap di sepanjang tahunnya.
Indonesia hanya mempunyai dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan.
Di beberapa negara, faktor utama yang menentukan iklim adalah tekanan atau suhu udara.
Indonesia memiliki beberapa jenis iklim yang sebagian besar beriklim hutan hujan
tropis dengan taraf curah hujan tertinggi, lalu disertai dengan iklim muson tropis,
dan iklim sabana tropis yang memiliki taraf curah hujan terendah.
di kawasan pegunungan tepatnya di Papua mempunyai iklim tundra.
Iklim tundra adalah suatu bioma tempat terhambatnya pertumbuhan pohon dengan
rendahnya suhu lingkungan sekitar. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah tanpa
pohon. Tundra terdapat di wilayah bumi sebelah utara (lingkaran arktika), juga ditemukan
di dekat antartika, dan terdapat di puncak pegunungan yang tinggi.
pada hakikatnya, Indonesia adalah negara yang memiliki 3 jenis iklim, yaitu iklim musim
(iklim muson), iklim tropika atau tropis (iklim panas), dan iklim laut.
Berdasarkan ketiga iklim tersebut, iklim tropis atau iklim panaslah yang sangat melekat
dengan Indonesia dan dikenal oleh banyak orang. Iklim tropis sendiri adalah iklim yang
dipunyai oleh suatu kawasan atau negara yang berada di sekitar khatulistiwa.
Sebuah penelitian di Polandia, kemarin menyebutkan iklim di dunia saat ini berubah
sangat cepat melebihi dari yang diperkirakan sebelumnya.
Panel Ilmuwan untuk Perubahan Iklim (IPCC) melaporkan hasil penelitian mereka bulan
Februari menyatakan, percepatan perubahan iklim dipicu oleh aktivitas manusia seperti
penggunaan bahan bakar minyak dan penghancuran hutan. Faktor pemicu lainnya
pemanasan global adalah emisi karbon akibat penggundulan hutan yang menyumbang
hampir 20 persen.
Indonesia merupakan negara yang laju pengrusakan hutannya tertinggi di dunia. Di
Indonesia, laju kerusakan hutan lebih banyak dihasilkan dari proses alih fungsi hutan
menjadi industri - industri ekstratif pertambangan dan perkebunan kelapa sawit skala
besar.
Perluasan perkebunan minyak sawit adalah penyebab pertama dari penebangan hutan
yang terjadi di Malaysia dan Indonesia. Bersamaan dengan itu, tingkat penebangan hutan
naik secara dramatis di kedua Negara tersebut beberapa tahun terakhir ini.
Indonesia, dengan wilayah terluas yang ditanami minyak sawit, memiliki tingkat
perusakan hutan tropis terbesar di dunia.
Kondisi lingkungan hidup di Indonesia dalam keadaan yang sangat tidak baik-baik
saja. Hutan di Kalimantan hingga Papua masih terus mengalami eksploitasi dan
penghancuran berupa penggundulan hutan untuk dialihkan menjadi industri
ekstraktif.
Dengan kerusakan hutan yang seluas itu, tidak mengherankan jika kemudian
sepanjang tahun 2020 , BNPB mencatat terdapat 2.925 kejadian bencana alam di
Indonesia, mulai dari banjir, putting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan dan
lahan, kekeringan, serta gelombang panas.
Jumlah korban jiwa pun juga naik hampir tiga kali lipat, yakni pada periode 2017
hingga 2018 terjadi peningkatan jumlah korban bencana, dari yang sebelumnya
sebanyak 3.49 juta orang menjadi 9.88 juta orang.
Semakin banyak gas rumah kaca , maka semakin banyak konsentrasi ozon (o3) yang
bereaksi dengan gas rumah kaca tersebut. Akibatnya adalah suhu bumi menjadi naik.
Boros listrik pun bisa menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Ada penguapan
pada listrik yang terlalu sering digunakan.
Bahas beritaa “Perubahan iklim: Suhu tertinggi Arktika di kawasan Kutub Utara lebih
panas dari Jakarta dan Surabaya”
Suhu tertinggi Arktika di kawasan Kutub Utara yang mencapai 38 derajat Celsius telah
memecahkan rekor sekaligus menggaungkan "bel peringatan" mengenai perubahan iklim
Bumi.
Kebakaran hutan di kawasan Arktika diperparah oleh suhu tinggi dan angin kencang.
Suhu yang tinggi juga menyebabkan daratan es di Arktika meleleh lebih cepat sehingga
permukaan air laut meningkat.
Jika dibiarkan, manusia dan alam akan dilanda pemanasan berskala bencana yang
ditandai dengan semakin parahnya kekeringan, kian meningkatnya permukaan air laut,
dan kepunahan spesies dalam jumlah besar.
Kebakaran melanda Kutub Utara dengan bara api terjadi di wilayah Siberia bagian utara,
Skandinavia bagian utara, Alaska dan Greenland.
Kilat memicu kebakaran di daerah tersebut tetapi tahun ini keadaan diperburuk suhu
musim panas yang lebih tinggi dari rata-rata karena perubahan iklim.
Asap kebakaran berupa gumpalan awan bahkan dapat terlihat dari angkasa luar.
Mark Parrington, pakar kebakaran dari Copernicus Atmosphere Monitoring Service
(Cams), menyatakan hal ini "tidak pernah terjadi sebelumnya".
Suhu di benua Eropa meningkat tajam
Akibat gelombang panas kali ini, seperti kejadian serupa pada Juni lalu, menyebabkan
kebakaran hutan, membengkoknya rel kereta, hingga memunculkan peringatan soal
kualitas udara dan kekurangan air.
Di Prancis, peringatan merah dikeluarkan.
Paris dilanda suhu 40,6 derajat Celsius. Rekor temperatur di Belgia, Jerman, dan Belanda
amat mungkin dipecahkan untuk kedua kalinya dalam dua hari.
Gelombang panas bukan jarang terjadi. Namun, menurut pakar cuaca, gelombang panas
diperkuat oleh peningkatan suhu global dan sepertinya menjadi lebih sering—salah satu
dari sekian dampak pemanasan global yang dapat diprediksi.
Lautan es di Greenland meleleh secara tidak lazim, peneliti peringatkan dampaknya ke
dunia
suhu di Greenland naik drastis hingga melampaui taraf normal yang menyebabkan
setengah dari permukaan es meleleh. Akibatnya, lautan beku yang mengelilingi kawasan
itu mencair.
Steffen Olsen, peneliti iklim dari Institut Meteorologi Denmark (DMI), mengabadikan
moment pada 13 Juni ketika cuaca panas sedang mencapai puncaknya. Olsen dan timnya
tengah dalam perjalanan dari stasiun cuaca di area Inglefield Fjord. Selagi mereka
melintasi lautan es setebal 1,2 meter, genangan air tampak di permukaan. Foto kejadian
tersebut kemudian diunggah ke Twitter oleh rekannya di DMI, Rasmus Tonboe, yang
menyatakan "pelelehan secara cepat" telah berlangsung
Sejak saat itu, foto yang diabadikan Olsen dibagikan khalayak luas di media sosial
sehingga memicu kekhawatiran mengenai skala pelelehan es dan penyebabnya
Lempengan es di Greenland setiap tahun meleleh seiring musim, biasanya dari Juni
hingga Agustus. Saat musim panas tiba—umumnya bulan Juli—pencairan mencapai
puncaknya. Akan tetapi tahun ini pelelehan muncul lebih awal, kata para peneliti iklim.
Patahan gunung es di antartika terus meluas
Ukurannya cukup besar, lubang ozon di daerah tropis ini juga memiliki
perbedaan dibandingkan dengan lubang ozon Antartika.
Lubang ozon Antartika memiliki siklus musiman, pada September dan Oktober,
tetapi dapat normal kembali sebelum siklus dimulai lagi.
lubang ozon tropis bertahan sepanjang musim. Dengan kata lain, orang-orang yang
tinggal di daerah tersebut menghadapi risiko paparan radiasi UV yang lebih besar
sepanjang tahun.
Indonesia juara dunia paling tidak percaya adanya global warming
Menurut survei yang digelar oleh YouGov, Indonesia menempati peringkat pertama
sebagai negara dengan warga terbanyak yang tidak mempercayai global warming.
Survei dilakukan kepada 26 ribu responden dari 25 negara. Sebanyak 21% responden
Indonesia mengaku 'perubahan iklim tidak terjadi' atau 'perubahan iklim memang terjadi
tetapi bukan manusia yang bertanggung jawab'.
Indonesia berada di peringkat atas, mengalahkan Amerika Serikat (19%) dan Arab Saudi
(18%). Negara lain yang masuk ke dalam daftar ini adalah Mesir (18%), India (16%),
Meksiko (16%), Thailand (15%), serta Australia (14%).
Hemat Air
Reduce (Mengurangi)
Menjadi Vegetarian
Kesimpulan
Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG), mengingatkan generasi muda untuk mulai
menyadari fakta yang ada. Dia mendorong generasi muda untuk melakukan aksi
menghijaukan kembali Bumi.
"Bagi teman-teman, anak muda sekarang, jangan nanti-nanti. Yang kita butuhkan adalah
action. Fakta dan data sudah menunjukkan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim itu
nyata dan dia tidak terjadi jauh dari kita, tetapi terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin sudah
menyerang kita," ujar Siswanto.
"Kita tertimpa dampaknya, banjir, kekeringan, kemudian ada puting beliung yang tidak biasa
terjadi di suatu lokasi menjadi biasa. Bumi ini bereaksi terhadap apa yang kita lakukan,
semakin kita rakus dan tidak menyayangi Bumi maka demikian pula Bumi akan membalas
kepada kita," tandasnya.
LINK PODCAST KELOMPOK 12
https://spotifyanchor-web.app.link/e/4AaSECK2gtb