Dosen pengampu:
Nur Indah Lestari, S. Pd., M. Pd
Marzius Insani, S. Pd., M. Pd
Disusun oleh:
Kelompok 2
Andini Shira Putri 2113033018
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah Lisan dan Tradisi Lisan,
dengan judul: “Folklor Lisan: Bahasa Rakyat, Ungkapan Tradisional, Pertanyaan
Tradisional dan Puisi Rakyat”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sastra lisan menjadi salah satu ciri khas dari suatu daerah sehingga dapat
membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Sastra lisan juga disebut sastra tradisi
lisan. Tradisi lisan merupakan warisan budaya masyarakat karena memuat semua
perbendaharaan pikiran, perasaan dan cita-cita masyarakat pendukungnya. Oleh karena
sastra lisan dulu merupakan ekspresi masyarakatnya, upaya memahami sastra lisan
daerah, merupakan usaha menggali dan mengungkap nilai budaya masyarakat masa
lalu.
Menurut Hutomo (dalam Amir, 2013:71) bahwa sastra lisan adalah kesusastraan
yang mencakup ekspresi sastra warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan
diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Sebagian besar sastra lisan itu masih
tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang jumlahnya semakin
berkurang. Oleh karena itu, sastra lisan seharusnya dijaga kelestariannya.
Pembicaraan tentang sastra lisan tentunya tidak dapat lepas dari masyarakat.
Dalam hal ini diperlukan peranan masyarakat dalam mempertahankan sastra lisan yang
juga merupakan kebudayaan daerah. Masyarakat seharusnya dapat melestarikan
kebudayaan tersebut agar tidak hilang sehingga akan menjadi warisan kebudayaan yang
dapat dipelajari. Banyaknya masyarakat yang tidak tahu tentang sastra lisan
dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan suatu daerah.
Masyarakat Indonesia mengenal berbagai jenis sastra lisan yaitu berupa mitos,
cerita rakyat, legenda, ungkapan tradisional, nyanyian sedih pemakaman, peraturan
adat, puisi lisan, teka-teki dan masih banyak lagi jenis-jenis sastra lisan. Semua itu
menjadi suatu fenomena yang hidup dan berkembang dan dipelajari oleh masyarakat itu
sendiri. Oleh sebab itu sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya masyarakat.
Kebudayaan yang meliputi segala bentuk tingkah laku manusia, pikiran dan cita-cita
yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka secara garis besar tujuan disusunnya
makalah ini diantaranya adalah :
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Folklor lisan adalah sebuah tradisi yang disampaikan seutuhnya melalui lisan dari
generasi ke generasi selanjutnya. Folklor lisan sering disebut juga dengan istilah tradisi
lisan. Ciri yang sering ditemukan dalam folklor ini adalah, biasanya seorang pencerita
(sumber) akan mengadakan suatu pertemuan langsung dengan pendengarnya, sehingga
terjadilah sebuah bentuk pewarisan budaya yang bahkan terkadang diadakan juga
pertukaran cerita dalam pertemuan tersebut.
Adapun lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1986:1-2). Dengan demikian, arti
folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar
dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1986:2).
Jenis-jenis yang termasuk ke dalam foklor lisan yakni: (a) bahasa rakyat (folk
speech) semacam logat dan bertitel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti
peribahasa, pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi
rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda
dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.
2. Melindungi pemakai bahasa rakyat dari ancaman kelompok lain atau penguasa.
3
3. Memperkokoh pemakai bahasa rakyat dalam sistem pelapis sosial masyarakat.
Jenis folklor Indonesia yang tergolong dalam bahasa rakyat adalah logat (dialect)
bahasa-bahasa Nusantara, misalnya bahasa Sunda yang mempengaruhi bahasa Jawa
Tengah atau bahasa Jawa dari Indramayu (Groneman, 1893); atau logat bahasa Sunda
dari Banten (Djajadiningrat, 1921); atau logat bahasa Sunda Cirebon (Ayatrohaedi,
1978); dan logat bahasa Jawa Cirebon. Adapun bentuk lain dari bahasa rakyat yaitu:
Pertama, bahasa slang. Bahasa slang adalah bahasa yang maknanya hanya
diketahui oleh suatu komunitas tertentu. Kedua, sirkumlokusi. Sirkumlokusi merupakan
kata atau ungkapan tidak langsung atau sindiran. Ketiga, ada bahasa julukan nama, cara
pemberian nama seseorang pasti tidak jauh dengan perilaku, fisik tubuh, nama itu
sendiri, atau hal lainnya. Keempat, gelar bangsawan atau jabatan tradisional. Kelima,
bahasa bertingkat yaitu bahasa yang memiliki makna sama tetapi memiliki sebutan yang
berbeda dan tingkat kesopanannya juga berbeda. Keenam, bahasa atau kata-kata
onomatopoetis yaitu sebuah kata yang dalam pengungkapannya meniru atas suatu
objek, entah itu dari suara, bentuk dan sebagainya. Ketujuh, bahasa onomastis yaitu
bahasa untuk memberi nama suatu tempat atau daerah berdasarkan legenda sejarah.
4
Peribahasa yang sesungguhnya adalah ungkapan tradisional yang memiliki sifat:
(a) kalimatnya lengkap, (b) bentuknya biasanya kurang mengalami perubahan. (c)
mengandung kebijaksanaan atau kebenaran. Peribahasa ini adalah peribahasa yang
sederhana, contohnya: “siapa cepat, siapa dapat!”, kebanyakan peribahasa ini
mengandung kalimat kiasan atau ibarat. Contoh lainnya seperti: “Buah yang manis
berulat di dalamnya”, yang bermakna bahwa orang yang bermulut manis, tetapi
sesungguhnya hatinya busuk.
Teka-teki rakyat adalah jenis budaya rakyat kuno yang berisi berbagai macam
informasi dan nilai yang beragam, dengan fokus pada berpikir, meditasi dan
kemampuan untuk membedakan antara kata-kata yang bertentangan, baik bertentangan
karakter dalam sebuah kalimat atau teka-teki tunggal. Teka-teki dapat berupa wacana
dialog, puisi, tembang, gambar, atau simbol-simbol tertentu.
Teka-teki terdapat dua golongan yakni: (a) teka-teki yang sesungguhnya yaitu
teka-teki yang di antara pertanyaan dan jawabannya dapat dilogikakan. Contohnya:
“makin lama ia berdiri, makin pendek ia menjadi”, jawabannya adalah “lilin”.; dan (b)
5
teka-teki yang tergolong bentuk lainnya yaitu teka-teki yang mengandung beberapa ciri,
yaitu bersifat teka-teki, sering mempermainkan kata-kata, pertanyaan mengandung
pokok permasalahan, dan bersifat lelucon (Bruvand, 1968). Dalam sebuah teka-teki
dapat menumbuhkan kreativitas seseorang dalam berpikir dan mencoba untuk
meramalkan sesuatu yang nantinya akan melebihi orang secara umumnya. Beberapa
fungsi teka-teki menurut Alan Dundes, diantaranya:
2. Untuk meramal
Fungsi keempat teka-teki untuk mengisi waktu pada saat bergadang menjaga
jenazah yang belum dimakamkan.
6
5. Untuk dapat melebihi orang lain
Fungsi kelima adalah untuk melebihi orang lain (one ompmanship). Menurut
Alan Dundes fungsi ini merupakan fungsi utama teka-teki, hal ini juga berlaku di
Indonesia.
Puisi rakyat adalah warisan bangsa berupa puisi, syair, pantun, dan gurindam,
yang memiliki nilai pesan moral, agama, dan budi pekerti. Puisi lama biasanya
disampaikan dari mulut ke mulut dan biasanya tidak diketahui penulis atau
pengarangnya. Puisi lama terlihat kaku karena aturan-aturan seperti jumlah kata dalam
tiap baris, jumlah baris dalam tiap bait, dan juga pengulangan kata yang bisa di awal
atau di akhir sajak atau yang dikenal dengan sebutan rima
Khusus jenis folklor lisan ini pada kalimatnya bersifat terikat atau tidak bebas.
Sajak atau puisi rakyat adalah kalimat yang memiliki beberapa deretan dan berdasarkan
mantra, tekanan suara, dan irama. Puisi rakyat tidak jauh beda dengan peribahasa, teka-
teki, cerita rakyat dan mantra-mantra yang dipercaya oleh masyarakat. Menurut K.A.H
Hidding (1935) mengungkapkan bahwa puisi rakyat berfungsi sebagai kalimat sindiran.
Berikut fungsi puisi rakyat yang dapat dikemukakan: sebagai alat kendali sosial,
mengandung sifat hiburan, menarik perhatian dalam sebuah permainan, untuk menguji
kesabaran orang lain dengan cara menekan dan mengganggunya.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Folklor lisan adalah sebuah tradisi yang disampaikan seutuhnya melalui lisan dari
generasi ke generasi selanjutnya. Folklor lisan sering disebut juga dengan istilah tradisi
lisan. Ciri yang sering ditemukan dalam folklor ini adalah, biasanya seorang pencerita
(sumber) akan mengadakan suatu pertemuan langsung dengan pendengarnya, sehingga
terjadilah sebuah bentuk pewarisan budaya yang bahkan terkadang diadakan juga
pertukaran cerita dalam pertemuan tersebut.
Sastra lisan menjadi salah satu ciri khas dari suatu daerah sehingga dapat
membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Sastra lisan juga disebut sastra tradisi
lisan. Tradisi lisan merupakan warisan budaya masyarakat karena memuat semua
perbendaharaan pikiran, perasaan dan cita-cita masyarakat pendukungnya. Oleh karena
sastra lisan dulu merupakan ekspresi masyarakatnya, upaya memahami sastra lisan
daerah, merupakan usaha menggali dan mengungkap nilai budaya masyarakat masa
lalu.
Masyarakat Indonesia mengenal berbagai jenis sastra lisan yaitu berupa mitos,
cerita rakyat, legenda, ungkapan tradisional, nyanyian sedih pemakaman, peraturan
adat, puisi rakyat, teka-teki dan masih banyak lagi jenis-jenis sastra lisan. Semua itu
menjadi suatu fenomena yang hidup dan berkembang dan dipelajari oleh masyarakat itu
sendiri. Oleh sebab itu sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya masyarakat.
Kebudayaan yang meliputi segala bentuk tingkah laku manusia, pikiran dan cita-cita
yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
8
DAFTAR PUSTAKA