Anda di halaman 1dari 12

FOLKLOR LISAN: BAHASA RAKYAT, UNGKAPAN TRADISIONAL,

PERTANYAAN TRADISIONAL DAN PUISI RAKYAT

Dosen pengampu:
Nur Indah Lestari, S. Pd., M. Pd
Marzius Insani, S. Pd., M. Pd

Disusun oleh:
Kelompok 2
Andini Shira Putri 2113033018

Nurul Hasna Azhari 2113033032

Muhammad Fauzan Akbar 2113033054

Wahyu Agil Permana 2113033066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah Lisan dan Tradisi Lisan,
dengan judul: “Folklor Lisan: Bahasa Rakyat, Ungkapan Tradisional, Pertanyaan
Tradisional dan Puisi Rakyat”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bandarlampung, 18 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

1.4 Manfaat .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

2.1 Pengertian Folklor Lisan ........................................................................................ 3

2.2 Bahasa Rakyat........................................................................................................ 3

2.3 Ungkapan Tradisional ............................................................................................ 4

2.4 Pertanyaan Tradisional .......................................................................................... 5

2.5 Puisi Rakyat ........................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 8

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra lisan menjadi salah satu ciri khas dari suatu daerah sehingga dapat
membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Sastra lisan juga disebut sastra tradisi
lisan. Tradisi lisan merupakan warisan budaya masyarakat karena memuat semua
perbendaharaan pikiran, perasaan dan cita-cita masyarakat pendukungnya. Oleh karena
sastra lisan dulu merupakan ekspresi masyarakatnya, upaya memahami sastra lisan
daerah, merupakan usaha menggali dan mengungkap nilai budaya masyarakat masa
lalu.

Menurut Hutomo (dalam Amir, 2013:71) bahwa sastra lisan adalah kesusastraan
yang mencakup ekspresi sastra warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan
diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Sebagian besar sastra lisan itu masih
tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang jumlahnya semakin
berkurang. Oleh karena itu, sastra lisan seharusnya dijaga kelestariannya.

Pembicaraan tentang sastra lisan tentunya tidak dapat lepas dari masyarakat.
Dalam hal ini diperlukan peranan masyarakat dalam mempertahankan sastra lisan yang
juga merupakan kebudayaan daerah. Masyarakat seharusnya dapat melestarikan
kebudayaan tersebut agar tidak hilang sehingga akan menjadi warisan kebudayaan yang
dapat dipelajari. Banyaknya masyarakat yang tidak tahu tentang sastra lisan
dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan suatu daerah.

Masyarakat Indonesia mengenal berbagai jenis sastra lisan yaitu berupa mitos,
cerita rakyat, legenda, ungkapan tradisional, nyanyian sedih pemakaman, peraturan
adat, puisi lisan, teka-teki dan masih banyak lagi jenis-jenis sastra lisan. Semua itu
menjadi suatu fenomena yang hidup dan berkembang dan dipelajari oleh masyarakat itu
sendiri. Oleh sebab itu sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya masyarakat.
Kebudayaan yang meliputi segala bentuk tingkah laku manusia, pikiran dan cita-cita
yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan folklor lisan?

2. Apa yang dimaksud dengan bahasa rakyat?

3. Apa yang dimaksud dengan ungkapan tradisional?

4. Apa yang dimaksud dengan pertanyaan tradisional?

5. Apa yang dimaksud dengan puisi rakyat?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka secara garis besar tujuan disusunnya
makalah ini diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui tentang folklor lisan.

2. Untuk mengetahui tentang bahasa rakyat.

3. Untuk mengetahui tentang ungkapan tradisional.

4. Untuk mengetahui tentang pertanyaan tradisional.

5. Untuk mengetahui tentang puisi rakyat.

1.4 Manfaat

Sebagai proses pembelajaran bagi penulis dalam menambah ilmu pengetahuan


serta wawasan keilmuan, dalam rangka mengikuti perkembangan dan pendidikan pada
umumnya, sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan
kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Folklor Lisan

Folklor lisan adalah sebuah tradisi yang disampaikan seutuhnya melalui lisan dari
generasi ke generasi selanjutnya. Folklor lisan sering disebut juga dengan istilah tradisi
lisan. Ciri yang sering ditemukan dalam folklor ini adalah, biasanya seorang pencerita
(sumber) akan mengadakan suatu pertemuan langsung dengan pendengarnya, sehingga
terjadilah sebuah bentuk pewarisan budaya yang bahkan terkadang diadakan juga
pertukaran cerita dalam pertemuan tersebut.

Adapun lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1986:1-2). Dengan demikian, arti
folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar
dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1986:2).

Jenis-jenis yang termasuk ke dalam foklor lisan yakni: (a) bahasa rakyat (folk
speech) semacam logat dan bertitel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti
peribahasa, pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi
rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda
dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.

2.2 Bahasa Rakyat

Bahasa rakyat merupakan bahasa yang tumbuh dan berkembang di kalangan


masyarakat, baik itu di kalangan menengah kebawah atau menengah ke atas yang sudah
terjadi secara turun-temurun sejak masa lampau. Menurut James Danandja (1986),
bahasa rakyat mempunyai empat fungsi, antara lain :

1. Memberi dan memperkokoh identitas kelompok.

2. Melindungi pemakai bahasa rakyat dari ancaman kelompok lain atau penguasa.

3
3. Memperkokoh pemakai bahasa rakyat dalam sistem pelapis sosial masyarakat.

4. Memperkokoh kepercayaan rakyat terhadap nilai-nilai budayanya.

Jenis folklor Indonesia yang tergolong dalam bahasa rakyat adalah logat (dialect)
bahasa-bahasa Nusantara, misalnya bahasa Sunda yang mempengaruhi bahasa Jawa
Tengah atau bahasa Jawa dari Indramayu (Groneman, 1893); atau logat bahasa Sunda
dari Banten (Djajadiningrat, 1921); atau logat bahasa Sunda Cirebon (Ayatrohaedi,
1978); dan logat bahasa Jawa Cirebon. Adapun bentuk lain dari bahasa rakyat yaitu:

Pertama, bahasa slang. Bahasa slang adalah bahasa yang maknanya hanya
diketahui oleh suatu komunitas tertentu. Kedua, sirkumlokusi. Sirkumlokusi merupakan
kata atau ungkapan tidak langsung atau sindiran. Ketiga, ada bahasa julukan nama, cara
pemberian nama seseorang pasti tidak jauh dengan perilaku, fisik tubuh, nama itu
sendiri, atau hal lainnya. Keempat, gelar bangsawan atau jabatan tradisional. Kelima,
bahasa bertingkat yaitu bahasa yang memiliki makna sama tetapi memiliki sebutan yang
berbeda dan tingkat kesopanannya juga berbeda. Keenam, bahasa atau kata-kata
onomatopoetis yaitu sebuah kata yang dalam pengungkapannya meniru atas suatu
objek, entah itu dari suara, bentuk dan sebagainya. Ketujuh, bahasa onomastis yaitu
bahasa untuk memberi nama suatu tempat atau daerah berdasarkan legenda sejarah.

2.3 Ungkapan Tradisional

Ungkapan tradisional bisa disebut dengan peribahasa. Menurut Archer Taylor


peribahasa tidak bisa didefinisikan, pendapat ini tidak setujui oleh Alan Dundes
sehingga mengungkapkan bahwa peribahasa adalah kalimat panjang yang disingkat atau
dipendekkan, Ungkapan tradisional memiliki tiga sifat dan perlu diperhatikan oleh
seorang peneliti: (a) harus memiliki satu kalimat ungkapan atau tidak boleh hanya
memakai satu kata tradisional saja; (b) bahasanya harus menggunakan bahasa standart;
(c) harus mempunyai vitalitas (daya hidup) tradisi lisan (Dundes, 1968).

Peribahasa terdapat empat golongan, yaitu: (a) Peribahasa yang sesungguhnya


(true proverb); (b) peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya (proverbial phrase); (c)
peribahasa perumpamaan (proverbial comparison); dan (d) ungkapan-ungkapan yang
mirip dengan perbahasa (Brunvand, 1968).

4
Peribahasa yang sesungguhnya adalah ungkapan tradisional yang memiliki sifat:
(a) kalimatnya lengkap, (b) bentuknya biasanya kurang mengalami perubahan. (c)
mengandung kebijaksanaan atau kebenaran. Peribahasa ini adalah peribahasa yang
sederhana, contohnya: “siapa cepat, siapa dapat!”, kebanyakan peribahasa ini
mengandung kalimat kiasan atau ibarat. Contoh lainnya seperti: “Buah yang manis
berulat di dalamnya”, yang bermakna bahwa orang yang bermulut manis, tetapi
sesungguhnya hatinya busuk.

Peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya adalah ungkapan tradisional yang


memiliki beberapa sifat khas, diantaranya: (a) kalimatnya tidak lengkap, (b) bentuknya
sering berubah, (c) jarang mengungkapkan kebijaksanaan, (d) biasanya bersifat kiasan.
Contohnya “Dari sabang sampai Merauke”, yang bermakna kesatuan wilayah Indonesia.
Kalimat ini dikatakan tidak lengkap karena kalimatnya tidak mempunyai kata kerja.

2.4 Pertanyaan Tradisional

Di Indonesia pertanyaan tradisional sering disebut dengan teka teki. Teka-teki


adalah pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan jumlah suku katanya. Dalam
pembuatan soal harus dibuat dengan sekreatif mungkin agar orang yang akan menjawab
perlu berfikir mendalam (Georges & Dundes, 1963).

Pertanyaan tradisional atau yang lebih dikenal dengan teka-teki, adalah


pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.
Pertanyaan dibuat sedemikian rupa, sehingga jawabannya sukar, bahkan seringkali baru
dapat dijawab setelah mengetahui lebih dulu jawabannya. Teka-teki adalah kalimat atau
ungkapan yang disampaikan lewat bahasa tertentu dan menuntut orang lain untuk
menebak sesuatu (objek) yang dipertanyakan.

Teka-teki rakyat adalah jenis budaya rakyat kuno yang berisi berbagai macam
informasi dan nilai yang beragam, dengan fokus pada berpikir, meditasi dan
kemampuan untuk membedakan antara kata-kata yang bertentangan, baik bertentangan
karakter dalam sebuah kalimat atau teka-teki tunggal. Teka-teki dapat berupa wacana
dialog, puisi, tembang, gambar, atau simbol-simbol tertentu.

Teka-teki terdapat dua golongan yakni: (a) teka-teki yang sesungguhnya yaitu
teka-teki yang di antara pertanyaan dan jawabannya dapat dilogikakan. Contohnya:
“makin lama ia berdiri, makin pendek ia menjadi”, jawabannya adalah “lilin”.; dan (b)
5
teka-teki yang tergolong bentuk lainnya yaitu teka-teki yang mengandung beberapa ciri,
yaitu bersifat teka-teki, sering mempermainkan kata-kata, pertanyaan mengandung
pokok permasalahan, dan bersifat lelucon (Bruvand, 1968). Dalam sebuah teka-teki
dapat menumbuhkan kreativitas seseorang dalam berpikir dan mencoba untuk
meramalkan sesuatu yang nantinya akan melebihi orang secara umumnya. Beberapa
fungsi teka-teki menurut Alan Dundes, diantaranya:

1. Untuk menguji kepandaian seseorang

Fungsi Pertama untuk menguji “ kepandaian” seseorang . kami menyebutkan


kepandaian seseorang dan bukan kecerdasan seseorang karena dalam kenyataan
banyak teka-teki tidak dapat dijawab dengan daya berpikir saja, melainkan
jawabannya harus diketahui dahulu. Memang untuk menguasai pengetahuan suatu
koleksi teka-teki, kita bukan saja harus mengetahui pertanyaannya, melainkan juga
harus sekaligus mengetahui jawabannya. Hal ini disebabkan kebanyakan yang
dilukiskan didalam pertanyaan bersifat metaforik (kiasan). Akibatnya hampir tidak
mungkin bagi seorang untuk dapat menjawab suatu teka-teki tanpa pernah
mengetahui terlebih dahulu jawabannya yang tepat. Oleh karena itu orang yang
paling banyak mengetahui teka-teki akan mendapatkan kepuasan, karena akan
terkenal sebagai seorang yang berpengeetahuan luas mengenai folklor. Hal ini
menjadi akan lebih penting lagi apabila ia berdiam didalam masyarakat tradisional.

2. Untuk meramal

Fungsi kedua untuk meramal (divination). Di beberapa negara teka-teki juga


berfungsi untuk meramalkan suatu hal. Seperti di Spanyol dan Cina. Di Indonesia
sendiri sebagai contoh misalnya ramalan Jayabaya yang pada hakikatnya
merupapakan teka-teki yang harus di terka.

3. Sebagai bagian dari upacara perkawinan

Fungsi ketiga teka-teki merupakan bagian upacara perkawinan. Di Rusia teka-


teki tertentu di ajukan oleh pihak wanita kepada pihak pria. Mempelai pria baru
boleh mengambil calon istrinya bila ia dapat menjawab pertanyaan tersebut.

4. Untuk mengisi waktu pada saat begadang menjaga jenazah

Fungsi keempat teka-teki untuk mengisi waktu pada saat bergadang menjaga
jenazah yang belum dimakamkan.

6
5. Untuk dapat melebihi orang lain

Fungsi kelima adalah untuk melebihi orang lain (one ompmanship). Menurut
Alan Dundes fungsi ini merupakan fungsi utama teka-teki, hal ini juga berlaku di
Indonesia.

2.5 Puisi Rakyat

Puisi rakyat adalah warisan bangsa berupa puisi, syair, pantun, dan gurindam,
yang memiliki nilai pesan moral, agama, dan budi pekerti. Puisi lama biasanya
disampaikan dari mulut ke mulut dan biasanya tidak diketahui penulis atau
pengarangnya. Puisi lama terlihat kaku karena aturan-aturan seperti jumlah kata dalam
tiap baris, jumlah baris dalam tiap bait, dan juga pengulangan kata yang bisa di awal
atau di akhir sajak atau yang dikenal dengan sebutan rima

Khusus jenis folklor lisan ini pada kalimatnya bersifat terikat atau tidak bebas.
Sajak atau puisi rakyat adalah kalimat yang memiliki beberapa deretan dan berdasarkan
mantra, tekanan suara, dan irama. Puisi rakyat tidak jauh beda dengan peribahasa, teka-
teki, cerita rakyat dan mantra-mantra yang dipercaya oleh masyarakat. Menurut K.A.H
Hidding (1935) mengungkapkan bahwa puisi rakyat berfungsi sebagai kalimat sindiran.

Berikut fungsi puisi rakyat yang dapat dikemukakan: sebagai alat kendali sosial,
mengandung sifat hiburan, menarik perhatian dalam sebuah permainan, untuk menguji
kesabaran orang lain dengan cara menekan dan mengganggunya.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Folklor lisan adalah sebuah tradisi yang disampaikan seutuhnya melalui lisan dari
generasi ke generasi selanjutnya. Folklor lisan sering disebut juga dengan istilah tradisi
lisan. Ciri yang sering ditemukan dalam folklor ini adalah, biasanya seorang pencerita
(sumber) akan mengadakan suatu pertemuan langsung dengan pendengarnya, sehingga
terjadilah sebuah bentuk pewarisan budaya yang bahkan terkadang diadakan juga
pertukaran cerita dalam pertemuan tersebut.

Sastra lisan menjadi salah satu ciri khas dari suatu daerah sehingga dapat
membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Sastra lisan juga disebut sastra tradisi
lisan. Tradisi lisan merupakan warisan budaya masyarakat karena memuat semua
perbendaharaan pikiran, perasaan dan cita-cita masyarakat pendukungnya. Oleh karena
sastra lisan dulu merupakan ekspresi masyarakatnya, upaya memahami sastra lisan
daerah, merupakan usaha menggali dan mengungkap nilai budaya masyarakat masa
lalu.

Masyarakat Indonesia mengenal berbagai jenis sastra lisan yaitu berupa mitos,
cerita rakyat, legenda, ungkapan tradisional, nyanyian sedih pemakaman, peraturan
adat, puisi rakyat, teka-teki dan masih banyak lagi jenis-jenis sastra lisan. Semua itu
menjadi suatu fenomena yang hidup dan berkembang dan dipelajari oleh masyarakat itu
sendiri. Oleh sebab itu sastra tidak dapat dipisahkan dari budaya masyarakat.
Kebudayaan yang meliputi segala bentuk tingkah laku manusia, pikiran dan cita-cita
yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. (1978). Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabahasa.


Jakarta: Universitas Indonesia.

Brunvand, J. H. (1968). The Study of American Folklore: An Introduction. New York:


W.W. Norton & Co. Ltd.

Danandjaja, James. (1986). Folklor Indonesia. Jakarta: PT. Temprint.

Koentjaraningrat. (1965). Pengantar Antropologi. Djakarta: Penerbitan Universitas.

Mujinem, M. (1993). Fungsi Folklor Lisan (Ungkapan Tradisional) dalam Kehidupan


Orang Jawa. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 3(3).

Rokhmawan, T. (2019). Penelitian, Transformasi, & Pengkajian Folklor. Yayasan Kita


Menulis.

_______________. (1997). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian


Rakyat.

_______________. (1979). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

_______________. (1981). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.


Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai