Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN WAJIB LAPOR

PECANDU NARKOTIKA

Subdit Masalah Penyalahgunaan Napza


Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
Kementerian Kesehatan RI
2016
DASAR HUKUM

 UU No. 35/2009 tentang Narkotika


 UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa
 RPJMN → Meningkatnya mutu dan akses pelayanan kesehatan
jiwa dan Napza
▪ Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) sebagai
institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif
 SDG’s 2015 – 2030 → memperkuat pencegahan dan
perawatan penyalahgunaan zat, termasuk penyalahgunaan
narkotika dan alkohol yang membahayakan
PENGANTAR

UU 35/2009:
• Memberi kewenangan besar terhadap BNN untuk pengendalian suplai
dan prevensi
• Memberi kewenangan besar terhadap Kemenkes untuk terapi &
rehabilitasi, bersama-sama dengan Kemensos

Kewenangan Kemenkes
• Steering masalah wajib lapor dan rehab medis
LATAR BELAKANG (1)

Gangguan penggunaan Narkotika merupakan


masalah bio-psiko-sosio-kultural yang kompleks

Penanganan multidisipliner dan lintas sektor secara


komprehensif

3 Pilar :
•Supply reduction
•Demand reduction
•Harm reduction
LATAR BELAKANG (2)

Rendahnya cakupan
pecandu narkotika yg Perubahan perilaku yg
mengakses layanan tidak mudah
kesehatan : kultur, dilakukan di
stigma, diskriminasi, Lapas/Rutan
dana terbatas

Wajib Lapor
untuk
mendapatkan
pengobatan
/perawatan
KERANGKA TEORITIS

Penyakit Infeksi
Perilaku & Masalah
Wajib Lapor Pemidanaan ketergantungan Kejiwaan dpt
dapat dikelola dicegah sedini
mungkin
PENYELENGGARAAN WAJIB LAPOR (1)

Dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

IPWL dapat di Puskesmas, RSU, RS Khusus, Lembaga


Rehab Medis / Sosial

Diusulkan oleh Dinkes setempat/Pimpinan institusi


(BNN, Polri, Kemenkumham)

Ditetapkan oleh Menkes


PENYELENGGARAAN WAJIB LAPOR (2)

Rencana Terapi &


Asesmen
Terapi Rehabilitasi
PERSYARATAN IPWL

Program
Sarana Ketenagaan
Rehabilitasi
•Sesuai Standar •Minimal Dokter •Rawat Jalan
Pelayanan dan perawat •SOP
Terapi dan terlatih di •Rawat Inap
Rehabilitasi bidang Napza
•SOP
Gangguan
Penggunaan •Standar
Napza Keamanan
PERAN KEMENKES DALAM
UU NO 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
PERAN KEMENKES DALAM
UU NO 35 / TAHUN 2009
• Meregulasi tata laksana wajib lapor pecandu Narkotika:
– PP 25/2011: Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
– Permenkes terkait Tata Cara Wajib Lapor:
• 2011: Permenkes 2171/2011
• 2012: Permenkes 228/2012 (tambahan penggantian biaya untuk konseling
lanjutan maksimum 8 kali)
• 2013: Permenkes 37/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor
(perubahan pola tarif)
▪ 2015 : Permenkes 50/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib
lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika
• Mengatur penyediaan layanan wajib lapor:
– Kepmenkes Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor:
• 2011: Kepmenkes 1305/2011 (131 institusi)
• 2012: Kepmenkes 218 / 2012 (181 institusi)
• 2013: Kepmenkes 293 / 2013 (274 institusi)
• 2014: Kepmenkes 402 / 2014 (316 institusi)
• 2015: Kepmenkes 501 / 2015 (434 Institusi)
• 2016: Kepmenkes 615 / 2016 (549 Institusi)
DUKUNGAN DALAM RANGKA GERAKAN
REHABILITASI 100 RIBU PECANDU

• Upaya Kementerian Kesehatan dalam mendukung gerakan


rehabilitasi 100 ribu pecandu narkotika yang telah dicanangkan
pada Januari 2015 bersama K/L lain.
 Terbitnya Permenkes no. 50/2015 (menggantikan Permenkes
37/2013 dan Permenkes 80/2014) :
❑ Juknis rehab medis bagi pecandu / korban penyalahgunaan dalam
proses pengadilan (bersifat compulsory), dan juga suka rela (voluntary)
❑ Tata laksana rehab medis bagi pecandu / korban penyalahgunaan yang
datang sukarela, sedang dalam proses hukum, dan sudah
mendapatkan putusan pengadilan
❑ Verifikasi internal IPWL (diusulkan oleh Direktur RS/Kepala Dinas
Kesehatan Kab/Kota untuk ditetapkan oleh Dirjen melalui SK Dirjen)
❑ Komponen pembiayaan
❑ Mekanisme klaim
PRINSIP UPAYA PENYEDIAAN
LAYANAN REHABILITASI MEDIS NAPZA

I. Terintegrasi pada setiap tingkat layanan


kesehatan yang telah ada:
1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di
puskesmas, klinik
2. Fasilitas kesehatan tingkat rujukan lanjut
(FKTRL)
II. TIDAK membangun fasilitas layanan kesehatan
(fasyankes) baru
III. Membuat surat edaran kepada seluruh Dinas
Kesehatan Provinsi agar mengusulkan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan untuk ditetapkan sebagai
tempat Rehabilitasi Medik NAPZA 13
KEBIJAKAN DAN STRATEGI UNTUK
PENYEDIAN AKSES DAN SDM

 Menetapkan 549 Fasyankes sebagai IPWL


(2016)
 Mendorong 34 RSJ/RSKO menyediakan tempat
tidur sebagai tempat rehabilitasi rawat inap
NAPZA (UU No18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa)
 Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan
dalam rehabilitasi medik NAPZA melalui
Alokasi Dana Dekonsentrasi dan APBN.)
 Menyediakan alokasi APBN untuk rehabilitasi
medik 15.000 pengguna NAPZA
BAGAIMANA MENGATASI TANTANGAN
LINTAS SEKTOR & PERBEDAAN
PERSEPSI?
Disusun peraturan bersama ttg penanganan
rehabilitasi bagi pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika
Melibatkan Mahkumjakpol (MA –
Kemenkumham – Kejagung – Polri) –
Kemenkes – Kemensos – BNN
Perber ditandatangani pimpinan K/L
tersebut diatas pada tgl 11 Maret 2014
Setiap K/L menyusun juknis masing-masing
PROGRAM KEMENKES DALAM
MENDUKUNG PERBER MAHKUMJAKPOL +

• Berkoordinasi dengan BNN dalam membentuk Tim


Asesmen Terpadu (TAT) untuk Penyalahguna, dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam
proses penyidikan, Penuntutan, dan Persidangan
APA ITU TIM ASESMEN TERPADU?

Tim hukum:
unsur Polri, Tim dokter:
BNN, Kejaksaan SpKJ, SpF, dr
& umum, psikolog
Kemenkumham

Tim
asesmen
terpadu
RUANG LINGKUP ASESMEN TERPADU
BAGI YG TERKAIT PERKARA HUKUM

 Tim asesmen terpadu khusus untuk melakukan


pemeriksaan terhadap pecandu, penyalahguna atau
korban penyalahgunaan terkait perkara hukum
 Waktu kerja maksimal 6 hari:
▪ Untuk asesmen tim dokter maksimal 2 hari
APA BEDANYA WAJIB LAPOR
DENGAN REHABILITASI DARI SEGI
LEMBAGA ?
Institusi
Penerima Wajib
Lapor (IPWL)
Menerima
layanan
rehabilitasi
rawat inap

Menerima
rehabilitasi
terkait
perkara
hukum
PROGRAM REHABILITASI
MEDIS
PENYELENGGARAAN REHABILITASI
MEDIS

Pemerintah

Pemerintah Daerah

Masyarakat: swasta / LSM


REHABILITASI MEDIS

Terapi
rumatan
metadon /
Rawat jalan buprenorfin Rawat inap
simtomatik jangka
& konseling pendek

Rawat inap
Rehabilitasi
Detoksifikasi medis jangka
panjang
POPULASI SASARAN REHABILITASI
MEDIS

Pasien sukarela (datang sendiri / dibawa


keluarga)

Pasien rujukan lembaga


pemasyarakatan / rumah tahanan

Pasien dlm proses penyidikan /


persidangan

Pasien yang diputus / ditetapkan


pengadilan
PROGRAM REHAB MEDIS

Utk yg sukarela
• Bisa rawat jalan atau inap
• Lama bergantung pd derajat keparahan & rencana terapi

Yg dititipkan polisi/jaksa
• Harus rawat inap atau rawat jalan (sesuai permintaan resmi
tertulis)
• Maksimal 3 bulan

Yg diputus/ditetapkan hakim
• Hrs rawat inap dahulu min 3 bln
• Lama tgt pd putusan Hakim bdsarkan rekomendasi tim dokter
asesmen terpadu
PEMBIAYAAN

• Untuk proses wajib lapor dan


Sukarela (sendiri /
rehabilitasi medis di IPWL
kelg)
ditanggung Kemenkes

• Ditanggung BNN (dapat dibiayai


Tersangkut Perkara
oleh Kemenkes sepanjang belum
Hukum (masa
mendapat pembiayaan dari
penyidikan)
lembaga lain)

Tersangkut Perkara
Hukum (Putusan • Ditanggung Kemenkes
pengadilan)

25
PEMBIAYAAN
Pembiayaan rehab rawat jalan dan rawat
inap pasien sukarela terhitung dari Januari
2015 dgn pola tarif yg sudah ditetapkan
melalui Permenkes 50/2015
Besaran pola tarif pasien terpidana terhitung
13 juli 2015 mengacu Permenkes 50/2015
KOMPONEN PEMBIAYAAN

Rehabilitasi rawat jalan


▪ Asesmen dan penyusunan terapi ketika pasien
menjalani rehabilitasi. Besarnya biaya asesmen per
pasien adalah sebesar @Rp. 100.000, sebanyak
maksimal satu kali per periode perawatan.
▪ Konseling adiksi dasar napza sebesar @Rp. 50.000
sebanyak maksimal sepuluh kali per periode
perawatan.
▪ Terapi simtomatik sebesar maksimal Rp. 500.000
per periode perawatan.
▪ Pemeriksaan urinalisis dengan rapid test sebesar
maksimal Rp. 200.000 per periode perawatan.
KOMPONEN PEMBIAYAAN

Rehabilitasi rawat jalan rumatan


▪ Asesmen dan penyusunan terapi ketika pasien
menjalani rehabilitasi. Besarnya biaya asesmen per
pasien adalah sebesar @Rp. 100.000, sebanyak
maksimal tiga kali per periode perawatan rumatan.
▪ Konseling adiksi dasar napza sebesar @Rp. 50.000
sesuai rencana terapi perawatan rumatan.
▪ Terapi simtomatik sebesar maksimal Rp. 1.000.000
per periode perawatan rumatan. (diluar metadona)
▪ Pemeriksaan urinalisis dengan rapid test sebesar
maksimal Rp. 500.000 per periode perawatan
rumatan.
KOMPONEN PEMBIAYAAN

Rehabilitasi rawat inap bagi pasien sukarela


▪ Asesmen dan penyusunan terapi, baik pada awal perawatan,
ketika pasien menjalani rehabilitasi dan ketika selesai
menjalani rehabilitasi. Besarnya biaya asesmen per pasien
adalah sebesar @Rp. 100.000, sebanyak maksimal dua kali.
▪ Paket rawat inap kelas 3 (tiga) sesuai pola tarif rumah sakit
sebesar maksimal Rp. 4.200.000 per bulan yang mencakup
tarif kamar, asuhan keperawatan, visit dokter, konsul dokter
spesialis, evaluasi psikologis, intervensi psikososial oleh
psikolog/pekerja sosial/konselor adiksi (termasuk kunjungan
rumah).
KOMPONEN PEMBIAYAAN

▪ Obat-obatan untuk pasien, menggunakan obat


generik dengan besar maksimal Rp. 800.000 per
bulan.
▪ Pemeriksaan urinalisis dengan rapid test sesuai pola
tarif RS sebesar maksimal Rp. 200.000. Urinalisis
dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali.
▪ Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain
sebesar maksimal Rp. 1.000.000.
KOMPONEN PEMBIAYAAN

Rehabilitasi rawat inap bagi pasien putusan


pengadilan
▪ Asesmen dan penyusunan terapi, baik pada awal perawatan,
ketika pasien menjalani rehabilitasi dan ketika selesai
menjalani rehabilitasi. Besarnya biaya asesmen per pasien
adalah sebesar @Rp. 100.000, sebanyak maksimal tiga kali.
▪ Paket rawat inap kelas 3 (tiga) sesuai pola tarif rumah sakit
sebesar maksimal Rp. 4.200.000 per bulan yang mencakup
tarif kamar, asuhan keperawatan, visit dokter, konsul dokter
spesialis, evaluasi psikologis, intervensi psikososial oleh
psikolog/pekerja sosial/konselor adiksi (termasuk kunjungan
rumah).
KOMPONEN PEMBIAYAAN

▪ Obat-obatan untuk pasien, menggunakan obat


generik dengan besar maksimal Rp. 800.000 per
bulan.
▪ Pemeriksaan urinalisis dengan rapid test sesuai pola
tarif RS sebesar maksimal Rp. 200.000. Urinalisis
dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali.
▪ Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain
sebesar maksimal Rp. 1.000.000.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai