Anda di halaman 1dari 5

D.

Akuntansi Pajak atas Kas dan Bank


Untuk keperluan penyusunan laporan keuangan, kas dan bank dilaporkan sebesar
nilai nominal. Perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan akuntansi pada
umumnya tidak jauh berbeda. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci
mengenai teknik dan metode pembukuan kas dan bank. Oleh karena itu, praktik akuntansi
yang mengatur tentang teknik dan metode pembukuan kas dan bank dapat diikuti
sepenuhnya.

E. Jenis - jenis Efek


Pada saat pemerolehan, perusahaan harus mengklasifikasikan efek utang
dan efek ekuitas ke dalam salah satu dari tiga kelompok berikut ini:

a. dimiliki hingga jatuh tempo (held to maturity),


Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007:840-841) surat berharga utang
yang diklasifikasi sebagai HTM hanya apabila perusahaan mempunyai niat untuk
memiliki efek tersebut sampai dengan jatuh tempo. Jika perusahaan mempunyai
maksud untuk memiliki efek utang hingga jatuh tempo, maka investasi dalam efek
utang tersebut harus diklasifikasikan dalam kelompok “dimiliki hingga jatuh tempo”
dan disajikan dalam neraca sebesar biaya perolehan setelah amortisasi premi atau
diskonto. Perusahaan mungkin mengubah maksudnya untuk memiliki efek utang
tertentu sampai dengan saat jatuh tempo dengan menjual atau mentransfer efek utang
tersebut. Penjualan atau transfer efek utang tidak dianggap sebagai perubahan dalam
tujuan “dimiliki hingga jatuh tempo” jika perubahan maksud tersebut disebabkan oleh
kondisi berikut ini:

1) Terdapat bukti mengenai penurunan signifikan risiko kredit perusahaan


penerbit efek.
2) Terjadi perubahan peraturan perpajakan yang menghapuskan atau
menaikkan tariff perpajakan yang menghapuskan atau menaikkan tarif
pajak final yang berlaku atas bunga dari efek utang (tidak termasuk
perubahan peraturan perpajakan yang merevisi tariff pajak atas bunga
secara umum).
3) Terjadi penggabungan usaha atau penjualan dalam jumlah besar (seperti
penjualan segmen) yang mengakibatkan diperlukannya penjualan atau
transfer efek dalam kelompok “dimiliki hingga jatuh tempo” untuk
mempertahankan risiko kredit perusahaan dan posisi risiko suku bunga
yang ada saat tersebut.
4) Terjadi perubahan dalam persyaratan atau peraturan perundangan yang
secara signifikan mengubah definisi investasi yang diizinkan atau tingkat
maksimum investasi yang diizinkan dalam jenis efek tertentu, sehingga
perusahaan harus melepaskan efek dalam kelompok dimiliki hingga jatuh
tempo.
5) Terjadi perubahan peraturan pemerintah mengenai modal minimum
industry tertentu yang mengakibatkan perusahaan mengurangi aktivitas
usahanya atau skala operasinya dan menjual efek dalam kelompok
dimiliki hingga jatuh tempo.
6) Terjadi perubahan dalam peraturan pemerintah yang mengakibatkan
bertambahnya bobot risiko atas investasi efek utang dalam perhitungan
rasio tertentu, misalnya dalam perhitungan solvabilitas perusahaan
asuransi atau perhitungan rasio kecukupan modal perbankan.
Selain perubahan yang diuraikan di atas, kejadian lain yang tidak berulang dan
bersifat luar biasa yang tidak dapat diantisipasi, dapat menyebabkan perusahaan
menjual atau mentransfer efek tertentu dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo,
tanpa harus dipertanyakan tujuan awal pemilikan efek dalam kelompoj dimiliki hingga
jatuh tempo mempertimbangkan effek lain dalam kelompok yang sama, Semua
penjualan dan transfer efek dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo harus
diungkapkan sesuai dengan persyaratan.

b. Efek “diperdagangkan” (trading)


Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007:846, 850) surat berharga dalam
bentuk utang ataupun saham yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali dalam
periode singkat (kurang dari 3 bulan atau mungkin diukur dalam hitungan hari).
Perusahaan melaporkan efek “trading” pada vair value, dengan unrealized holding gain
or losses sebagai bagian dari laba netto.
Holding gain or losses adalah perubahan netto antara nilai wajar dari satu period
ke periode lainnya, tidak termasuk dividen maupun bunga yang telah diakui tetapi
belum diterima. Sama seperti kedua jenis investasi utang lainnya, premi/diskonto juga
akan diamortisais.
Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009;46-47) investasi utang yang
dikelompokkan dalam kelompok “trading” diukur sebesar nilai wajarnya dalam neraca.
Efek yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali dalam waktu dekat, harus
diklasifikasikan dalam kelompok Efek “diperdagangkan”. Pengelompokkan ini
biasanya ditunjukkan dengan frekuensi pembelian dan penjualan yang sangat sering
dilakukan. Efek Diperdagangkan”. ini dimiliki denga tujuan untuk menghasilkan laba
dari perbedaan harga jangka pendek. Laba/rugi yang belum direalisasi atas investasi
utang “trading” harus diakui sebagai penghasilan.

c. Efek “Tersedia untuk dijual” (available for sale).


Menurut Kieso, Weygand, dan Warfield (2007:842-845, 848-850) Investasi dalam
bentuk utang maupun ekuitas yang termasuk dalam kategori AFS dilaporkan sebesar fair
values dalam neraca. Keuntungan/kerugian yang belum direalisasi terkait dengan
perubahan fair value akan dicatat dalam akun unrealizes gain or losses (bagian dari Laporan
Laba Rugi dilaporkan dalam ekuitas). Perubahan fair value tidak akan dilaporkan sebagai
bagian dari net income sampai investasi tersebut dijual.

Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009:47) efek yang tidak diklasifikasikan dalam
kelompok “trading” dan dalam kelompok HTM, maka harus diklasifikasikan kedalam
kelompok AFS. Laba/Rugi yang belum direalisasi harus dimasukkan sebagai komponen
ekuitas yang disajian secara terpidah dan tidak boleh diakui sebagai penghasilan sampai
pada saat laba/rugi tersebut dapat direalisasi. Untuk ketiga kelompok efek tersebut, dividen
dan pendapatan bunga termasuk amortisasi premi/diskonto yang timbul saat perolehan
diakui sebagai penghasilan. Sedangkan untuk laba/rugi yang telah direalisasi dala efek
“trading” dan HTM tetap harus dilaporkan sebagai penghasilan.

F. Perubahan Kelompok Investasi


Menurut IAI dalam SAK-ETAP (2009:47-48) pemindahan Efek antar kelompok
dicatat sebesar nilai wajarnya. Pada tanggal perubahan kelompok, laba/rui yang belum
direalisasi harus dicatat sebagai berikut:
a. Untuk Efek yang dipindahkan dari kelompok diperdagangkan, laba atau rugi
yang belum direalisasi pada tanggal transfer telah tercatat sebagai penghasilan
dan oleh karena itu tidak boleh dihapus.
b. Untuk Efek yang dipindahkan ke kelompok diperdagangkan, laba atau rugi
yang belum direalisasi pada tanggal pemindahan diakui sebagai penghasilan
pada saat tersebut.
c. Untuk Efek utang yang dipindahkan ke kelompok tersedia untuk dijual dari
kelompok dimiliki hingga jatuh tempo, laba atau rugi yang belum direalisasi
diakui dalam kelompok ekuitas secara terpisah pada tanggal pemindahan
kelompok.
d. Untuk Efek yang ditransfer ke kelompok tersedia untuk dijual dari kelompok
dimiliki hingga jatuh tempo, laba atau rugi yang belum direalisasi pada
tanggal transfer harus tetap dilaporkan dalam komponen ekuitas secara
terpisah, namun harus diamortisasi selama masa manfaat efek dengan cara
yang konsisten dengan amortisasi premi atau diskonto. Amortisasi laba atau
rugi yang belum direalisasi tersebut akan sepadan dengan pengaruh amortisasi
premi atau diskonto terhadap pendapatan bunga dari efek dalam kelompok
dimiliki hingga jatuh tempo.

G. Perpajakan untuk Surat Utang Negara (SUN)


Surat Utang Negara merupakan surat berharga, berupa surat pengakuan utang
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang pembayaran bunganya dijamin
oleh negara sesuai dengan masa berlakunya.

Surat Utang Negara atau SUN ini diterbitkan untuk membiayai defisit APBN,
mengelola portofolio utang negara dan menutup kekurangan kas jangka pendek.
Pemerintah pusat berwenang menerbitkan surat ini setelah berkonsultasi dengan Bank
Indonesia dan setelah mendapat persetujuan DPR yang disahkan dalam kerangka
pengesahan APBN. Dana untuk pembayaran bunga SUN disediakan di dalam APBN.
APBN sendiri disusun sebagai pedoman belanja untuk melaksanakan kegiatan yang
akan dilakukan oleh negara. SUN dapat dimanfaatkan sebagai beberapa instrumen
keuangan, di antaranya sebagai instrumen fiskal, instrumen investasi, dan instrumen
pasar keuangan

1.) Tata Cara Mengelola

Pengelolaan SUN diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002


tentang Surat Utang Negara. Peraturan ini mengatur beberapa hal di antaranya:

● Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu.


● Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUN yang jatuh tempo.
● Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus memperoleh
persetujuan DPR dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Bank Indonesia.
● Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh
pihak yang tidak berwenang.
● Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang.
● Jenis dan bentuk SUN.

2.) Bentuk Surat Utang Negara


Secara umum bentuk-bentuk SUN dapat dibedakan menjadi:

● Obligasi Negara
SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa
kupon. Sementara obligasi negara tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran
kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi negara dapat dibedakan menjadi:

- Obligasi Berbunga Tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap
periodenya.
- Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan tingkat bunga
mengambang yang ditentukan berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat
bunga Sertifikat Bank Indonesia.
Obligasi negara juga dapat dibedakan berdasarkan denominasi mata utang (rupiah
atau valuta asing). SUN dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
SUN yang saat ini beredar, diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. SUN dapat
diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkan atau yang tidak dapat
diperdagangkan.

● Surat Perbendaharaan Negara


SUN dengan jangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran
bunga secara diskonto (pembayaran atas bunga dari selisih antara harga pada saat
penerbitan dan nilai nominal yang diterima pada saat jatuh tempo). Di beberapa
negara SPN lebih dikenal dengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.

3.) Pajak Atas SUN


Tarif PPh Final atas bunga surat utang atau obligasi untuk proyek infrastruktur
ada di angka 15% untuk wajib pajak dalam negeri dan 20% bagi wajib pajak luar
negeri sesuai dengan ketetapan dalam PP No.100 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Perlakuan pajak obligasi juga berbeda pada jenis instrumen investasi.


Misalnya obliogasi yang menjadi penempatan dana pensiun tidak dikenakan tarif PPh
Final, sementara pajak bunga obligasi reksa dikenakan tarif 20%.

PPh Final sendiri merupakan pajak yang dikenakan langsung pada saat wajib
pajak menerima penghasilan. Selain bunga obligasi, ada beberapa penghasilan yang
dikenakan PPh Final seperti bunga deposito, hadiah undian, transaksi penjualan
saham di bursa efek, dan omzet dari Usaha Kecil Menengah dengan tarif 0,5%.

H. Investasi dalam Saham


Dalam sistem perpajakan Indonesia, setiap individu yang telah memenuhi
ketentuan akan diperlakukan sebagai wajib pajak. Seseorang masuk dalam kriteria
sebagai wajib pajak, ketika yang bersangkutan telah menerima atau memperoleh
penghasilan. Wajib pajak, termasuk di dalamnya seorang investor, tidak lepas dari
kewajiban membayar pajak kepada negara. Setiap awal tahun, ia wajib melaporkan
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak
sebelumnya.
Investor yang menanamkan uang di pasar modal wajib melaporkan pajak
saham dan jumlah investasi. Ini wajib dilaporkan, meskipun pajak dalam investasi
tersebut berlaku final, alias sudah dipotong pajak saat pencairan saham.
Pajak saham, merupakan istilah yang disematkan pada perlakuan perpajakan
untuk transaksi yang terjadi terkait dengan penjualan saham, dan dividen yang
didapatkan investor. Konsekuensi seorang investor membayar pajak muncul ketika
investor tersebut mendapatkan penghasilan dari penjualan saham, atau saat investor
mendapatkan dividen.

Pajak saham adalah istilah atas transaksi yang terkait dengan penjualan saham,
dan dividen yang didapatkan investor. Tarifnya 0,1% untuk transaksi jual saham, dan
10% untuk penghasilan dari dividen.

Anda mungkin juga menyukai