Anda di halaman 1dari 2

1.

Tari tor tor

Sebagai salah satu seni tari tradisional Mandailing, Tor-Tor diyakni merupakan
kesenian purba yang melekat pada berbagai proses adat Mandailing, baik dalam
siriaon (peristiwa menggembirakan) maupun siluluton (musibah). Pada masa awal
pertumbuhan kebudayaan Mandailing, dan itu diyakini jauh sebelum periode Islam,
Tor-tor menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kepercayaan klasik,
yakni Si Pelebegu. Hal itu dikaitkan dengan ungkapan “somba do mula ni Tor-tor”
(Tor-tor asal mulanya adalah prosesi sembah).

Dengan begitu, Tarian Tor-Tor memang bagian dari prosesi penyembahan kepada
roh-roh leluluhur (dalam kosa kata Mandailing disebut dengan begu). Tentu karena
roh-roh leluhur diyakini masih memiliki kekuatan sinkretis, gaib dan magis, terhadap
berbagai sisi kehidupan keseharian masyarakat adat Mandailing. Roh-roh tersebut
diyakini bersemayam di tempat yang disebut na borgo-borgo, baik di bawah pohon
besar, di hutan, di gua-gua, dan lain-lain. Bahkan hingga di masa modern, sinkretisme
itu masih amat mempengaruhi pola pikir masyarakat adat. Mereka diyakini bisa
membawa bala, wabah penyakit, dan lain-lain.  Karena itu ada istilah penyakit na
hona tampar, na nionjapkon ni naso nida, dan lain-lain.

Tentu saja, sebuah tor-tor jangan hendaknya ditampilkan dalam seremonial saja.
Sebagai sebuah budaya yang usianya ratusan tahun, memiliki banyak dimensi
budaya, bukan sekedar pemujaan terhadap roh leluhur. Berbagai gerak-gerik tor-tor,
sebagaimana layaknya seni tari, melambangkan metafora perlindungan kepada orang
yang dihormati, layaknya Anak Boru menghormati Mora, dan seterusnya. Tor-tor
juga memvisualkan harmoni gerak yang indah, baik melalui tangan, kaki, dan badan.

Dalam dimensi kekinian, Tor-tor harus diletakkan pada tatanan itu, bukan lagi atas
persembahan kepada roh leluhur sebagaimana pada tradisi purba. Persembahan dalam
konteks kekinian harus dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang kita
hargai, baik secara sosial maupun secara kekerabatan. Dengan melapaskan makna
purba dari tarian Tor-tor, seni tradisi ini bisa lebih aktual.

2. Tari Sarama Data

Sarama diiringi oleh ensambel musik Gordang Sambilan, sedangkan penarinya satu
orang yang dinamakan Sibaso. Di masa lalu, upacara ritual Paturun Sibaso
diselenggarakan manakala pada suatu huta atau banua terjadi musibah besar seperti
mewabahnya penyakit kolera dan musim kemarau atau sebaliknya musim penghujan
yang berkepanjangan sehingga mengganggu aktifitas pertanian penduduk setempat,
yang pada akhirnya akan menimbulkan kelaparan karena habisnya persediaan padi
(beras) sebagai makanan pokok mereka. Untuk mengatasi bencana besar tersebut,
mereka meminta pertolongan begu (roh-roh leluhur). Upacara ritual dihadiri oleh
Raja, Namora Natoras, Penduduk Setempat dan seorang tokoh supranatural bernama
Datu. Pada upacara ritual Paturun Sibaso disediakan makanan khusus untuk Sibaso,
yaitu yang bernama Parlaslas, yang diletakkan di atas sebuah nampan antara lain
berisi Garing (Ikan Jurung) yang dibakar dan Lengkuas, Air nira di dalam Wadah
yang terbuat dari tanduk kerbau.

3. Gordang Sambilan
Gordang Sambilan adalah salah satu kesenian Tradisional suku Batak Mandailing.
Gordang artinya gendang atau bedug sedangkan sambilan artinya sembilan.Gordang
Sambilan terdiri dari sembilan gendang atau bedug yang mempunyai panjang dan
diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang berbeda pula. Gordang
sambilan alat musik penting bagi masyarakat. Pada perkembangannya gordang
sambilan ini masih digunakan oleh masyarakat mandailing sebagai alat musik sakral.
Meskipun demikian saat ini gorndag sambilan juga dikenal sebagai alat musik
kesenian tradisional mandailing yang sudah mulai populer di indonesia bahkan di
dunia.

4. Tari Endeng-endeng
Tarian ini mengisahkan tentang bagaimana kebahagian masyarakat Mandailing dalam
musim tanam dan menyambut musim panen yang akan datang. Tarian ini biasanya
akan dibawakan oleh sepuluh orang penari dengan pembagian tugas dua vokalis, satu
orang pemain keyboard, satu orang pemain tamborin, lima orang penabuh gendang
dan seorang pemain ketipung (gendang kecil). Lagu-lagu yang dibawakan
menggunakan bahasa daerah Tapanuli Selatan. Tarian ini sangat banyak digemari
muda-mudi karena daya tariknya yang penuh dengan nuansa ceria. Dalam satu kali
pertunjukan tarian ini biasa berdurasi hingga 4 jam lamanya.

5. Tari Guro-guro Aren (Terang Bulan)


Pada awalnya kesenian ini dibuat sebagai wadah bagi muda – mudi untuk belajar
mengenai adat dan budaya suku Mandailing. Seiring berkembangnya zaman kesenian
ini pun menjadi sebuah karya seni berupa tarian muda-mudi. Gerakan dalam tarian ini
mengisahkan tentang bagaimana muda-mudi berusaha mengenal dan mewarisi
budaya yang melekat pada suku Mandailing. Umumnya, dalam pertunjukan ini akan
diiringi dengan beberapa alat musik khas yakni: Sarune, Gendang (Singindungi dan 
Singanaki) juga dari penganak.

Anda mungkin juga menyukai