Anda di halaman 1dari 3

MACAM TARI UPACARA RITUAL

TARI UPACARA RITUAL (UPACARA KEAGAMAAN)

Tarian upacara keagamaan yang bersifat magis saat ini sudah


jarang ditemukan. Namun, di Bali masih terdapat Tari Sang Hyang Jaran
yang hingga kini masih dilakukan sebagai tari upacara untuk mengusir roh
jahat. Penari meliukliukkan tubuhnya dan bergerak seperti menunggang
kuda dengan menggunakan kuda yang terbuat dari bambu. Kemudian,
penari bergulingan di atas bara api, tetapi tubuhnya tidak terbakar.
Gerakan tubuhnya bergerak bebas karena dalam keadaan tidak sadar.
Gerakan ini dilakukan spontan mengikuti keinginan hati tanpa didasarkan
kaidah seni, tetapi menunjukkan gerakan ritmis yang tak disadarinya.
Ada lagi tarian lain yang merupakan salah satu peninggalan zaman
prasejarah, yaitu Jatilan. Tari ini merupakan tarian dari daerah Borobudur
yang sangat dekat dengan upacara ritual memanggil roh binatang totem
sebagai bala keselamatan dari roh jahat. Ritual ini diang gap dapat
menyucikan jiwa. Kadangkadang pemainnya melakukan adegan yang
pada kehidupan nyata sangat mustahil dilakukan. Mereka tidak terluka
ketika menginjak bara api, memakan pecahan kaca, memecahkan kelapa
dengan kepala tanpa merasa sakit atau terluka. Hal tersebut dilakukan
pada saat ndadi atau trance (Bali: kerawuhan, kesurupan, masuknya roh
halus ke dalam tubuh) sebagai perwujudan bahwa roh hadir dan
menunjukkan kekuatannya kepada masyarakat. Hal tersebut dapat
dilakukan karena mereka menari dengan gerakan spontan.
Tari upacara yang berfungsi sebagai media sarana upacara ritual
keagamaan dilakukan masyarakat melalui serangkaian upacara adat yang
bertujuan melindungi masyarakat dari bencana, kejahatan, serta sebagai
ungkapan permohonan agar maksud dan keinginannya terkabul. Pada
zaman primitif sebelum masuknya agama ke Indonesia, tari menjadi
bagian tidak terpisahkan dari kehidupan spiritualisme masyarakat
Indonesia.
1) Tari Upacara Ritual yang Bersifat Sakral
Tarian jenis ini merupakan tarian suci dan keramat (sakral). Salah
satu contoh tari upacara ritual yang bersifat sakral adalah Tari Ngalage.
Seperti pada upacara perayaan panen padi di Jawa barat, Tari Ngalage
merupakan tarian sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Dewi Padi
Pohaci Sang Hyang Sri. Dalam upacara tersebut, setumpuk padi diarak ke
balai desa. Iringiringan tadi didahului penari pembawa umbulumbul
warnawarni. Iringan yang terdepan adalah umbulumbul terutama
menggunakan warna merah putih sebagai lambang dua sisi sifat yang
berlawanan, yaitu baik buruk, susah senang, dan dunia akhirat. Iring-
iringan tersebut terdiri atas para pemikul padi dari bambu yang dibuat
sedemikian rupa sehingga akan menimbulkan suara yang makin lama
makin ramai dan membuat semangat iringiringan karena umumnya jarak
ke balai desa lumayan jauh.
Di belakang barisan pemikul padi tersebut, ada lagi rombongan
yang mem bawa alatalat pertanian dan pembawa angklung serta alat
tabuh dogdog lojor. Kemudian, angklung serta dogdog lojor itu dibunyikan
pada tempattempat tertentu di sepanjang perjalanan mereka. Setelah tiba
di balai desa, barulah mereka memper tunjukkan kemahiran menari
sambil memainkan empat buah dogdog dan sembilan buah angklung.
Tari Rokatenda dari Flores juga menunjukkan ekspresi ungkapan
rasa syukur karena hasil panen yang melimpah ruah. Tari ini di bawakan
oleh penari mudamudi daerah Ende, Flores, dan Nusa Tenggara Timur.
Tari Mon dari Irian Jaya juga merupakan tari upacararitual yang
bersifat sakral. Tarian tersebut dibawakan oleh penari wanita yang duduk
melingkari pohon tempat arwah. Mereka dilingkari oleh para penari pria
dengan posisi berdiri. Tarian ini merupakan tarian pemujaan terhadap
arwah nenek moyang.
2) Tari Upacara Ritual yang Bersifat Magis
Tarian ini berhubungan dengan halhal gaib (magis). Salah satu
contoh tarian upacara yang bersifat magis adalah Tari Sang Hyang Jaran
dari Bali. Tarian ini sebagai ungkapan permohonan keselamatan, yang
mengandung unsur magis dengan menginjakinjak bara api, membawa
simbol kuda dibuat dari jerami, dan penari bergerak kerawuhan/trance.
Dipercaya kekuatan magis menjadi faktor penguat hubungan komunikasi
dengan sang Dewa. Tari Sang Hyang adalah tari upacara keagamaan
sebagai cara manusia membentengi dirinya dan menolak bahaya dari
alam atau faktor lain. Pembawaan penari tidak sadarkan diri memang
menjadi dominan dalam tari sejenis. Dalam keadaan trance, penari
mempunyai kekuatan dan kemahiran di luar kemampuan manusia pada
umumnya. Kesempatan inilah yang digunakan untuk meminta sesuatu
kepada Sang Hyang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat Bali.
Contoh tarian lainnya yaitu Tari Warung Kelumbut dari Sumba Timur.
Tari ini merupakan perwujudan kepercayaan kepada binatang totem oleh
masyarakat setempat. Masyarakat Kecamatan Merabu menarikan tarian
ritual magis ini dengan meniru binatang totemnya. Masyarakat percaya
bahwa manusia dan binatang dapat hidup berdampingan sehingga ada
persatuan yang bersifat mistis yang dapat menjaga satu sama lain, tidak
saling merusak dan mengganggu. Jika terjadipersatuan mistis, manusia
akan kerasukan atau tak sadar diri.
Tari Sintren merupakan tarian bersifat magis yang berasal dari
Cirebon, Jawa Barat. Tari ini menampilkan seorang penari yang sekujur
tubuhnya diikat tali, kemudian ditutup kurungan ayam yang ditutupi kain.
Hanya dalam beberapa saat ketika kurungan ayam dibuka, penari tadi
dapat melepaskan diri dari ikatan. Kemudian, ia menari dalam keadaan
tidak sadarkan diri. Selama tarian berlangsung, penari akan terkulai lemas
apabila penonton melempari uang logam ke arahnya.
Tarian lain ini bersifat magis, tetapi bukan merupakan tarian
upacara keagamaan. Tarian yang bersifat magis lain, misalnya Tari Kuda
Kepang dan Tari Piring. Pada bagian tertentu dalam Tari Piring, penari
menginjak piring menjadi pecahan kecil.
b. Tari Upacara pada Kegiatan Kemasyarakatan yang Bersifat Sakral
Contoh tarian jenis ini, yaitu:
1) Tari ritual perkawinan adat Mentawai, Sumatra Barat.
2) Tari Ngarot dari Cirebon, yaitu tarian yang diselenggarakan untuk
mempertemukan pemuda dan pemudi di daerah dan antardaerah sebagai
bentuk hubungan interaksi sosial yang mengandung unsur sakral.
3) Upacara sebagai permohonan restu untuk membangun rumah yang
diungkapkan dengan Tari Seru Kajo Noo Gawi oleh masyarakat Flores.
4) Tari Kabokang dari Sumbawa sebagai bentuk menyambut kelahiran
bayi.
5) Tari Wolane dari Maluku menyambut kelahiran bayi.
6) Tari Kanja, yaitu Tari Perang. Anehnya, tarian ini dipertunjukkan pada
upacara Maulid Nabi Muhammad Saw. dan menyambut pahlawan perang.
Dari uraian tersebut, dapat ditemukan ciriciri tari yang berfungsi sebagai
tarian upacara, yaitu sebagai berikut:
1) Dilakukan pada kegiatan ritual keagamaan yang bersifat sakral dan
magis serta pada kegiatan kemasyarakatan yang ber sifat sakral.
2) Gerakannya sangat sederhana karena gerak merupakan ungkapan
spontan sebagai ungkapan dalam menjembatani kehendak jiwa para
penarinya.
3) Gerakannya monoton dan banyak peng ulangan.
4) Perwujudan sajian tari (waktu, aturan) erat dengan tujuan
penyelenggaraannya.
5) Musik terdengar monoton.
6) Menggunakan alat musik sederhana dan seadanya.
7) Penyajiannya tidak menyentuh segi artistik.
8) Inti dari gerak tari ini adalah terkabul atau tersampaikannya tujuan.
Keberadaan jenis tari yang berfungsi sebagai tarian upacara sangat
sulit untuk diikuti keberlangsungannya. Ada perbedaan yang menonjol
dibanding antusiasme masyarakatwilayah barat Nusantara yang
cenderung kurang peduli, sedikit menganggap tradisonal adalah ortodoks,
sebagai pengaruh budaya kekinian yang metropolis.
Namun, di wilayah timur Indonesia, tari tradisional masih lekat
dalam kehidupan. Masyarakat menempatkan adat istiadat membaur
dengan kebutuhan dan pola hidup mereka. Lambat laun, dalam kurun
waktu yang lama menjadi sebuah tradisi yang memiliki nilai seni yang
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai