Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Kualitas

2.1.1.Definisi Kualitas

Dalam mendefinisikan kualitas produk ada tiga pakar utama dalam

manajemen mutu terpadu Total Quality Management (TQM) yang saling berbeda

pendapat, tetapi maksudnya sama. Di bawah ini dikemukakkan pengertian

kualitas dari lima pakar Total Quality Management (TQM).

Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat

kesalahan, mengurangi pekerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi

pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidak puasan pelanggan, mengurangin

inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar,

meningkatkan hasil dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta

memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.

Pentingnya kualitas dapat dijelaskan dari dua sudut, yaitu dari sudut

manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari manajemen

operasional, kualitas produk merupakan salah satu kebijakan penting dalam

meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada

konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan kualitas produk dari pesaing.

Dilihat dari manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur

utama dalam bauran pemasaran (marketing-mix), yaitu produk, harga, promosi,

dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pangsa

pasar perusahaan.

7
8

Tannady, (2015:2) menyatakan, bahwa:


Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila Juran
mendefinisikan kualitas sebagai fitness for use dan Grosby sebagai
conformance to requirement, maka Deming mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus
benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atau suatu
produk yang akan dihasilkan.

Menurut Tjiptono dalam (Riyanto, 2018) “kualitas merupakan suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan

yang memenuhi atau melebihi harapan. Sebaliknya, definisi kualitas yang

bervariasi dari yang kontroversional hingga kepada yang lebih strategic”.

Menurut Gravin dan Davis dalam Tjiptono & Diana (2014:2) menyatakan,

bahwa “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau konsumen”.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas

adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu.

2.1.2.Dimensi Kualitas

Setelah dipahami definisi kualitas, maka harus diketahui apa saja yang

termaksud dalam dimensi kualitas. Dimensi kualitas menurut Nasution, (2015:3),

mendefinisikan delapan dimensi kuaitas yang dapat digunakan unruk menganalisi

karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut.

1. Performa (performance)

Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik

utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.


9

Sebagai misal performansi dari produk TV berwarna adalah memiliki

gambar yang jelas performansi dari produk mobil adalah akselerasi,

kecepatan, kenyamanan, dan pemeliharaan, performansi dari produk jasa

penerbangan adalah ketepatan waktu, kenyamanan, ramah tamah, dan lain-

lain.

2. Keistimewaan (features)

Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar,

berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. Sebagai missal,

features untuk produk penerbangan adalah memberi minuman atau makanan

gratis dalam pesawat, pembelian tiket melalui telepon dan penyerahan tiket

dirumah, pelaporan keberangkatan di kota dan di antar ke lapangan terbang

(city check in).

3. Keandalan (reability)

Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara dalam

periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian

keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan

tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu produk, misalnya keandalan

mobil adalah kecepatan.

4. Konformansi (conformance)

Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah

diterapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konformansi

mereflesikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik

operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta sering didefinisikan

sebagai konformansi terhadap kebutuhan (conformance to requirements).


10

5. Daya tahan (durability)

Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan

dengan daya tahan dari produk itu.

6. Kemampuan pelayanan (service ability)

Merupakan kerakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan,

kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan.

7. Estetika (aesthetics)

Merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif

sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi

atau pilihan individual. Dengan demikian, estetika dari suatu produk lebih

banyak berkaitan dengan perasaan pribadi dan mencakup karakteristik

tertentu, seperti keelokan, kemulusan, suara yang merdu, selera, dan lain-

lain.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam

mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga

berupa karakteristik yang berkaitan denganreputasi (brand name-image).

2.1.3.Karakteristik Kualitas

Berry dan Parasuraman dalam (Fitzsimmons, 1994) berhasil

mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan para pelanggan

dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu;


11

1. Bukti langsung (tangibles)

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability)

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera

dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness)

Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan

pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance),

Mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki

para staf bebas dari bahaya, risiko atau keraguan-keraguan.

5. Empati (empathy)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,

dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.1.4.Perspektif Kualitas

Garvin dalam (Tjiptono, 2014 : 98-99) mengidentifikasi adanya lima

alternative perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu transcendental,

product-based approach, user-based approach, manufacturing-based approach,

dan value-based approach.

1. Transcendental Approach
12

Pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit

dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni music,

drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu, perusahaan dapat mempromosikan

produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat belanjanya yang

menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik),

kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain.

2. Product-based Approach

Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang

dapat dikuantifisikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas

mencerminkan perbedaan dalam jumlah unsur atau atribut yang dimiliki

produk. Kerena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat

menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

3. User-based Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada

orang yang menggunakannya, dari produk yang paling memuaskan

preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang

berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini

juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan

keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama

dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik

perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai

sama dengan persaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor


13

jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven.

Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan

secara interal, yaitu sering kali didorong oleh tujuan peningkatan

produktivitas dan penekanan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah

standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang

menggunakannya.

5. Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan

mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas

didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini

bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum

tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah

produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

Perbedaan pandangan terhadap kualitas sebagaimana diuraikan di atas dapat

bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang kadang kala timbul di antara

para manajer dalam departemen fungsional yang berbeda.

2.2.Total Quality Management (TQM)

2.2.1.Pengertian Total Quality Management (TQM)

Ishikawa dan Pawitra dalam (Windi & Suhartuti, 2017), mengatakan bahwa

“Total Quality Management (TQM) diartikan sebagai perpaduan semua fungsi

dari perusahaan ke dalam falsafah holistic yang dibangun berdasarkan konsep

kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan”.


14

Menurut (Fibriany, 2018) “Sistem Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau

yang biasa dikenal dengan Total Quality Management (TQM) yang baik dan

benar, harus didukung dengan melakukan identifikasi dan pemenuhan kebutuhan

konsumen”.

Nasution dalam (Kumentas, 2013), “Total Quality Management merupakan

suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimumkan daya

saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia,

proses dan lingkungannya”.

Sim dan Killough dalam (Idrus, 2013) menjelaskan bahwa:


Total Quality Management merupakan suatu filosofi yang menekankan
peningkatan proses pemanufakturan secara berkelanjutan dengan
mengeliminasi pemborosan, meningkatkan kualitas, mengembangkan
ketrampilan, dan mengurangi biaya produksi.

2.2.2.Karakteristik Total Quality Management (TQM)

Karakteristik Total Quality Management (TQM) menurut Tjiptono dan

Diana (2014:4), yaitu:

1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal;

2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas;

3. Penggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah;

4. Memiliki komitmen jangka panjang;

5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork);

6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan;

7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;

8. Memberikan kebebasan yang terkendali;

9. Memiliki kesatuan tujuan;


15

10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

2.2.3.Prinsip dalam Total Quality Management (TQM)

Menurut Hansler dan Brunell dalam Tjiptono dan Diana (2014: 14), ada

empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip itu adalah:

1. Kepuasan pelanggan

Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas

tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi

tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kualitas yang

dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai

yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.

2. Respek Terhadap Setiap Orang

Dalam perusahaan yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan dipandang

sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersedia yang unik.

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap

keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan

(feeling). Ada dua konsep pokok yaitu, prioritasasi (prioritization) dan

variasi (variation).

4. Perbaikan Berkesinambungan
16

Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara

sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang

berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari

langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil

pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

Menurut Russel, Taylor dan Chase et al. dalam (Fibriany, 2018), terdapat 14

prinsip yang dikemukan Deming dalam memperbaiki mutu produk, yaitu:

1. Menetapkan tujuan inovasi dan melakukan perbaikan terus-menerus;

2. Mengambil filosofi baru dengan meninggalkan kekurangan dan kesalahan

lama;

3. Menghentikan ketergantungan pada inspeksi massal;

4. Memilih pemasok berdasarkan komitmennya terhadap mutu;

5. Melakukan perbaikan proses produksi secara berkesinambungan;

6. Melatih pekerja dengan berfokus pada pencegahan masalah mutu;

7. Memperbaiki kepemimpinan dari para supervisor untuk membantu para

pekerja melakukan pekerjaan lebih baik;

8. Membangkitkan keterlibatan pekerja dengan menghilangkan rasa takut para

pekerja dalam mengidentifikasi masalah disekitar mutu;

9. Meningkatkan kerjasama berbasis tim di antara pekerja

10. Menghapuskan slogan dan target numeric;

11. Menghilangkan kuota numerik yang harus dicapai oleh pekerja;

12. Membangkitkan rasa bangga dan percaya diri dalam melakukan

pekerjaannya;

13. Melakukan perbaikan terus menerus melalui pelatihan tentang mutu;


17

14. Membangun komitmen manajemen puncak.

Perbedaan TQM dengan pendekatan-pendekatan lain dalam menjalankan

usaha adalah komponen bagaimana. Komponen ini memiliki sepuluh unsur utama

Total Quality Management (TQM) menurut Tjiptono dan Diana (2014:18), yang

masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Fokus pada Pelanggan

Dalam Total Quality Management (TQM), baik pelanggan internal maupun

pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan

kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan

pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja,

proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

2. Obsesi Terhadap Kualitas

Dalam organisasi merupakan Total Quality Management (TQM), pelanggan

internal dan eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan

tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang

ditentukan mereka. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level

berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaanya berdasarkan perspektif.

Bila suatu perusahaan terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ‘good

enough is never good enough’.

3. Pendekatan

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan Total Quality

Management (TQM), terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan

pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian, data diperlukan dalam


18

menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melakukan

perbaikan.

4. Komitmen Jangka Panjang

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu perbandingan baru

dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang

baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna

mengadakan perubahan budaya agar penerapan Total Quality Management

(TQM) dapat berjalan dengan sukses.

5. Kerja Sama Tim (Teamwork)

Dalam organisasi yang dikelolah secara tradisional sering kali diciptakan

persaingan antara departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya

saingnya terdongkrak. Akan tetapi, persaingan internal tersebut cenderung

hanyamenggunakan dan menghabiskan energy yang seharusnyadipusatkan

pada upaya perbaikan kualitas, yang pada gilirannya untuk meningkatkan

daya saing perusahaan pada lingkungan eksternal. Sementara itu, dalam

organisasi yang menerapkan Total Quality Management (TQM), kerja sama

tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina, baik antara karyawan

perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintahan, dan

masyarakat sekitarnya.

6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan

Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses

tertentu didalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada

perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat

meningkat.
19

7. Pendidikan dan Pelatihan

Mutu didasarkan pata keterampilan setiap karyawan yang pengertiannya

tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan

melatih semua karyawan, memberikan informasi yang mereka butuhkan

untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalaan. Pelatihan inti

ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan

diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking,

statistic, dan teknik lainnya juga digunakan dalam rangka mencapai

kepuasan pelanggan. Saat ini masih banyak perusahaan yang menutup mata

terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Mereka

beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah

tenaga terampil siap pakai. Kondisi seperti ini menyebabkan perusahaan

yang bersangkutan tidak berkembangdan sulit bersaing dengan perusahaan

lainnya, apalagi dengan era persaingan global. Sedangkan dengan organisasi

yang menerapkan Total Quality Management (TQM), pendidikan dan

pelatihan merupakan factor yang fundamental.

8. Kebebasan yang Tekendali

Dalam Total Quality Management (TQM), keterlibatan dan pemberdayaan

karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut

dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan terhadap

keputusan yang telah dibuat. Pengendaian itu sendiri dilakukan terhadap

metode-metode pelaksanaan setiap proses tertentu.

9. Kesatuan Tujuan
20

Agar Total Quality Management (TQM) dapat diterapkan dengan baik,

maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap

usaha diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi, kesatuan tujuan ini

tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/kesepakatan antara pihak

manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja.

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting

dalam penerapan Total Quality Management (TQM). Usaha melibatkan

karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, hal ini akan

meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana

yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup

pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan

dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa

memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan dengan

orang-orang yang harus melaksanakannya.

2.2.4.Faktor-faktor Yang Dapat Menyebabkan Kegagalan Total Quality

Management TQM

Apabila suatu organisasi menerapkan Total Quality Management (TQM)

dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau

bahkan bila mereka menganggap Total Quality Management (TQM) sebagai ajaib

atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak awal.

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan baru dan

menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigm menajemen


21

tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan

khusus.

Selain dikarenakan usaha pelaksanaa yang setengah hati harapan-harapan

yang tidak realistis, dan ada beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan

pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan

yang sering dilakukan antara lain:

1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior

Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara kesinambungan sepatutnya dimulai

daripihak manajemen dimana mereka harus terlibat secara langsung dalam

pelaksanaanya.

2. Team mania

Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua

karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja dalam tim, paling

tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun

karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-

masing. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja

sama tim tersebut dapat berhasil.

3. Proses penyebarluasan (deployment)

Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara

berbarengan mengembangka rencana untuk menyatukan kedalam sekuruh

elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya

pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat

pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi
22

pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan,

pendidikan, dan kesadaran.

4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis

Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming,

pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-

prinsip yang ditentikan disitu. Bahkan para pakar kualitas mendorong

organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan

kebutukan mereka masing-masing.

5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis

Bila hanya mengirim karyawan untuk mengkiuti suatu pelatihan selama

beberapa hari, bukan berate telah membentuk keterampilan mereka. Masih

dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat para karyawan

sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup

lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru,

bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama

untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya

saing perusahaan.

6. Empowerment yang bersifat premature

Banyak perusahaan yang kurang memahami makna dari pemberian

empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila karyawan

telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan,

maka para karyawan tersebut akan dapa menjadi self-directed dan

memberikan hasil-hasil positif. Oleh karena itu sebenarnya mereka


23

membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam

melakukan sesuatu.

2.2.5.Memperbaiki Kualitas Melalui Total Quality Management TQM

Memperbaiki kualitas dalam kerangka Motal Quality Management (TQM)

dapat dilakukan melalui:

1. Benchmarking

Benchmarking merupakan prosedur secara kontinu dan sistematis yang

mengukur produk, jasa, dan proses perusahaan terhadap pemimpian

industry. Tipologi yang biasa dipakai dalam benchmarking termasuk cost

per unit, rincian jasa per pelanggan, processing time per unit, customer

retention rates, revenue per unit, return on investment, dan customer

satisfaction level. Mereka yang terlibat dalam usaha perbaikan

berkelanjuatan bergantung pada benchmarking untuk memformulasikan

tujuan dan target untuk kinerja. Benchmarking terdiri dari empat langkah

dasar, yaitu:

a. Planning, yaitu mengidentifikasi produk, jasa, dan proses yang di

benchamark dan perusahaan yang dipergunakan sebagai perbandingan,

mempertimbangkan ukuran kinerja untuk analisis, dan mengumpulkan

data.
24

b. Analysis, yaitu mempertimbangkan gap antara kinerja perusahaan saat

ini dengan perusahaan yang menjadi benchmark dan mengidentifikasi

penyebab gap yang signifikan.

c. Intergration, yaitu menciptakan tujuan dan menjaga hubungan dengan

manajer yang menyediakan sumber daya untuk menyelesaikan tujuan.

d. Action, yaitu membangun cross-functional team yang terdiri dari

mereka yang paling terpengaruh oleh perubahan, mengembangkan

rencana tindakan dan penugasan tim, menjalankan rencana memonitor

progress, dan mengkalibrasi benchmark apabila perbaikan sudah

dilakukan.

2. Produc and Service Design

Dengan perubahan desain sering memerlukan perubahan dalam metode,

materil, atau spesifikasi, maka dapat meningkatkan defect rate, tingkat

produk cacat. Oleh karena itu, desain produk dan jasa yang stabil dapat

membantu menurunkan masalah kualitas internal. Akan tetapi, desain yang

tetap tidak mungkin ketika produk dan jasa dijual di pasar global. Meskipun

desain yang berubah potensial meningkatkan market share, manajemen

harus hati-hati terhadap kemungkinan masalah kualitas sebagai akibat

perubahan.

3. Process Design

Desain proses yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa sangat

mempengaruni kualitasnya.

4. Quality Function Deployment (QFD)


25

Kunci untuk memperbaiki kualitas melalui Total Quality Management

(TQM) adalah dengan menghubungkan desain produk atau jasa dengan

proses untuk menghasilkannya. Quality Function Deployment (QFD)

merupakan alat untuk menerjemahkan persyaratan kebutuhan pelanggan ke

dalam persyaratan teknis yang tepat untuk setiap tahap pengembangan

produk, jasa, dan produksi. Quality Function Deployment (QFD)

mengusahaka cara menetapkan target dan mendiskusikan pengaruh pada

kualitas produk. Bagian teknik menggunakan data yang memfokuskan pada

tampilan desain produk yang penting. Marketing menggunakan untuk

mempertimbangkan strategi pemasaran. Operasi menggunakan informasi

untuk mengidentifikasi proses yang krusial untuk memperbaiki kualitas

seperti dipersepsikan pelanggan.

5. Purchasing Consideration

Kebanyakan bisnis tergantung pada pemasok luat untuk materiil, jasa atau

peralatan yang digunakan dalam menghasilkan produk dan jasa. Kualitas

inpus dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan perusahaan, dan barang

berkualitas buruk dapat berpengaruh merusak. Pendekatan pembeli dan

manajemen spesifikasi merupakan kunci mengawasi kualitas pemasok.

Perusahaan pembeli tidak hanya mendasarkan pada biaya dan kecepatan

pengiriman pemasok, akan tetapi dengan kualitas produk. Pembeli yang

kompeten akan mengidentifikasi pemasok yang menawarkan produk atau

jasa berkualitas tinggi pada harga yang pantas. Setelah mengidentifikasi


26

pemasok, pembeli bekerja sama dengan mereka menjaga agar barang yang

diterima tanpa cacat.

Anda mungkin juga menyukai