Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEPUASAN PELANGGAN MANAJEMEN KUALITAS JASA

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas

Pemasaran Jasa pada Program Studi Magister Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember

yang diampu oleh:

Dr. Diah Yulisetiarini, M.Si

disusun oleh :

Gagang Ramadhan 180820101002

Achmad Soni, SH 180820101005

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

Persoalan kualitas dalam dunia bisnis kini sepertinya sudah menjadi “harga yang
harus dibayar” oleh perusahaan agar ia dapat tetap survive dalam bisnisnya. Menurut
American society for Quality Control, Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-
karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001 : 144). Goetsh dan
Davis (1994), mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan (Tjiptono, 2000 : 51). Sedangkan Deming (1986) dan Juran dkk (1974)
sebagaimana dikutip oleh Ghobadian et al (1994) memberi batasan kualitas sebagai upaya
memuaskan konsumen (Sunardi, 2003 : 71).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka kualitas adalah suatu keseluruhan ciri dan
karekteristik yang dimiliki suatu produk/jasa yang dapat memberikan kepuasan konsumen.
Jasa atau servis memiliki definisi „Suatu barang atau produk yang sifatnya tidak dapat
dipegang secara fisik. Tetapi keberadaan jasa tersebut lebih merupakan bentuk manfaat yang
dapat dirasakan oleh yang memanfaatkan jasa tersebut‟ (Nirwana, 2004 : 4).

Kualitas yang dihasilkan oleh barang atau jasa sangat erat kaitannya dengan kepuasan
konsumen. Kualitas dapat memberikan dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan
yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan yang terjalin dapat
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta
kebutuhan mereka. Secara konseptual manajemen kualitas dapat diaplikasikan pada barang
maupun jasa, karena yang ditekankan adalah perbaikan sistem kualitas perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memaksimumkan pelayanan yang
menyenangkan dan menghilangkan pelayanan yang membosankan serta menjengkelkan.
Sebab harus disadari kualitas serta harga yang murah sekalipun jika tidak diikuti dengan
pelayanan yang baik, akan menyebabkan pelanggan berpaling pada produk atau jasa yang
sejenis yang kira-kira dapat memberikan kepuasan sama yang ditawarkan oleh pesaing.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kualitas Jasa


Kualitas jasa menurut Wyckop (Tjiptono, 2000:54) adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Kualitas seringkali disamakan dengan mutu pendapat
demikian diperkuat dengan apa yang dikatakan dalam American Society for Quality
Control (Kotler, 1997: 49) bahwa mutu sama dengan kualitas dimana mutu adalah
keseluruhan ciri dari atribut produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Dari definisi di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perusahaan tidak
dapat mengklaim diri telah memberikan kualitas terbaik –lewat produk atau jasa-
pada pelanggan, sebab yang dapat mengambil kesimpulan baik dan tidaknya kinerja
sebuah produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanyalah konsumen dan
pelanggan. Tidak berlebihan jika sering dikatakan bahwa konsumen adalah raja.

2.2. Pengukuran Kualitas Jasa


Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, menurut Rangkuti (2002: 21) kedua variabel
tersebut yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan
(expected service). Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan
mengukur kualitas produk nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah
untuk diidentifikasi.
Menurut Tjiptono (2000: 97) langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur
kualitas jasa adalah:
1. Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang
digunakan untuk mengukur kualitas jasa.
2. Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud
adalah menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa
digunakan untuk mengukur variabel.
Penelitian mengenai costumer perceived quality pada industri jasa yang dilakukan
oleh Leonard L Berry, A Parasuraman dan Valerie A Zeithaml 1985, 1988
(Rangkuti, 2002: 22) mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan
kegagalan penyampaian jasa, yaitu:

1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada


kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan
atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk-produk jasa didesain
dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan oleh konsumen.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadang
kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini
dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen
terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya, atau karena adanya kelebihan
permintaan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada
beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang
terlatih, beban kerja yang melampaui batas, ketidak mampuan memenuhi standar
kerja, atau bahkan ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali tingkat
kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang
dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan apabila janji tidak
dipenuhi akan menyebabkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan
ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau persepsi perusahaan dengan
cara yang berbeda, atau bila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa
tersebut.

2.3. Dimensi Kualitas Jasa


Sebuah perusahaan jasa sebisa mungkin dapat memberikan jasa yang berkualitas
tinggi secara konsisten dan kontinyu dibandingkan dengan pesaing, dalam rangka
memenuhi harapan pelanggan. Usaha jasa terbilang cukup rumit dan sangat
kompleks dari pada barang yang mempunyai wujud konkrit, sehingga menyulitkan
seseorang untuk mengidentifikasinya dalam waktu yang singkat.
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (1985) berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok
kualitas jasa :
1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance)
dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu
menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time),
memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa
sesuai dengan janji yang disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat,
dan mengirimkan tagihan yang akurat.
2. Responssivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan
untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa
contoh diantaranya : ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi
secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian
layanan secara cepat.
3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk
didalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak,
pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas
riset organisasi.
4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan
kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu
mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan
mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan
jam operasi nyaman.
5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para
karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank,
kasir, dan lain-lain).
6. Komunikasi, artinya menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang
ditawarkan, biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan
masalah potensial yang mungkin timbul.
7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencangkup
nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan
interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).
8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan
financial (financial security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan
kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal
pelanggan regular.
10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil,
dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan
lain-lain).

Dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menemukan


adanya overlapping diantara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka
menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok.
Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan
(assurance). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami pelanggan
diintregasikan menjadi empati (empathy).

Kesepuluh dimensi tersebut di atas dapat dikonversi ke dalam lima dimensi,


Parasuraman, Zeithamal & Bery (Rangkuti, 2002: 29) mengkonversi dari kesepuluh
dimensi kualitas jasa sebagai berikut:

1. Reliabilitas (rebility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk


memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan
para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan
mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bias menciptakan
rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan
selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya
dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal
kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan,
dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

2.4. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan Kualitas Jasa


Lupiyoadi (2001) menjelaskan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan
pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu
faktor kualitas produk, faktor kualitas pelayanan, faktor emosional, faktor harga dan
faktor biaya. Dalam faktor produk, perlu diperhatikan bahwa pelanggan merasa puas
jika hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan adalah
berkualitas. Dalam faktor kualitas pelayanan, terutama untuk industri jasa,
pelanggan akan merasa puas jika mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau
sesuai dengan yang diharapkan.
Perusahaan juga perlu memperhatikan faktor emosional, yaitu rasa percaya
diri setelah menggunakan produk perusahaan tersebut. Dalam faktor harga,
perusahaan di samping memperhatikan kualitas produk, juga harus memperhatikan
harga yang relatif murah yang mana akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggannya. Dalam faktor biaya, perusahaan perlu memperhatikan bahwa
pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa dan cenderung puas terhadap
produk atau jasa tersebut.
Dalam konteks penilaian kualitas produk jasa, telah diperoleh kesepakatan,
bahwa harapan konsumen memiliki peranan besar sebagai standar perbandingan
dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Jasfar,
2005), harapan konsumen dapat diartikan sebagai keyakinan konsumen sebelum
mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk tersebut. Untuk membuktikan baik tidaknya kualitas suatu
produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.
Jasfar (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan terhadap
suatu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima
dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut. Apabila harapannya
terlampaui, berarti jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan
juga akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika harapan itu
tidak tercapai, maka diartikan kualitas jasa tersebut tidak memenuhi apa yang
diinginkannya atau perusahaan tersebut gagal melayani konsumennya.

2.5. Pentingnya Pengukuran Kualitas Jasa


Pengukuran kualitas jasa dipandang sangat penting bagi perusahaan, yang
mana dapat berguna untuk mengukur kesenjangan antara harapan dan persepsi
konsumen tentang jasa yang diberikan perusahaan jasa. Hal itu dimaksudkan sebagai
umpan balik untuk mengukur kualitas dan koreksi apabila kualitas tersebut kurang
memuaskan konsumen. Pada dasarnya, terdapat berbagai model yang dapat
digunakan untuk menganalisis kualitas jasa. Pemilihan terhadap suatu model
tergantung pada tujuan analisis, jenis perusahaan dan situasi pasar.
Gronroos (dalam Jasfar, 2005) mengemukakan sebuah model yang dinamakan
Gronroos‟s Perceived Service Quality Model. Model tersebut menekankan pada
pentingnya penilaian konsemen terhadap jasa sebagai hasil perbandingan antara
harapan dan kinerja atau pengalamannya dalam menggunakan jasa yang terdiri dari
what; yang meliputi kualitas teknis, termasuk outcome dan how; jasa fungsional
yang menjelaskan sifat atau keadaan jasa yang dikonsumsi. Sedangkan yang tidak
kalah penting artinya di antara kedua jasa tersebut adalah corporate image.
Pengalaman pengguna jasa dapat dikategorikan ke dalam tiga kriteria, yaitu
berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality), bagaimana cara
penyampaian jasa (functional quality), dan ditambah dengan kesan baik atau kesan
buruk mengenai perusahaan (corporate image) yang terbentuk dalam benak
konsumen sebelum atau sesudah mengkonsumsi jasa. Apabila harapannya sesuai
dengan apa yang dirasakan setelah mengkonsumsi jasa tersebut, berarti kualitas jasa
itu baik. Dengan kata lain, apabila kesan yang ditimbulkan positif, berarti konsumen
merasa puas atau cukup puas, yang merupakan suatu indikator bahwa jasa yang
diberikan mempunyai kualitas yang baik. Apabila apa yang dirasakan konsumen
masih di bawah harapannya, maka berarti kualitas jasa tersebut masih rendah.
Jelaslah bahwa kualitas jasa tersebut dapat diukur dari kepuasan konsumen
yang ditentukan oleh penilaiannya terhadap jasa tersebut (total perceived quality).
Citra kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia
jasa, melainkan melalui sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumenlah yang
menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
BAB III
KESIMPULAN

Manajemen industri jasa yang berorientasi pada kepuasan konsumen membutuhkan


komitmen dan tindakan nyata dalam memberikan pelayanan prima kepada konsumen. Secara
konseptual manajemen kualitas dapat diaplikasikan pada barang maupun jasa, karena yang
ditekankan adalah perbaikan sistem kualitas. Tujuan evaluasi kualitas jasa adalah agar jasa
yang diberikan dapat didesain, dikendalikan dan dikelola sebagaimana halnya dengan
kualitas barang.

Konsekuensi atas pendekatan kualitas pelayanan suatu produk, memiliki esensi


penting bagi strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam
menghadapi persaingan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan
acuan dalam riset pemasaran adalah model Service Quality (Serqual) yang dibangun
berdasarkan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima
(perseived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service).

Di dalam manajemen kualitas jasa, perlu diperhatikan beberapa strategi produk jasa.
Sumayang (2003) menjelaskan bahwa perusahaan harus menempatkan pelanggan paling
utama, yaitu dengan cara memenuhi keinginan para pelanggan. Di samping itu, sistem yang
dibangun haruslah seolah-olah dilakukan oleh pelanggan sendiri.

Dalam konteks penilaian kualitas produk jasa, dijelaskan bahwa harapan konsumen
memiliki peranan besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun
kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Jasfar, 2005), harapan konsumen dapat diartikan
sebagai keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan
standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Untuk membuktikan baik tidaknya
kualitas suatu produk, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.

Kualitas jasa dapat diukur dari kepuasan konsumen yang ditentukan oleh penilaiannya
terhadap jasa yang diberikan (total perceived quality). Citra kualitas yang baik bukan
berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan melalui sudut pandang
atau persepsi konsumen. Dalam hal ini, konsumenlah yang menikmati jasa perusahaan
sehingga merekalah yang menentukan kualitas jasa.
Pengukuran kualitas jasa dipandang sangat penting bagi perusahaan, yang mana dapat
berguna untuk mengukur kesenjangan antara harapan dan persepsi konsumen tentang jasa
yang diberikan perusahaan jasa. Hal itu dimaksudkan sebagai umpan balik untuk mengukur
kualitas dan koreksi apabila kualitas tersebut kurang memuaskan konsumen. Kerangka kerja
manajemen kualitas jasa dalam perusahaan jasa dipandang penting, terutama untuk menilai
dan mengelola kualitas jasa.

Anda mungkin juga menyukai