Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SISTEM MANAJEMEN MUTU

KUALITAS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

IZZATUL AULIA AZAHRA NIM 2141420003


MUHAMMAD AINUN NAJIB NIM 2141420027
NAUFAL FADHILA NIM 2141420029
NORA AULIA APSARIN NIM 2141420076
VERDI RIZAL PRAYOGA NIM 2141420038

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG 2022
DAFTAR ISI
BAB 1
DEFINISI KUALITAS

Kualitas apabila diartikan menurut bahasa adalah tingkat baik atau buruknya sesuatu,
derajat, atau taraf mutu. Berkualitas berarti mempunyai kualitas atau mutu yang baik
(Rosianasfar, 2013). Kemudian definisi kualitas menurut para ahli adalah:

1. Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991) dalam Ariani (2008), kualitas adalah
keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat
memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah
kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-
kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.
2. Sunyoto (2012), kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau
jasa telah mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu
barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai
guna seperti yang diinginkandengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah
memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan.
3. Menurut Goetsch dan Davis (2005), kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi apa yang diharapkan.
4. Kotler (2005), beranggapan bahwa kualitas adalah keseluruhan sifat suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat
5. Tjiptono (2004), mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian untuk digunakan (fitness for
use). Definisi ini menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.
BAB 2
DIMENSI KUALITAS

Menurut Tjiptono (2008), kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang
menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan. Kualitas suatu produk baik berupa barang atau
jasa ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk menurut Tjiptono (2008)
adalah:

1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk.

2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan
bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen
terhadap produk maka semakin besar pula daya produk.

3. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana


karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau
tidak ditemukannya cacat pada produk.

4. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi
produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.

5. Reliability (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan
atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka
produk tersebut dapat diandalkan.

6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk.

7. Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan
pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa
konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan.

8. Serviceability, meliputi kecepatan dan kemudahan untuk direparasi, serta kompetensi dan
keramahtamahan staf layanan.

Kemudian, menurut Vincent Gaspersz (2005 dalam Alma, 2011) dimensi-dimensi kualitas
produk terdiri dari:
1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal
pakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik
desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan
keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

Berdasarkan dimensi-dimensi diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu dimensi kualitas


merupakan syarat agar suatu nilai dari produk memungkinkan untuk bisa memuaskan pelanggan
sesuai harapan, adapun dimensi kualitas produk meliputi kinerja, estetika, keistimewaan,
kehandalan, dan juga kesesuaian.
BAB 3
PERSPEKTIF KUALITAS

Menurut Fandy Tjiptono, (2005) ada lima macam perspektif terhadap kualitas yang berkembang.
Kelima macam perspektif inilah yang biasa menjelaskan mengapa kualitas biasa diartikan secara
beraneka ragam oleh orang-orang berbeda dalam situasi berlainan..
Adapun kelima macam perspektif kualitas menurut Fandy Tjptono, (2000) meliputi:
1. Transcendental Approach
Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai in excellence, dimana kualitas dapat
dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini
biasanya diterapkan dalan dunia seni musik, seni tari, seni rupa dan sebagainya.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini mengangap kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat
dikuantitatifkan dan dapat diukur perbedaan, dalam kualitas mencerminkan perbedaan
dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang mencerminkan perbedaan dalam jumlah
beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif,
maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan prefensi seseorang (misalnya
perceive quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subjektif dan
demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan
dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan
kepuasan maksimum yang dirasakan.
4. Manufacturing-based Approach.

Perspektif  ini  bersifat  supply  based  dan  terutama  memperhatikan  praktek-praktek  pere
kayasaan  dan  pemanufakturan  serta  mendefinisi  kualitas  sebagai kesesuaian yang sama
dengan persyaratan.
5. Value-based Approach.
Pendekatan ini merancang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan
trade-off antar harga dan kinerja, kualitas didefinisikan sebagai “Affordable Exelence”.
Kualitas dalm perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas yang
paling tinggi belum tentu produk yang bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah
barang yang tepat dibeli (best buy). 
BAB 3
SUMBER KUALITAS

Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003:34), terdapat lima sumber kualitas yang dapat
dijabarkan sebagai berikut, yaitu:
a. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.
b. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail.
c. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum
dilepas ke pasar.
d. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik,
pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan secara cepat.
e. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

BAB 4
SISTEM KUALITAS MODERN

Sistem kualitas modern adalah sistem kualitas yang membuat barang atau jasa dengan
memperhatikan kepuasan pelanggan. Pelanggan menjadi tolak ukur dari kualitas produk atau jasa
yang dihasilkan. Sistem kualitas modern menekankan bahwa kualitas menjadi kunci dari
produktivitas perusahaan. Peningkatan kualitas dalam aspek produk dan jasa serta aspek
manajemen dapat membawa organisasi atau perusahaan mampu bertahan dalam lingkungan
bisnis global (Tjiptono dan Diana, 2001).
Menurut  Vincent Gaspersz 2002, sistem kualitas modern dapat dicirikan lima
karateristik, yaitu:
a. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan.
b. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh
manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.
c. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap
tanggung jawab spesifik untuk kualitas.
d. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan
pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan.
e. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa
kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life).
Contoh Penerapan Sistem Kualitas Modern pada Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia
1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan. Hal ini terlihat jelas pada
pelayanan yang diberikan Garuda Indonesia. Konsep Garuda Indonesia Experience
harus memiliki nilai-nilai dasar sebagai berikut: tepat waktu dan aman (tentang
produk), cepat dan tepat (tentang proses), bersih dan nyaman (tentang bangunan)
serta andal, profesional, kompeten dan siap membantu (tentang staf). Nilai dasar
tersebut berorientasi pada pelanggan Garuda Indonesia.
2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh
manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.
Peningkatan kualitas yang dilakukan Garuda Indonesia mustahil terjadi jika tidak ada
partisipasi aktif dari manajemen puncak. Segala fasilitas dan kemudahan yang
diberikan untuk pelanggan merupakan hasil keputusan yang dilakukan manajemen
puncak dan dilaksanakan oleh seluruh staff Garuda Indonesia.
3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap
tanggung jawab spesifik untuk kualitas. Hal ini terlihat dari staff ticketing hingga
awak Garuda Indonesia. Saat melakukan check-in di counter, pelanggan dilayani
dengan sigap dan ramah. Pelayanan ini berlanjut hingga di dalam pesawat, pramugari
benar-benar mengutamakan kenyamanan pelanggan. Pramugari dilatih untuk
memberikan pelayanan prima karena kesadaran bahwa awak pesawat merupakan
ujung tombak pelayanan Garuda Indonesia. Para petugas bertanggung jawab untuk
memastikan keamanan dan kenyamanan pelanggan bukan hanya selama perjalanan,
tetapi juga sebelum dan sesudahnya.
4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada
tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi
kerusakan saja. Pada 2009, Garuda Indonesia melakukan program peremajaan untuk
armada-armada lama, Boeing 747-400 dan Airbus 330-300, dengan mengganti
interior pesawat dan menambah fasilitas AVOD (Audio and Video on Demand).
Selain itu, awak Garuda Indonesia mendapat pendidikan dan keterampilan yang
memadai untuk senantiasa memanjakan konsumen dengan sebaik-baiknya. Sehingga
hampir minim complaint terkait kekurangan pelayanan GARUDA. Langkah yang
sesuai dengan konsep layanan Garuda Indonesia Experience. Untuk meningkatkan
mutu pelayanan, Garuda Indonesia juga telah mempersiapkan para petugas untuk
terus ada dan siap sedia jika dibutuhkan. Bukan hanya ada secara fisik, namun juga
secara non-fisik melalui layanan online kami. Jika pelanggan memiliki pertanyaan,
masukan atau komentar mengenai pelayanan Garuda Indonesia, pelanggan dapat
mengirimkannya dengan mencantumkan keterangan yang diperlukan pada formulir.
5. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa
kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life). Garuda Indonesia meyakini bahwa
pelayanan terbaik terhadap pelanggan merupakan hal utama. Pencerminan ini muncul
dari visi dan misi yang dimiliki Garuda Indonesia.
BAB 6
SEJARAH KUALITAS

Sebenarnya kualitas telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu,
ketika bangsa Mesir Kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untukmembangun
piramida. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan revolusi industri, fungsi kualitas
kemudian berkembang melalui beberapa tahap sebagai berikut
1. Era Tanpa Mutu
Merupakan era dimana persaingan belum terjadi oleh karena produsen atau pemberi
pelayanan belum banyak, sehingga pelanggan pun belum diberi kesempatan untuk memilih.
Hal ini terjadi pula pada organisasi pemberi pelayanan publik. Pada lembaga pelayanan
publik yang dikelola oleh pemerintah, masyarakat sebagai pelanggan tidak diberikan hak
untuk menuntut mutu pelayanan yang lebih baik atau yang diharapkan. Keadaan ini
menyebabkan mutu pelayanan organisasi publik belum menjadi penilaian pengguna hanya
mengutamakan yang penting ada dan dapat dipergunakan

2. Era Inspeksi (Inspection)


Era ini dimulai oleh perusahaan - perusahaan yang memproduksi barang, hal ini terjadi
karena mulai adanya persaingan antar prodlusen. Dengan demikian tiap perusahaan mulai
melakukan pengawasan terhadap produknya. Pada era ini juga mulai dilakukan pemilahan
mutu barang yang dilakukan melalui inspeksi. Namun mutu produk hanya pada atribut yang
melekat pada produk. Oleh karena itu mutu hanya dipanclang produk yang rusak, cacat atau
hanya pada penyimpangan dari atribut yang seharusnya melekat pacla produk tersebut. Era
ini menekankan pada deteksi masalah, keseragaman produk serta pengukuran dengan alat
ukur yang dilakukan oleh yang berfungsi menginpeksi Fokus perusahaan terhadap mutu
belum besar dan terbatas pada produk akhir yaitu dilihat yang cacat atau rusak yang dibuang
sedang yang baik yang dilepas ke konsumen.

3. Pengendalian Mutu (Quality Control)


Pada tahun 1924-an, kelompok inspeksi kemudian berkembang menjadi bagian pengendalian
mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militeryang bebas cacat, sehingga
mutu produk militer dijadikan sebagai salah satu faktor yang menentukan kemenangan dalam
peperangan. Tentu saja hal ini harusdapat diantisipasi melalui pengendalian yang dilakuan
selama proses produksi,menyebabkan tanggung jawab megenai mutu dialihkan ke bagian
quality controlyang independen. Bagian ini kemudian memiliki otonomi penuh dan terpisah
Bagian ini kemudian memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian pabrik. Selain itu,
para pemeriksa mutu juga dibekali dengan perangkatstatistika seperti diagram kendali dan
penarikan sampel. Pada tahap ini dikenalseorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang
merupakan pelopor Total Quality Control pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970
Feegenbaum kembalimemperkenalkan konsep baru, yaitu Total Quality Control
Organizationwide,disusul pada tahun 1983 Feigenbaum mengenalkan konsep baru lainnya,
yaitu konsep Total Quality System.

4. Pemastian Mutu (Quality Assurance)


Terkait dengan rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistissering kali tidak dapat
dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada, pengendalian mutu (quality control)
kemudian berkembang menjadi pemastianmutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu
ini bertugas untuk memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi,
pelatihan, analisiskinerja teknis, dan petunjuk operasi demi peningkatan mutu.

5. Manajemen Mutu (Quality Management)


Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo (keadaan sebagaimanaadanya), sehingga
upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat
sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan,
aspek mutu perlu selalu dievaluasi dandirencanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-
fungsi manajemen mutu.

6. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)


Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu. Dalam hal ini,tanggung jawab terhadap
mutu tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah menjadi
tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang kemudian disebut Total
Quality Management.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015, Pengertian Produk, Definisi Kualitas Produk, dan Dimensi Kualitas Produk,
(Diakses secara online melalui: https://surabaya.proxsisgroup.com/pengertian-produk-
definisi-kualitas-produk-dan-dimensi-kualitas-produk/ pada 31 Agustus 2022)
Anonim, 2016, Perspektif Terhadap Kualitas, (Diakses secara online melalui: https://www.e-
jurnal.com/2014/02/perspektif-terhadap-kualitas.html pada 1 September 2022)

Anonim, 2021, 5 Perspektif Kualitas yang Wajib Kamu Ketahui, (Diakses secara online
melalui: https://www.mingseli.id/2021/10/perspektif-kualitas.html?m=1 pada 31 Agustus
2022)

Arenawati, 2019, Sejarah Perkembangan Manajemen Mutu, (Diakses secara online melalui:
https://www.slideshare.net/cgadiezaquariuseaahibbakhlyanidhirthirle/sejarah-perkembangan-
manajemen-mutu pada 31 Agustus 2022)

Wahyuni, 2018, Penerapan Manajemen Kualitas Pada Hotel Non Bintang di Yogyakarta,
(Diakses secara online melalui: http://e-journal.uajy.ac.id/16907/3/EA210902 pada 1
September 2022)

Yazid, 2013, Analisa Perbaikan Mesin Hamada 700cda Dan Upaya Meminimalkan Cacat
Pada Proses Cetak Buku Menggunakan Metode DMAIC, (Diakses secara online melalui:
http://eprints.ums.ac.id/24022/ pada 1 September 2022)

Anda mungkin juga menyukai