Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas

2.1.1 Pengertian Kualitas

Banyak pakar dan organisasi yang mencoba mendefinisikan kualitas

berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa diantaranya adalah

Goestch dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono dan Anastasia (2003)

membuat definis mengenai kualitas yakni kualitas merupakan suatu kondisi

dinamis yang berhubunan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan

yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan definisi kualitas (mutu) yang

dirumuskan oleh organisasi pengendalian mutu Eropa (EOQC, The European

Oganization for Quality Control) adalah totalitas keistimewaan dan karateristik

suatu produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk

memenuhi kebutuhan atau kepuasan tertentu (Nasution, 2006).

Pengertian kualitas menurut pendapat Gasperz (2005:5) dalam Anjayani

(2011) merupakan suatu cara meningkatkan performansi secra terus menerus pada

level operasi atau proses, dari setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan

menggunakan sumber daya yang tersedia dan modal yang ada. Menurut pakar

kualitas ternama W. Edwards Deming yang dikutip oleh Irwan dan Didi (2015)

menyatakan bahwa kualitas tidak berarti yang terbaik tetapi pemberian kepada

pelangan tentang apa yang mereka inginkan dengan tingkat kesamaan yang dapat

diprediksi serta ketergantungannya terhadap harga yang mereka bayar. Sementara

pakar kualitas yang lain, Philip P. Crosby mendefinisikan kualitas sebagai

7
8

pemenuhan persyaratan dengan meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul

atau dikenal dengan standart zero defect (Irwan dan Didi, 2015).

Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003) meskipun tidak ada definisi

mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada

terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :

a. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

b. Kualitas mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.

c. Kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah.

Banyak ahli yang mendefiniskan kualitas secara garis besar oreantasinya

adalah kepuasan konsumen (pelanggan) yang merupak tujuan perusahaan yang

beroreantasi pada kualitas. Dari beberapa definisi sebelumnya, secara garis besar

kualitas merupakan eselurhan ciri atau karateristik produk dalam tujuannya untuk

memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Konsumen yang dimaksud adalah

bukan konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah

kembali lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli dan

membeli hasil produksi tersebut (Irwan dan Didi, 2015).

2.1.2 Dimensi Kualitas

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan oleh Garvin (dalam

Tjiptono dan Anastasia, 2003) dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan

strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur. Dimensi-dimensi

tersebut adalah :

1. Kinerja (performance) karateristik operasi pokok dari produk inti.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karateristik sekunder

atau pelengkap.
9

3. Kehandalan (reability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan

atau gagal dipakai.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specificaions), yaitu sejauh

mana karateristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah

ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat

terus digunakan.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah

direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

8. Kualitas yang dipersepsikan (percived quality), yaitu citra dan reputasi produk

serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan

manufaktur, maka berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa,

Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) dalam Tjiptono dan Anastasia (2003)

berhasil mengidentifikasi lima kelompok karateristik yang digunakan oleh para

pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa. Karateristik tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan

sarana komunikasi.

2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk membantu

para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.


10

4. Jaminan (assurance), mencangkup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya resiko atau keragu-raguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang

baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk

Kualitas suatu produk dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas produk tersebut menurut Prawirosentono (2007)

adalah sebagai berikut :

1. Bentuk rancangan (desain) produk

2. Bahan baku yang digunakan

3. Proses produksi dan teknologi yang digunakan untuk membuat produk

4. Cara pengangkutan dan pembungkusan

5. Pengaruh perkembangan teknologi dan cara pelayanan

2.2 Pengendalian Kualitas

2.2.1 Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengertian pengendalian kualitas menurut pendapat Montgomery (1990:3)

dalam Anjayani (2011) merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen yang

dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkan dengan

spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai

apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar.

Sedangkan pengertian pengendalian kualitas menurut Sofyan Assauri (1998:210)

yang dikutip oleh Darsono (2013) adalah usaha untuk mempertahankan mutu /
11

kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang

telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.

Pengendalian kualitas adalah proses yang digunakan untuk menjamin

tingkat kualitas dalam produk atau jasa. Pengendalian kualitas menjelaskan bahwa

penggunaannya diarahkan untuk mengukur pencapaian standar yang ditetapkan.

Pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengujian meskipun sering

digunakan secara bersamaan dengan pengujian (Irwan dan Didi, 2015).

2.2.2 Tujuan Pengendalian Kualitas

Ahyari (1998:234) dalam Anjayani (2011) berpendapat bahwa tujuan

pengendalian kualitas harus mengarah pada beberapa tujuan yang akan dicapai,

sehingga para konsumen dapat puas menggunakan produk dan jasa perusahaan,

dengan cara harga produk perusahaan tersebut dapat ditekan serendah-rendahnya,

serta direncanakan sebelumnya oleh perusahaan. Tujuan dari pengendalian

kualitas adalah menyidik dengan cepat sebab-sebab terduga atau pergeseran

proses sedemikian hinga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan

pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak sesuai

diproduksi. Tujuan akhir pengendalian kualitas adalah sebagai alat yang efektif

dalam pengurangan variabilitas produk (Montgomery, 1995 dalam Irwan dan

Didi, 2015).

Menurut Yamit (2000:339) dalam Anjayani (2011), menyatakan bahwa

tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Untuk menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan.

2. Untuk menjaga atau menaikan kualitas atau sesuai standar.

3. Untuk mengurangi keluhan atau penolakan konsumen.


12

4. Memungkinkan penjelasan output (output grading).

5. Untuk menaikkan atau menjaga company image.

Tujuan dasar dari pengendalian kualitas adalah untuk memastikan bahwa

produk, jasa, atau proses yang disediakan memenuhi persyaratan tertentu dan

dapat diandalkan. Pada dasarnya pengendalian kualitas melibatkan pemeriksaan

produk, layanan, atau proses untuk tingkat minimal tertentu kualitas (Irwan dan

Didi, 2015).

2.2.3 Tahapan Pengendalian Kualitas

Untuk memperoleh hasil pengendalian kualitas yang efektif, maka

pengendalian terhadap kualitas suatu produk dapat dilaksanakan dengan

menggunakan teknik-teknik pengendalian kualitas, karena tidak semua hasil

produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Suyadi

Prawirosentono (2007:72) yang dikutip Darsono (2013), terdapat beberapa standar

kualitas yang biasa ditentukan oleh perusahaan dalam upaya menjaga output

barang hasil produksi diantaranya:

a. Standar kualitas bahan baku yang akan digunakan.

b. Standar kualitas proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang

melaksanakannya).

c. Standar kualitas barang setengah jadi.

d. Standar kualitas barang jadi.

e. Standar administrasi, pengepakan dan pengiriman produk akhir tersebut sampai

ke tangan konsumen.
13

Sedangkan Sofjan Assauri (1998:210) dalam Darsono (2013) menyatakan

bahwa tahapan pengendalian/ pengawasan kualitas terdiri dari 2 (dua) tingkatan

antara lain:

1. Pengawasan selama pengolahan (proses)

Yaitu dengan mengambil contoh atau sampel produk pada jarak waktu

yang sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah

proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka keterangan

kesalahan ini dapat diteruskan kepada pelaksana semula untuk penyesuaian

kembali. Pengawasan yang dilakukan hanya terhadap sebagian dari proses,

mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengawasan pada bagian lain.

Pengawasan terhadap proses ini termasuk pengawasan atas bahan-bahan yang

akan digunakan untuk proses.

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan

Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat

proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau

kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga supaya

hasil barang yang cukup baik atau paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos

dari pabrik sampai ke konsumen/ pembeli, maka diperlukan adanya pengawasan

atas produk akhir.

2.2.4 Alat-Alat Dalam Pengendalian Kualitas

Manajemen kualitas seringkali disebut sebagai the prolem solving,

sehingga manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem

solving tersebut untuk mengadakan perbaikan. Ada beberapa teknik atau alat
14

(tools) perbaikan kualitas yang dapat digunakan yaitu Check sheet (lembar

pengecekan), Histogram, Cause-effect diagram (diagram sebab-akibat), Scattered

diagram (diagram penyebaran), Diagram alur, Diagram pareto, dan Control chart

(peta kendali) (Irwan dan Didi, 2015).

1. Check sheet (Lembar Pengecekan)

Menurut Nasution (2006), lembar pengecekan memiliki kegunaan untuk

mengumpulkan data dan memudahkan dalam menganalisis data. Sedangkan

menurut Irwan dan Didi (2015) lembar pengecekan berfungsi untuk menyajikan

data yang behubungan dengan distribusi proses produksi, defect item, defect

location, defect cause, dan check up confirmasi. Tujuan pembuatan lembar

pengecekan adalah menjamin bahwa data dikumpulan secara teliti dan akurat oleh

karyawan operasional untuk diadakan pengendalian proses dan penyelesaian

masalah.

2. Histogram

Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran

atau standar deviasi suatu proses (Tjiptono dan Anastasia, 2003). Histogram

digunakan untuk menyajikan data secara visual sehingga lebih mudah dilihat oleh

pelaksana dan untuk mengetahui bentuk distribusi data. Kemudian distribusi data

digunakan untuk menganalisis kemampuan proses. Histogram merupakan alat

statistik yang terdiri atas batang-batang yang mewakili suatu nilai tertentu.

Panjang batang proporsional terhadap frekuensi atau frekuensi reatif suatu nilai

tertentu (Irwan dan Didi, 2015). Contoh bentuk histogram dapat dilihat pada

Gambar 2.1
15

Gambar 2.1 Contoh Bentuk Histogram

3. Diagram Sebab Akibat (Fish Bond Diagram)

Diagram ini sering pula disebut diagram tulang ikan Alat ini

dikembangkan pertama kali pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas Jepang,

yaitu Kaoru Ishikawa. Diagram sebab dan akibat digunakan untuk

mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses atau situasi dan menemukan

kemungkinan penyebab suatu persoalan / masalah yang terjadi (Tjiptono dan

Anastasia, 2003). Bentuk diagram sebab akibat ditunjukkan oleh Gambar 2.2

berikut ini :

Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat (Fish Bond Diagram)


16

4. Scattered Diagram (Diagram Penyebaran)

Diagram penyebaran merupakan diagram atau grafik yang digunakan

untuk melihat hubungan antar faktor atau antar sebab dan akibat dari dua variabel

yaitu variabel x dan variabel y (Irwan dan Didi, 2015). Dua buah variabel yang

sesuai dipetakan dalam sebuah diagram sebar (scatter). Hubungan antara titik-titik

yang dipetakan menggambarkan hubungan antara kedua variabel tersebut

(Tjiptono dan Anastasia, 2003).

5. Diagram Alur

Diagram alur merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan

suatu peristiwa. Diagram tersebut akan mempermudah dalam menggambarkan

suatu sistem, mengidentifikasi masalah dan melakukan tindakan pengendalian.

Diagram alur identik dengan flowchart yang digunakan dalam merencanakan

langkah-langkah apa yang direncanakan selanjutnya dalam mengendalikan

kualitas produksi (Irwan dan Didi, 2015). Bentuk diagram alur ditunjukkan oleh

Gambar 2.3 berikut ini :


17

START

KEGIATAN

KEGIATAN

KEPUTUSAN NO

YES

END

Gambar 2.3 Bentuk Diagram Alur (Flowchart) pengendalian produksi secara


umum
(Sumber : Irwan dan Didi, 2015)

6. Diagram Pareto

Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yang bernama Alfredo

Pareto pada tahun 1848 – 1923. Diagram pareto ini merupakan suatu gambar yang

mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan rangking tertinggi

hingga terendah (Irwan dan Didi, 2015). Diagram ini digunakan untuk

mengklasifikasikan masalah menurut sebab dan gejalanya. Masalah didiagramkan

menurut prioritas atau tingkat kepentingan, dengan menggunakan formal grafik


18

batang, dimana 100% menunjukkan kerugian total (Tjiptono dan Anastasia,

2003). Bentuk diagram pareto ditunjukkan oleh Gambar 2.4 berikut ini :

Gambar 2.4 Diagram Pareto

7. Peta Kendali

Peta kendali adalah satu dari banyak alat untuk memonitoring proses dan

mengendalikan kualitas. Alat-alat tersebut merupakan pengembangan metode

untuk peningkatan dan perbaikan kualitas. Perbaikan terjadi pada dua situasi.

Situasi pertama adalah ketika peta kendali dibuat, proses dalam kondisi tidak

stabil. Kondisi yang diluar batas kendali terjadi karena sebab khusus, kemudian

dicari tindakan perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Kondisi kedua berkaitan

dengan pengujian. Peta kendali tepat bagi pengambl keputusan karena model akan

melihat yang baik dan yang buruk (Irwan dan Didi, 2015).

Tujuan pembuatan peta kendali adalah untuk menetapkan apakah setiap

titik pada grafik normal ataukah tidak normal, dan untuk mengetahui pengubah

dalam proses dari mana data dikumpulkan. Dengan demikian setiap titik pada

grafik harus mengindikasikan dengan tepat dari proses mana data diambil
19

(Tjiptono dan Anastasia, 2003). Contoh bentuk peta kendali dapat dilihat pada

Gambar 2.5 berikut ini :

Gambar 2.5 Contoh Bentuk Peta Kendali

2.3. Proses Produksi

Proses adalah integrasi sekuensial dari orang, material, metode dan mesin

atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output

untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output

terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi (Gaspersz, 2003

dalam Risiana, 2007). Pengertian produksi adalah kegiatan yang bertujuan untuk

menciptakan barang (jasa) lain yang mempunyai nilai tambah dan nilai guna yang

lebih besar berdasarkan prinsip ekonomi manajerial atau ekonomi perusahaan.

Proses produksi terjadi karena adanya interaksi antara berbagai faktor produksi

seperti input (berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan sebagainya) bersatu
20

padu untuk menciptakan barang (jasa) yang mempunyai nilai tambah dan nilai

guna yang lebih tinggi yang diperlukan konsumen (Prawirosentono, 2004 dalam

Risiana, 2007).

Menurut Assauri (2004) yang dikutip oleh Risiana (2007), proses produksi

dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber

(tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan dana) yang ada. Proses produksi dapat

dibedakan menjadi dua yaitu proses produksi yang terus-menerus (continuous

process) dan proses produksi yang terputus-putus (intermittent process).

2.4 Pakan Ikan

Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam

proses pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat berjalan optimal apabila

jumlah pakan, kualitas pakan dan kandungan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pakan

ikan terdiri dari dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami

biasanya digunakan dalam bentuk hidup dan agak sulit untuk

mengembangkannya. Sedangkan pakan buatan, dapat diartikan secara umum

sebagai pakan yang berasal dari olahan beberapa bahan pakan yang memenuhi

nutrisi yang diperlukan oleh ikan. Salah satu pakan ikan buatan yang paling

banyak dijumpai dipasaran adalah pelet (Zaenuri et al.)

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu

berdasarkan pertimbangan kebutuhan nutrisi biota air yang bersangkutan, sumber

dan kualitas bahan baku serta nilai ekonomis. Dengan berbagai pertimbangan

tersebut, diharapkan dapat dihasilkan pakan ikan yang memiliki standar mutu

tinggi dengan biaya yang murah. Komposisi pakan buatan sering disebut dengan
21

formulasi pakan. Untuk membuat pakan buatan yang nutrisinya sesuai dengan

kebutuhan biota air, diperlukan pengetahuan tentang formulasi pakan. Untuk

menyusun formulasi pakan, diperlukan pengetahuan tentang bahan baku pakan.

Jenis bahan baku yang harus disiapkan sangat bergantung kepada jenis ikan yang

akan mengkonsumsi pakan tersebut dan stadia pemberian pakannya (Pusdiklat

Kelautan dan Perikanan, 2015).

Berdasarkan tingkat kebutuhannya menurut Afrianto, dkk.,( 2005) yang

dikutip oleh Devani dan Sri Basriati, (2015 pakan buatan dapat dibagi menjadi

tiga kelompok, yaitu :

1. Pakan tambahan

Ikan sudah mendapat pakan dari alam, namum jumlahnya belum mencukupi

untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi pakan buatan sebagai bahan

tambahan.

2. Pakan suplemen

Pakan yang sengaja dibuat untuk menambah nutrisi tertentu yang tidak mampu

disediakan pakan alami.

3. Pakan utama

Pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan sebagian besar atau keseluruhan

pakan alami.

2.4.1 Pemilihan Bahan Pakan Ikan

Bahan pakan buatan merupakan bahan hasil pertanian, perikanan,

peternakan dan hasil industri yang mengandung zat gizi dan layak digunakan

sebagai pakan. Beberapa persyaratan dalam pemilihan bahan baku pakan menurut
22

Afrianto. dkk, (2005) yang dikutip oleh Devani dan Sri Basriati (2015) adalah

sebagai berikut :

1. Nilai gizi, kandungan gizi pakan buatan dapat disesuaikan menurut kebutuhan.

2. Mudah dicerna, bahan baku pakan buatan hendaklah mudah dicerna oleh ikan

agar nilai efisiensi pakannya cukup tinggi.

3. Tidak mengandung racun. Racun adalah zat yang dapat menyebabkan sakit

atau kematian ikan. Racun yang mencemari bahan baku pakan antara lain obat

pemberantas hama dan buangan industri.

4. Mudah diperoleh. Biaya terbesar dalam budi daya ikan adalah biaya pakan.

Apabila bahan baku pembuatan pakan sulit diperoleh, biaya pengadaan pakan

juga akan meningkat.

5. Nilai ekonomi dimana dalam pemilihan bahan baku pakan ikan, hendaklah

mempertimbangkan efisiensi pakan yang akan dibuat dengan memilih bahan

baku yang lebih murah.

Pengetahuan yang harus dipahami dalam menyusun formulasi pakan ikan

adalah kebutuhan ikan akan beberapa kandungan zat gizi. Kebutuhan ikan akan

kandungan zat gizi tersebut antara lain adalah sebagai berikut (Pusdiklat Kelautan

dan Perikanan, 2015) :

1. Protein

Kebutuhannya ikan akan protein berkisar antara 20-60%. Untuk ikan

kelompok karnivora kebutuhan akan protein cukup tinggi yaitu berkisar antara 30-

60% biasanya didominasi oleh ikan-ikan laut. Ikan karnivora menyukai sumber

protein yang berasal dari protein hewani. Ikan menggunakan protein secara efisien

sebagai sumber energi. Sebagian besar energi yang dapat dicerna (digestible
23

energy) dalam protein dapat dimetabolisme dengan lebih baik oleh ikan

dibandingkan dengan hewan lainnya. Demikian pula, peningkatan panas akibat

mengonsumsi protein pada ikan lebih rendah, yang berarti nilai energi produktif

yang diberikan oleh protein kepada ikan lebih besar. Secara garis besar fungsi

protein di dalam tubuh ikan adalah sebagai berikut :

a. Sumber energi bagi ikan, terutama apabila komponen lemak dan karbohidrat

yang terdapat di dalam pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi.

b. Berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh.

c. Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak.

d. Merupakan komponen utama dalam pembentukan enzim, hormon, dan

antibodi.

e. Turut berperan dalam pembentukan gamet.

f. Berperan dalam proses osmoregulasi di dalam tubuh.

g. Ketersediaan protein dibutuhkan secara terus-menerus karena asam amino

digunakan secara terus-menerus untuk membentuk protein baru (selama

pertumbuhan dan reproduksi) atau mengganti protein yang rusak

(pemeliharaan)

2. Lemak.

Kebutuhan lemak berkisar antara 4-18%. Sumber lemak/lipid biasanya

adalah sumber hewani seperti lemak sapi, ayam, kelinci, minyak ikan dan sumber

nabati seperti jagung, biji kapas, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang

kedelai. Ikan menggunakan lemak sebagai sumber energi utama, pembentuk

struktur sel "prekursor", dan pemelihara keutuhan biomembran yang berperan

dalam pengangkutan antarsel untuk nutrien yang larut lemak, seperti sterol dan
24

vitamin. Sterol adalah alkohol berantai panjang yang polisiklik. Fungsi utama

senyawa ini adalah sebagai komponen pada sistem hormon, terutama dalam

proses pematangan gonad dan fungsi fisiologis yang berkaitan dengan pemijahan.

Aktivitas biomembran sangat dipengaruhi oleh asam lemak yang terdapat dalam

fosfolipid.

3. Karbohidrat

Karbohidrat terdiri dari serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

(BETN). Kebutuhannya berkisar antara 20-30%. Sumber karbohidrat biasanya

dari nabati seperti jagung, beras, dedak, tepung terigu, tapioka, sagu dan lain-lain.

Kandungan serat kasar kurang dari 8% akan menambah struktur pellet, jika lebih

dari 8% akan mengurangi kualitas pellet ikan. Selain berfungsi sebagai sumber

energi bagi ikan, karbohidrat juga berperan dalam menghemat penggunaan protein

sebagai sumber energi. Apabila pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat,

ikan akan kurang efisien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan

energi dan kebutuhan metabolik lainnya. Hubungan antara protein dan karbohidrat

sering disebut protein sparing effect dari karbohidrat, di mana karbohidrat dapat

menghemat protein. Di dalam tubuh ikan, karbohidrat disimpan sebagai cadangan

energi di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen.

4. Vitamin dan mineral.

Vitamin dan mineral kebutuhannya berkisar antara 2-5% .Kandungan

vitamin di dalam pakan buatan tergantung dari bahan baku yang digunakan dan

bahan yang ditambahkan. Jumlah vitamin dapat berkurang atau rusak selama

proses pembuatan dan penyimpanan pakan buatan. Oleh karena itu, perlu selalu
25

dilakukan penambahan vitamin. Sebagian besar vitamin akan rusak karena

penanganan yang kurang cermat, baik selama proses pembuatan maupun

penyimpanan pakan yang terlalu lama (lebih dari tiga bulan). Tiamin akan

kehilangan aktivitasnya apabila pembuatan atau penyimpanan pakan dilakukan

dalam kondisi basa atau mengandung sulfida. Beberapa vitamin akan mengalami

perombakan lebih lanjut apabila terkena cahaya matahari secara langsung. Cahaya

matahari dan penyimpanan yang terlalu lama akan merusak aktivitas asam folat.

Fungsi vitamin B-12 akan menurun apabila disimpan di tempat yang bersuhu

tinggi. Vitamin E sangat sensitif terhadap proses oksidasi. Vitamin K dalam

bentuk sintetis harus terlindung dari cahaya matahari secara langsung. Tampak

jelas bahwa fungsi vitamin mudah terganggu sehingga lebih baik segera

digunakan.

2.4.2 Proses Pembuatan Pakan Ikan

Proses pembuatan pakan ditempuh dengan beberapa tahap pekerjaan, yaitu

1. Hammermill adalah proses penggilingan/penepungan

2. Dry mix / wet mix adalah proses pencampuran

3. Extruder adalah proses pencetakan

4. Dryer adalah proses pengeringan

5. Cooler adalah proses pendinginan

6. Vacum adalah proses penambahan minyak.

Pembuatan pakan untuk skala industri diawali dengan penerimaan bahan

baku. Tahap ini merupakan tahap awal yang akan mempengaruhi tahap berikutnya

dan merupakan tahap kritis karena berhubungan dengan mutu bahan pakan yang

akan diolah. Bahan yang telah diterima tersebut selanjutnya disortasi untuk
26

memisahkan bahan mana yang perlu diolah atau yang tidak layak proses.

Prinsipnya adalah pengolahan bahan dilakukan pada bahan yang datang terlebih

dahulu untuk menghindari penyimpanan bahan yang terlalu lama di gudang

sehingga menyebabkan mutu bahan pakan menurun dan kualitasnya tidak baik.

Bahan yang telah disortasi tersebut selanjutnya dibersihkan atau dilakukan

pengayakan secara fisik. Dalam proses pengayakan ini, ukuran mash yang

digunakan disesuaikan dengan bahan baku. Pembersihan juga dapat dilakukan

dengan bantuan saringan magnetis. Proses selanjutnya setelah pengayakan adalah

pengecilan ukuran yang bertujuan untuk menghancurkan, menggiling atau

menghaluskan, sehingga menghasilkan gilingan bahan yang sehalus mungkin.

Apabila seluruh bahan sudah tergiling, maka dilakukan penimbangan. Bahan baku

yang telah ditimbang selanjutnya dicampur atau diaduk sampai seluruh bahan

tercampur merata dan homogen. Pada skala industri, pencampuran bahan pakan

diawali dengan bahan yang jumlahnya besar diikuti dengan bahan yang jumlahnya

kecil dan terkecil. Selanjutnya dilakukan pemberian uap panas untuk

menimbulkan aroma pada pakan jadi. Pemberian uap panas ini berlangsung

selama beberapa menit (2–3 menit) sebelum pakan memasuki mesin extruder

Pada beberapa mesin modern, biasanya unit pemberi uap tersebut bersatu dengan

mesin extruder (Pusdiklat Kelautan dan Perikanan, 2015).

Selanjutnya adalah pembentukan pellet. Pemeletan bertujuan untk

membentuk suatu kesatuan pakan yang tidak mudah tercecer. Disamping itu,

pakan dalam bentuk pellet akan mengurangi susut nutrisi karena seluruh bahan

akan terwakili dalam pelet. Bahan yang sudah terbentuk menjadi pelet selanjutnya

didinginkan dengan menggunakan cooler. Pendinginan dilakukan dengan cara


27

pengaliran udara sekeliling dengan blower tanpa pemanasan. Selanjutnya, produk

dapat segera dikemas (Pusdiklat Kelautan dan Perikanan, 2015). Proses produksi

pembuatan pakan ikan, Alur QCP dan QA pada PT. Central Pertiwi Bahari dapat

dilihat pada gambar berikut ini :

Warehouse / Gudang
Bahan

Intake Intake Fine


Coarse

Hammermi
ll

Hand Add Dry Mixer

Wet Mixer

Extruder

Dryer

Cooler

Vaccum

Packing

Finish
Good
Gambar 2.6 Proses Produksi Pakan Ikan pada PT. Central Pertiwi Bahari
28

Hammermill Pengecekan tingkat


kehalusan hasil giling

Dry / Wet Mix

Extruder

Dryer

Cooler

Vacum Pengecekan kadar


air, protein dan fat

Packing Pengecekan warna,


size dan density

Finish Good

Gambar 2.7 Alur QA pada PT. Central Pertiwi Bahari

Keterangan Gambar :

: Alur Proses Produksi

: Pengecekan yang dilakukan


29

Hammermill Pengecekan tingkat


kehalusan hasil giling

Dry / Wet Mix Pengecekan Kadar


Protein

Extruder Pengecekan size,


flotyng/sinking, temperatur

Dryer Pengecekan kadar


air, fat

Cooler

Pengecekan kadar air,


protein dan fat,
Vacum
density, ploting

Packing Pengecekan warna,


size dan density

Finish Good

Gambar 2.8 Alur QCP pada PT. Central Pertiwi Bahari

Keterangan Gambar :

: Alur Proses Produksi

: Pengecekan yang dilakukan


30

2.5 Kerangka Pemikiran

Produk yang berkualitas dihasilkan dari proses produksi yang berkualitas

pula. Oleh karena itu diperlukan pengendalian kualitas terhadap produk yang

dihasilkan dan proses produksi yang dijalankan. Kegiatan pengendalian kualitas

yang dilakukan oleh PT. Central Pertiwi Bahari masih perlu ditingkatkan, hal ini

terlihat dari masih banyaknya produk cacat yang dihasilkan dalam proses

produksi. Kajian pengendalian kualitas yang mendalam perlu dilakukan untuk

mengidentifikasi permasalahan produksi dan menganalisis keterkendalian proses

produksi, sehingga dapat diketahui penyebab utama dari permasalahan produksi.

Dengan mengetahui penyebab utama, maka perbaikan sistem produksi dapat

dilakukan dengan memfokuskan perhatian terhadap penyebab utama.

Pengendalian kualitas yang dilakukan harus bersifat terus menerus,

sehingga dapat tercapai perbaikan terus menerus. Sasaran dari pengendalian

kualitas adalah peningkatan kualitas (quality) produk yang dihasilkan, penurunan

biaya (cost) produksi, pengurangan produk cacat hasil proses produksi dan

peningkatan kemampuan penyerahan (delivery) atau penyerahan tepat waktu dan

jumlah. Dengan tercapainya tiga kondisi tersebut, maka akan berdampak positif

bagi perusahaan yaitu terbukanya peluang perluasan pasar, keuntungan dan daya

saing perusahaan meningkat, serta kepuasan dan kepercayaan pelanggan

meningkat. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.9

berikut ini :
31

PT. Central Pertiwi Bahari

Terjadinya Cacat Produk pada Proses Produksi

Analisis Pengendalian Kualitas Pada Bagian


Proses Produksi

Identifikasi Penyebab Utama Analisis Proses Pengendalian Kualitas

Perbaikan Proses Pengendalian Kualitas Produksi

Peningkatan Kualitas Produk Penurunan Produk cacat

Perusahaan Berkembang

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai