Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengendalian Kualitas


2.1.1 Pengertian Dasar Kualitas
Produk dan jasa berkualitas adalah produk dan jasa yang
sesuai

dengan

apa

yang

diinginkan

konsumen

(kepuasan

pelanggan). Untuk mengetahui apa yang di inginkan oleh


pelanggan maka perusahaan/organisasi harus melakukan survei
atau analisa. (Fandy Tjiptono, 1995)
Kualitas adalah suatu konsep yang luas mencakup tingkat
kesempurnaan atau kesesuaian dengan spesifikasi atau standar
perbandingan yang dapat diukur sehingga

hasilnya dapat

ditunjukan secara konsisten.

2.1.2 Definisi Kualitas


Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya
definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian
yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak kenal antara
lain :

Menurut

Juran

(Hunt,

1993)

kualitas

produk

adalah

kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi


kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu
didasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan,
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status,
c. Waktu, yaitu kehandalan,
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan,
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur,
Kecocokan

penggunaan

suatu

produk

adalah

apabila

produk mempunyai daya tahan penggunaannya lama, produk


yang digunakan akan meningkatkan citra atau status konsumen
yang memakainya, produknya tidak mudah rusak, adanya
jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila
digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan kepada
pelanggan yang ramah tamah, sopan santun serta jujur, yang
dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.

Kecocokan

penggunaan produk seperti dikemukakan diatas memiliki dua


aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan
pelanggan dan tidak memiliki kelemahan. (Hunt, 1993)
1) Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan
Ciri-ciri produk berkualitas tinggi apabila memiliki ciri-ciri
produk yang khusus atau istimewa, berbeda dari produk

pesaing dan dapat memenuhi harapan atau tuntutan


sehingga dapat memuaskan pelanggan.
Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan
meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku
terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan
pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual
dengan harga yang lebih tinggi.
2) Bebas dari kelemahan
Suatu produk berkualitas tinggi apabila di dalam produk
tidak terdapat kelemahan, tidak ada yang cacat sedikitpun.
Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat
mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan
kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya
garansi,

mengurangi

ketidakpuasan

pelanggan,

mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu


pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil (yield)
dan

meningkatkan

utilisasi

kapasitas

produksi

serta

memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.

Crosby (1979) kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang


meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.
Deming (1982) kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan di masa mendatang.

Scherkenbach (1991) kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan


menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya
pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.
Elliot (1993) kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan
tujuan.
Goetch dan Davis (1995) kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.
Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu
berubah, sehingga kualitas produk juga harus berubah atau
disesuaikan.

Dengan

perubahan

kualitas

produk

tersebut,

diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga


kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan
lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi atau
melebihi harapan.
Meskipun

tidak

ada

definisi

mengenai

kualitas

yang

diterima secara universal, namun dari kelima definisi diatas


terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen
sebagai berikut.
a. Kualitas

mencakup

harapan pelanggan.

usaha

memenuhi

atau

melebihi

10

b. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan


lingkungan.
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya
apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin
dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang.

2.1.3 Pengertian Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen
perusahaaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas
produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana
yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas merupakan
usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk
mengalami kerusakan. (Ahyari, 2000). Pengertian pengendalian
kualitas sangat luas, dikarenakan berhubungan dengan beberapa
unsur yang mempengaruhi kualitas yang harus dimasukkan dan
dipertimbangkan.
Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi
:
a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses
yaitu pengendalian kualitas yang berkenaan dengan proses
yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan yang
akan diproses.
b. Pengendalian
pengendalian

kualitas
yang

terhadap

dilakukan

produk

terhadap

jadi
barang

yaitu
hasil

11

produksi

untuk

menjamin

supaya

produk

jadi

tidak

mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk


sedikit. (Assauri, 1993). Teknik yang digunakan dalam
pengendalian kualitas diantaranya dengan metode control
chart.

Metode

tersebut

digunakan

untuk

mengetahui

ratarata kerusakan produk dan besarnya penyimpanganpenyimpangan yang terjadi.


Tujuan pengendalian kualitas menurut (Ahyari, 2000) adalah:
a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen,
b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin,
c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya,
Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994) adalah:
a. Menilai kinerja kualitas aktual,
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan,
c. Bertindak

berdasarkan

perbedaan

antara

kinerja

dan

tujuan,
Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan,
pengukuran

dan

pola

tindakan

kolektif

yang

meyakinkan

tercapainya tujuan secara luas akibat pengendalian, yaitu:


a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan
untuk mencapai penyebabnya.

12

c. Komunikasi

hasil

pengukuran

terhadap

individu

atau

kelompok yang melaksanakan.


d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat
diambil untuk koreksi gejala adanya suatu kekurangan.
e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan
kemampuan.

2.1.4 Dimensi Kualitas


Setelah dipahami definisi kualitas, maka harus diketahui
apa saja yang termasuk dalam dimensi kualitas. Dimensi kualitas
menurut Garvin (dalam Gasperz, 1997), mengidentifikasikan
delapan

dimensi

kualitas

yang

dapat

digunakan

untuk

menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut :


1. Performa (performance) berkaitan dengan aspek fungsional
dari produk dan merupakan karakteristik utama yang
dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu
produk.

Sebagai

misal;

performansi

dari

produk

TV

berwarna adalah memilliki gambar yang jelas; performansi


dari

produk

mobil

adalah

akselerasi,

kecepatan,

kenyamanan, dan pemeliharaan; performansi dari produk


jasa penerbangan adalah ketepatan waktu, kenyamanan,
ramah tamah, dan lain-lain.
2. Keistimewaan (features), merupakan aspek kedua dari
performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan

13

dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. Sebagai


misal, features untuk produk penerbangan adalah dengan
memberikan

minuman

atau

makanan

gratis

dalam

pesawat, pembelian tiket melalui telepon dan penyerahan


tiket di rumah, pelaporan keberangkatan di kota dan
diantar ke lapangan terbang (city check in). Feature dari
produk mobil, seperti atap yang daat dibuka, dan lain-lain.
Sering

kali

terdapat

karakteristik

kesulitan

performansi

dengan

untuk

memisahkan

features.

Biasanya

pelanggan mendefinisikan nilai dalam bentuk fleksibilitas


dan kemampuan mereka untuk memilih features yang ada,
juga kualitas dari features itu sendiri. Ini berarti features
adalah

ciri-ciri

atau

keistimewaan

tambahan

atau

pelengkap.
3. Keandalan (realiability), berkaitan dengan kemungkinan
suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode
waktu tertentu dibawah kondisi tertentu. Dengan demikian,
keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan
kemungkinan

tingkat

keberhasilan

dalam penggunaan

suatu produk, misalnya keandalan suatu mobil adalah


kecepatan.
4. Konformasi
kesesuaian

(conformance),
produk

berkaitan

terhadap

dengan

spesifikasi

yang

tingkat
telah

ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.

14

Konformansi merefleksikan derajat dimana karakteristik


desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar
yang telah ditetapkan, serta sering didefinisikan sebagai
konformansi

terhadap

kebutuhan

(conformance

to

requirements). Karakteristik ini mengukur banyaknya atau


persentase produk yang gagal memenuhi sekumpulan
standar yang telah ditetapkan dan karena itu perlu
dikerjakan ulang atau diperbaiki. Sebagai misal. Apakah
semua pintu mobil untuk model tertentu yang diproduksi
berada dalam rentang dan toleransi yang dapat diterima:
30

0,01 inchi.

5. Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai


suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya
tahan dari produk itu. Sebagai misal, pelanggan akan
membeli ban mobil berdasarkan daya tahan ban itu dalam
penggunaan, sehingga ban-ban mobil yang memiliki masa
pakai yang lebih panjang tentu akan merupakan salah satu
karakteristik kualitas produk yang dipertimbangkan oleh
pelanggan ketika akan membeli ban.
6. Kemampuan

pelayanan

(service

ability),

merupakan

karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan,


kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan.
Sebagai misal, saat ini banyak perusahaan otomotif yang

15

memberikan pealayanan perawatan atau perbaikan mobil


sepanjang hari (24 jam) atau permintaan pelayanan
melalui telepon dan perbaikan mobil dilakukan di rumah.
7. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai
keindahan yang bersifat subjektif

sehingga

berkaitan

dengan pertibangan pribadi dan refleksi dari prefensi atau


pilihan individual. Dengan demikian, estetika dari suatu
produk lebih banyak berkaitan dengan perasaan pribadi
dan mencakup karakteristik tertentu, seperti keelokan,
kemulusan, suara yang merdu, selera, dan lain-lain.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat
subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam
mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri.
Hal ini dapat juga berupa karakteristik yang berkaitan
dengan reputasi (brand name-image). Sebagai misal,
seseorang akan membeli produk elektronik dengan merek
Sony

karena

memiliki

persepsi

bahwa

produk-produk

bermerek Sony adalah produk yang berkualitas, meskipun


orang itu belum pernah mengguanakan produk-produk
bermerek Sony.
Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada
perusahaan manufaktur, maka berdasarkan berbagai penelitian
terhadap beberapa jenis jasa, Berry dan Parasuraman (dalam
Fitzsimmons, 1994) berhasil mengidentifikasi lima kelompok

16

karakteristik

yang

digunakan

oleh

para

pelanggan

dalam

mengevaluasi kualitas jasa, yaitu seperti berikut.


1. Bukti

langsung

(tangibels),

meliputi

fasilitas

fisik,

perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.


2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf
untuk

membantu

para

pelanggan

dan

memberikan

pelayanan dengan tanggap.


4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, risiko atau keraguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para
pelanggan.

2.2. Six Sigma


2.2.1 Definisi Six Sigma
Six sigma adalah usaha yang terus menerus untuk
mengurangi pemborosan, menurunkan variasi dan mencegah
cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha
untuk menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang

17

terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan


dan peningkatannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six sigma
berusaha

menghilangkan

ketidakpastian

pencapaian

tujuan

bisnis. Sigma ( ) merupakan sebuah abjad Yunani yang


menunjukkan standar deviasi dari suatu proses. Standar deviasi
mengukur variasi atau jumlah persebaran suatu rata-rata proses.
Nilai sigma dapat diartikan seberapa sering cacat yang mungkin
terjadi. Jika semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil
toleransi yang diberikan pada kecacatan sehingga semakin tinggi
kapabilitas proses, dan hal itu dikatakan semakin baik.
Dalam esensinya, Six Sigma menganjurkan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara cacat produk dan produk yang dihasilkan, reliability, costs, cycle time,
inventory, schedule, dll. Bila jumlah cacat yang meningkat, maka jumlah sigma
akan menurun. Dengan kata lain, dengan nilai sigma yang lebih besar maka
kualitas produk akan lebih baik. Six sigma merupakan suatu metode
pengendalian dan peningkatan kualitas yang diterapkan oleh
perusahaan

Motorola

sejak

tahun

1986,

yang

merupakan

terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.


Six sigma disebut sebuah sistem yang komprehensif dan
fleksibel untuk mencapai, mempertahankan dan memaksimalkan
sukses

bisnis.

pemahaman

Six

yang

sigma
kuat

secara
terhadap

unik

dikendalikan

kebutuhan

oleh

pelanggan,

pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data dan analisis

18

statistik

dan

perhatian

yang

cermat

untuk

mengelola,

memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis. (Pande et


al.,2000). Definisi lain dari six sigma adalah sebuah proses yang
mengaplikasikan alat-alat statistik dan teknik meredusi cacat
sampai didefinisikan tidak lebih dari 3,4 cacat dari satu juta
kesempatan

unutk

mencapai

kepuasan

untuk

mencapai

kepuasan pelanggan secara total. Six sigma memberikan nilai


lebih pada pelanggan dan share sholder dengan memfokuskan
pada perbaikan kualitas dan produktivitas perusahaan (Gaspersz,
2002).
Kalau pada umumnya standar kualitas dinyatakan dalam
+/- 3 sigma, maka six sigma menggunakan +/- 6 sigma. Namun
demikian, jika kita hitung berapa banyak produk yang akan ada
di luar batas permintaan atau produk cacat berdasarkan statistik,
angkanya jauh lebih kecil daripada 3,4 dpmo (defect per million
opportunity). Jumlah produk cacat hanya 3,4 dalam satu juta
produk

atau

potensinya

sebenarnya

sudah

sangat

kecil

mengingat masih banyak organisasi yang beroperasi dengan


tingkat cacat dalam persen (per seratus produk).
Ukuran enam sigma (six sigma) pada kurva normal
mewakili tingkatan kualitas jumlah produk yang harus dalam
kondisi baik dengan probabilitas 0,99999966660 (probabilitas
yang diijinkan berarti 1-0,99999966660), yang artinya hanya
diijinkan jumlah produk yang cacat adalah 3,4 per satu juta

19

produk. Atau dengan kata lain enam sigma adalah tingkat yang
setara dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang
ditoleransi oleh setiap desain dan dalam waktu yang sama
memberi kesempatan agar rata-rata produksi bergeser sebanyak
1,5 defiasi standar dari target.

2.2.2 Metrik Dan Pengukuran Six Sigma


Metrik adalah cara untuk mengukur karakter tertentu yang
diferifikasi, dinyatakan baik secara numeric (misalnya persentasi
kecacatan) ataupun secara kualitataif (tingkat kepuasan). Metrik
menyediakan

informasi

mengenai

kinerja

dan

memberi

kesempatan kepada manajer untuk mengevaluasi kinerja dan


membuat keputusan, berkomunikasi antara satu sama lain,
mengidentifikasi kesempatan untuk mengadakan perbaikan, dan
membuat standar kinerja untuk karyawan, pelanggan, pemasok
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Metrik sangat penting
ddalam penerapan six sigma karena memfasilitasi keputusan
yang berdasarkan fakta.
Six sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran
kualitas yang berlaku secara umum. Dalam terminology six
sigma,

sebuah

(nonconformance),

cacat
adalah

(defect)

atau

kekeliruan

atau

ketidak

cocokan

kesalahan

yang

diterima pelanggan. Unit kerja adalah output suatu proses atau

20

tahapan proses. Kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan


per unit (defect per unit-DPU).

Tingkat kecacatan per unit = jumlah cacat yang


ditemukan/jumlah unit yang diproduksi
Akan tetapi jenis pengukuran output seperti ini cenderung
lebih berfokus pada produk akhir, bukan pada proses yang
menghasilkan

produk

tersebut.

Selain

itu,

cara

ini

sulit

diterapkan pada proses dengan tingkat kesulitan yang berbeda,


terutama aktivitas jasa. Dua proses yang berbeda bisa saja
memiliki

jumlah

peluang

kesalahan

yang

amat

berbeda,

sehingga menyulitkan perbandingan konsep.


Six sigma mendefinisikan ulang pengertian kinerja kualitas
sebagai tingkat kecacatan per juta kemungkinan. (defect per
million opportunities-DPMO).

Dpmo = (jumlah cacat yang ditemukan/ kemungkinan


kesalahan) x 1.000.000
Sebagai

contoh,

diasumsikan

sebuah

perusahaan

penerbangan ingin mengukur efektivitas sistem penanganan


bagasinya. Pengukuran DPU bisa diartikan sebagai jumlah tas
hilang per pelanggan. Meskipun demikian, tiap penumpang bisa
saja memiliki jumlah tas yang berbeda, sehingga jumlah total
kemungkinan

kesalahan

adalah

jumlah

rata-rata

tas

per

21

pelanggan dikalikan dengan jumlah pelanggan. Jika jumlah ratarata tas per pelanggan adalah 1,6 dan perbandingan tersebut
mencatat tas hilang untuk 8000 penumpang dalam satu bulan,
maka terdapat

(8000) x (1,6) kemungkinan untuk melakukan

kesalahan dan,

Dmpo= 3/[(8000)(1,6)] x 1.000.000 = 234,375

Penerapan dpmo memungkinkan kita untuk mendefinisikan


kualitas secara lebih luas. Dalam kasus penerbangan tadi,
sebuah

kemungkinan

kemungkinan

gagal

dapat

diartikan

memenuhi

sebagai

tuntutan

pelanggan

setiap
dari

pemesanan tiket awal hingga pengambilan bagasi. Dengan


demikian, kegagalan untuk memenuhi tuntutan pelanggan dapat
berarti waktu check-in yang berlebihan, pencatatan pemesanan
yang salah, petugas penjaga pintu yang kasar, atau penundaan
waktu

pemberangkatan.

Metode

pengukuran kemungkinan kegagalan


mempengaruhi

kepuasan

ini

menyediakan

alat

yang lebih lengkap yang

pelanggan.

Metrik

seperti

dpmo,

meskipun berguna bagi tim yang menangani proyek six sigma,


perlu diterjemahkan ke dalam bahasa manajemen yaitu uang.
Dengan cara ini, pemilihan proyek six sigma dapat dijustifikasi
dan dalam waktu yang sama menarik bagi manajer tingkat atas.

22

2.2.3 Metodologi Six Sigma


Metodologi

Six

Sigma

menggunakan

alat

statistik

untuk

mengidentifikasikan beberapa factor vital. Faktor-faktor yang paling menentukan


untuk memperbaiki kualitas proses dan menghasilkan laba terdiri dari 5 tahap
yang disebut dengan metode DMAIC, yaitu :
A. Define (mendifinisikan)
Tahap Define

adalah tahapan pertama proses DMAIC, tahapan ini

bertujuan untuk menyatukan pendapat dari tim dan sponsor mengenai proyek
yang akan dilakukan, baik itu ruang lingkup, tujuan, biaya dan target dari
proyek yang akan dilakukan. Langkah ini juga mendefinisikan rencana
tindakan yang harus dilakukan untuk melakukan peningkatan dari setiap tahap
proses bisnis kunci. Define merupakan langkah operasional pertama dalam
proyek six sigma, yang meliputi : (gazpersz, 2002:31)
1. Pendefinisian kriteria pemilihan proyek six sigma, dimana pemilihan
proyek terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik
sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi.
2. Pendefinisian peran orang-orang yang terlibat dalam proyek six sigma
sesuai dengan pekerjaannya.
3. Pendefinisian kebutuhan pelanggan dalam proyek six sigma berdasarkan
kriteria pemilihan proyek six sigma dimana proses transformasi
pengetahuan dan metodologi six sigma melalui sistem pelatihan yang
terstruktur dan sistematik untuk kelompok orang yang terlibat dalam
program six sigma.

23

4. Pendefinisian proses kunci beserta pelanggan dari proyek six sigma yang
dilakukan sebelum mengetahui model proses SIPOC (supplier input
proses output customer ). SIPOC adalah alat yang berguna dan paling
banyak digunakan dalam manajemen dan penigkatan proses.
5. Pendefinisian kebutuhan spesifik dari pelanggan yang terlibat dalam
proyek six sigma.
6. Pendefinisian pernyataan tujuan proyek six sigma, dimana pernyataan
tujuan proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek six sigma terpilih
adalah benar apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik,
Measureble, Achievable, Reasult oriented, Time bound.
7. Daftar periksa pada tahap define (D) untuk memudahkan sekaligus
menyaksikan kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D)
B. Measure (mengukur)
Measure merupakan tindakan logis terhadap langkah define dan merupakan
sebuah jembatan untuk langkah berikutnya.
Tahap Measure bertujuan untuk mengatahui proses yang sedang terjadi,
mengumpulkan data mengenai kecepatan proses, kualitas dan biaya yang akan
digunakan untuk mengetahui penyebab masalah yang sebenarnya. Menurut Pande
dan Holpp (2003:48) langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu:
1. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan
masalah dan peluang. Baisanya ini merupakan informasi kritis untuk
memperbaiki dan melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama
2. Memulai menyentuh fakta dan angka angka yang memberikan
petunjuk tentang akar masalah.

24

Pada tahap kedua dalam tahap operasional program peningkatan kualitas six
sigma terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu: (Gaspersz, 2002:72)
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas ( Critical to Quality)
kunci.
Penetapan Critical to Quality kunci harus disertai dengan
pengukuran yang dapat di kuantifikasikan dalam angka angka. Hal ini
bertujuan agar tidak menimbulkan persepsi dan interpretasi yang dapat
saja salah bagi setiap orang dalam proyek six sigma dan menimbulkan
kesulitan dalam pengukuran karakteristik kualitas keandalan. Dalam
mengukur karakteristik kualitas, perlu diperhatikan aspek internal (tingkat
kecacatan produk, baiaya biaya karena kualitas jelek dan lain lain).
2. Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat,
yaitu :
a. Pengukuran pada tingkat proses (procesa level)
Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik
kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang
mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang
diinginkan.
b. Pengukuran pada tingkat output (output level)
Adalah pengukuran karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari
suatu proses dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik kualitas
yang diinginkan.
c. Pengukuran pada tingkat outcome ( out come level )

25

Adalah mengukur bagaimana baiknya suatu proses (barang dan jasa)


itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari
pelanggan.
3. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output
Karena proyek peningkatan kualitas six sigma yang difokuskan pada
upaya penigkatan kualitas menuju arah zero defect sehingga memberikan
kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, kita
harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang atau dalam terminology
six sigma disebut sebagai baseline kinerja, sehingga kemajuan peningkatan
yang dicapai setelah memulai proyek six sigma dapat diukur selama masa
berlangsungnya proyek six sigma.
Pengukuran pada tingkat output ini bermaksud untuk mengetahui sejauh
mana output akhir tersebut dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan
sebelum produk tersebut diserahkan kepada pelanggan.
C. Analyze (menganalisis)
Merupakan langkah operasional yang ketiga dalam program peningkatan
kualitas six sigma. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu
(Gaspersz, 2002:200) :
1. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) proses
Proses industri dipandang sebagai sesuatu peningkatan terus menerus
(Continous Improvement) yang dimulai dari sederajat siklus sejak adanya
ide-ide

untuk

menghasilkan

suatu

produk

(barang

atau

jasa),

pengembangan produk, proses produksi/operasi, sampai kepada distribusi


kepada pelanggan. Target six sigma adalah membawa proses industri yang

26

memiliki stabilitas dan kemampuan sehingga mencapai zero defect. Dalam


menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu
akan dibutuhkan alat-alat statistik sebagai alat analisis. Pemahaman yang
baik tentang metode-metode statistik dan perilaku proses industri akan
meningkatkan kinerja sistem industri secara terus menerus menuju zero
defect.
2. Menetapkan target kinerja dari karakteristik kualitas (CTQ) kunci
Secara konseptual penetapan targer kinerja dalam proyek peningkatan
kualitas six sigma merupakan hal sangat penting dan harus mengikuti
prinsip :
a. Specific, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six
sigma harus bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.
b. Measurable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six
sigma harus dapat diukur menggunakan indicator pengukuran (matrik)
yang tepat, guna mengevaluasi kebersihan, peninjauan ulang, dan
tindakan perbaikan diwaktu mendatang.
c. Achievable, targer kinerja dalam proyek peningkatan kualitas harus
dapat dicapai melalui usaha-usaha yang menantang (challenging
efforts).
d. Result-Oriented, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan
kualitas six sigma harus berfokus pada hasil hasil berupa peningkatan
kinerja yang telah didefinisikan dan ditetapkan.
e. Time-bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six
sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari

27

setiap karakteristik kualitas (CTQ) kunci itu dan target kinerja harus
dicapai pada batas waktu yang telah ditetapkan (tepat waktu).
3. Mengidentifikasi sumber-seumber dan akar penyebab masalah kualitas
untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan sumber penyebab
masalah kualitas, digunakan alat analisis diagram sebab akibat atau
diagram tulang ikan. Diagram ini membentuk cara-cara membuat produkproduk yang lebih baik dan mencapai akibatnya (hasilnya).
D. Improve (memperbaiki)
Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan
peningkatan kualitas six sigma. Setelah sumber-sumber dan akar penyebab
masalah kualitas terdentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan
untuk melakukan peningkatan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas
dan alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana tersebut. Yang
perlu diperhatikan dalam menetapkan suatu rencana tindakan untuk melakukan
peningkatan kualitas siz sigma : (Gaspersz, 2002:282)
1. Dilakuakn setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas
teridentifikasi

2. Rencana tindakan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya


serta prioritas dan alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari
rencana itu.
3. Untuk mengembangkan rencana tindakan dapat mengggunakan metode
5W-2H.

28

4. Time

proyek

dapat

menggunakan

metode

pendekatan

dengan

menggunakan alat seperti : diagram CEDAC (Cause Effect Diagram with


Additional Curve) atau FMEA (Failure Mode Effect Analysis).
5. Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari:
a. Penurunan presentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) terhadap nilai
penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapanbilitas sigma.
b. Penurunan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect) atau
mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan
6-sigma.
E. Control (mengendalikan)
Merupakan tahap operasional terakhir dalam upaya peningkatan kualitas
didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik terbaik yang suskses dalam
peningkatan proses distandarisasi dan disebarluaskan, prosedur didokumentasikan
dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab
ditransfer dari tim kepada pemilik atau penanggung jawab proses. (Gaspersz
2002:293)
Menurut pande dan holpp (2003:57) tugas-tugas khusus control yang harus
diselesaikan oleh black-belt dan tim DMAIC adalah :\
1. Mengembangkan proses monitoring untuk melancak perubahan-perubahan
yang harus ditentukan.
2. Menciptakan rencana tanggapan untuk menangani masalah-masalah yang
mungkin muncul.

29

3. Membantu memfokuskan perhatian manajemen tethadap ukuran-ukuran


kritis yang memberikan informasi terkini mengenai hasil dari proyek (Y)
dan terhadap ukuran-ukuran proses kunci (X).
Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC) merupakan
proses peningkatan terus-menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan
secara sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. DMAIC merupakan
suatu proses cloosed-loop yang menghilangkan langkahlangkah proses yang tidak
produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru dan menerapkan
teknologi untu peningkatan kualitas menuju target six sigma.

2.2.4 Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)


Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertana
kali sekitar tahun 1950-an oleh para insinyur kehandalan yang sedang
mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami
malfungsi.
Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA (IEEE STD. 352) adalah
sebagai berikut :
Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan

yang dapat

diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan


operasional sistem telah dipertimbangkan.

30

Membuat daftar kegagalan potensial serta mengidentifikasi seberapa besar


dampak yang ditimbulkannya.
Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk
membuat daftar pemeriksaan sistem.
Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk
membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta
membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
Sebagai data input untuk studi banding.
Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
Menurut Purdianta FMEA adalah suatu alat yang secara sistematis
mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau proses, serta
mengurangi atau mengeleminasi peluang terjadinya kegagalan. Sedangkan
menurut Stamatis yang mengutip Omdahl dan ASQC, FMEA adalah sebuah
teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengenali dan mengurangi
kegagalan, masalah, kesalahan dan seterusnya yang diketahui dan atau potensial
dari sebuah sistem , desain, proses dan atau servis sebelum mencapai ke
konsumen. Dari dua definisi FMEA di atas, yang lebih mengacu ke kualitas, dapat
disimpulkan bahwa FMEA merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan menganalisa suatu kegagalan dan akibatnya untuk
menghindari kegagalan tersebut. Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja
(K3), kegagalan yang dimaksudkan dalam definisi di atas merupakan suatu
bahaya yang muncul dari suatu proses.

31

Secara umum , FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan


sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses
selama siklus hidipuya.

Efek dari kegagalan tersebut.

Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk,


dan proses.
Dalam menjalankan FMEA, yang langkah-langkahnya akan dijelaskan

nanti, terlebih dahulu kita harus memahami 3 variabel utama, yaitu :

Severity, yakni rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari
suatu potential failure mode.

Occurrence, yakni mengacu pada berapa banyak frekuensi potential


failure terjadi.

Detection, yakni mengacu pada kemungkina metode deteksi yang sekarang


dapat mendeteksi potential failure mode sebelum produk tersebut dirilis
untuk produksi
Skala penilaian
Skala penilaian untuk Severity (sev)

32

Tabel 2.1 Skala penilaian Severity

Rating
1
2

Keterangan
Negligble severity. Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini
akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin
tidak akan memperhatikan kecacatan ini

Mild severity.Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan.


Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja.
Perbaikan dapat dilakukan pada saat pemeliharaan reguler.

4
5
6
7

Moderate severity. Pengguna akhir akan merasakan penurunan


kinerja, namun masih dalam batas toleransi. Perbaikan yang
dilakukan tidak mahal dan dapat selesai dalam waktu singkat.

8
9
10

High severity. Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang


tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang
dilakukan sangat mahal
Potential safety problems. Akibat yang ditimbulkan sangat
berbahaya dan berpengaruh terhadap keselamatan pengguna.
Bertentangan dengan hukum

(Sumber: Pedoman implementasi sixsigma, gaspersz 2002)


Skala penilaian untuk Occurrence (occur)
Tabel 2.2 Skala penilaian Occurrence

Rating
1

Keterangan
Sangat jarang terjadi (remote, failure is unlikely)

2-3

Kemungkinan terjadi rendah (low, relatively few failure)

4-6

Biasa terjadi (moderate, occasional failure)

7-8

Sering terjadi atau berulang-ulang (high, repeated failure)

9-10

Sangat sering terjadi (very high, almost invitable failure)

(Sumber: Pedoman implementasi sixsigma, gaspersz 2002)

33

Skala penilaian untuk Detectbilty (detect)


Tabel 2.3 Skala penilaian Detecbility

Rating
1
2-3
4-6
7-8
9-10

Keterangan
Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal sangat tinggi (very high)
Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal tinggi ( high)
Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal rendah (low)
Kemungkinan cacat terdeteksi lebih awal sangat rendah (very low)
Cacat tidak dapat terdeteksi lebih awal (absolute certainly of non
detection)

(Sumber: Pedoman implementasi sixsigma, gaspersz 2002)


Metode FMEA mengenal apa yang disebut dengan Risk Priority Number
(RPN), yakni angka yang bakal menggambarkan area mana yang perlu jadi
prioritas perhatian kita. RPN diukur berdasarkan pertimbangan rating dari ketiga
faktor di atas, yakni severity, occurrence, dan detection.

RPN = rating severity x rating occurrence x rating detection

Anda harus

melakukan suatu tindakan koreksi, seandainya severity

menunjukan angka 9 atau 10, karena dampaknya akan sangat serius, dan
berpotensi menghasilkan kerugian yang sangat besar. Severity rating x occurrence
rating menghasilkan angka yang tinggi tidak ada aturan khusus, lakukan
judgement sendiri berdasarkan analisa RPN.

34

2.2.5 Pihak-Pihak Pelaksana Six Sigma


Brue (2002) mencatat pihak-pihak yang harus bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan six sigma di dalam perusahaan.
Pihak pihak tersebut meliputi :

a. Executive Leaders
Pimpinan puncak prusahaan yang komit untuk mewujudkan
six sigma, memulai dan memasyarakatkannya diseluruh
bagian,

divisi,

departemen

dan

cabang-cabang

perusahaan.
b. Champions
Yaitu orang-orang yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan

proyek

six

sigma.

Mereka

merupakan

pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black


belts dan berupaya meniadakan berbagai rintangan atau
hambatan baik yang bersifat fungsional, actoral, ataupun
pribadi agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya.
Bisa

dikatakan

pelaksanaan
kalangan

champions

proyek,

direktur

para

dan

menyatau

dengan

anggotanya

manajer,

proses

berasal

bertanggung

dari
jawab

terhadap aktivitas proyek sehari-hari, wajib melaporkan


perkembangan hasil kepada executive leaders sembari
mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya

35

meliputi

memilih

mengidentifikasi
sasaran

yang

calon-calon
wilayah

anggota

kerja

dikehendaki,

proyek,

menjamin

black

belts,

menegaskan
terlaksanannya

proyek sesuai dengan jadwal, dan memastikan bahwa tim


pelaksana telah memahami maksud atau tujuan proyek.
c. Master Black Belts
Orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat
(mentor) dan pemandu. Master black belt adalah orangorang yang sangat menguasai alaat-alat dan taktik six
sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis
sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian
dan

kemampuannya

kepada

penyempurnaan

proses.

Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak


pada kepiawaiannya untuk memfasilitasi penyelesaian
masalah tanpa mengambil alih proyek atau tugas atau
pekerjaan.
d. Black Belts
Dipandang sebagai tulang punggung budaya dan pusat
keberhasilan six sigma, mengingat mereka adalah :

Orang-orang

yang

memimpin

proyek

perbaikan

masalah,

penyebab

kinerja perusahaan.

Dilatih

untuk

menemukan

beserta penyelesaiannya.

Bertugas mengubah teori ke dalam tindakan.

36

Wajib meilah-milah data, opini, dengan fakta, dan


secara kuantitatif.

Menunjukan

faktor-faktor

menimbulkan

masalah

potensial

yang

produktivitas

serta

profitibilitas.

Bertanggung jawab mewujudnyatakan six sigma.

Para calon anggota black belts wajib memenuhi syaratsyarat seperti :

Memiliki disiplin pribadi.

Cakap memimpin.

Menguasai ketrampilan teknis tertentu.

Mengenal prinsip-prinsip statistika.

Mampu berkomunikasi dengan jelas.

Mempunyai motivasi kerja yang memadai.

e. Green Belts
Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah
fungsionalnya.
secara

paruh

Pada

umumnya

waktu

di

green

bidang

belts
yang

bertugas:
terbatas;

mengaplikasikan alat-alat six sigma untuk menguji dan


menyelesaikan problema-problema kronis; mengumpulkan,
menganalisis

data,

dan

melaksanakan

percobaan-

percobaan; menanamkan budaya six sigma dari atas ke


bawah.

37

2.3. Pengukuran Kinerja Kualitas


Pengukuran kinerja kualitas yang dilakukan oleh produsen
akan sangat bermanfaat sebagai langkah positif dalam memacu
kinerja bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas paling sedikit akan
memberikan dua manfaat untuk pembuatan keputusan, yaitu :
1. Informasi tentang status kinerja bisnis saat ini.
2. Identifikasi untuk peningkatan kinerja bisnis itu.

2.3.1 Persyaratan Kondisional Dalam Pengukuran Kualitas


1. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas serta
peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara
jelas.
2. Pengukuran kualitas dilakukan pada sistem itu.
Fokus

pengukuran

kualitas

adalah

sistem

secara

keseluruhan, bukan hanya pada proses akhir saja yang


biasanya telah menghasilkan produk tetapi harus dimulai
dan perencanaan awal pembuatan produk, selama proses
berlangsung, proses akhir yang menghasilkan output,
bahkan sampai penggunaan produk itu oleh pelanggan.
3. Pengukuran kualitas seharusnya melibatkan semua
individu yang terlibat dalam proses itu. Dengan
demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif.

38

4. Pengukuran seharusnya dapat memunculkan data.


Dan data itu nantinya dapat ditampilkan dalam bentuk
peta, diagram, tabel, hasil perhitungan statistik, dll. Data
harus dipresentasikan dalam cara yang termudah.
5. Pengukuran kualitas yang menghasilkan informasiinformasi utama seharusnya dicatat tanpa distorsi, jadi
harus akurat.
6. Perlu

komitmen

secara

menyeluruh

untuk

pengukuran kinerja kualitas dan peningkatannya.


Kondisi ini sangat penting sebelum aktifitas pengukuran
kaulitas mulai dilaksanakan.
7. Program-program
kualitas

pengukuran

seharusnya

dapat

dan

peningkatan

dipecah-pecah

atau

diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak


tumpang tindih dengan program yang lain.

2.3.2 Pengukuran Kinerja Kualitas Pada Tiga Tingkat


Pengukuran pada tingkat proses. Berarti mengukur
setiap

langkah

karakteristik

atau

input

aktivitas

yang

dalam

diserahkan

proses

oleh

dan

pemasok

(supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang


diinginkan.

39

Pengukuran pada tingkat output. Berarti mengukur


karakteristik

output

yang

dihasilkan

dibandingkan

spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan.


Pengukuran pada tingkat outcome. Berarti mengukur
bagaimana

baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan

dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan


pelanggan dalam mengonsumsi produk yang diserahkan.
Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat
tertinggi dalam pengukuran kinerja kualitas.
Contoh beberapa indikator pengukuran :
Penyerahan tepat waktu (perspektif pelanggan).
Pengiriman pesanan 100% benar (perspektif pelanggan).
Keluhan pelanggan (perspektif pelanggan).
Pendapatan operasional (perspektif finansial).
Pangsa pasar (perspektif finansial).
Biaya-biaya kegagalan karena masalah kualita (perspektif
finansial).
Biaya-biaya manufaktur (perspektif finansial).
Tingkat keuntungan (perspektif finansial).
Return On Asset, ROA (perspektif finansial).
Utilisasi material (perspektif internal).
Produktifitas (perspektif internal).
Tingkat keselamatan (perspektif internal).

40

Inventori bahan baku dan jadi (perspektif internal).


Efisiensi lini produksi (perspektif internal).
Pekerjaan ulang dan scrap (perspektif internal).
Peningkatan perputaran inventori (perspektif inovasi dan
belajar).
Pemberian saran-saran perbaikan per karyawan (perspektif
inovasi dan belajar).
Peningkatan

jam

peatihan

kualitas

per

karyawan

(perspektif inovasi dan belajar).


Peningkatan

efisiensi

dan

penurunan

pemborosan

(perspektif inovasi dan belajar).


Dan lain-lain.

2.4. Peta Kendali


Peta kendali merupakan grafik yang menggambarkan data
dari waktu ke waktu, tetapi tidak

menunjukan penyebab

penyimpangan. Grafik pengendali adalah suatu alat yang secara


grafis digunakan untuk memonitor apakah suatu aktivitas dapat
diterima sebagai proses yang terkendali. Peta kendali ini
menyatakan garis tengah atau control limit yang merupakan nilai
rata-rata karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan
dimana data-data ini masih bisa dikontrol dan digaris yang
lainnya ialah garis batas kontrol atas (BKA) dan garis batas

41

kontrol bawah (BKB), jadi selama data-data yang dikumpulkan


terletak dalam batas kontrol tersebut maka dianggap bahwa
pengendalian kualitas terkendali. Jika ada data yang berada
diluar

batas-batas

tersebut

maka

dipastikan

proses

tidak

terkendali.
Peta kontrol diperlukan sebagai alat pengendali kualitas
yang paling penting dalam mengendalikan proses produksi.
Sehingga dengan peta kontrol yang ada, data baru dapat dengan
cepat dibandingkan dengan hasil kerja proses yang pernah
terjadi. Untuk melihat sejauh mana proses produksi berada
dalam

pengendalian.

Dengan

demikian

apabila

terjadi

penyimpangan akan dengan mudah diketahui sehingga dapat


segera diambil langkah-langkah perbaikan.
Grafik pengendali terkadang disebut dengan Shewhart
control charts karena grafik ini pertama kali dibuat oleh Walter A.
Shewhart.

Nilai

digambarkan

dari

karakteristik

sepanjang

sumbu

kualitas
Y,

yang

sedangkan

dimonitor,
sumbu

menggambarkan sampel atau subgrup dari karakteristik kualitas


tersebut. Sebagai contoh karakteristik kualitas adalah panjang
rata-rata. Semua karakteristik tersebut dinamakan variabel
dimana nilai numeriknya dapat diketahui. Sedangkan atribut
adalah karakteristik kualitas yang ditunjukan dengan jumlah
produk cacat, jumlah ketidaksesuaian dalam satu unit, serta
jumlah cacat per unit.

42

Grafik pengendali telah mempunyai sejarah penggunaan


yang panjang dalam industri Amerika dan juga dalam banyak
industri lepas pantai. Paling sedikit ada lima alasan untuk ini :
1. Grafik pengendali adalah teknik yang telah terbukti guna
meningkatkan

produktivitas.

Suatu

program

grafik

pengendali yang berhasil akan mengurangi buangan dan


pembuatan

ulang

yang

merupakan

pembunuh

produktivitas yang utama dalam setiap operasi. Apabila


anda mengurangi buangan dan pembuatan ulang, maka
produktivitas bertambah, biaya berkurang, dan kapasitas
produksi (diukur dalam bagian-bagian yang balk per jalan)
bertambah.
2. Grafik pengendali efektif dalam pencegahan cacat. Grafik
pengendali membantu memelihara proses itu terkendali,
yang konsisten dengan falsafah kerjakan dengan benar
sejak awal. Tidak pernah lebih murah memisahkan unit
baik

dari

unit

yang

buruk

kemudian

daripada

membuatnya benar pada awalnya. Apabila anda tidak


mempunyai

pengendali

proses

yang

efektif,

anda

membayar seseorang untuk membuat produk yang tidak


sesuai.
3. Grafik pengendali mencegah penyesuaian proses yang
tidak perlu. Grafik pengendali dapat membedakan antara
gangguan dasar dan variasi abnormal, tidak ada alat yang

43

lain termasuk operator manusia sama efektifnya dengan


ini.

Apabila

operator

proses

menyesuaikan

proses

berdasarkan pengujian periodik yang tidak berhubungan


dengan program grafik pengendali, mereka sering kali
bertindak

berlebihan

melakukan

sampai

gangguan

penyesuaian-penyesuaian

dasar
yang

dan
tidak

diperlukan. Penyesuaian yang tidak perlu ini benar-benar


dapat mengakibatkan kemerosotan penampilan proses.
Dengan perkataan lain, grafik pengendali konsisten dengan
filsafah apabila tidak rusak, jangan diperbaikinya
4. Grafik

pengendali

memberikan

informasi

diagnostik.

Sering kali pola titik-titik dalam grafik pengendali akan


memuat informasi bernilai diagnostik bagi operator atau
insinyur yang berpengalaman. Informasi ini memberikan
pelaksanaan suatu perubahan dalam proses.
5. Grafik

pengendali

kemampuan

proses.

memberikan
Grafik

informasi

pengendali

tentang

memberikan

informasi tentang nilai parameter proses yang penting dan


stabilitasnya terhadap waktu. Ini memberikan taksiran
kemampuan

proses

yang

akan

dibuat.

berguna bagi perancang produk dan proses.

2.5. Diagram Kualitas


2.5.1 Pareto Chart

Informasi

ini

44

Pareto chart adalah diagram yang dikembangkan oleh


seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada
abad ke 19 (Dale, 1993).

Pareto chart digunakan untuk

memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun


menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke
yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan
membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas
kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji
atau untuk mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan
pareto chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai
dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau
berbagai sebab pada suatu ketika.
Berbagai

pareto

chart

dapat

digambarkan

dengan

menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara


berlainan. Dengan cara menunjukan data menurut frekuensi
terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat diungkapkan
berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan
spesifik. Dengan demikian, tidak dapat begitu saja menentukan
bar yang terbesar dalam pareto chart sebagai persoalan yang
terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan informasi secukupnya.
Dalam mengadakan analisi pareto, harus diatasi sebab kejadian,
bukan gejalanya.

45

Contoh

pareto

chart

berikut

menunjukan

jumlah

kecelakaan yang terjadi pada berbagai instansi dalam suatu


Frekue
nsi
kecela
listrik dalam tiga bulan paling sering mengalami kecelakaan.
kaan
dalam
3
bulan
6

organisasi (Gambar 2.1). dari gambar tampak bahwa bengkel

5
4
3
2
1
0

Gambar 2.1
Pareto Chart Penyebab Terjadinya Kecelakaan

Kegunaan pareto chart adalah sebagai berikut :


Menunjukan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan
yang perlu ditangani.
Pareto

chart

dapat

membantu

untuk

memusatkan

perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani


dalam upaya perbaikan.
Menunjukan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan
tindakan

korektif

berdasarkan

prioritas,

kita

dapat

mengadakan pengukuran ulang dan membuat pareto chart


baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto chart baru,
maka tindakan korektif ada efeknya.

46

Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan


pareto chart, sejumlah data yang besar dapat menjadi
informasi yang signifikan.
Hasil pareto chart dapat digunakan diagram sebab akibat
untuk mengetahui akan penyebab masalah. Setelah sebab-sebab
potensial diketahui dari diagram tersebut, pareto chart dapat
disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram
sebab akibat. Selanjutnya, pareto chart dapat digunakan pada
semua tahap PDCA cycle.

2.5.2 Fishbone Diagram


Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) atau
sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone
diagram) atau diagram ishikawa (ishikawa diagram), sesuai
dengan

nama

Prof.

Kaoru

Ishikawa

dari

Jepang

yang

memperkenalkan diagram ini.


Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur
yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci
dalam

menemukan

penyebab-penyebab

suatu

masalah,

ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini


dapat digunakan dalam situasi dimana: (1) terdapat pertemuan
diskusi

dengan

menggunakan

brainstorming

untuk

mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, (2) diperlukan

47

analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan (3) terdapat


kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.
Penggunaan diagram sebab-akibat mengikuti langkahlangkah (Gasperz, 1997) berikut.
1) Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan
ungkapan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah.
2) Temukan sekumpulan penyebab yang mungkin dengan
menggunakan

teknik

brainstorming

atau

membentuk

anggota tim yang memiliki ide-ide yang berkaitan dengan


maslah yang sedang dihadapi.
3) Gambarkan

diagram

dengan

perntanyaan

mengenai

masalah untuk ditempatkan pada sisi kanan (membentuk


kepala ikan) dan kategori utama, seperti bahan baku,
metode, manusia, mesin, pengukuran, dan lingkungan
ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulangtulang besar dari ikan). Kategori utama dapat diubah
sesuai kebutuhan.
4) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang
sesuai

dengan

menempatkannya

pada

cabang

setiap

penyebab

mungkin,

yang

sesuai.
5) Untuk

yang

tanyakan

mengapa untuk menemukan akar penyebab, kemudian


tulislah akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang yang
sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang

48

kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita


dapat menggunakan teknik bertanya mengapa sampai
lima kali.
6) Interpretasi atas diagram sebab-akibat itu adalah dengan
melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang,
kemudian
tentang

dapatkan
penyebab

kesepakatan
tersebut.

melalui

Selanjutnya,

konsensus
fokuskan

perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus.


7) Terapkan hasil analisi dengan menggunakan diagram
sebab-akibat,

dengan

cara

mengembangkan

dan

mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor


hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang
dilakukan

efektif

karena

telah

menghilangkan

penyebab dari masalah yang dihadapi.

Gambar 2.2 Contoh Diagram Fishbone

akar

49

Diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai


berikut:
a. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses.
b. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab
yang mempengaruhi suatu karakteristik kualitas tertentu.
c. Memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang
dibutuhkan.
Cause and effect diagram terutama berguna dalam tahap
plan pada PDCA cycle karena diagram ini dapat membantu untuk
mengidentifikasi sebab-sebab proses yang mempunyai peranan
bagi

timbulnya

efek

diidentifikasikannya

yang

dikehendaki

sebab-sebab

costumer.

tersebut,

maka

Dengan
tindakan

korektif dapat dilakukan. Selanjutnya, fishbone diagram juga


dapat membantu untuk mengidentifikasi bermacam-macam data
yang dikumpulkan dalam tahap do pada PDCA cycle.

2.6.

Kualitas Kain Tekstil


Subiyati

(2004)

menjelaskan

dalam

penelitiannya

bahwa

untuk

mengetahui kualitas suatu produk tekstil harus ditinjau dari 2 aspek, yaitu
aspekfisika maupun kimia. Aspek fisika ditinjau melalaui pengujian pengujian
yang meliputi: pengujian kekuatan tarik kain, kekuatan sobek kain dan mengkeret

50

kain. Sedangkan dari aspek kimia ditinjau melalui pengujian misalnya daya
serapkain dan ketahanan luntur warna kain. Pada pencelupan zat warna reaktif,
untuk mendapatkan nilai ketahanan luntur warna yangcukup baik, harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencelupan. Faktor faktor
tersebut antara lain: konsentrasi Na2SO4,konsentrasi Na2CO3, temperatur proses
dan waktu fiksasi. Perkembangan teknologi pewarnaan tekstil, khususnya
teknologi pencelupan, akhir akhir ini telah mengalami peningkatan yang pesat.
Teknologi tersebut diantaranya dalam hal permesinan, pereaksi pereaksi
pendukung, sistem dan cara proses dan proses persiapan bahan bakunya.
Peningkatan teknologi pencelupan dilakukan guna menjawab tuntutan para
konsumen, Tuntutan tersebut menyangkut kualitas produk hasil pencelupan baik
yang bersifat fisika maupun kimia. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
rata rata belum diketahui mengenai nilai optimal dari faktor yang mempengaruhi
proses pencelupan zat warna reaktif dalam hal ketahanan luntur
warna terhadap pencucian. Penelitian yang akan dilakukan, yaitu merancang
dengan mengintegrasikan beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencelupan
zat warna reaktif. Pengintegrasian faktor faktor diharapkan akanmengetahui
nilai optimalnya sehingga akan mendapatkan nilai ketahanan luntur warna
terhadap pencucian yang lebih baik.Berdasarkan uraian diatas , penelitian
optimasi ketahanan luntur warna pada pencucian adalah untukmengetahui :
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perubahan
warna danpenodaan warna pada pengujian ketahanan luntur warna terhadap
pencucian dan bagaimana kombinasi level faktor optimal untuk mendapatkan
nilaiketahanan luntur warna terhadap pencucian.

51

2.7.

Kualitas Benang
Kekuatan benang dalam pengertian ini adalah kekuatan tarik benang

sampai putus. Pada SII 0097-75 kekuatan tarik per helai, yaitu didefinisikan
sebagai besarnya gaya yang dibutuhkan untuk memutuskan satu helai benang
dalam bentuk lurus , dinyatakan dalam satuan gram. Kualitas untuk benang
campuran Polyester dengan Cotton Ne145 sesuai dengan SNI 08-0034-2004
adalah :
Tabel 2.4 Kualitas benang P/C Ne145S
Nomor Benang
tex

Ne1

Tenacity
minimum
cN/tex U%

13,1

45

22,0

2.8

12,0

Ketidakrataan
maksimum
CV%
Thin
-50%
15,0

15

Imperfection
maksimum
Thick
Neps
+ 50% +
200%
100
170

Penelitian Terdahulu

A. Draft Zone Setting Untuk Peningkatan Kualitas Benang Polyester Cotton


Ne145 S Dengan Metode Taguchi.
Industri tekstil dan produk tekstil nasional memiliki struktur
industri yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir (up stream, mid stream,
dan down stream) dan memiliki keterkaitan dengan sangat erat antara satu
industri dengan industri lainya. Sektor industri hulu (upstream) adalah
industri yang memproduksi serta baik serat alam atau buatan dan proses
pemintalan (spining) menjadi produk benang-benang (unblended dan
blended yarn). Sektor industri menengah (mid stream) meliputi proses

52

penganyaman (interlacing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey


fabric) melalui proses pertemuan (weaving) dan rajut (kniting) yang
kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan
(dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain
jadi. Sektor industri hilir (downstream) adalah industri manufaktur pakaian
jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing, dan finishing
yang menghasilkan ready-made garment.
Untuk menghasilkan kain yang berkualitas tentunya dibutuhkan
benang yang berkualitas juga. Kualitas benang dengan proses produksinya
tentunya oleh beberapa faktor, salah satu faktor yaitu setting level mesin di
mesin Ring Spinning. Mesin Ring Spinning mempunyai kontribusi kualitas
yang besar dibanding dengan mesin-mesin lainya yaitu 60% (W.Klein
1987, h 2). Dalam penelitianya ini dapat diketahui peningkatan kekuatan
tarik benang per helai dengan level dibagian perengangan (drafting zona),
yaitu dengan memvariasikan diameter top roll, jarak bottom roll dengan
front top roll, washing arm arm ketebalan distance clip.
B. Penerapan Six Sigma di Industri TFT-LCD: Studi Kasus.
The International Journal of Organizational Innovation, Volume 4.
Number 1. Summer 2011. Oleh Dr. Hasing-chin Hung, Dr. Tai-chi Wu dan
Ming-hsien Sung.
Abstrak - Dalam beberapa tahun terakhir, industri TFT-LCD telah
menjadi kekuatan pendorong dari seluruh Photonics pasar Taiwan. Sebagai
produsen membangun generasi berikutnya lini produksi TFT-LCD,
keunggulan kompetitif utama dari industri ini telah pindah dari

53

massproduction biaya rendah, beragam produk dan campuran aplikasi dan


kepemimpinan teknologi. Oleh karena itu, semua pembuat utama panel
TFT-LCD, termasuk AUO, CMO, CPT, HannStar dan Innolux, telah
mengembangkan Six Sigma sistem manajemen untuk mengurangi cacat,
biaya yang lebih rendah dan meningkatkan daya saing. tingkat cacat. Fase
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control) yang
digunakan dalam perusahaan kasus. Faktor-faktor penting yang ditemukan,
dan sebagai hasilnya tingkat terbuka segel turun secara signifikan, bahkan
di bawah tingkat tujuan asli.
Dalam proses pembuatan TFT-LCD, sealant perekat khusus
digunakan untuk obligasi transistor film tipis (TFT), filter warna (CF) dan
liquid crystal display (LCD) substrat dalam proses penyegelan. Sealant ini
juga digunakan untuk mencegah kebocoran kristal cair serta mendukung
kesenjangan sel. Karena itu, ketika kerusakan terjadi dalam proses ikatan
sealant, kebocoran kristal cair akan menyebabkan scrapping panel dan
peningkatan kadar polusi dan limbah. Jenis cacat disebut segel terbuka.
Tulisan ini berkaitan dengan penerapan proyek Six Sigma untuk
mengurangi segel terbuka.
C. Peningkatan Kualitas Melalui Implementasi Filosofi SIX SIGMA (Studi
Kasus di sebuah Perusahaan Speaker)
Abstrak - Program peningkatan kualitas di sebuah perusahaan
speaker melalui implementasi filosofi six sigma, perancangan perbaikan
sistem pengendalian kualitas guna mendukung hasil implementasi, dengan
bantuan rumah mutu. Peningkatan level kualitas ke arah 6 dilakuakan

54

dengan mengetahui karakteristik kritis konsumen terhadap produk speaker,


yang kemudian diperbaiki dengan meminimalkan kecacatan tertinggi.
Analisa dilakukan terhadap indikator keberhasilan six sigma dan biaya
kualitas. Perbandingan indikator keberhasilan menyatakan adanya
peningkatan kualitas terhadap kedua tipe speaker yaitu 12 C-1230 PA
ACR Pro New 12 30H120 SRW-38B ACR Pro New.
D. Aplikasi SIX SIGMA dan KAIZEN Sebagai Metode Pengendalian Dan
Perbaikan Kualitas Produk. Oleh Joko Susetyo, Winami, Catur Hartanto.
Volume 4 No. 1 61 53. 2011.
Penlitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses cacat
yang ada dengan pendekatan six sigma yang kemudian dilakukan
pengendalian dengan menganalisis penyebab kecacat menggunakan Seven
Tools serta mengupayakan perbaikan berkesinambungan dengan alat
implementasi kaizen berupa Kaizen Five-Step Plan, 5W dan 1H, dan FiveM Checklist. Setelah dilakukan pengolahan data dapat nilai DPMO sebesar
4509,384 yang dapat diartikan bahwa dari satu juta kesempatan akan
terdapat 4509,384 kemungkinan produk yang dihasilkan mengalami
kecacatan. Perusahaan berada pada tingkar 4,11-sigma dengan CTQ
(Critical To Quality) yang paling banyak menimbulkan cacat yanitu Dek
sebesar 20,76% dari total cacat 22517.
Dari hasil analisis makan dapat disimpulkan bahwa penyebab
utama kecacatan adalah faktor manusia, dan berdasarkan alat-alat
implementasi kaizen maka kebijakan utama yang harus dijalankan oleh

55

pihak perusahaan yaitu pengawasan atau kontrol yang lebih ketat di segala
bidang.
E. Penerapan Metodologi Six Sigma DMAIC di Lingkungan Transaksional.
Oleh Jiju Antony, Anmol Singh Bhuller, Kepa Mendibil dan Douglas C.
Montgomery. Vol. 29 No. 1, 2012.
Komunikasi dan Informasi Manajemen (CIM) adalah penting
untuk setiap organisasi dan efektivitas CIM dapat mengakibatkan
peningkatan signifikan fi kan ke baris bawah dan kepuasan pelanggan.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki dan merampingkan
komunikasi dan sistem informasi dalam suatu "Layanan dukungan
infrastruktur" perusahaan menggunakan Six Sigma metodologi. Desain /
metodologi / pendekatan - Penelitian ini melibatkan pendekatan triangulasi
studi kasus dan penggunaan instrumen survei untuk fi nd solusi untuk
masalah ini. Temuan - Makalah ini menyoroti keprihatinan yang signifikan
berkaitan dengan CIM di semua unit usaha kelompok. Efektivitas sistem
CIM hadir untuk seluruh kelompok di bawah rata-rata industri yang
berkaitan dengan akurasi dan ketepatan waktu CIM, mengakibatkan
defisiensi sistem pelaporan manajemen tidak e. Beroperasi di pelaporan
waktu yang sangat kompetitif dan terikat waktu lingkungan, benar dan
nyata adalah yang terpenting. Alasan utama untuk ketidakefektifan CIM di
kelompok dapat dikaitkan dengan dua faktor utama; pengelolaan data dan
sistem komunikasi yang digunakan. Makalah ini juga menggambarkan
apresiasi penggunaan Six Sigma dalam lingkungan transaksional.

56

Orisinalitas / nilai - Penelitian ini adalah aplikasi baru dari metodologi Six
Sigma dalam komunikasi dan sistem informasi manajemen.

Anda mungkin juga menyukai