Anda di halaman 1dari 36

Pengukuran Kualitas Produk

John Sviokla seperti yang dikutip oleh Lupiyoadi (dalam Saputro, 2010: 28) mengemukakan bahwa kualitas suatu
produk memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri dari aspek-aspek berikut:
b.1.Kinerja (Performance)
b.2.Keragaman produk (Features)
b.3.Kehandalan (Reliability)
b.4.Kesesuaian (Conformance)
b.5.Daya tahan/ketahanan (Durability)
b.6.Kemampuan pelayanan (Serviceability)
b.7.Estetika (Aesthetics)
b.8.Kualitas yang dipersepsikan (Perceive quality)

Penjelasan mengenai dimensi pengukuran kualitas produk adalah sebagai berikut:


1. Kinerja (Performance)
Kinerja disini merujuk pada karakter produk inti yang meliputi merek, atributatribut yang dapat diukur, dan aspek-
aspek kinerja individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subjektif pelanggan yang pada
dasarnya bersifat umum (universal).
2. Keragaman produk (Features)
Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Features suatu
produk biasanya diukur ecara subjektif oleh masing-masing individu (dalam hal ini konsumen) yang menunjukkan
adanya perbedaan kualitas suatu produk. Dengan demikian perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter
fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.
3. Kehandalan (Reliability)
Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi
(malfunction) pada suatu periode. Kehandalan suatu produk yang menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi
konsumen dalam memilih produk. Hal ini menjadi semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan
pemeliharaan yang harus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak reliable mengalami kerusakan.
4. Kesesuaian (Conformance)
Dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam
industrinya. Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian
termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa
kesalahan lain.
5. Daya tahan/ketahanan (Durability)
Ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk
didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh oleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas.
Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat melalui jumlah kegunaan yang
diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk.
6. Kemampuan pelayanan (Serviceability)
Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan produk untuk
diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas
produk tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi dengan staff,
frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk dan pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat
merefleksikan adanya perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan yang diterima. Dimana kemampuan
pelayanan suatu produk tersebut menghasilkan kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai secara subjektif oleh
konsumen.
7. Estetika (Aesthetics)
Merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana suatu produk
terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu produk, rasa, maupun bau. Jadi estetika jelas merupakan
penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceive quality)
Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atributatribut produk dan jasa. Namun demikian,
biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui merek, nama dan
negara produsen. Ketahanan produk misalnya, dapat menjadi sangat kritis dalam pengukuran kualitas produk.
Sedangkan menurut David Garvin (dalam Gaspersz, 2003: 119) menyatakan delapan dimensi kualitas kualitas produk
sebagai berikut:
1.Performansi (Performance)
2.Features
3.Keandalan (Reliability)
4.Konformans (Conformance)
5.Durabilitas (Durability)
6.Kemampuan Pelayanan (Serviceability)
7.Estetika (Aesthetics)
8.Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)

Penjelasan mengenai delapan demensi kualitas produk adalah sebagai berikut:


1.Performansi (Performance)
Berkaitan denga aspek fungsional dari produk itu dam merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan
konsumen ketika ingin membeli suatu produk. Misalnya, performansi dari produk TV berwarna adalah memiliki
gambar yang jelas, performansi dari produk mobil adalah akselerasi, kecepatan, kenyamanan dan pemeliharaan,
performansi dari penerbangan adalah ketepatan waktu, dan lain-lain.
2.Features
Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilahn-pilihan dan
pengembangannya. Misalnya, features untuk penerbangan adalah memberikan minuman atau makanan gratis dalam
pesawat, pembelian tiket melalui telepon dan penyerahan dirumah, pelaporan keberangkatan dikota dan diantar
kelapangan terbang. Features dari produk mobil seperti atap yang dapat dibuka, dan lain-lain. Sering kali terdapat
kesulitan untuk memisahkan karakteristik performansi dan features. Biasanya mendefinisikan nilai dalam bentuk
flessibilitas dan kemampuan mereka untuk memilih features yang ada, juga kualitas dari features itu.
3.Keandalan (Reliability)
Berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam
periode waktu tertentu dibawah kondisi tertentu. Dengan demikian keandalan merupakan karakteristik yang
merefleksikan kemungkinan probabilitas tingkat keberhasilan dalam penggunaan produk itu.
4.Konformans (Conformance)
Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan
keinginan konsumen. Konformans merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sering didefinisikan sebagai konformans terhadap kebutuhan.

5.Durabilitas (Durability)
Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu. Misalnya,
konsumen akan membeli ban mobil berdasarkan daya tahan ban itu dalam penggunaan, sehingga ban-ban mobil
yang memiliki masa pakai yang lebih panjang tentu merupakan salah satu karakteristik kualitas produk yang akan
dipertimbangkan oleh konsumen ketika akan membeli suatu produk ban.
6.Kemampuan Pelayanan (Serviceability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan/kesopanan, kompetensi, dan kemudahan
serta akurasi dalam perbaikan. Misalnya, ketika menjumpai saat ini bahwa banyak perusahaan otomotif yang
memberikan pelayanan perawatan atau perbaikan mobil sepanjang hari (24 jam), atau permintaan pelayanan melalui
telepon dan perbaikan mobil dilkukan dirumah.
7.Estetika (Aesthetics)
Merupakan karakteristik yang bersifat subyektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dan
preferensi individual. Dengan demikian estetika dari suatu produk lebih banyak berkaitan dengan perasaan pribadi
dan mencakup karakteristik tertentu, seperti : keelokan, kemulusan, suara yang merdu, selera, dan lain-lain.
8.Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)
Bersifat subyektif berkaitan dengan perasaan konsumen dalam mengkonsumsi produk itu, seperti: meningkatkan
harga diri, dan lain-lain. Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name, image). Misalnya,
seseorang akan membeli produk elektronik merk Sony karena memiliki reputasi bahwa produk-produk bermerk sony
adalah berkualitas, meskipun orang-orang belum pernah menggunakan produk-produk bermerk sony.

2.1.1.7 Pengertian Biaya Kualitas


Dengan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya-biaya
kualitas. Apabila akan mempertahankan hasil produksinya. Definisi dari biaya kualitas itu sendiri banyak di
kemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan (2000 : 7) mendefinisikan bahwa: Biaya
mutu (cost of quality) adalah biaya yang timbul karena mungkin atau telah di hasilkan produk yang rendah
mutunya.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2009 : 786) mendefinisikan bahwa: Biaya kualitas adalah biaya yang muncul karena
produk dapat atau pada kenyataanya gagal memenuhi spesifikasi desain (dan karenanya berkaitan dengan
kesesuaian kualitas).
Sedangkan Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (2000 : 34) mendefinisikan biaya kualitas sebagai berikut:
Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk, dan biaya kualitas
juga dapat dikatakan biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan
kerusakan.

Definisi di atas mengimplikasikan bahwa biaya kualitas berhubungan dengan dua sub kategori dari dua kekuatan
yang terkait dengan mutu yaitu kegiatan pengendalian dan kegiatan produk gagal. Kegiatan pengendalian
dilaksanakan oleh suatu organisasi untuk mencegah atau mendeteksi kualitas produk rendah. Dengan demikian biaya
kualitas meliputi biaya pengendalian kualitas dan biaya produk gagal. Biaya pengendalian kualitas adalah biaya yang
di keluarkan oleh perusahaan untuk menjalankan kegiatan pengendalian kualitas yang meliputi biaya pencegahan,
biaya penilaian. Sedangkan biaya produk gagal merupakan biaya yang di keluarkan oleh perusahaan karena terjadi
kegiatan produk gagal yang terdiri dari biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.

2.1.1.8 Komponen-Komponen Biaya Kualitas


Menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (2000: 34) biaya kualitas dapat dikelompokan menjadi 4 (empat)
golongan, yaitu sebagai berikut:
(1)Biaya pencegahan
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang dihasilkan, biaya ini meliputi
biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan dan pemeliharaan sistem kualitas.
(2)Biaya Penilaian
Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-
persyaratan kualitas.

(3)Biaya Kegagalan Internal


Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian dan persyaratan dan terdeteksi
sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar atau konsumen.
(4)Biaya kegagalan eksternal
Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk gagal tidak memenuhi persyaratan yang diketahui
setelah produk tersebut dikirimkan kepada konsumen.
Adapun menurut Blocher. et, al., yang di terjemahkan oleh A. Susty Ambarriani (2000 : 220) biaya kualitas dibagi
dalam empat komponen yaitu:
1.Biaya pencegahan yaitu biaya yang timbul untuk mencegah produksi produk-produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan, yang bertujuan untuk menurunkan kuantitas produk yang tidak memenuhi
spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan sehingga dapat menurunkan biaya kegagalan.misalnya biaya pencegahan
adalah biaya pelatihan kualitas, perencanaan kualitas, pemeliharaan kualitas, biaya inspeksi bahan baku dan biaya
pemeliharaan peralatan produksi, gaji bagian produksi dan gaji bagian laboratorium.
2.Biaya penilaian yaitu biaya-biaya yang terjadi dalam mendeteksi produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan dan tujuan utama fungsi penilaian untuk mencegah pengiriman barang-barang yang itdak sesuai dengan
persyaratan kepada pelanggan. Misalnya, biaya penilaian adalah biaya pengujian dan inspeksi, biaya pemeliharaan
peralatan pengujian, dan gaji bagian quality control.
3.Biaya kegagalan internal yaitu biaya-biaya yang terjadi ketika produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi dapat
dideteksi sebelum dikirim ke konsumen. Misalnya biaya kegagalan internal adalah biaya tindakan koreksi, biaya
pengerjaan kembali, biaya proses, biaya inspeksi dan pengujian ulang.
4.Biaya kegagalan eksternal yaitu biaya-biaya yang terjadi ketika produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi
dideteksi setelah dikirim ke konsumen. Misalnya biaya-biaya kegagalan eksternal adalah biaya bahan baku yang
dikelola kembali, biaya transport atas penarikan kembali produk gagal dan penjualan yang hilang karena produk yang
tidak memuaskan.

2.1.1.9 Manfaat Informasi Biaya Kualitas


Informasi biaya kualitas diperlukan untuk menolong para manajer pengontrol kinerja kualitas dan untuk menjadi
input bagi pengambilan keputusan, digunakan untuk mengevaluasi keseluruhan kinerja dari program perbaikan
kualitas, dan digunakan untuk membantu memperbaiki berbagai keputusan manajerial (Amin Widjaja Tunggal, 2009:
787).
Adapun menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (2000 : 40) informasi biaya kualitas dapat memberikan berbagai
macam manfaat antara lain dapat di gunakan untuk:
1.Mengidentifikasi peluang laba (penghematan biaya dapat meningkatkan laba).
2.Mengambil keputusan capital budgeting dan keputusan infestasi lainnya.
3.Menekankan biaya pembelian dan biaya yang berkaitan dengan pemasok.
4.Mengidentifikasi pemborosan dalam aktifitas yang tidak di kehendaki oleh para pelanggan.
5.Mengidentifikasi sistem yang berlebihan.
6.Menentukan apakah biaya kualitas telah di distribusikan secara tepat.
7.Penentuan dalam anggaran dan perencanaan laba
8.Mengidentifikasi masalah-masalah kualitas
9.Dijadikan sebagai alat manajemen untuk ukuran perbandingan tentang hubungan masukan dan keluaran.
10.Dijadikan sebagai alat manajemen strategi untuk mengalokasikan sumber daya dalam perumusan dan
pelaksanaan strategi.
11.Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.

2.1.2 Tingkat Pertumbuhan Penjualan


2.1.2.1 Pengertian Penjualan
Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha
memikat konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk
yang dihasikan. Penjualan dalam lingkup kegiatan, sering disalahartikan dengan pengertian pemasaran. Penjualan
dalam lingkup ini lebih berarti tindakan menjual barang atau jasa. Kegiatan pemasaran adalah penjualan dalam
lingkup hasil atau pendapatan berarti penilaian atas penjualan nyata perusahaan dalam suatu periode.
Adapun pengertian penjualan menurut Soemarso (2002:226) bahwa: Penjualan adalah jumlah yang dibebankan
kepada pembeli karena penjualan barang dan jasa baik secara kredit maupun tunai.
Sedangkan menurut Marwan (dalam Silviawati, 2010: 28), mengemukakan bahwa: Penjualan adalah suatu usaha
yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan
dan keinginan pembeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba.
Sedangkan menurut Winardi (dalam Silviawati, 2010:28) mengemukakan bahwa: Penjualan adalah suatu transfer
hak atas benda-benda.
Dari penjelasan tersebut dalam mentransfer barang atau jasa diperlukan orang-orang yang bekerja dibidang
penjualan seperti, pelaksanaan dagang, agen, wakil pelayanan dan wakil pemasaran.
Dari definisi penjualan diatas dapat penulis simpulkan bahwa penjualan adalah sumber hidup perusahaan untuk
melakukan aktivitas untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, guna untuk menghasilkan laba.

2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Penjualan


Menurut Swastha dan Irawan, (dalam Silviawati, 2010) dalam praktek, kegiatan penjualan itu dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
1.Kondisi dan kemampuan penjual
Transaksi jual-beli atau pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa itu pada prinsipnya melibatkan
dua pihak, yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Disini penjual harus dapat
menyakinkan kepada pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan.untuk maksud
tersebut penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan, yakni:
a. Jenis dan karakteristik barang yang di tawarkan
b. Harga produk
c. Syarat penjualan seperti: pembayaran, penghantaran, pelayanan sesudah penjualan, garansi dan sebagainya
2.Kondisi pasar
Pasar, sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan, dapat pula mempengaruhi
kegiatan penjualannya. Adapun faktor-faktor kondisi pasar yang perlu di perhatikan adalah:
a. Jenis pasarnya
b. Kelompok pembeli atau segmen pasarnya
c. Daya belinya
d. Frekuensi pembelian
e. Keinginan dan kebutuhan
3.Modal
Akan lebih sulit bagi penjualan barangnya apabila barang yang dijual tersebut belum dikenal oleh calon pembeli, atau
apabila lokasi pembeli jauh dari tempat penjual. Dalam keadaan seperti ini, penjual harus memperkenalkan dulu,
membawa barangnya ketempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya sarana serta
usaha, seperti: alat transport, tempat peragaan baik didalam perusahaan maupun di luar perusahaan, usaha
promosi, dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjualan memiliki sejumlah modal yang
diperlukan untuk itu.

4.Kondisi perusahaan
Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri (bagian penjualan) yang
dipegang orang-orang tertentu/ahli di bidang penjualan.
5.Faktor lain
Faktor-faktor lain, seperti: periklanan, peragaan, kampanye, pemberian hadiah, sering mempengaruhi penjualan.
Namun untuk melaksanakannya, diperlukan sejumlah dana yang tidak sedikit. Bagi perusahaan yang bermodal kuat,
kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan. Sedangkan bagi perusahaan kecil yang mempunyai modal relatif kecil,
kegiatan ini lebih jarang dilakukan. Ada pengusaha yang berpegangan pada suatu prinsip bahwa "paling penting
membuat barang yang baik". Bilamana prinsip tersebut dilaksanakan, maka diharapkan pembeli akan kembali
membeli lagi barang yang sama. Namun, sebelum pembelian dilakukan, sering pembeli harus dirangsang daya
tariknya, misalnya dengan memberikan bungkus yang menarik atau dengan cara promosi lainnya.
Menurut Basu Swasta (2000: 422) faktor faktor yang dapat mempengaruhi penjualan adalah:
1. Kondisi dan kemampuan penjual
Penjual harus dapat meyakinkan kepada pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang
diharapkan. Untuk itu penjual harus memahami bebarapa hal yaitu: jenis dan karakteristik barang yang ditawarkan,
harga produk, dan syarat penjualan.

2. Kondisi pasar
Pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan, dapat pula mempengaruhi
kegiatan penjualan. Adapun faktor faktor kondisi pasar yang perlu diperhatikan adalah jenis pasar, kelompok
pembeli, daya belinya, frekuensi pembeliannya, dan keinginan serta kebutuhannya.
3. Modal
Untuk melaksanakan kegiatan penjualan maka penjual harus memiliki sejumlah modal.
4. Kondisi organisasi
Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri (bagian penjualan) yang
dipegang oleh orang orang tertentu atau yang ahli dibidang penjualan. Sedangkan pada perusahaan kecil masalah
penjualan masih ditangani oleh orang yang juga melaksanakan fungsi fungsi lain.
5. Faktor faktor lain
Faktor faktor lain tersebut di antaranya adalah periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah.

2.1.2.3 Pengertian Volume Penjualan


Volume penjualan dapat dijabarkan sebagai umpan balik dari kegiatan pemasaran yang dilaksanakan oleh
perusahaan. Volume penjualan menunjukan produktifitas suatu perusahaan dan juga keberhasilan dalam
pemasaran.
Semakin besar volume penjualan maka semakin besar pula kemungkinan untuk mendapat keuntungan atau
mengalami pertumbuhan laba perusahaan. Keberhasilan usaha penjualan dapat dilihat dari volume penjualan yang
didapat. Dengan kata lain apakah usaha tersebut mendapatkan laba atau tidak, sangat bergantung pada
keberhasilan penjualan itu.
Adapun menurut Freddy Rangkuti (2009:204) mengemukakan bahwa: Volume penjualan merupakan jumlah total
yang dihasilkan dari kegiatan penjualan barang dagangan.
Menurut Mulyadi (2005:239) mengemukakan bahwa: Volume penjualan merupakan ukuran yang menunjukan
banyaknya atau besarnya jumlah barang atau jasa yang terjual.
Sedangkan menurut Fandi Tjiptono (1995:254) mengemukakan bahwa: Volume penjualan adalah jumlah barang
dan jasa yang terjual berdasarkan data kuantitatif pada periode tertentu.
Semakin besar penjualan yang dihasilkan perusahaan, maka semakin besar pula laba yang diperoleh perusahaan.
Oleh karena itu, volume penjualan merupakan salah satu hal yang sangat penting yang harus dievaluasi yang
memungkinkan perusahaan agar tidak rugi.
Jadi volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan utama perusahaan dan bukannya untuk
kepentingan volume itu sendiri. Keterangan tersebut dipertegas oleh Basu Swasta (dalam Silviawati, 2010:32) yang
menyatakan bahwa: Hasil kerja dalam penjualan masih diukur terutama dari volume penjualan yang dihasilkan dan
bukan dari laba perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa volume penjualan merupakan hasil total yang didapat
perusahaan dari kegiatan penjualan barang dagangan.
Selanjutnya berdasarkan pendapat Swastha dan Irawan (dalam Silviawati, 2010:33) tersebut dapat diketahui bahwa
pengukuran volume penjualan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.Didasarkan jumlah unit produk yang terjual. Volume penjualan yang diukur berdasarkan unit produk yang terjual,
yaitu jumlah unit penjualan nyata perusahaan dalam suatu periode tertentu.
2.Didasarkan pada nilai produk yang terjual (omzet penjualan). Volume penjualan didasarkan pada nilai produk yang
terjual (omzet penjualan), yaitu jumlah nilai penjualan nyata perusahaan dalam suatu periode tertentu.

2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penjualan


Faktor faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Sutojo (1985: 45- 50) yaitu:
1. Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam perusahaan. Faktor ini menyangkut kebijaksanaan dan keputusan
perusahaan dalam bidang marketing dan faktor lain yang meliputi: kapasitas produk, mutu layanan, modal, jenis
produk baru/ lama, pengurus, dan keanggotaan (tenaga kerja).
2. Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan, yaitu keadaan perekonomian, permintaan konsumen,
persaingan, dan kebijakan pemerintah.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan menurut Ridwan Iskandar (2003), (dalam
http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/91-pengertian-penjualan.pdf)
antara lain:

1.Kualitas barang
Turunnya mutu barang dapat mempengaruhi volume penjualan, jika barang yang diperdagangkan mutunya menurun
dapat menyebabkan pembelinya yang sudah menjadi pelanggan dapat merasakan kecewa sehingga mereka bisa
berpaling kepada barang lain yang mutunya lebih baik.
2.Selera konsumen
Selera konsumen tidaklah tetap dan dapat berubah setiap saat, bilamana selera konsumen terhadap barang-barang
yang kita perjualkan berubah maka volume penjualan akan menurun.
3.Servis konsumen
Servis terhadap pelanggan merupakan faktor penting dalam usaha memperlancar penjualan terhadap usaha dimana
tingkat persaingan semakin tajam. Dengan adanya servis yang baik terhadap para pelanggan sehingga dapat
meningkatkan volume penjualan.
4.Persaingan menurunkan harga jual
Potongan harga dapat diberikan dengan tujuan agar penjualan dan keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan dari
sebelumnya. Potongan harga tersebut dapat diberikan kepada pihak tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.
5.Modal kerja yang memadai
Dengan tersedianya modal kerja yang memadai dapat memperlancar proses produksi yang nantinya akan berdampak
pada peningkatan volume penjualan.
Berkaitan dengan pertumbuhan penjualan, perusahaan harus mempunyai strategi yang tepat agar dapat
memenangkan pasar dengan menarik konsumen agar selalu memilih produknya. Untuk itu faktor faktor yang
mempengaruhi penjualan harus benar -benar diperhatikan. Dengan mengetahui faktor faktor tersebut perusahaan
akan dapat menetapkan kebijaksanaan untuk mengantisipasi kondisi tersebut, sehingga perusahaan dapat menjual
produk dalam jumlah yang besar dan volume penjualan akan meningkat yang mengakibatkan laba perusahaan akan
meningkat pula. Dengan meningkatnya laba perusahaan.

2.1.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Penjualan


Pertumbuhan penjualan dapat diartikan sebagai perubahan penjualan per tahun. Pertumbuhan penjualan suatu
produk sangat tergantung dari daur hidup produk. Menurut Kotler dan Amstrong (1997: 327) ada empat tahap daur
hidup produk yang mempengaruhi pertumbuhan penjualan, yaitu:
1.Tahap Introduksi
Tahap ini mulai ketika produk baru pertama kali diluncurkan. Hal ini membutuhkan waktu, dan pertumbuhan
penjualan cenderung lambat. Dalam tahap ini kalau dibandingkan dengan tahap tahap yang lain, perusahaan
masih merugi atau berlaba kecil karena penjualan yang lambat dan biaya distribusi serta promosi yang tinggi.

2. Tahap Pertumbuhan
Pada tahap ini pertumbuhan penjualan meningkat dengan cepat, laba meningkat, karena biaya promosi dibagi
volume penjualan yang tinggi, dan juga karena biaya produksi per unit turun.
3. Tahap Menjadi Dewasa
Tahap dewasa ini berlangsung lebih lama daripada tahap sebelumnya dan memberikan tantangan kuat bagi
manajemen pemasaran. Penurunan pertumbuhan penjualan menyebabkan banyak produsen mempunyai banyak
produk untuk dijual.
4. Tahap Penurunan
Penjualan menurun karena berbagai alasan, termasuk kemajuan teknologi, selera konsumen berubah, dan
meningkatnya persaingan ketika penjualan dan laba menurun, beberapa perusahaan mundur dari pasar. Perusahaan
yang masih bertahan dapat mengurangi macam produk yang ditawarkannya.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2009:303) empat tahap yang memenuhi pertumbuhan penjualan adalah
sebagai berikut:
1.Pengenalan. Periode pertumbuhan penjualan lambat ketika produk diperkenalkan di pasar. Tidak ada laba karena
pengeluaran yang besar untuk pengenalan produk.
2.Pertumbuhan. Periode penerimaan pasar yang cepat dan peningkatan laba yang substansial.
3.Kedewasaan. Penurunan pertumbuhan penjualan karena produk telah diterima oleh sebagian besar pembeli
potensial. Laba stabil atau turun karena persaingan meningkat.
4.Penurunan. Penjualan memperlihatkan penurunan dan laba terkikis.
Menurut Mohamad Abdul Azis (2005), (dalam httpdigilib.unnes.ac.idgsdlcollectskripsiarchivesHASH0127.dirdoc.pdf)
pertumbuhan penjualan dihitung dengan cara menyelisihkan antara total penjualan tahun n dan tahun (n 1)
dengan total penjualan tahun ke (n 1).

2.1.2.6 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Tingkat Pertumbuhan Penjualan


Biaya kualitas timbul untuk mencegah terjadinya kualitas yang rendah atau biaya yang keluar karena terjadinya
kualitas produk yang rendah atau rusak. Biaya kualitas terdiri dari biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya
kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana 2000 : 36 ). Pada umumnya
dengan naiknya biaya pencegahan, biaya kualitas lainnya akan menurun, dikarenakan biaya pencegahan merupakan
biaya yang paling besar dikeluarkan guna menghasilkan produk yang berkualitas, dengan dihasilkan produk yang
berkualitas maka akan meminimumkan pengeluaran biaya yang berkaitan dengan kegagalan produk baik internal
maupun eksternal. Sehingga cara terbaik bagi perusahaan dalam mengeluarkan biaya yang berkaitan dengan
kualitas dengan cara menginvestasikan ke dalam tindakan-tindakan pencegahan. Biasanya biaya pencegahan
merupakan biaya kebijakan dan sebagian besar merupakan biaya yang efektif untuk memperbaiki kualitas. (Blocher
et., al, 2000 : 221).
Dengan melakukan pencegahan yang baik terhadap kualitas yang buruk, diharapkan permasalahan yang berkaitan
dengan kualitas dapat berkurang, sehingga semakin sedikit penilaian yang dibutuhkan karena produk dibuat dengan
baik pada saat akan dilakukannya atau saat proses produksi berlangsung. Berkurangnya produk cacat yang
diproduksi dapat menurunkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal seperti menurunkan
pengembalian produk, perbaikan dan pengerjaan kembali yang pada akhirnya biaya kualitas pun dapat mengalami
penurunan. (Blocher et., al, 2000 : 223).
Melalui penerapan biaya kualitas yang tepat, maka akan terjadi pencapaian kualitas karena produk yang diciptakan
memenuhi permintaan konsumen, sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan dan dengan kualitas yang tinggi pula
menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan dan pengerjaan kembali produk cacat. Untuk itu
akan terjadi penghematan pada biaya produksi. (Blocher, et.al., 2000 : 36)
Pertumbuhan penjualan suatu produk dari perusahaan tergantung dari daur hidup produk. Jika pertumbuhan
penjualan per tahun meningkat, maka laba yang diperoleh perusahaan akan meningkat. Kondisi tersebut apa bila
perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasarnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Fandy Tjipto & Anastasia
Diana (2001 : 10) mengemukakan bahwa dengan meningkatkan perbaikan kualitas secara terus menerus maka
perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute:
1). Rute Pasar, perusahaan dapat memperbaiki posisi bersaingnya sehingga pangsa pasarnya semakin besar,
2) Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui perbaikan kualitas.

Dengan demikian biaya kualitas yang akan dikeluarkan perusahaan akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan
penjualan perusahaan, karena jika kualitas produknya baik maka perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasar
yang tentunya akan meningkatkan penjualan tersebut.

2.2Kerangka Pemikiran
Kualitas merupakan hal utama yang menyangkut suatu produk, baik barang atau jasa. Sejauh mana suatu produk
dapat memberikan kebutuhan kepada konsumen yang di ukur dengan kualitasnya. Masalah kualitas muncul ketika
konsumen atau pemakai tidak mendapatkan fungsi dan kegunaan sebagai kebutuhan dalam produk yang dihasilkan.
Perusahaan menyadari strategi yang dipicu dalam peningkatan kualitas dapat meningkatkan pangsa pasar yang
signifikan, meningkatkan penjualan, dan kemakmuran jangka panjang.
Oleh karena itu setiap perusahaan dalam memproduksi suatu produk haruslah memperhatikan kualitasnya sesuai
dengan kebutuhan konsumen dan dilaksanakan secara efisien. Dimana kualitas produk dan jasa adalah masalah yang
berkaitan dengan atribut produk yang perlu diperbaiki atau bagaimana dengan menyingkirkan yang atributnya
menyimpang dari atribut yang diinginkan dari produk yang baik yang atributnya memenuhi syarat. (Mulyadi, 2000 :
44).
Sedangkan Hansen & Mowen (2000 : 6) yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan, mengemukakan bahwa:
Kualitas produk dan jasa adalah sesuatu yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Dengan demikian kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan suatu produk, produk berkualitas adalah produk yang
dapat mempengaruhi harapan pelanggan.
Menurut Sulastri Ningsih dan Zulkifli (1997 : 65 ) suatu produk dikatakan memiliki kualitas apabila memenuhi dua
kriteria berikut yaitu:
(1) Kualitas Desain (design quality) merupakan fungsi spesifikasi produk, kualitas desain mengukur sejauh mana
karakteristik atau jasa dapat memenuhi keinginan kebutuhan konsumen,
(2) Kualitas Kesesuaian (conformance quality) merupakan ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi
persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.

Kualitas selalu berfokus kepada pelanggan artinya suatu produk akan dikatakan berkualitas apabila produk tersebut
sesuai dengan harapan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik dan diproduksi dengan cara yang baik pula atau
sesuai denga spesifikasinya.
Peningkatan kualitas merupakan suatu hal yang penting bagi suatu perusahaan, karena dengan adanya kemampuan
perusahaan memberikan produk yang berkualitas dan dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang membeli
produknya, maka akan berpengaruh kepada peningkatan penjualan yang akan mendatangkan pendapatan pada
perusahaan sehingga perusahaan akan mencapai keuntungan yang maksimal.
Manajemen mempunyai kewajiban yaitu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Salah satunya
tentang mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Untuk itu manajemen perlu memahami tentang biaya kualitas
yang peranannya sebagai penunjang dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Dimana biaya kualitas itu sendiri
adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk cacat
dengan opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas. (Blocher,
et., al, 2000 : 220)
Dengan demikian biaya kualitas tidak hanya meliputi biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan
pengendalian atas produk yang dihasilkan. Akan tetapi termasuk juga biaya yang timbul karena terjadinya produk-
produk yang gagal memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Biaya pencegahan dan biaya penilaian termasuk
biaya pengendalian kualitas, sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal termasuk kepada
biaya kegagalan produk dalam memenuhi spesifikasinya.
Dari dua kegiatan yang terkait dengan mutu Blocher. et, al., yang di terjemahkan oleh A. Susty Ambarriani (2000 :
220) biaya kualitas dibagi dalam empat komponen yaitu: (1) Biaya pencegahan, (2) Biaya penilaian, (3) Biaya
kegagalan internal, (4) Biaya kegagalan eksternal.
Biaya pencegahan biasanya biaya yang paling mudah dikendalikan oleh manajemen di antara empat komponen biaya
kualitas. Biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal merupakan biaya kualitas yang termahal, khususnya
biaya kegagalan eksternal karena hilangnya pangsa pasar atau penjualan yang hilang karena produk yang tidak
memuaskan. Pencegahan yang lebih baik terhadap kualitas yang buruk, akan menurunkan semua biaya kualitas.
Semakin sedikit biaya yang berkaitan dengan kualitas, maka semakin sedikit penilaian yang dibutuhkan karena
produk dibuat dengan baik pada saat produksi dilakukan. Semakin sedikit unit yang cacat juga menurunkan biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal seperti perbaikan, pengerjaan kembali dan menurunkan
pengembalian produk.
Dengan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pencegahan, perusahaan semakin sedikit mengeluarkan biaya
yang berkaitan dengan biaya kegagalan internal dan eksternal. Penghematannya sendiri bisa menjadi lebih besar
sekali, pada akhirnya terjadi penurunan yang sangat besar dalam biaya kualitas dan kualitas produk akan meningkat.
(Blocher. et, al., 2000 : 223).
Untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas memang memerlukan biaya yang tidak sedikit terutama biaya
pencegahan, karena biaya kualitas ini memang cukup mahal, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan dengan kerugian
yang timbul karena rendahnya kualitas produk. Dengan dihasilkan produk yang berkualitas, maka perusahaan dapat
bersaing dengan perusahaan lainnya dan tentunya dengan harga yang kompetitif.
Menurut M. Tribus (1999 : 69) untuk dapat mengikuti persaingan global bisnis, perusahaan harus mempunyai
kemampuan sebagai berikut :
(1) Mengerti apa yang diinginkan konsumen dan berusaha untuk memenuhinya pada tingkat biaya yang lebih
rendah,
(2) Menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen dengan kualitas yang tinggi dan reabilitas yang
konsisten,
(3) Senantiasa mengikuti pengembangan teknologi, politik dan sosial yang terjadi dilingkungan perusahaan,
(4) Dapat memprediksikan apa yang diinginkan konsumen bahkan sampai dekade sepuluh tahun mendatang.

Dengan adanya teknik pengendalian biaya kualitas tersebut maka akan mempermudah perusahaan dalam
menentukan besarnya kerugian yang diderita oleh perusahaan apabila terdapat produk yang dihasilkan menyimpang
dari nilai targetnya. Tentu saja hal ini membutuhkan komitmen perusahaan dalam menerapkan quality control
sehingga dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan.
Indikator-indikator biaya kualitas di atas merupakan suatu bentuk pengorbanan biaya yang difokuskan pada
peningkatan kualitas untuk meningkatkan penjualan, karena agar tercapainya tujuan perusahaan yakni memperoleh
laba, perusahaan mengandalkan kegiatan dalam bentuk penjualan, karena penjualan merupakan sumber hidup suatu
perusahaan, dengan terjadinya transaksi penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang
diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasilkan. Dengan
demikian, semakin meningkatnya penjualan semakin besar pula laba yang diperoleh perusahaan dan semakin
meningkatnya kualitas suatu produk yang sesuai dengan keinginan konsumen maka secara tidak langsung akan
meningkatkan penjualan.
Setiap perusahaan pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin memperoleh keuntungan yang semakin
meningkat dan menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut perusahaan
mengandalkan kegiatannya dalam bentuk penjualan. Semakin besar voleme penjualan maka semakin meningkatnya
keuntungan yang didapatkan perusahaan.
Menurut Joel G. Siegel dan joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh. Kurdi (dalam
http://www.scribd.com/doc/11319639/Pengertian-Penjualan), Penjualan adalah penerimaan yang diperoleh dari
pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan.
Pertimbangan ini dapat dalam bentuk tunai harta peralatan kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada
saat penjualan, karena pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui.
Volume penjualan dapat dijabarkan sebagai umpan balik dari kegiatan pemasaran yang dilaksanakan oleh
perusahaan. Adapun pengertian volume penjualan adalah merupakan jumlah total yang dihasilkan dari kegiatan
penjualan barang dagangan (Freddy Rangkuti, 2009:204).
Volume penjualan yaitu jumlah nilai penjualan nyata perusahaan dalam suatu periode tertentu. Volume penjualan
tersebut didasarkan pada nilai produk yang terjual / omzet penjualan Swastha dan Irawan, (dalam Silviawati, 2010).
Atau juga volume penjualan merupakan jumlah barang dan jasa yang terjual berdasarkan data kuantitatif pada
periode tertentu (Fandi Tjiptono, 1995:254).
Pengukuran volume penjualan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran produk berdasarkan unit produk
yang terjual dan didasarkan pada nilai produk yang terjual (omzet penjualan). Dalam penelitian ini pengukuran
volume penjualan didasarkan pada nilai produk yang terjual (omzet penjualan).
Pertumbuhan penjualan dapat diartikan sebagai perubahan penjualan per tahun. Pertumbuhan penjualan suatu
produk sangat tergantung dari daur hidup produk. Menurut Kotler dan Amstrong (1997: 327) ada empat tahap daur
hidup produk yang mempengaruhi pertumbuhan penjualan, yaitu: 1) Tahap Introduksi, 2) Tahap Pertumbuhan, 3)
Tahap Menjadi Dewasa, 4) Tahap Penurunan.
Penjualan menurun karena berbagai alasan, termasuk kemajuan teknologi, selera konsumen berubah, dan
meningkatnya persaingan ketika penjualan dan laba menurun, beberapa perusahaan mundur dari pasar. Perusahaan
yang masih bertahan dapat mengurangi macam produk yang ditawarkannya. .
Biaya kualitas bertujuan dimana pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan bergerak kearah yang positif
dengan indikasi dimana produk yang dihasilkan adalah produk yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan konsumen dan kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Karena dengan dihasilkannya kualitas produk yang
sesuai dengan keinginan pelanggan atau konsumen, secara tidak langsung akan membuat konsemen atau pelanggan
tersebut merasa puas, karena manfaat yang diberikan produk tersebut sesuai dengan keinginan pelanggan atau
konsumen. Dengan dihasilkannya produk yang berkualitas yang sesuai dengan spesifikasi standar yang telah
ditentukan perusahaan yang sesuai dengan keinginan konsume, yang nantenya akan berdampak pada peningkatan
volume penjualan. Apabila produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan
maka dipastikan selain akan mengeluatkan biaya untuk melakukan perbaikan terhadap kualitas produk tersebut,
secara perlahan pelanggan akan melirik pada produk lain yang dapat memberikan manfaat dan kepuasan. Maka
pangsa pasar akan menurun yang berakibat pada penurunan volume penjualan dan hal ini akan dapat merugikan
perusahaan.
Dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus maka :1) perusahaan dapat memperbaiki posisi
persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar, 2) Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari
kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. (Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2001: 10). Dengan demikian
diharapkan perusahaan akan dapat meningkatkan penjualan, yang mencerminkan pencapaian tujuan perusahaan
untuk menghasilkan laba yang besar.
Dari grand theory tersebut dibuat paradigma penelitian sebagai berikut :

2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2002:51) mengemukakan bahwa: Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
Bahwa Biaya Kualitas Berpengaruh Signifikan terhadap Tingkat Pertumbuhan Penjualan.

Diferensiasi Produk

By Anto Senjaya - Nge2s

2.1.2 Diferensiasi Produk

2.1.2.1 Pengertian Diferensiasi Produk

Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan dalam memenangkan persaingan


dipasar melalui diferensiasi produk dengan menetapkan perbedaan yang berati pada
suatu produk yang ditawarkan dengan produk pesaing sehingga dapat dipresepsikan
mempunyai nilai tambah oleh konsumen.

Menurut Richard Makadok dan David Gaddis Ross (2009 : 1), mengatakan
bahwa firm in competititon would seem to underinvesting in horizontal differentiation and
overinvesting in vertical differentiation, even each firm may be following the strstegy that
maximizes its own profit Artinya perusahaan yang sedang berkompetisi
akan underinvesting dalam horizontal diferensiasi dan overincenting dalam vertical
diferensiasi walaupun stiap perusahaan mengikuti sstrategi untuk memaksimalkan
keuntungannya.

Menurut Keith Brouhle dan Madhu Khanna (2007 : 377), mengatakan


bahwa information provision programs enable consumer to differentiate among product
and to express their preferences for product attributes in the market through their
comsumption choice Artinya informasi dapat memberikan konsumen untuk
membedakan produk dan menentukan pemilhan yang tepat untuk atribut produk dipasar.

Menurut Bart J Bronnerberg (2007 : 81), mengatakan bahwa horizontal product


differentiation increase the incentive for the seller of high quality to maintain high
quality Artinya diferensiasi produk horizontal meningkatkan pertumbuhan penjualan
dalam kualitas tinggi untuk mendapatkan kualitas yang bagus.

Menurut Kotler (2007 : 385), mengatakan bahwa diferensiasi produk adalah :

Salah satu strategi perusahaan untuk membedakan produknya terhadap

produk pesaing.

Menurut Hermawan Kertajaya (2004 : 148), mengatakan bahwa diferensiasi produk


adalah :

merancang seperangkat perbedaan dalam hal konten, konteks dan infrastruktur.

Menurut Ted Levitt yang dikutip oleh Jack Trout dan diterjemahkan oleh Alvira ( 2001 :
26 ), mengatakan bahwa diferensiasi produk adalah :

Satu dari strategi dan aktivitas taktis yang paling penting dan harus sering dilakukan
secara terus menerus oleh perusahaan .

Menurut Michael Porter yang diterjemahkan oleh Binarupa Aksara ( 1998 : 15 ),


mengatakan bahwa :
Dalam melaksanakan strategi diferensiasi produk, perusahaan harus memilih atribut
yang berbeda dengan atribut pesaing yang memang dipandang penting oleh banyak
konsumen.

Menurut Dickson & Ginter yang diterjemahkan oleh Lina Salim ( 1996 : 15 ),
mengatakan bahwa diferensiasi produk adalah :

Pandangan ( persepsi ) pembeli mengenai produk yang ditawarkan perusahaan


dibandingkan dengan karakteristik produk fisik maupun nonfisik pesaing termasuk
harga.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan secara
keseluruhan mengenai definisi diferensiasi produk. Diferensiasi produk adalah suatu
strategi perusahaan untuk membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing
mengenai atribut produk termasuk harga yang dipandang penting oleh banyak
konsumen.

Menurut German Coloma (2008 : 6) terdapat dua strategi diferensiasi produk untuk
memaksimumkan laba yaitu :

1. Diferensiasi Horizontal

Memiliki eksternalitas yang menguntungkan positif terhadap pesaing

2. Diferensiasi Vertikal

Memiliki ekternalitas negative yang merugikan pesaingnya.

Menurut Peter Dumonic dan Daniel T Knowles (2007 : 7), ada dua faktor penentu
keberhasilan diferensiasi produk yaitu :

1. Komplek

Dalam suatu produk menjelaskan bahwa produk itu selalu lebih baik dan dapat
membedakan bagaimana produk tersebut berbeda dengan produk pesaing.
2. Relevan

Dilihat dari hal apa konsumen menganggap suatu produk itu relevan.

2.1.2.2 Variabel Diferensiasi Produk

Dalam menawarkan produk kepasar, perusahaan perlu memberikan perbedaan yang


berarti dibandingkan dengan produk pesaing. Dengan demikian, konsumen akan dapat
mengenali produk perusahaan diantara produk sejenis yang ada dipasaran serta
sebagai daya tarik bagi konsumen.

Menurut Kotler ( 2007 : 385 ) suatu produk dapat dideferensiasi melalui sembilan cara
yaitu :

1. Bentuk (Form)

Digunakan untuk melakukan diferensiasi produk berdasarkan ukuran, model atau


struktur fisik produk.

2. Fitur (Feature)

Merupakan alat persaingan yang digunakan untuk membedakan satu produk


dengan produk lainnya karena fitur dipakai untuk melengkapi fungsi dasar dari
suatu produk.

3. Mutu Kinerja (Performance Quality)

Merupakan tingkat berlakunya karakteristik dasar produk. Sebagian besar produk


dibangun berdasarkan dari salah satu level kinerja, yaitu : rendah, rata-rata,
tinggi, dan unggul dimana perusahaan menyesuaikan level kinerja dengan pasar
sasaran dan pesainnya.

4. Mutu Kesesuaian (Conformance Quality)

Merupakan tingkat kesesuaian dan pemenuhan semua unit yang diproduksi


terhadap spesifikasi yang dijanjikan. Produk didesain dan dioperasikan
berdasarkan karakteristik yang mendekati standar produk untuk memenuhi
spesifikasi yang diminta.

5. Daya Tahan (Durability)

Merupakan suatu ketahanan pada suatu produk atau suatu ukuran usia operasi
produk yang diharapkan dalam kondisi normal atau berat yang merupakan atribut
berharga untuk suatu produk tertentu.

6. Keandalan (Reability)

Merupakan ukuran kemungkinan bahwa suatu produk tidak akan rusak atau
gagal pada periode tertentu dan sifat nya tidak terlihat. Suatu produk dikatakan
baik akan memiliki keandalan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lama.

7. Mudah diperbaiki (Repairibility)

Merupakan ukuran kemudahan untuk memperbaiki produk ketika produk itu


rusak yang ukurannya dapat dilihat melalui nilai dan waktu yang dipakai.

8. Gaya (Style)

Menggambarkan penampilan dan perasaan yang ditimbulkan oleh produk


tersebut bagi konsumen dan menciptakan kekhasan yang sulit ditiru.

9. Desain (Design)

Merupakan suatu kualitas produk yang diukur berdasarkan rancang bangun


produk dan keseluruhan fitur yang memberikan efek bagaimana produk tersebut
terlihat, dirasakan, dan fungsi produknya.

Sedangkan menurut Gary Armstrong ( 2001 : 389 ), produk dapat dideferensiasi melalui
beberapa cara yaitu :

1. Fitur
Merupakan keunggulan untuk melengkapi fungsi dasar dari suatu produk yang biasanya
diciptakan agar dapat membedakan suatu produk dengan produk lain.

2. Kinerja

Suatu karakteristik produk yang dibangun untuk menyesuaikan dengan keinginan pasar.

3. Gaya dan Desain

Totalitas fitur yang mempengaruhi dan menggambarkan penampilan, perasaan dan


fungsi terhadap suatu produk.

4. Konsistensi

Suatu kinerja produk yang ditawarkan oleh perusahaan sama dengan yang dirasakan
oleh konsumen setelah memakai produk tersebut.

5. Keawetan

Suatu ukuran usia operasi suatu produk yang diharapkan dalam kondisi normal atau
berat dan merupakan atribut yang berharga untuk suatu produk tertentu.

6. Keterandalan

Ukuran profitabilitas suatu produk terhadap kerusakan atau kegagalan dalam suatu
periode waktu tertentu.

7. Kemampuan diperbaiki

Kemudahan perbaikan suatu produk ketika produk tersebut mengalami kerusakan atau
kegagalan.

2.1.2.3 Jenis Industri Berdasarkan Peluang Diferensiasi


Jumlah peluang diferensiasi berbeda-beda untuk tiap jenis industri. Menurut Kotler ( 2007 )
jenis-jenis industry dibedakan berdasarkan jumlah dan besarnya keunggulan bersaing yang
tersedia, yaitu :

1. Industri Volume

Industri yang didalamnya perusahaannya hanya dapat memperoleh sedikit keunggulan


bersaing tetapi berukuran cukup besar. Profitabilitas berkorelasi dengan ukuran
perusahaan dan pangsa pasar.

2. Industri Langkah Mati

Industri yang didalamnya hanya terdapat sedikit potensi keunggulan bersaing dan
masing-masingpotensinya berukuran kecil. Profitabilitasnya tidak berkaitan dengan
pangsa pasar perusahaan.

3. Industri Terfragmentasi

Industri dimana perusahaan didalamnya memiliki banyak peluang untuk diferensiasi


tetapi peluang keunggulan bersaingnya kecil. Profitabilitasnya tidak berkaitan dengan
ukuran perusahaan.

4. Industri Terspesialisasi

Industri dimana diperusahaan didalamnya memiliki banyak peluang diferensiasi dan tiap-
tiap diferensiasi dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.

2.1.3 Citra Perusahaan

2.1.3.1 Pengertian Citra Perusahaan

Suatu citra bisa sangat kaya makna tau sederhana saja, citra dapat berjalan stabil dari
waktu ke waktu atau sebaliknya bisa berubah dinamis karena diperkaya oleh jutaan
pengalaman dan berbagai jalan pikiran asosiatif.. Setiap orang bisa melihat citra suatu objek
berbeda-beda, tergantung pada persepsi yang ada pada dirinya mengenai objek tersebut
atau sebaliknya citra bisa diterima realatif sama pada setiap konsumen.

Menurut Henry Assael (2003:162), definisi citra adalah :

The total perception of the subject that is formed by processing information from various
source overtime. Artinya persepsi yang penuh dari subjek yang terbentuk dengan
memproses informasi dari berbagai bentuk sumber.

Menurut Jefkins (2005:114), citra adalah :

Kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang


fakta-fakta dan kenyataan.

Menurut Kurtzdan Clow (2004:24), mendefinikan citra adalah :

The overall or global opinion customers have on a firm or organization. Artinya


keseluruhan atau opini global pelanggan pada perusahaan atau organisasi.

Menurut Kotler dan Keller (2009:288-289), mendefinisikan citra adalah :

Seperangkat keyakinan, gagasan dan kesan yang dimiliki seseorang berkaitan dengan
suatu objek tertentu.

Berdasarkan defini-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa citra perusahaan adalah


pendapat seseorang tentang perusahaan berdasarkan keyakinan dan pengetahuan dengan
memproses informasi dari berbagai bentuk informasi.

2.1.3.2 Manfaat Citra Perusahaan

Menurut Smith and Taylor (2006:667), menyebutkan bahwa manfaat citra perusahaan yang
baik yaitu :

Meningkatkan penjualan. Pelanggan akan lebih memilih prosuk atau service dari
perusahaan yang dikenal baik dengan reputasinya dibandingkan perusahaan yang
memiliki reputasi buruk.
Mendorong terciptanya pengembangan produk. Perusahaan yang memiliki citra baik
memiliki sedikit keuntungan untuk meluncurkan dan memperkenal produk baru karena
konsumen telah memiliki kepercayaan kepada perusahaan.

Meningkatkan kekuatan keuangan perusahaan. Identitas perusahaan yang


dikomunikasikan dengan baik akan menciptakan citra perusahaan yang baik sehingga
cenderung meningkatkan dukungan finansial dari beberapa stakeholders perusahaan.

Menciptakan hubungan harmonis diantara karyawan. Semakin baik identitas perusahaan


dikomunikasikan kepada karyawan maka semakin baik pemahaman karyawan mengenai
identitas perusahaan.

Membantu mendapatkan calon karyawan yang berkualitas untuk bekerja diperusahaan


sehingga diperoleh karyawan yang loyal, giat bekerja dan termotivasi untuk memajukan
perusahaan.

2.1.3.3 Proses dan Faktor Pembentukan Citra

Menurut Hawkins, Best and Coney (2007:282), menjelaskan bahwa proses


pembentukan persepsi konsumen akan sebuah citra terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Exposure (Penangkapan Informasi)

Terjadi saat suatu rangsangan mencapai daerah syaraf penerimaan indera


konsumen (Sensory Receptor).

2. Attention (Perhatian)

Terjadi saat rangsangan menggetarkan syaraf indera dan menimbulkan respon


langsung atau sensasi pada otak (Sensation).

3. Interpretation (Pemahaman)

Terjadi saat rangsangan terbentuk dibenak konsumen sehingga tercipta nya


persepsi ilmiah.
4. Memory (Ingatan)

Persepsi yang terbentuk akan tersimpan dalam ingatan konsumen. Proses


pembentukan dan penyimpanan persepsi ke dalam ingatan terjadi hampir secara
bersamaan dan bersifat interaktif.

Menurut Hawkin, Best and Coney (2007:297-300), menjelaskan bahwa terdapat


tiga faktor dalam pembentukan citra, yaitu :

1. Faktor Individual

Kecenderungan-kecenderungan yang ada dalam diri individual. Individu bukanlah


yangs secara pasif menerima pesan-pesan pemasaran tapi secara aktif juga
membentuk pengertian sendiri berdasarkan kebutuhan, keinginan, ekspektasi dan
pengalaman mereka.

2. Faktor Stimuli

Merupakan struktur dasar yang direspon oleh individu. Pengemasan, produk, iklan
atau presentasi penjualan membawa pengaruh yang besar pada proses mental yang
diaktifkan dan pada pengertian terakhir yang disertakan pada pesasn.

3. Faktor Situasi

Situasi yang ada pada saat mengetahui, memperhatikan, memahami kegiatan


berbagai karakteristik yang dapat memenuhi interprestasi dan kemudian membentuk
persepsi.

2.1.3.4 Teknik Penyampaian Citra

Agar tujuan citra dapat disampaikan oleh perusahaan tidak menyimpang dari sasaran tujuan
awalnya, perlu beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konsumen. Menurut Siswanto Sutojo
(2004:63), hal tersebut yaitu :
1. Berfokus pada satu atau dua kelebihan (Narrowfocus)
2. Berciri khas (Unique)
3. Mengena (Appropriate)
4. Mendahului persepsi negatif segmen sasran (Foresight)
5. Berkesinambungan dan realistis (Continuity and Realistic)

2.1.4 Citra Merek

2.1.4.1 Pengertian Citra Merek

Citra merupakan salah satu yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan


dalam kegiatan bisnis dan pemasaran produknya karena citra memberi pengaruh pada
kecenderungan perilaku konsumen.

Menurut Duncan (2002 : 43), pengertian citra merek adalah :

a brand image is an impression created by brand message and experiences and


assimilated into a perception through information processing. Artinya Citra merek adalah
kesan yang tercipta dari pesan merek dan pengalaman yang mempengaruhi persepsi dalam
proses pencarian informasi.

Menurut Tjiptono (2005 : 10), mengemukakan bahwa : Merek sebagai citra merupakan
serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil
pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.

Menurut Suyanto (2007 : 80), menjelaskan bahwa : Citra Merek adalah jenis asosiasi yang
muncul dibenak konsumen ketika mengingat merek tertentu. Asosiasi ini dapat dikonsepkan
berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan dan keunikan.

Menurut Hawkins, Motherbaugh, & Best (2007 : 346), menjelaskan bahwa : brand image
refers to the schematic memory of the brand. It contains the target markets interpretation of
the product attributes, benefit, usage, situations, users and manufacture characteristics.
Artinya citra merek menunjukan ingatan skematik suatu merek. Citra merek mengandung
interpretasi pasar sasaran mengenai atribut produk, manfaat, kegunaan, situasi, pengguna,
dan karakteristik produsen.

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Citra Merek adalah serangkaian
asosiasi yang dipersepsikan konsumen yang tercipta dari pesan merek dan pengalaman
lansung maupun tidak langsung.

2.1.4.2 Tolak Ukur Citra Merek

Menurut Aaker (1996 : 196), menyebutkan bahwa terdapat factor-faktor yang

menjadi tolak ukur suatu citra merek, yaitu :

1. Product Atributes

Sebuah merek dapat memunculkan sejumlah atribut produk tertentu dalam benak
konsumen yang mengingatkan pada karakteristik suatu merek tertentu.

2. Consumen Benefits

Suatu merek harus bisa memberikan nilai tersendiri bagi konsistennya yang akan dilihat
oleh konsumen sebagai benefit yang diperoleh ketika konsumen membeli atau
mengkonsumsi suatu produk.

3. Brand Personality

Suatu perangkat karakter personal yang akan diasosiasikan oleh konsumen terhadap
suatu merek.

4. User Imagery

Serangkain karakteristik konsumen yang diasosiasikan dengan ciri-ciri tipikal konsumen


yang menggunakan atau mengkonsumsi suatu merek.

5. Organizational Associations
Konsumen seringkali menghubungkan produk yang dibelinya dengan kredibilitas
perusahaan yang membuatnya yang nantinya akan mempengaruhi persepsi terhadap
suatu merek.

6. Brand Customer Relationship

Suatu merek yang dapat memciptakan hubungan dengan konsumennya melalui


pengalaman ataupun hal-hal yg telah dirasakan oleh konsumen tersebut.

2.1.4.3 Faktor Citra Merek

Menurut Gronroos yang diterjemahkan oleh Siswanto Sutojo (2004 : 326), citra
diungkapkan oleh konsumen dalam bentuk :

1. Reputation

Merupakan status yang dibentuk oleh produsen terhadap produk dengan cara
meningkatkan kualitas keseluruhan produk itu sendiri dimana status ini muncul saat
konsumen sudah merasakan manfaat atau fungsi produk itu sendiri.

2. Recognition

Kesadaran yang menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen yang


dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori merek yang biasanya mempunyai
peranan penting dalam ekuitas merek.

3. Affinity

Hubungan emosional yang terjadi antara brand perusahaan dengan konsumen. Ketika
konsumen terikat secara emosional terhadap suatu merek tertentu maka konsumen
akan cenderung membeli berbagai macam produk dari merek yang sama.

4. Brand Loyalty

Seberapa jauh kesetiaan konsumen menggunakan produk atau jasa dengan merek yang
sama.
2.2 Kajian Studi Sebelumnya

Bart J. Bronnenberg (2007) dalam artikelnya Brand Competition In CPG Industries:


Sustaining Large Local Advantages With Little Diferentiation, menjelaskan merek nasional
yang terkemuka menjual objektif yang sama (produk), urutan dan investasi dalam kualitas yang
dirasakan sama dengan produk local. Strategi peluncuran produk dan awal perbedaan dalam
hal kualitas yang dirasakan terutama dalam diferensiasi dianggap penting dalam industri CPG
dimana argumen terkait konsumen pangsa pasar asimetris sering relatif lemah. Jika barang
yang sama, kondisi pasar awal bertahan sedangkan jika produk dibedakan, kondisi awal pasar
ini tidak akan berkelanjutan. Tujuan penelitian artikel ini untuk mencari relasi antara berbagai
tingkat dan keseimbangan suatu produk dari keuntungan saham local melalui kualitas posisi
asimetris dan merek secara secara objektif yang serupa ataupun merek posisi asimetris yang
terjadi dengan merek berbeda. Asimestris lokal dapat muncul dengan sedikit atau tanpa tujuan
diferensiasi produk dan dapat dipertahankan dalam kondisi umum dalam industri CPG.

Keith Brouhle dan Madu Khanna (2007) dalam artikelnya Information And The Provision
Of Quality Differentiated Products, menjelaskan bahwa peningkatan pengetahuan konsumen
tentang kualitas produk akan memungkinkan pengiriman lebih baik kualitas preferensi
konsumen untuk perusahaan dan memberikan insentif bagi perusahaan dalam memberikan
tingkat kualitas produk yang lebih tinggi. Jika penyediaan informasi menghasilkan kualitas
produk yang lebih tinggi yang ditawarkan oleh perusahaan akan memberikan efek penyediaan
informasi kesejahteraan sosial ambigous dimana hasil ini kan muncul karena penyediaan
informasi memungkinkan perusahaan terlibat dalam diferensiasi produk yang berlebihan.
Tujuan penelitian artikel ini untuk mengetahui tingkat kesadaran diantara konsumen untuk
mendorong perusahaan dalam menciptakan produk yang berkualitas baik dan pengaruh
penurunan kesejahteraan sosial sebagai hasil dari penyediaan informasi yang banyak dalam
diferensiasi produk.

German Coloma (2008) dalam artikelnya Bertrand And Price-Talking Equilibria In Market
With Product Differentiation, menjelaskan bahwa ada dua jenis strategi literatur tentang
diferensiasi, yaitu diferensiasi horizontal dan diferensiasi vertikal yang memberika efek interaksi
berlawanan dengan kepemimpinan biaya rendah, sinergis untuk vertikal dan counter sinergis
untuk horizontal. Diferensiasi horizontal memiliki eksternalitas yang menguntungkan positive
terhadap saingannya sedangkan diferensiasi vertikal memiliki eksternalitas negatif yang
merugikan pesaingnya. Jika dilihat dari sudut pandang kinerja industri secara keseluruhan,
perusahaan yang sedang bersaing akan underinvesting dalam diferensiasi horizontal dan
overinvesting dalam diferensiasi vertikal meskipun masing-masing perusahaan dapat mengikuti
yang memaksimumkan laba. Tujuan dari penelitian artikel ini untuk menentukan strategi
diferensiasi yang lebih baik dengan strategi kepemimpina biaya rendah dengan
mengembangkan model formal dalam penerapan perspektif.

Peter Dumonic dan Daniel T. Knowles (2007) dalam artikelnya Market Analysis Marketing
Masterclass, Product Diffrentiation For Competitive Advantage, menjelaskan bahwa faktor
penentu keberhasilan diferensiasi produk menggunakan panduan praktis yaitu faktor komplek
dan faktor relevan. Faktor komplek dalam suatu prduk menjelaskan produk itu selalu lebih baik
dan produk yang komplek dapat membedakan bagaimana produk tersebut berbeda dengan
produk pesaing, sedangkan faktor relevan dilihat dari kontek apa pelanggan dan enduser
menganggap suatu prduk itu relevan. Menyeimbangkan pembedaan produk potensial terhadap
sikap dan keyakinan konsumen yang kebutuhannya belum terpenuhi karena produk akan gagal
jika perbedaannya tidak relevan dengan kebutuhan pelanggan yang tidak terpenuhi, oleh
karena itu diferensiasi produk dengan menggunakan faktor tersebut dapat menciptakan
keunggulan bersaing. Tujuan penelitian artikel ini untuk mengetahui berbagai pertanyaan dan
faktor penentu keberhasilan yang ditawarkan sebagai panduanpraktis dalam membantu
pencarian produk yang tepat dan berkelanjutan yang digerakan diferensiator dalam
meningkatkan keunggulan bersaing.

Richard Makadok dan David Gaddis Ross (2009) dalam artikelnya The Strategic Logic Of
Product Differntiation, menjelaskan bahwa pasar produk yang homogen dengan beberapa
keseimbangan bertrand menjadi pasar dengan satu keseimbangan bertrand ketika
memperkenalkan produk dengan diferensiasi kecil. Ketika diferensiasi cenderung nol,
keseimbangan bertrand menyatu denga harga unik. Keseimbangan bertrand atas diferensiasi
produk menyatu dengan harga ketika diferensiasi cenderung nol, akibatnya produk homongen
akan selamat dengan tingkat diferensiasi kecil. Tujuan dari penelitian artikel ini untuk
meluruskan hasil dari literatur dengan konsep keseimbangan bertrand pada produk homogen
dan produk yang berbeda dengan membangun sebuah model duopoli diferensiasi produk yang
diukur melalui parameter.

2.3 Kerangka Pemikiran

Diferensiasi merupakan tindakan merancang seperangkat perbedaan yang bermakna


dalam tawaran perusahaan. Menurut Peter Dumonic dan Daniel T. Knowles
(2007) menjelaskan bahwa dalam diferensiasi produk terdapat faktor komplek yaitu penjelasan
tentang suatu produk yang lebih baik dan produk yang komplek dapat membedakan bagaimana
produk tersebut berbeda dengan produk pesaing. Diferensiasi produk merupakan faktor
pendorong bagi konsumen untuk tetap berhubungan dengan perusahaan agar terjadi pembelian
ulang yang lebih banyak, kesetiaan pelanggan dan pemberiaan citra merek yang posistif.

Menurut Kotler (2007 : 385), Kegiatan diferensiasi produk yang dilakukan perusahaan dapat
berupa bentuk, fitur, mutu kinerja, mutu kesesuaian, daya tahan, keandalan, mudah diperbaiki, gaya, dan
desain yang bagus dan diharapkan dapat menambah nilai citra perushaan dalam benak
konsumen. Keberhasilan dari diferensiasi bukan hanya menciptakan produk yang unik dan susah ditiru
tetapi juga penilaian persepsi konsumen yang positif dimana yang nantinya akan membangun prospektif
konsumen akan suatu produk dan citra perusahaan. Hal ini terjadi karena melalui proses bagaimana sebuah
produk yang memiliki kualitas baik dapat memberikan citra merek untuk perusahaan.

Menurut Suyanto (2007 : 80), menjelaskan bahwa : Citra Merek adalah jenis asosiasi yang muncul
dibenak konsumen ketika mengingat merek tertentu. Asosiasi ini dapat dikonsepkan berdasarkan jenis,
dukungan, kekuatan dan keunikan. Diferensiasi produk merupakan salah satu bentuk kekuatan dan
keunikan perusahaan dalam memasarkan suatu produk agar dapat menarik minat konsumen.

Menurut Nugroho J. Setiadi (2003:18) berpendapat bahwa citra adalah sebuah realitas, oleh karena
itu pembentukan citra merek perusahaan harus didasari pada realitas yang ada, diantaranya melalui produk
yang dihasilkan. Citra yang diberikan dapat berupan kesan, pesan atau gambaran yang diungkapan dalam
bentuk reputation, recognition, affinity dan brand loyaltydimana semakin tinggi nilai keempatnya maka
citra merek perusahaan yang didapat juga semakin baik. Menurut Keith Brouhle dan Madu Khanna
(2007), berpendapat bahwa peningkatan pengetahuan konsumen tentang kualitas produk akan
memungkinkan pengiriman lebih baik kualitas preferensi konsumen untuk perusahaan dan memberikan
insentif bagi perusahaan dalam memberikan tingkat kualitas produk yang lebih tinggi. Secara luas hal ini
akan berdampak pada pembentukan citra merek dibenak konsumen yang secara umum menentukan citra
merek sebagai mutu terbaik, yang akan tergantung pada kinerja produk actual tetapi dikomunikasikan oleh
pemilihan tanda dan petunjuk fisik.

Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana diferensiasi produk Honda Vario Techno
mempengaruhi citra merek Honda. Disini akan dilihat sejauh mana konsumen mengetahui
dan mengenal Merek Honda yang meluncurkan Vario Techno.

http://antrabbie.blogspot.com/2011/08/diferensiasi-produk.html

Manajemen siklus hidup produk


Tingkat penjualan produk akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Siklus hidup produk mengacu pada
tahapan-tahapan yang akan dilalui oleh produk tersebut. Siklus hidup produk adalah rangkaian strategi yang
diterapkan oleh manajemen dalam menghadapi siklus tersebut.Tahapan

gambar 1. Siklus umum produkProduk


pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk melalui lima tahapan :

1. Tahap pengembangan produk baru

Harga sangat mahal

Belum ada pendapatan penjualan

Mengalami kerugian

2. Tahap pengenalan pasar


Biaya sangat tinggi

Harga mahal

Volume penjualan kecil

Mengalami kerugian

3. Tahap pertumbuhan

Biaya mengalami penurunan seiring naiknya volume produksi

Volume penjualan mengalami peningkatan signifikan

Memperoleh keuntungan

Penyesuaian harga untuk memaksimumkan market share

4. Tahap matang

Biaya sangat rendah

Volume penjualan mencapai titik optimal

Mengalami penurunan harga seiring pertumbuhan jumlah pesaing

Mengalami titik puncak pencapaian keuntungan

5. Tahap deklinasi

Volume penjualan mengalami penurunan

Popularitas produk menurun

posted by Antonius Frans Setiawan @ 2/20/2006 08:22:00 AM 0 comments

18 February 2006
Positioning
Dalam pemasaran, positioning adalah cara yang dilakukan oleh marketer untuk membangun citra atau identitas di
benak konsumen untuk produk, merk atau lembaga tertentu. Positioning adalah membangun persepsi relatif satu
produk dibanding produk lain. Karena penikmat produk adalah pasar, maka yang perlu dibangun adalah persepsi
pasar. Reposisi produk sangat ditentukan dari sudut pandang mana konsumen melihat citra produk kita, apabila kita
menerapkan family branding dalam mengembangkan produk, maka keseluruhan citra perusahaan akan sangat
mempengaruhi citra produk.

Re-positioning merupakan kegiatan yang melibatkan penggantian identitas produk , jalinan kompetitor yang ada
dan mengubah citra yang ada di benak konsumen.

De-positioning merupakan kegiatan untuk mengganti jalinan kompetitor, tujuannya adalah untuk mengganti
segmen pasar dan kegiatan ini mengharuskan pemilik merk untuk mengubah citra produk yang ada di benak
konsumen. Contoh paling nyata adalah dalam industri otomotif, Yamaha melakukan de-positioning untuk produk
Vega R nya dari segmen menengah ke segmen ekonomis, sebagai pesaing langsung produk murah dari china,
produk supra fit dari honda dan Smash dari suzuki.

Strategi Positioning Produk


Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang positioning merupakan ujian yang berat bagi seorang marketer.
Keberhasilan satu positioning biasanya berakar pada berapa lama produk tersebut mempunyai keunggulan bersaing.
Beberapa hal mendasar dalam membangun strategi positioningsatu produk antara lain :

Positioning pada fitur spesifikasi produk


Positioning pada spesifikasi penggunaan produk
Positioning pada frekuensi penggunaan produk
Positioning pada alasan mengapa memilih produk tersebut dibanding pesaing
Positioning melawan produk pesaing
Positioning dengan melakukan pemisahan kelas produk
Positioning dengan menggunakan simbol budaya/kultur

Proses Positioning Produk


Pada umumnya, proses postioning produk melibatkan :

Mendefinisikan ke segmen pasar mana produk tersebut akan disaingkan


Mengidentifikasikan dimensi atribut dan kemasan untuk menentukan seberapa besar pasar
Mengumpulkan informasi dari konsumen tentang persepsi mereka tehadap produk dan produk pesaing
Mengukur seberapa jauh persepsi konsumen terhadap produk
Mengukur seberapa besar pasar produk pesaing
Mengukur kombinasi target pasar untuk menentukan variabel marketing dalam melakukan marketing mix
Menguji ketepatan antara
o Daya saing produk kita dengan produk pesaing
o Posisi produk kita dalam persaingan
o Posisi vektor idela dalam marketing mix

Positioning produk

Proses positioning untuk barang dan jasa sama saja, meskipun jasa tidak memiliki ujud fisik, namun prosesnya sama.
Hanya saja karena jasa tidak memiliki visualisasi yang jelas, maka sebelum membangun positioning, kita harus
bertanya kepada konsumen nilai tambah apa yang mereka inginkan dari layanan kita, mengapa mereka akan memilih
jasa orang lain dibanding jasa kita ? dan apakah ada karakteristik khusus yang membedakan layanan kita dibanding
perusahaan lain ?

Menuliskan nilai pembeda dari sudut pandang konsumen merupakan tahap awal proses positioning kita. Ujikan
kepada orang yang belum mengenal apa yang kita lakukan dan apa yang kita jual, kemudian perhatikan ekspresi
wajah merekan dan bagaiman mereka merespon kita. Pada saat mereka ingin tahu lebih banyak tentang produk kita
karena mereka tertarik dengan prolog kita, maka kita sdah berada di jalur yang tepat.
Konsep Positioning
Secara umum, ada tiga tipe konsep postioning :

Functional positions

o Pemecahan masalah
o Menyediakan manfaat bagi konsumen
o Memperoleh persepsi yang menyenangkan dari investor

Symbolic positions

o Peningkatan citra diri


o Identifikasi diri
o Rasa ikut memiliki dan tingkat penghargaan lingkungan terhadap perusahaan
o Membangun pengaruh yang cukup kuat dalam segmen pasar tertentu

Experiential positions

o Mampu menstimulasi sensor motorik


o Mampu menstimulasi sensor kognitif

posted by Antonius Frans Setiawan @ 2/18/2006 01:06:00 PM 1 comments

Produk
Dalam pemasaran, definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi
kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket
kepuasan yang didapat dari pembelian produk Kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis,
simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen.

Produk identik dengan barang. Dalam akuntansi, barang adalah obyek fisik yang tersedia di pasar. Sedangkan
produk yang tidak berwujud disebut jasa. Dalam manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa
yang ditawarkan kepada konsumen. Kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah pengujian pasar dan daya
serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian kualitas.

Aspek produk
Ada tiga aspek produk :

Bertujuan pada manfaat


o Manfaat penggunaan
o Manfaat psikologis
o Manfaat dalam mengatasi masalah
Visualisasi produk
o Atribut dan keistimewaan produk
o Kualitas produk
o Corak produk
o Kemasan dan label produk
o Merk
Menambah nilai produk
o Garansi
o Kemudahan Instalasi
o Pengiriman
o Ketersediaan di pasar
o Layanan purna jual

Klasifikasi Produk
Manajemen produk meliputi pengembangan taktik dan strategi untuk meningkatkan permintaan pasar melalui siklus
hidup produk.

Salah satu teknik yang cukup bagus untuk memahami produk adalahAspinwall Classification System. Yang
mengelompokkan produk menggunakan lima variabel penilaian :

Replacement rate Seberapa sering produk tersebut dipesan ulang oleh pengecer
Gross margin Berapa besar rata-rata keuntungan yang dihasilkan oleh tiap produk
Buyer goal adjustment Seberapa besar rentang segmen konsumen yang bisa dicapai
Duration of product satisfaction Seberapa lama produk tersebut bermanfaat bagi pembeli
Duration of buyer search behaviour Berapa lama konsumen tetap mencari dan membeli produk

Tipe produk
Berikut ini beberapa tipe produk :

Consumer products
Industrial products
Convenience goods
Impulse goods
Emergency goods
Shopping goods
Specialty goods
Unsought goods
Perishable goods
Durable goods
Non-durable/consumption/consumable goods
Capital goods
Parts and materials
Supplies and services
Commodities
By-products

Diferensiasi Produk
Dalam pemasaran, diferensiasi produk adalah kegiatan memodifikasi produk agar menjadi lebih menarik. Diferensiasi
ini memerlukan penelitian pasar yang cukup serius karena agar bisa benar-benar berbeda, diperlukan pengetahuan
tentang produk pesaing. Diferensiasi produk ini biasanya hanya mengubah sedikit karakter produk, antara lain
kemasan dan tema promosi tanpa mengubah spesifikasi fisik produk, meskipun itu diperbolehkan.

Tujuan dari strategi diferensiasi adalah mengembangkan positioning yang tepat sesuai keinginan konsumen potensial
yang ingin dituju. Jika pasar melihat perbedaan produk anda dibanding produk pesaing, anda akan lebih mudah
mengembangkan marketing mix untuk produk tersebut. Diferensiasi produk yang berhasil adalah diferensiasi yang
mampu mengalihkan basis persaingan dari harga ke faktor lain, seperti karakteristik produk, strategi distribusi atau
variabel-variabel promotif lainnya. Kelemahan dari diferensiasi adalah perlunya biaya produksi tambahan dan iklan
besar-besaran.

Product bundling
Dalam marketing, Product bundling adalah strategi untuk menggabungkan penjualan beberapa produk menjadi satu
paket penjualan. Strategi ini sangat umum digunakan dalam bisnis software, sebagai contoh : Microsoft
memaketkan software pengolah kata, spreadsheet, dan database kedalam satu paket Office suite yang disebut
sebagai Microsoft office suite, dalam industri masakan cepat saji, beberapa item produk ditawarkan menjadi satu
paket khusus.

Strategi ini akan memiliki tingkat keberhasilan tinggi apabila :

Biaya produksi rendah


Pangsa pasar cukup besar
Konsumen berminat karena ada unsur penyederhanaan dalam proses pembelian produk dan dapat mengambil
manfaat dari pembelian produk.
Rata-rata marginal cost rendah
Customer acquisition cost tinggi

Product bundling sangat tepat untuk produk yang memiliki volume penjualan dan tingkat keuntungan yang tinggi.
Menurut riset Yanis Bakos dan Erik Brynjolfsson, product bundling sangat tepat dan efektif apabila diterapkan pada
produk informasi digital yang memilik marginal costnyaris nol.

Pada pasar oligopolistik dan monopolistik, product bundling akan nampak tidak fair, karena pilihan produk sangat
terbatas bagi konsumen, hingga mereka tidak punya pilihan lain.

Pure bundling terjadi apabila konsumen hanya bisa membeli keseluruhan paket

Mixed bundling terjadi apabli konsumen bisa memilih antara membeli keseluruhan paket atau dapat membeli secara
terpisah

Product lining
Product Lining adalah strategi pemasaran untuk menjual beberapa jenis produk. Tidak seperti product
bundling, product lining menjual terpisah beberapa produk yang saling berkaitan. Satu lini produk terdiri dari
beberapa product dengan berbagai variasi ukuran, tipa warna, kualitas atau harga.

Line depth (kedalaman lini) mengacu pada jumlah varian produk dalam satu lini Line consistency (konsitensi
lini) mengacu pada seberapa dekat hubungan antar produk dalam satu lini Line Vulnerability (tingkat kekuatan
lini) mengacu pada prosentase penjualan atau keuntungan yang dapat diambil dari sebagian kecil produk dalam
satu lini

Beberapa lini produk berbeda yang dijual oleh satu perusahaan disebutwidth of product mix (rentang bauran
produk). Jumlah keseluruhan produk yang dijual pada seluruh lini produk disebut length of product mix.

Penambahkan produk baru pada satu lini produk disebut sebagai line extension. Jika line extension memiliki kualitas
yang lebih baik dari produk lainnya disebut sebagai tindakan trading up atau brand leveraging. Namun jika line
extension tersebut memiliki kualitas dibawah produk lainnya maka tindakan anda disebut sebagai trading down. Saat
anda melakukan trading down, anda telah melakukan tindakan bodoh, karena selain menurunkan brand
equity keuntungan yang anda peroleh hanyalah keuntungan jangka pendek.

Penanaman citra positif merupakan promosi tingkat tinggi dengan menunjukkan satu citra yang akan mempengaruhi
seluruh lini produk. Penanaman citra positif ini biasanya menggunakan satu jenis produk dengan kualitas tertinggi
dibanding produk lain dalam satu lini.

Price Lining adalah kegiatan dimana anda menggunakan batasan harga untuk seluruh produk dalam satu lini. Teknik
ini biasa digunakan oleh toko yang menggunakan satu harga untuk seluruh produknya semisal toko serba lima ribu
dimana seluruh barang yang dijual di toko tersebut berada dalam kisaran harga lima ribu.

posted by Antonius Frans Setiawan @ 2/18/2006 12:57:00 PM 0 comments

Merk
Dalam pemasaran, merk adalah simbol pengejawantahan seluruh informasi yang berkaitan dengan produk atau jasa.
Merk biasanya terdiri dari nama, logo dan seluruh elemen visual lainnya seperti gambar, tipografi, warna, dan simbol.
Merk juga merupakan visualisasi dari citra yang ingin ditanamkan di benak konsumen. Dalam konteks lain, merk
sering menggunakan kata trademark (merk dagang)

Konsep Merk
Beberapa marketer membedakan aspek psikologi merk dengan aspek pengalaman. Aspek pengalaman merupakan
gabungan seluruh point pengalaman berinteraksi dengan merk, atau sering disebut brand experience. Aspek
psikologis, sering direferensikan sebagai brand image, adalah citra yang dibangun dalam alam bawah sadar
konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang diharapkan melalui produk atau jasa. Pendekatan yang menyeluruh
dalam membangun merk meliputi struktur merk, bisnis dan manusia yang terlibat dalam produk.

Marketer mencari model pengembangan melalui penyelarasan harapan dan pengalaman konsumen
melalui branding, karena itu bran membawa janji bahwa produk atau jasa membawa karakteristik dan kualitas yang
unik dan spesifik sesuai dengan harapan konsumen yang dituju.

Citra merk dibangun dengan memasukkan kepribadian atau citra kedalam produk atau jasa, untuk kemudian
dimasukkan ke dalam alam bawah sadar konsumen. Merk merupakan salah satu elemen penting dalam tema
periklanan, untuk menunjukkan apa yang bisa diberikan oleh pemilik merk kepada pasar. Seni dalam membangun
dan mengelola merk disebut brand management.

Merk yang telah dikenal luas oleh pasar disebut brand recognition. Brand recognition dibangun dari titik dimana merk
mendapat sentimen positif di pasar, tingkatan dimana sentimen positif tersebut mencapai titik puncaknya
disebut brand franchise. Point keberhasilan dalam brand recognition adalah merk dapat dikenal tanpa nama
perusahaan pemilik merk. Sebagai contoh adalah disney yang sukses dalam membangun merk melalui tipografi huruf
yang aslinya merupakan tanda tangan walt disney.

Brand equity mengukur keseluruhan nilai dari merk terhadap pemilik merk, dan menggambarkan tingkatan brand
franchise. Jika merk tersebut secara eksklusif mengidentifikasikan pemilik merk sebagai merk produk atau jasa,
sebaiknya pemilik merk melindungi hak kepemilikan merk tersebut dengan mendaftarkannya sebagai merk dagang.
Kebiasan menghubungkan satu produk dengan merk sudah menjadi budaya saat ini. Hampir semua produk memiliki
suatu identitas, mulai dari garam sampai ke baju.

Dalam konteks produk non komersial, mempublikasikan sesuatu yang berisi ide atau janji melalui suatu produk atau
jasa juga bisa disebutbranding, sebagai contoh kampanye politik atau organisasi kemasyarakatan.

Konsumen mungkin melihat branding sebagai aspek yang nilai tambah dari produk atau jasa, seperti kebanyakan
vendor seringkali menunjukkan kualitas dan karakteristik unik dari produk atau jasa. Namun dari sisi pemilik
merk, branding produk atau jasa identik dengan harga tinggi. Dimana dua produk memiliki karakter yang hampir
sama, tetapi satu memiliki merk dan yang lain tidak, konsumen akan lebih memiliki produk yang memilik merk
meskipun harganya lebih mahal dibandingkan produk tak bermerk meskipun berkualitas setara, pilihan ini didasarkan
pada reputasi merk atau pemilik merk.

Individual branding
Individual branding, juga dikenal dengan nama MultiBranding adalah strategi pemasaran dengan memasukkan
portofolio produk ke tiap produk dan memberikan merk unik. Hal ini berlawanan dengan family branding, dimana
seluruh produk dalam lini produk yang sama akan diberikan satu merk dagang. Keuntungan individual
branding adalah tiap produk memiliki citra dan identitasnya sendiri, sehingga sangat
memudahkan positioning produk. Yang artinya akan meminimalisasi efek halo dan tiap produk akan secara otomatis
dapat menempati segmennya masing-masing tanpa perlakukan khusus. Individual branding juga digunakan untuk
menjaga citra merk perusahaan agar tidak berubah setelah merger atau akuisisi

Family branding
Family branding adalah strategy pemasaran yang memasukkan beberapa produk setara kedalam satu merk. Hal ini
berlawanan dengan individual branding. Ada beberapa pertimbangan ekonomis dalam menerapkan strategy family
branding karena beberapa produk setara namun tidak saling bersaing akan dapat dipromosikan dengan hanya
menggunakan satu event promosi. Family branding ditujukan untuk mengenalkan produk baru yang mendukung
produk yang telah ada di pasar. Hal ini dilakukan karena dalam membeli satu produk baru, konsumen akan
melibatkan pengalaman mereka terhadap satu merk yang telah mereka kenal. Memasukkan produk baru ke merk
yang telah populer, akan menuntun konsumen untuk lebih mudah membeli, lebih mudah menerima produk baru
tersebut, dan masih ada beberapa keuntungan yang diperoleh, termasuk menguatkan citra merk tersebut.

Family branding menambah beban pemilik merk dan mengharuskan pemilik merk untuk dapa menjaga konsistensi
kualitas produk dan nilai merk. Apabila ada satu produk yang memiliki kualitas dibawah standart yang ada,
penurunan penjualan tidak hanya terjadi pada produk tersebut, tetapi juga pada produk lain yang bernaung dalam
satu merk.Family branding hanya boleh dilakukan apabila seluruh lini produk memiliki kualitas yang setara.

Brand management
Brand management atau manajemen merk adalah salah satu praktik pemasaran yang spesifik menangani produk.
Para marketer melihat merk memiliki implikasi penting terhadap citra kualitas produk yang ingin ditampilkan ke
konsumen dengan harapan bahwa dengan adanya jaminan standart kualitas melalui merk, konsumen akan terus
membeli produk dari lini produk yang sama. Merk juga dapat meningkatkan penjualan dan membuat satu poduk
lebih mudah bersaing. Dengan merk, maka harga bisa dinaikkan sehingga berimplikasi pada naiknya omset dan
keuntungan penjualan.

Merk yang baik seharusnya :

Terlindungi dengan baik


Mudah diucapkan
Mudah diingat
Mudah dikenali
Mudah dikenali
Menarik
Menampilkan manfaat produk atau saran penggunaan produk
Menonjolkan citra perusahaan atau produk
Menonjolkan perbedaan produk dibanding pesaing

Premium brand (merk premium) biasanya menghabiskan biaya produksi lebih tinggi dibanding produk lain dalam lini
yang sama. Economy brand (merk ekonomis) ditujukan bagi segmen pasar yang sensitif harga, hingga di merk ini,
harga bisa sangat fleksibel. Fighting brand (merk petarung)merk ini dibuat secara khusus untuk menghadapi
ancaman pesaing.

Ada beberapa hambatan dalam menetapkan target yang ingin diraih dari merk, yaitu :

Banyak brand manager mambatasi diri hanya memfokuskan diri pada target finansial. Mereka mengabaikan target
strategis hanya karena mereka beranggapan target strategis merupakan tanggung jawab manajemen diatas mereka
Kebanyakan level produk atau brand manager membatasi diri untuk tujuan jangka pendek, karena kompensasi bagi
prestasi hanya didesain untuk jangka pandek.
Seringkali manajer produksi tidak diberi informasi yang cukup agar dapat memproduksi produk sesuai spesifikasi.
Kadangkala ada kesulitan dalam menterjemahkan tujuan perusahaan ke dalam tujuan merk atau produk. Mengganti
tujuan dan filososi perusahaan jauh lebih mudah dibandingkan saat seorang manajer produk harus
mengimplementasikan perubahan tersebut ke dalam karakter produk.
Dalam perusahaan yang memiliki produk beragam, kadang target satu merk akan bersinggungan dengan merk lain.
Atau bahkan lebih buruk lagi, target perusahaan bertentangan dengan kebutuhan spesifik satu produk.
Seorang brand manager juga harus tahu tujuan akhir yang dibidik oleh manajemen secara keseluruhan. Apabila
manajemen secara corporate memiliki tujuan jangka panjang terhadap satu produk, akan sangat salah apabila
manajer produk membidik target jangka pendek untuk produk tersebut.
Banyak brand manager menentukan langkah untuk mengoptimalisasi kinerja hanya di unit mereka tanpa memikirkan
optimalisasi kinerja keseluruhan perusahaan. Hal ini biasa dilakukan para manajer apabila penilaian prestasi
dilakukan berdasarkan kinerja unit dan bukan sinergi kinerja unit dengan seluruh unit di perusahaan.

posted by Antonius Frans Setiawan @ 2/18/2006 11:42:00 AM 0 comments


Apa itu Manajemen Produk ?
Manajemen Produk adalah salah satu dari 4 wilayah pemasaran, manajemen produk bertanggung jawab terhadap
4P, Product, Pricing, Placement and Promotion. Manajemen Produk harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
dibawah ini :

Produk apa yang layak dibuat dan dijual ?


Varian produk baru apakah yang bisa dimasukkan ke pasar ?
Dari produk yang telah beredar, produk manakah yang harus dihentikan ?
Berapa lama suatu produk dapat masuk dan diterima oleh pasar ?
Berapa banyak jenis produk dalam satu lini produk ?
Bagaimana menyeimbangkan portofolio seluruh produk ?
Bagaimana merilis satu produk ?
Strategi diferensiasi produk seperti apakan yan akan diterapkan ?
Apa keunggulan produk ?
Merk dan nama apa yang akan digunakan dalam produk ?
Manakah yang lebih tepat diterapkan dalam produk tersebut ?individual branding atau family branding ?
Manakah yang lebih tepat diterapkan dalam produk tersebut ?product bundling atau product lining ?
Logo seperti apakah yang bisa mewakili citra produk ?
Menentukan Siklus hidup product

Manajemen produk merupakan satu model manajemen yang menganggap satu produk sebagai satu anak
perusahaan dalam satu corporate besar yang didukung oleh tim produk dengan keahlian beragam yang dipimpin
oleh seorang manajer produk dengan standart prosedur operasional yang jelas.

Pada dasarnya Struktur organisasi yang berafiliasi pada model manajemen produk menggunakan basis matriks,
sehingga ada beberapa bagian dan divisi yang saling memberi komando dan bahkan mungkin level manajemen yang
sama dapat saling memberi perintah. Yang menentukan otoritas adalah kewenangan fungsional terhadap satu
produk.

posted by Antonius Frans Setiawan @ 2/18/2006 11:15:00 AM 1 comments

http://manajemenproduk.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai