Anda di halaman 1dari 39

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas
Kualitas saat ini dapat dipandang sebagai titik kepuasan pelanggan, atau dianggap
wilayah kebutuhan pengguna atau ruang kecukupan penggunaan atau daerah
pemenuhan kebutuhan. Begitu banyak sekali makna kualitas, karena sekarang
pengguna pemahaman kualitas sudah meluas. Baik produsen barang, penyedia
jasa hingga lembaga-lembaga pengelola pemerintahan atau birokrasi. Pokoknya
semua yang berhubungan dengan pihak pengguna, pemakai atau yang harus
dilayani, sebagai tujuan utama kegiatan tersebut. (Haryono dan Irwan, 2015).

2.1.1 Defenisi Kualitas


Menurut Juran dalam Nasution (2015), kualitas produk adalah kecocokan
penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut:

a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan;


b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status;
c. Waktu, yaitu kehandalan;
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan;
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.

Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya


tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan meningkatkan citra atau
status konsumen yang memakainya, produknya tidak mudah rusak, adanya
jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan. Khusus
untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah tamah, sopan
santun serta jujur, yang dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.

Kecocokan penggunaan produk seperti dikemukakan di atas memiliki dua aspek


utama yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan pelanggan dan tidak memiliki
kelemahan (Haryono dan Irwan, 2015).

6
7

1. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan.


Ciri-ciri produk berkualitas tinggi apabila memiliki ciri-ciri produk yang
khusus atau istimewa, berbeda dari produk pesaing dan dapat memenuhi
harapan atau tuntutan sehingga dapat memuaskan pelanggan.
Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan
pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing,
meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual dengan
harga yang lebih tinggi.
2. Bebas dari kelemahan.
Suatu produk berkualitas tinggi apabila di dalam produk tidak terdapat
kelemahan tidak ada cacat sedikit pun.
Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat
kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi
pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi
inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar,
meningkatkan hasil (yield) dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta
memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa.

Beberapa pakar kualitas memberikan defenisi tentang kualitas dengan bahasa


yang berbeda. Pakar kualitas ternama W. Edwards Deming menyatakan bahwa
kualitas tidak berarti yang terbaik tetapi pemberian kepada pelanggan tentang apa
yang mereka inginkan dengan tingkatan kesamaan yang dapat diprediksi serta
ketergantungannya terhadap harga yang mereka bayar. Sementara pakar kualitas
yang lain, Philip P. Crosby mendefenisikan kualitas sebagai pemenuhan
persyaratan dengan meminimalkan kerusakan yang mungkin timbul atau dikenal
dengan standard zero defect. (Haryono dan Irwan, 2015).

Dari beberapa literatur yang ditemukan, beberapa defenisi kualitas yang


dikemukakan oleh beberapa pakar kualitas diantaranya:

Josep M. Juran dalam Haryono dan Irwan (2015), berpendapat bahwa


implementasi proyek per proyek dan rangkaian tahap terobosan. Ia juga
menegaskan pentingnya identifikasi dan pemecahan/eliminasi penyebab suatu
masalah. Menurutnya langkah ini sangat krusial, karena jika mencarai jalan pintas
8

dari gejala langsung diberikan solusi, maka sumber persoalan sesungguhnya


belum diatasi dan sewaktu-waktu bisa terulang lagi. Juran mendefeniskan kualitas
sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Defenisi menekankan
orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.

Philip B. Crosby dalam Haryono dan Irwan (2015), menaruh perhatian besar pada
transformasi budaya kualitas. Iya mengemukakan pentingnya melihat setiap
oranga dalam organisasi pada proses, yaitu dengan jalan menekankan kesesuaian
individual terhadap persyaratan/tuntutan. Pendekatan Crosby merupakan
pendekatan top down.

W. Edwards Deming dalam Haryono dan Irwan (2015), strategi didasarkan pada
alat-alat statistik. Strategi ini cenderung bersifat bottom-up. Penekanan utama
strategi ini adalah perbaikan dan pengukuran kualitas secara terus menerus.
Strategi Deming berfokus pada proses untuk mengeliminasi variasi, karena
sebagian besar variasi (kurang lebih 92%) dapat dikendalikan manajemen.
Deming sangat yakin bahwa jika karyawan dibedakan untuk memecahkan
masalah (dengan cacatan manjemen menyediakan alat-alat yang cocok), maka
kualitas dapat disempurnakan terus-menerus.

Genichi Taguchi, didasarkan pada premis bahwa biaya dapat diturunkan dengan
cara memperbaiki kualitas dan kualitas tersebut secara otomatis dapat diperbaiki
dengan cara mengurangi variasi dalam produk atau proses. Strategi Taguchi
difokuskan pada loss function, yang mendefenisikan setiap penyimpangan dari
target sebagai kerugian yang dibayar konsumen. Taguchi mendefenisikan kualitas
sebagai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah
produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi
intrinsik produk.

Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah, sehingga
kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan kualitas
produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga
kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan
perusahaan agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
(Haryono dan Irwan, 2015).
9

Meski tidak ada defenisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun
dari kelima defenisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-
elemen sebagai berikut:

a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan konsumen;


b. Kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan lingkungan;
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap
merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa
mendatang.

2.1.2 Pentingnya Kualitas


Pentingnya kualitas dapat dijelaskan dari dua sudut, yaitu dari sudut manajemen
operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen
operasional, kualitas produk merupakan salah satu kebijaksanaan penting dalam
meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen
melebihi atau paling tidak sama dengan kualitas produk pesaing. Dilihat dari
sudut manajemen pemasaran (marketing-mix), yaitu produk, harga, promosi dan
saluran distribusi yang dapat meningkatkan volumen penjualan dan memperluas
pangsa pasar perusahaan (Nasution, 2015).

2.1.3 Dimensi Kualitas


Dimensi kualitas menurut Garvin (Nasution, 2015), mengidentifikasi delapan
dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas
barang, yaitu sebagai berikut:

1. Performa (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan


merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin
membeli suatu produk. Sebagai contoh: performansi dari produk TV berwarna
adalah memiliki gambar yang jelas; performansi dari produk mobil adalah
akselerasi, kecepatan, kenyamanan dan pemeliharaan; performansi dari
produk jasa penerbangan adalah ketepatan waktu, kenyamanan, ramah tamah
dan lain-lain;
2. Keistimewaan (features), merupakan aspek kedua dari performansi yang
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan
10

pengembangannya. Sebagai contoh: features untuk produk penerbangan


adalah memberikan minuman atau makanan gratis dalam pesawat, pembelian
tiket melalui telepon dan penyerahan tiket di rumah, pelaporan keberangkatan
di kota dan diatur ke lapangan terbang (city check in). Feature dari produk
mobil, seperti atap yang dapat dibuka dan lain-lain. Seringkali terdapat
kesulitan untuk memisahkan karakteristik performansi dan feature. Biasanya
pelanggan mendefenisikan nilai dalam bentuk fleksibilitas dan kemampuan
mereka untuk memilih feature yang ada, jika kualitas dari feature itu sendiri.
Ini berarti feature adalah ciri-ciri atau keistimewaan tambahan atau pelengkap.
3. Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk
berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi
tertentu. Dengan demikian keandalan merupakan karakteristik yang
merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu
produk, misalnya keandalan mobil adalah kecepatan.
4. Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan. Konformansi merefleksikan derajat di mana karakteristik desain
produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan,
serta sering didefenisikan sebagai konformansi terhadap kebutuhan
(conformance to requirements). Karakteristik ini mengukur banyaknya atau
persentase produk yang gagal memenuhi sekumpulan standar yang telah
ditetapkan dan karena itu perlu dikerjakan ulang atau diperbaiki. Sebagai
contoh: apakah semua pintu mobil untuk model tertentu yang diproduksi
berada dalam rentang dan toleransi yang dapat diterima 30 ± 0,01 inci.
5. Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk tersebut. Sebagai
contoh: pelanggan akan membeli ban mobil berdasarkan daya tahan ban itu
dalam penggunaan, sehingga ban-ban mobil yang memiliki masa pakai yang
lebih panjang tentu akan merupakan salah satu karakteristik kualitas produk
yang dipertimbangkan oleh pelanggan ketika akan membeli ban.
6. Kemapuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan
dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam
11

perbaikan. Sebagai contoh: saat ini banyak perusahaan otomotif yang


memberikan pelayanan perawatan atau perbaikan mobil sepanjang hari (24
jam) atau permintaan pelayanan melalui telepon dan perbaikan mobil
dilakukan di rumah.
7. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang
bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi
dari preferensi atau pilihan individual. Dengan demikian, estetika dari suatu
produk lebih banyak berkaitan dengan perasaan pribadi dan mencakup
karakteristik tertentu, seperti keelokan, kemulusan, suara yang merdu, selera
dan lain-lain.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), berisifat subjektif, berkaitan
dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi/menggunakan produk,
seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa karakteristik yang
berkaitan dengan reputasi (brand name-image). Sebagai contoh: seseorang
akan membeli produk elektronik merek Sony karena memiliki persepsi bahwa
produk-produk bermerek Sony adalah produk yang berkualitas, meskipun
orang itu belum pernah menggunakan produk-produk bermerek Sony.

2.1.4 Perspektif Kualitas


Setelah diketahui dimensi kualitas, harus diketahui bagaimana perspektif kualitas,
yaitu pendekatan yang digunakan untuk mewujutkan kualitas suatu produk.

Garvin (dalam Nasution, 2015), mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif


kualitas yang biasa digunakan, yaitu: transcendental approach, product-based
approach, user-based approach, manufacturing based approach dan value-based
approach.

1. Transcendental Approach
Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik,
drama, seni tari dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan
produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja yang
menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik),
kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi) dan lain-lain. Dengan
12

demikian, fungsi perencanaan, produksi dan pelayanan suatu perusahaan sulit


sekali menggunakan seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas karena
sulitnya mendisain produk secara tepat yang mengakibatkan implementasinya
sulit.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang
dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah unsur atau atribut yang dimiliki
produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan
perbedaan dalam selera, kebutuhan dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang (misalnya percieved quality) merupakan produk yang berkualitas
paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga
menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefenisikan kualitas sebagai
sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa,
dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven. Pendekatan ini
berfokus pada penyesuaian pada spesifikasi yang dikembangkan secara
internal, yang sering kali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan
penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang
ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas
didefenisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini
bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum
13

tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah
produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

2.1.5 Sejarah Kualitas


Penelitian kualitas dimulai dari ditemukannya statistical quality control dengan
diagram kontrol oleh Shewhart pada tahun 1930. Sampai dengan saat ini,
perkembangan kualitas secara evolusi, baik di Amerika Serikat maupun di Jepang.

Menurut Garvin (dalam Nasution 2015), kualitas sebagai suatu konsep sudah lama
dikenal, tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen baru terjadi akhir-akhir
ini. Ia membagi pendekatan modern terhadap kualitas ke dalam empat era
kualitas, yaitu inspeksi, pengendalian kualitas secara statistik, jaminan kualitas,
dan manajemen kualitas stategik. Keempat era kualitas tersebut secara ringkas
tersaji dalam tabel 2.1.

2.1.6 Sistem Kualitas Modern


Secara tradisional, para produsen melakukan inspeksi selesai produksi dengan
cara menyortir produk yang jelek. Kemudian melakukan pengerjaan ulang bagian-
bagian produk yang cacat.

Tabel 2. 1 Empat era kualitas menurut Garvin

Tahap Gerakan Kualitas


Karakteristik Inspeksi Pengendalian Jaminan Manajemen
(1800-an) Kualitas Kualitas (1950- Kualitas
Statistik an) Strategik (1980-
(1930-an) an)
Perhatian Deteksi Pengendalian Koordinasi Pengaruh
utama strategik
Pandangan Suatu Suatu masalah Suatu masalah Peluang
terhadap masalah untuk untuk dipecahkan, kompetitif
kualitas untuk dipecahkan tetapi diatasi
dipecahkan secara proaktif
Penekanan Keseragaman Keseragaman Jaringan produksi Kebutuhan pasar
produk produk keseluruhan, dari dan konsumen
dengan desain sampai pasar
pengurangan dan kontribusi dari
inspeksi semua kelompok
fungsional untuk
mencegah
kegagalan kualitas
14

Lanjutan Tabel 2.1 Empat era kualitas menurut Garvin

Tahap Gerakan Kualitas


Metode Penaksiran Alat dan Program dan Perencanaan
dan teknik statistik sistem strategik,
pengukuran penentuan tujuan
dan pengerahan
organisasi
Peranan Inspeksi, Mencari dan Pengukuran Penetapan tujuan,
profesional penyortiran, memecahkan kualitas, pendidikan dan
kualitas perhitungan masalah dan perencanaan pelatihan,
dan penerapan kualitas dan kerjasama
penggolongan metode perangcangan antardepartemen
dan perancangan
statistik program
program
Yang Departemen Departemen Semua Setiap orang dalam
bertanggung inspeksi pemanufakturan departemen organisasi, dengan
jawab atas dan kepentingan yang
kualitas perekayasaan kuat dari
manajemen puncak
Orientasi dan Kualitas Kualitas yang Kualitas ‘builds Kualitas
pendekatan ‘inspects in’ ‘controls in’ in’ ‘manages in’
(Sumber: Nasution, 2015)

Dengan demikian pengertian tradisional mengenai jaminan kualitas hanya


berfokus kepada kegiatan inspeksi untuk mencegah lolosnya produk yang cacat ke
tangan konsumen. Pada masa sekarang, pengertian jaminan kualitas lebih luas
daripada sekedar kegiatan inspeksi. Pengertian modern jaminan kualitas adalah
membangun sistem kualitas modern.

Pada dasarnya, sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik,
yaitu sebagai beriku:

1. Sistem kualitas modern berorientasi kepada konsumen. Produk didesain sesuai


dengan keinginan konsumen melalui riset pasar, kemudian diproduksi dengan
cara-cara yang baik dan benar sehingga produk memenuhi spesifikasi desain,
serta pada akhirnya memberikan pelayanan purnajual kepada pelanggan.
Pengertian pelanggan dalam sistem kualitas modern mencakup pelanggan-
pelanggan internal, pelanggan antara dan pelanggan eksternal (konsumen).
Setiap orang di dalam perusahaan akan mengidentifikasi siapa yang menjadi
pemasok internal dan pelanggan internal mereka serta apa yang
dibutuhkannya. Dalam sistem kualitas modern menganut prinsip hubungan
15

pemasok-pelanggan. Sebagai contoh: para menejer juga merupakan pemasok


bagi sekretaris mereka. Jika laporan produk akan dibuat dan perlu
dipersiapkan, maka merupakan tanggung jawab para manajer (pemasok) untuk
memberikan bahan baku berkualitas pada sekretarisnya (pelanggan) agar
laporan dipersiapkan dengan baik dan benar, untuk selanjutnya dikirim kepada
orang lain (pelanggan) yang membutuhkan laporan tersebut. Praktik dari
setiap departemen dalam mengoptimalkan kegiatan operasionalnya tanpa
memperdulikan kebutuhan dari departemen lain dalam perusahaan, dalam
sistem kualitas modern hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Dalam sistem
kualitas modern, setiap orang harus menggunakan konsep berpikir sistem yang
memperhatikan secara serius akan berlakunya prinsip hubungan pemasok-
pelanggan.
2. Sistem kualitas modern dicirikan dengan adanya partisipasi aktif dalam proses
pengingkatan kualitas secara kontinu. Jika tanggung jawab kualitas
didelegasikan kepada departemen pengendalian kualitas saja, maka setiap
orang akan memiliki persepsi bahwa kualitas bukan merupakan perhatian
kunci. Hal ini berdampak negatif secara psikologi di mana keterlibatan secara
total aktif karyawan akan menjadi kurang atau lemah. Dengan demikian,
dalam sistem kualitas modern, setiap orang menjadi aktif di mana keterlibatan
melalui usaha atau dukungan dari manajemen puncak terhadap kualitas.
Banyak karyawan ingin melakukan pekerjaan dengan baik, ingin
menghasilkan produk yang berkualitas, ingin memberikan pelayanan yang
berkualitas dan ingin menjadi bangga terhadap apa yang mereka kerjakan,
tetapi irama harus ditentukan oleh manajemen puncak. Jika kualitas tidak
termasuk dalam agenda manajemen, maka tidak akan memberikan motivasi
kepada karyawan untuk memberikan usaha dan perhatian kepada kualitas.
3. Sistem kualitas modern dicirikan dengan adanya pemahaman dari setiap orang
terhadap tanggung jawab yang spesifik untuk kualitas. Meskipun benar
pernyataan bahwa kualitas seharusnya merupakan tanggung jawab setiap
orang, namun patut diketahui bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab
spesifik pada kualitas dalam posisi kerjanya. Sebagai contoh: orang yang
bekerja dalam pengembangan produk, bertanggung jawab mendesain produk
16

baru yang memenuhi keinginan pelanggan dan secara konsisten


memperhatikan aspek ekonomis agar dapat diproduksi bagian manufakturing.
Dalam contoh ini bagian manufakturing merupakan pelanggan dari bagian
pengembangan produk. Begitu juga tanggung jawab bagian pembelian yang
harus memperhatikan aspek kualitas bahan baku yang dibeli. Dalam sistem
kualitas modern, manajemen puncak harus menunjukkan komitmen melalui
kata dan tindakan bahwa kualitas adalah teramat penting demi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
4. Sistem kualitas modern dicirikan adanya aktivitas yang berorientasi pada
tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya mendeteksi
kerusakan saja. Kualitas melalui inspeksi saja tidak cukup dan hal itu terlalu
mahal. Meskipun tetap menjadi persyaratan untuk melakukan inspeksi atau
audit produk akhir, tatapi usaha kualitas seharusnya lebih difokuskan pada
tindakan pencegahan sebelum terjadi kerusakan, dengan jalan melaksanakan
aktivitas secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan
sesuatu aktivitas. Dengan melaksanakan prinsip ini, maka usaha kualitas akan
mampu mereduksi biaya produksi.
5. Sistem kualitas modern dicirikan adanya suatu filosofi yang menganggap
bahwa kualitas merupakan suatu jalan hidup. Isu kualitas selalu didiskusikan
dalam rapat manajemen. Semua karyawan diberikan pelatihan tentang konsep
kualitas dan metodenya. Setiap orang secara sukarela berpatisipasi dalam
usaha peningkatan kualitas. Dengan demikian sistem kualitas modern
dicirikan adanya kultur perusahaan yang melaksanakan proses peningkatan
kualitas secara kontinu.

Menurut organisasi pengendalian kualitas Eropa, sistem kualitas modern


merupakan suatu sistem aktivitas yang bertujuan memberikan jaminan dan
menunjukkan bukti bahwa aktivitas pengendalian kualitas secara total dalam
kenyataannya adalah efektif. Sistem kualitas modern meliputi evaluasi secara
kontinu tentang kecukupan dan efektivitas program pengendalian kualitas terpadu,
meliputi pengujian, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap faktor-faktor kualitas
yang mempengaruhi spesifikasi, produksi, inspeksi dan penggunaan produk.
Secara singkat, dikemukakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menciptakan
17

sistem kualitas modern menjadi lebih efektif (Nasution, 2015), yaitu seperti
beriku:

1. Mendefenisikan dan merinci sasaran dan kebijakan kualitas;


2. Berorientasi pada kepuasan pelanggan;
3. Mengerahkan semua aktivitas untuk mencapai sasaran dan kebijakan kualitas;
4. Mengintegrasikan aktivitas- aktivitas di dalam organisasi;
5. Memberikan penjelasan tugas-tugas kepada personil untuk bersikap
mementingkan kualitas produk guna mensukseskan program pengendalian
kualitas terpadu;
6. Merinci aktivitas pengendalian kualitas kepada para penjual produk;
7. Mengidentifikasi kualitas peralatan secara cermat;
8. Mendefenisikan dan mengefektifkan aliran informasi kualitas, memroses dan
mengendalikannya;
9. Melakukan pelatihan serta motivasi personil untuk terus bekerja untuk
meningkatkan kualitas;
10. Melakukan pengendalian biaya kualitas dan pengukuran lainnya serta
menetapkan standar kualitas yang harus dicapai;
11. Mengefektifkan tindakan korektif yang konstruktif;
12. Melanjutkan sistem pengendalian, mencakup langkah selanjutnya dan
menerima informasi umpan balik, melakukan analisis hasil, serta
membandingkan dengan standar kualitas yang telah ditetapkan;
13. Memeriksa aktivitas sistem kualitas modern secara periodik.

Pada dasarnya, sistem kualitas modern dapat dibagi ke dalam tiga bagian
(Nasution, 2015) yaitu seperti berikut:

- Kualitas desain
Kualitas desain mengacu kepada berbagai aktivitas yang menjamin produk
didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan dari
pelanggan dan secara ekonomis layak untuk diproduksi. Kualitas desain akan
menentukan spesifikasi produk dan merupakan dasar pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan segmen pasar, spesifikasi penggunaan dan pelayanan
purnajual;
18

- Kualitas konformans
Mengacu pada pembuatan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan dalam kualitas desain. Kualitas konformans menunjukkan tingkat
sejauh mana produk yang diproduksi memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi
produk;
- Kualitas pemasaran dan pelayanan purnajual
Berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam penggunaan produk memenuhi
ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan produk dan pelayanan
purnajual.

2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas


Kualitas produk secara langsung dipengaruhi oleh 9 bidang dasar atau 9 M. pada
masa sekarang ini industri disetiap bidang bergantung pada sejumlah besar
kondisi yang membebani produksi melalui suatu cara yang tidak pernah dialami
dalam periode sebelumnya (Nasution, 2015) Bidang dasar tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Market (Pasar)
Jumlah produk baru dan baik yang ditawarkan di pasar terus bertumbuh pada
laju yang eksplosif. Konsumen diarahkan untuk mempercayai bahwa ada
sebuah produk yang dapat memenuhi hamper setiap kebutuhan. Pada masa
sekarang konsumen meminta dan memperoleh produk yang lebih baik
memenuhi ini. Pasar menjadi lebih besar ruang lingkupnya dan secara
fungsional lebih terspesilisasi di dalam barang yang ditawarkan. Dengan
bertambahnya perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan mendunia.
Akhirnya bisnis harus lebih fleksible dan mampu berubah arah cepat.
b. Money (Uang)
Meningkatnya persaingan dalam banyak bidang bersamaan dengan fluktuasi
ekonomi dunia telah menurunkan batas laba. Pada waktu yang bersamaan,
kebutuhan akan otomasi dan pemekanisan mendorong pengeluaran biaya
yang besar untuk proses dan perlengkapan yang baru. Penambahan investasi
pabrik, harus dibayar melalui naiknya produktivitas, menimbulkan kerugian
yang besar dalam memproduksi disebabkan oleh barang afkiran dan
19

pengulang kerjaan yang sangat serius. Kenyataan ini memfokuskan perhatian


pada manajer pada bidang biaya kualitas sebagai salah satu dari “titik lunak”
tempat biaya operasi dan kerugian dapat diturunkan untuk memperbaiki laba.
c. Management ( manajemen)
Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok
khusus. Sekarang bagian pemasaran melalui fungsi perencanaan produknya,
harus membuat persyaratan produk. Bagian perancang bertanggung jawab
merancang produk yang akan memenuhi persyaratan itu. Bagian produksi
mengembangkan dan memperbaiki kemabali proses untuk memberikan
kemampuan yang cukup dalam membuat produk sesuai dengan spesifikasi
rancangan. Bagian pengendalian kualitas merencanakan pengukuran kualitas
pada seluruh aliran proses yang menjamin bahwa hasil akhir memenuhi
persyaratan kualitas dan kualitas pelayanan, setelah produk sampai pada
konsumen menjadi bagian yang penting dari paket produk total. Hal ini
menambah beban manajemen puncak, khususnya bertambahnya kesulitan
dalam mengalokasikan tanggung jawab yang tepat untuk mengoreksi
penyimpangan dari standar kualitas.
d. Men (Manusia)
Pertumbuhan yang cepat dalam pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh
bidang baru seperti eletronika computer menciptakan suatu permintaan yang
besar akan pekerja dengan pengetahuan khusus. Pada waktu yang sama situasi
ini menciptakan permintaan akan ahli teknik system yang akan mengajak
semua bidang spesialisasi untuk bersama merencanakan, menciptakan dan
mengoprasikan berbagai sistem yang akan menjamin suatu hasil yang di
inginkan.
e. Motivation (Motivasi)
Penelitian tentang motivasi manusia menunjukan bahwa sebagai hadiah
tambahan uang, para pekerja masa kini memerlukan suatu yang memperkuat
rasa keberhasilan di dalam pekerja mereka dan pengakuan bahwa mereka
secara pribadi memerlukan sumbangan atas tercapainya sumbangan atas
tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini membimbing kearah kebutukan yang
20

tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan kualitas dan komunikasi yang lebih
baik tentang kesadaran kualitas.
f. Material (bahan)
Disebabkan oleh biaya produksi dan persyaratan kualitas, para ahli teknik
memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat daripada sebelumnya.
Akibatnya spesifikasi bahan menjadi lebih ketat dan keanekaragaman bahan
menjadi lebih besar.
g. Machine and Mecanization (mesin dan mekanisasi)
Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan volume produksi
untuk memuaskan pelanggan telah mendorong penggunaan perlengkapan
pabrik yang menjadi lebih rumit dan tergantung pada kualitas bahan yang
dimasukan ke dalam mesin tersebut. Kualiatas yang baik menjadi factor yang
kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya dapat digunakan
sepenuhnya.
h. Modern information metode (metode informasi modern)
Evolusi teknologi computer membuka kemungkinan untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengambil kembali, memanipulasi informasi pada skala yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Teknologi informasi yang baru ini
menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dari proses selama proses dan
mengendalikan produk bahkan setelah produk sampai ke konsumen. Metode
pemprosesan data yang baru dan konstan memberikan kemampuan untuk
memanajemeni informasi yang bermanfaat, akurat, tepat waktu dan bersifat
ramalan mendasari keputusan yang membimbing masa depan bisnis.
i. Mounting product requirement (persyaratan proses produksi)
Kemanjuan yang pesat dalam perancangan produk, memerlukan pengendalian
yang lebih ketat pada seluruh proses pembuat produk. Meningkatkan
persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk menekankan pentingnya
keamanan dan keterandalan produk.
21

2.2 Six Sigma


2.2.1 Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah bertujuan yang hampir sempurna dalam memenuhi persyaratan
pelanggan (Pande dan Cavanagh, 2002). Menurut Gaspersz, 2002, Six Sigma
adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta
kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa. Jadi Six Sigma
merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas
dramatic yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.

Pada dasarnya pelanggan akan merasa puas apabila mereka menerima nilai yang
diharapkan mereka. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma,
maka perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau
mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan
ada dalam produk itu. Menurut Gaspersz, (2002) terdapat enam aspek kunci yang
perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma, yaitu :

1. Identifikasi pelanggan.
2. Identifikasi produk.
3. Identifikasi kebutuhan dalam memeroduksi produk untuk pelanggan.
4. Definisi proses.
5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan semua pemborosan
yang ada.
6. Tingkatkan proses secara terus menerus menuju target Six Sigma.
Menurut Gaspersz, (2002) apabila konsep Six Sigma akan ditetapkan dalam
bidang manufakturing, terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Identifikasi karakteristik produk yang memuaskan pelanggan (sesuai
kebutuhan dan ekspetasi pelanggan).
2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical-
To-Quality) individual.
3. Menentukan apakah setiap CTQ tersebut dapat dikendalikan melalui
pengendalian material, mesin proses kerja dan lain-lain.
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang
diinginkan pelanggan (menentukan nilai UCL dan LCL dari setiap CTQ).
22

5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai


maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ ).
6. Mengubah desain produk dan / atau proses sedemikian rupa agar mampu
mencapai nilai target Six Sigma.

2.2.2 Metrik dan Pengukuran Six Sigma

Matrik adalah cara untuk mengukur karakter tertentu yang dapat diferifikasi,
dinyatakan baik secara numerik (misalnya % cacat) atau secara kualitatif (tingkat
kepuasan). Metrik menyediakan informasi mengenai kinerja dan memberikan
kesempatan kepada manajer untuk mengevaluasi kinerja dan membuat keputusan,
berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain, mengidentifikasi kesempatan
untuk melakukan perbaikan, dan membuat standar kerja untuk karyawan,
pelanggan, pemasok dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Metrik amat
penting dalam penerapan Six Sigma karena memfasilitasi keputusan berdasarkan
fakta. Six Sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas yang
berlaku secara umum. Dalam terminologi Six Sigma sebuah cacat atau ketidak
cocokan adalah kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Unit kerja
adalah output suatu proses (Nasution, 2015). Kualitas output diukur dalam tingkat
kecacatan per unit (Defect Per Unit-DPU) dengan rumus

Jumlah cacat yang ditemukan


DPU =
Jumlah unit yang diproduksi

Akan tetapi, jenis pengukuran output seperti ini cenderung fokus pada produk
akhir bukan pada proses yang menghasilkan produk tersebut. Selain itu, cara ini
sulit diterapkan pada proses dengan tingkat kesulitan yang berbeda, amat berbeda
dua proses yang berbeda bisa saja memiliki jumlah peluang kesalahan yang amat
berbeda, sehingga menyulitkan perbandingan konsep. Six Sigma mendefenisikan
ulang pengertian yaitu kinerja kualitas sebagai tingkat kecacatan per juta
kemungkinan (Defect Per Opportunities (DPMO)). (Nasution, 2015)

Jumlah cacat yang ditemukan


DPMO = 𝑥 1.000.000
Kemungkinan kesalahan
23

Pengendalian kualitas produk merupakan suatu sistem pengendalian yang


dilakukan pada tahap awal suatu proses sampai produk jadi, dan bahkan sampai
pada proses pendistribusian kepada konsumen. Perusahaan yang memiliki
kemampuan proses yang tinggi akan dapat menghasilkan sedikit produk cacat dan
bahkan tidak ada produk cacat. Kemampuan proses merupakan suatu ukuran
kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan
spesifikasi produk yang ditetapkan manajemen berdasarkan kebutuhan pelanggan.
Dengan rumusan DPMO di atas, menunjukkan kemampuan proses untuk
memproduksi kegagalan per satu juta kesempatan, yang artinya dalam satu unit
produksi tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakter
Critical to Quality (CTQ). (Nasution, 2015)

2.2.3 Tahap-Tahap Implementasi Pengendalian Kualitas dengan Six Sigma


Menurut Pete dan Holpp, 2002 tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas
dengan Six Sigma terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan metode DMAIC
atau Define, Measure, Analyse, Improve, and Control.

A. Define
Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six Sigma.
Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus dilakukan
untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci (Gaspersz,
2002). Tanggung jawab dari definisi proses bisnis kunci berada pada manajemen.
Menurut Pande dan Cavanagh, 2002 tiga aktivitas utama yang berkaitan dengan
mendefinisikan proses inti dan para pelanggan adalah
1. Mendefinisikan proses inti mayor dari bisnis.
2. Menentukan output kunci dari proses inti tersebut, dan para pelanggan kunci
yang mereka layani.
3. Menciptakan peta tingkat tinggi dari proses inti atau proses strategis.

Termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan sasaran dari aktivitas
peningkatan kualitas Six Sigma itu. Pada tingkat manajemen puncak, sasaran-
sasaran yang ditetapkan akan menjadi tujuan strategi dari organisasi seperti:
meningkatkan return on investement (ROI) dan pangsa pasar. Pada tingkat
oprasional, sasaran mungkin untuk meningkatkan output produksi, produktivitas,
24

menurunkan produk cacat, biaya oprasional. Pada tingkat proyek, sasaran juga
dapat serupa dengan tingkat oprasional, seperti: menurunkan tingkat cacat produk,
menurunkan downtime mesin, meningkatkan output dari setiap proses produksi.

B. Measure
Measure merupakan tindak lanjut logis terhadap langkah Define dan merupakan
sebuah jembatan untuk langkah berikutnya. Menurut Pete dan Holpp, 2002
langkah measure mempunyai dua sasaran utama yaitu:
1. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah dan
peluang. Biasanya ini merupakan informasi kritis untuk memperbaiki dan
melengkapi anggaran dasar proyek yang pertama.
2. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk
tentang akar masalah.

Measure merupakan langkah oprasional yang kedua dalam program peningkatan


kualitas Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu:
a. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (Critical to Quality) kunci.
Penetapan Critical to Quality kunci harus disertai dengan pengukuran yang
dapat dikuantifikasikan dalam angka-angka. Hal ini bertujuan agar tidak
menimbulkan persepsi dan interprestasi yang dapat saja salah bagi setiap
orang dalam proyek Six Sigma dan menimbulkan kesulitan dalam pengukuran
karakteristik kualitas keandalan. Dalam mengukur karakteristik kualitas, perlu
diperhatikan aspek internal (tingkat kecacatan produk, biaya-biaya karena
kualitas jelek dan lain-lain) dan aspek eksternal organisasi (kepuasan
pelanggan, pangsa pasar dan lain-lain).
b. Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat, yaitu:
- Pengukuran pada tingkat proses (process level)
Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik
kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang
mengendalikan dan memengaruhi karakteristik kualitas output yang
diinginkan
- Pengukuran pada tingkat output (output level)
25

Adalah mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu


proses dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik kualitas yang
diinginkan oleh pelanggan.
- Pengukuran pada tingkat outcome (outcome level)
Adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang dan atau jasa)
itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan.
c. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output
Karena proyek peningkatan kualitas Six Sigma yang ditetapkan akan
difokuskan pada upaya peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect
sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum
proyek dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang atau
dalam terminology Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja, sehingga
kemajuan peningkatan yang dicapai setelah memulai proyek Six Sigma dapat
diukur selama masa berlangsungnya proyek Six Sigma.

Pengukuran pada tingkat output ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh


mana output akhir tersebut dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan
sebelum produk tersebut diserahkan kepada pelanggan.

C. Analyze

Merupakan langkah operasional yang ketiga dalam program peningkatan kualitas


Six Sigma. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu:
1. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) proses
Proses industri dipandang sebagai suatu peningkatan terus menerus (continous
improvement) yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide ide untuk
menghasilkan suatu produk (barang dan atau jasa), pengembangan produk,
proses produksi/operasi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Target
Six Sigma adalah membawa proses industri yang memiliki stabilitas dan
kemampuan sehingga mencapai zero defect. Dalam menentukan apakah suatu
proses berada dalam kondisi stabil dan mampu akan dibutuhkan alat-alat
statistik sebagai alat analisis. Pemahaman yang baik tentang metode-metode
statistik dan perilaku proses industri akan meningkatkan kinerja sistem industri
secara terus-menerus menuju zero defect.
26

2. Menetapkan target kinerja dari karakteristik kualitas (CTQ) kunci.


Secara konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas
Six Sigma merupakan hal yang sangat penting dan harus mengikuti prinsip:
a. Spesific, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma
harus bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.
b. Measureable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma
harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran (matrik) yang
tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan
perbaikan di waktu mendatang.
c. Achievable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas harus dapat
dicapai melalui usaha-usaha yang menantang (challenging efforts).
d. Result-Oriented, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six
sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja yang
telah didefinisikan dan ditetapkan.
e. Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma
harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap
karakteristik kualitas.
f. Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma
harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap
karakteristik kualitas. (CTQ) kunci itu dan target kinerja harus dicapai
pada batas waktu yang telah ditetapkan (tepat waktu).
3. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas.
Untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan sumber penyebab masalah
kualitas, digunakan alat analisis diagram sebab-akibat atau diagram tulang
ikan. Diagram ini membentuk cara-cara membuat produk-produk yang lebih
baik dan mencapai hasilnya. Diagram sebab-akibat dapat dilihat pada gambar
2.1.

Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7 M,


yaitu: (Gasperz, 2002)
a. Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam
pengetahuan, kekurangan dalam ketrampilan dasar akibat yang berkaitan
dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
27

b. Machiness (mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem


perawatan preventif terhadap mesim produksi, termasuk fasilitas dan
peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi,
terlalu complicated, terlau panas, dll.
c. Methods (metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan
metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi,
tidak cocok, dll.
d. Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan,
ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan
penolong itu, dll.
e. Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memerhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan
kerja yang konduktif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang
buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.
f. Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar
dan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan
penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
g. Money (keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial
(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas
Six Sigma yang akan ditetapkan.

Money Media Material Method

Akibat

Predictable
Motivation Machine Manpower
causes

Gambar 2. 1 Diagram Sebab Akibat


(Sumber: Gasperz, 2005)
28

D. Improve
Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan
peningkatan kualitas Six Sigma. Rencana tersebut mendeskripsikan tentang
alokasi sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Tim
peningkatan kualitas Six Sigma harus memutuskan target yang harus dicapai,
mengapa rencana tindakan tersebut dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan
dilakukan, bilamana rencana itu akan dilakukan, siapa penanggungjawab rencana
tindakan itu, bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu dan berapa besar
biaya pelaksanaannya serta manfaat positif dari implementasi rencana tindakan
itu. Tim proyeksi Sigma telah mengidentifikasikan sumber-sumber dan akar
penyebab masalah kualitas sekaligus memonitor efektifitas dari rencana tindakan
yang akan dilakukan di sepanjang waktu. Efektivitas dari rencana tindakan yang
dilakukan akan tampak dari penurunan persentase biaya kegagalan kualitas
(COPQ) terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya kapabilitas
Sigma. (Gaspersz, 2002).

E. Control

Menurut Susetyo, 2011, control merupakan tahap operasional terakhir dalam


upaya peningkatan kualitas berdasarkan Six Sigma. Pada tahap ini hasil
peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik
terbaik yang sukses dalam peningkatan proses distandarisasi dan disebarluaskan,
prosedur didokumentasikan dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta
kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim kepada pemilik atau
penanggung jawab proses. (Gaspersz, 2002).
Terdapat dua alasan dalam melakukan standarisasi, yaitu:
1. Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak
distandarisasikan, terdapat kemungkinan bahwa setelah periode waktu
tertentu, manajemen dan karyawan akan menggunakan kembali cara kerja
yang lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah terselesaikan
itu.
2. Apabila tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah itu tidak
distandarisasikan dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah
29

periode waktu tertentu apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan,


orang baru akan menggunakan cara kerja yang akan memunculkan kembali
masalah yang sudah pernah terselesaikan oleh manajemen dan karyawan
terdahulu.

2.3 Pengertian Pengendalian kualitas

Pengendalian kualitas adalah proses yang digunakan untuk menjamin tingkat


kualitas dalam produk atau jasa. Mengidentifikasi pengendalian kualitas tidak
terlepas dari apa yang telah didefenisikan oleh pakar kualitas sebelumnya seperti
Montgomery, D.C (1995) mendefenisikan bahwa pengendalian kualitas adalah
aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri
kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan
mengambil yang sebenarnya dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai
apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar.
Pengendalian kualitas adalah kombinasi semua alat dan teknik yang digunakan
untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya se-ekonomis mungkin dan
memenuhi syarat pemesanan. (Haryono dan Irwan, 2005).

Dalam konteks pengendalian kualitas melalui penurunan variasi karakteristik


kualitas dari suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi
kebutuhan yang telah di spesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan.
Variasi yang berlebihan seringkali mengakibatkan adanya pemborosan (waste),
misalnya berupa uang, waktu dan usaha, sehingga peningkatan kualitas juga
merupakan cara mengurangi pemborosan. Oleh karena itu, peran pengendalian
kualitas statistik tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan dalam meningkatkan
kepuasan konsumen.

Mengendalikan proses dapat diselidiki dengan cepat apabila terjadi gangguan


proses dan tindakan pembetulan dapat segera dilakukan sebelum terlalu banyak
unit yang tidak sesuai dengan standar produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam pengendalian kualitas antara lain:

1. Segi operator yaitu keterampilan dan keahlian dari manusia yang menangani
produk.
30

2. Segi bahan baku yaitu bahan baku yang dipasok oleh penjual.
3. Segi mesin yaitu jenis mesin dan elemen-elemen mesin yang digunakan dalam
proses produksi.

Pengendalian kualitas menjelaskan bahwa penggunaannya diarahkan untuk


mengukur pencapaian standar yang ditetapkan. Pengendalian kualitas merupakan
bagian dari pengujian, meskipun sering digunakan secara bersamaan dengan
pengujian. Misalkan, akan menguji suatu produk untuk melihat apakah ada yang
cacat/rusak dan dengan pengendalian kualitas yang ditetapkan, pada dasarnya jika
ini hal tersebut rusak maka apapun yang diuji gagal. Namun dengan cara lain
untuk melihat perbedaan antara pengujian dan pengendalian yang berkualitas
adalah harus mempertimbangkan perbedaan antara tes sebagai suatu kejadian dan
tes sebagai bagian dari sistem.

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik statistika yang diperlukan untuk


menjamin dan meningkatkan kualitas produk. Sebagian besar pengendalian
kualitas statistik yang digunakan sekarang telah dikembangkan sebelumnya.
Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) secara garis besar
digolongkan menjadi dua, yakni pengendalian proses statistik (statistical process
control) atau juga sering disebut control chart dan rencana penerimaan sampel
produk atau yang sering dikenal dengan acception sampling. Hal ini dapat
digambarkan seperti pada gambar 2.2 berikut:

Pengendalian Kualitas
Statistik

Pengendalian Kualitas Proses Rencana Penerimaan


Statistik Sampel Produk
(Statistical Process Control) (acception sampling)

Data Variabel Data Atribut Data Atribut Data Variabel

Gambar 2. 2 Bagan Pengendalian Kualitas Statistik


(Sumber : Haryono dan Irwan, 2005)
31

Berdasarkan gambar 2.2 terlihat bahwa pengendalian kualitas proses dan produk
juga dapat dibagi dua golongan menurut jenis datanya, yaitu data variabel dan
data atribut. Data variabel memberikan lebih banyak informasi dari pada data
atribut. Data variabel sering disebut sebagai metode pengendali untuk data
variabel. Metode ini digunakan untuk menggambarkan variansi atau
penyimpangan yang terjadi pada kecenderungan yang memusat dan penyebaran
observasi. Namun demikian, data variabel tidak dapat digunakan untuk
mengetahui karakteristik kualitas seperti banyaknya kesalahan atau persentase
kesalahan suatu proses. Data variabel dapat menjunjukkan seberapa jauh
penyimpangan dari standar proses, sementara data atribut tidak dapat
menunjukkan informasi tersebut karena data atribut hanya digunakan apabila ada
pengukuran yang tidak memungkinkan untuk dilakukan, misalnya goresan, cacat,
warna, ada bagian yang hilang dan lain sebagainya (Haryono dan Irwan, 2005).

Pengendalian proses statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang


digunakan sebagai monitor, pengendali, penganalisis, pengelola dan memperbaiki
proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian proses statistik
merupakan penerapan metode-metode statistik untuk pengukuran dan analis
variasi proses. Dengan pengendalian proses statistik maka dapat dilakukan
analisis dan meminimalkan penyimpangan dan kesalahan, mengkuantifikasikan
kemampuan proses dan memuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada
untuk mengadakan perbaikan proses. Keberhasilan dalam pengendalian proses
statistik sangat dipengaruhi oleh tiga aspek penting dalam mengadakan perbaikan
proses, yaitu:

a. Aspek manajemen yang meliputi: dukungan, pelatihan, kerja tim dan lain
sebagainya.
b. Aspek sumber daya manusia seperti: penolakan terhadap perbaikan konflik
antara operator dengan komputer.
c. Aspek Operasional seperti: alat-alat pengendalian proses statistik, prioritas
proses, prosedur tindakan kolektif dan sebagainya.

Alasan utama mengadakan pengendalian proses statistik adalah untuk dapat


mencapai kepuasan pelanggan.
32

Selanjutnya, pengendalian kualitas juga dapat dilakukan pada produk yang


dihasilkan, atau dikenal dengan acceptance sampling. Acceptance sampling
merupakan proses evaluasi bagian produk dan seluruh produk yang dihasilkan
tersebut. Manfaat utama sampling adalah pengurangan biaya inspeksi. Sementara
itu, kelemahan pengambil sampel adalah adanya resiko pengambilan sampel
seperti biaya administrasi yang lebih tinggi dan kurangnya informasi mengenai
produk yang akan diteliti. Oleh karena itu acceptance sampling meliputi
perencanaan atribut dan perencanaan variabel. Manfaat utama sampling adalah
pengurangan biaya inspeksi.

2.4 Alat Pengendalian Kualitas


Manajemen kualitas seringkali disebut sebagai the problem solving, sehingga
manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving
tersebut untuk mengadakan perbaikan. Ada beberapa alat (tools) perbaikan
kualitas yang digunakan dalam organisasi-organisasi yaitu Check sheet (Lembaran
Pengecekan), Pareto diagram (Diagram Pareto), Cause-effect diagram (diagram
sebab-akibat), Histogram, Scattered diagram (Diagram Penyebaran), Diagram
alur, dan Control chart (Peta Kendali). Masing-masing alat tersebut mempunyai
kegunaan yang dapat berdiri sendiri maupun saling membantu antar satu alat
dengan alat yang lain (Haryono dan Irwan, 2005).

2.4.1 Lembar Pemeriksaan (Check Sheet )


Lembaran pengecekan berfungsi untuk menyajikan data yang berhubungan
dengan: distribusi proses, defect item, defect location, defect cause dan check up
konfirmasi. Tujuan pembuatan lembaran pengecekan adalah menjamin bahwa
data dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk
diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dan lembar
pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan
mudah. Bentuk lembaran pengecekan berbagai macam, salah satu contohnya
dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

Adapun manfaat dipergunakannya check sheet yaitu sebagai alat untuk:


33

a. Mempermudah pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana


suatu masalah terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.
c. Menyusun data secara otomatis sehingga lebih mudah untuk dikumpulkan.
d. Memisahkan antara opini dan fakta.

LEMBAR PERIKSA
Produk : Tanggal :
Tahap Pemeriksaan : Identitas :
Jumlah Pemeriksaan : Nama Pemeriksa :

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Frekuensi


Ketebalan
Berat

Total
Gambar 2. 3 Contoh Lembar Periksa
(Sumber : Haryono dan Irwan, 2005)

2.4.2 Diagram Pareto (Pareto Analysis)


Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yang bernama Alfredo Pareto
pada tahun 1848-1923. Diagram pareto ini merupakan suatu gambar yang
mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan rangking tertinggi
hingga terendah. Tujuan diagram pareto adalah membuat peringkat masalah-
masalah yang potensial untuk diselesaikan. Diagram digunakan untuk menentukan
langkah yang harus diambil sebagai upaya menyelesaikan masalah. Menurut
Mitra (1993) dan Besterfield (1998), bahwa ada enam langkah penyusunan
diagram pareto, yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan metode atau arti dari pengklarisifikasian data, misalnya
berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidak sesuaian dan lain sebagainya.
b. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-
karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit dan lain sebagainya.
c. Mengumpulkan data sesuai interval waktu yang telah ditentukan.
d. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang
terbesar hingga yang terkecil.
e. Menghitung frekuensi komulatif atau presentasi komulatif yang digunakan.
34

f. Menggambarkan diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif


masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal penting untuk
mendapatkan perhatian.

Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto

Gambar 2. 4 Contoh Diagram Pareto


(Sumber : Haryono dan Irwan, 2005)

2.4.3 Diagram Sebab-akibat (Cause and Effect Diagram)


Diagram sebab-akibat ini dikembangkan oleh Kauro Ishikawa pada tahun 1943,
sehingga diagram Ishikawa atau diagram fishbone (tulang ikan). Diagram ini
digunakan untuk menyajikan penyebab suatu masalah secara grafis atau
mengetahui hubungan atara sebab dan akibat suatu masalah untuk selanjutnya
diambil tindakan perbaikan (Haryono dan Irwan, 2005). Adapun bentuk dari
diagram sebab akibat dapat dilihat pada gambar 2.1 di atas.

Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam :


a. Material / bahan baku
b. Machine / mesin
c. Man / tenaga kerja
d. Method / metode
e. Environment / lingkungan

Adapun kegunaan dari diagram sebab akibat adalah:


a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.
35

b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki


peningkatan kualitas.
c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
d. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
e. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk
dengan keluhan konsumen.
f. Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan
dilaksanakan.
g. Sarana pengambilan keputusan dalam menentukan pelatihan tenaga kerja.
h. Merencanakan tindakan perbaikan.

Langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut :


a. Mengidentifikasi masalah utama.
b. Menempatkan masalah utama tersebut disebelah kanan diagram.
c. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakannya pada diagram utama.
d. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakannya pada penyebab mayor.
e. Diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan
penyebab sesungguhnya.

2.4.4 Histogram
Histogram digunakan untuk menyajikan data secara visual sehingga lebih mudah
dilihat oleh pelaksana dan untuk mengetahui bentuk distribusi data. Kemudian
distribusi data digunakan untuk melakukan analisis kemampuan proses.
Histogram memrupakan alat statistik yang terdiri atas batang-batang yang
mewakili suatu nilai tertentu. Panjang batang proporsional terhadap frekuensi atau
frekuensi relatif suatu nilai tertentu. Histogram menjelaskan variasi proses, namun
belum mengurutkan rangking dari variasi terbesar sampai dengan yang terkecil.
Histogram juga menunjukkan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan,
histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-
angka nominal, misalnya rata-rata. (Haryono dan Irwan, 2005). Gambar histogram
dapat dilihat pada gambar 2.5.
36

Gambar 2. 5 Contoh Diagram Histogram


(Sumber : Haryono dan Irwan, 2005)

2.4.5 Diagram Penyebaran (Scatter Diagram)


Diagram penyebaran merupakan diagram atau grafik yang digunakan untuk
melihat hubungan antar faktor atau antara sebab dan akibat dari dua variabel yaitu
variberl x dan variabel y.

Menurut Besterfield (dalam Haryono dan Irwan, 2005), model-model scatter


diagram adalah:

- Jika titik-titik yang berada dalam grafik cenderung ke kanan atau miring ke
kanan maka hubungannya positif.
- Jika titik-titik yang berada dalam grafik cenderung ke kiri atau miring ke kiri
maka hubungannya negatif.
- Jika titik-titik yang berada dalam grafik memutar di sekelilingnya atau tidak
cenderung ke kanan dan tidak ke kiri maka tidak terdapat hubungan.
Untuk melihat bagaimana bentuk scatter diagram dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Contoh Diagram Tebar


(Sumber : Haryono dan Irwan, 2005)
37

2.4.6 Diagram Alir/ Diagram Proses (Process Flow Chart )


Diagram alir merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan suatu
peristiwa. Diagram tersebut akan mempermudah dalam menggambarkan suatu
sistim, mengidentifikasi masalah dan melakukan tindakan pengendalian. Diagram
alir identik dengan flowchart yang digunakan dalam merencanakan langkah-
langkah apa yang direncanakan selanjutnya dalam mengendalikan kualitas
produksi (Haryono dan Irwan, 2005). Diagram Alir dipergunakan sebagai alat
analisis untuk:
a. Mengumpulkan data mengimplementasikan data juga merupakan ringkasan
visual dari data itu sehingga memudahkan dalam pemahaman.
b. Menunjukkan output dari suatu proses.
c. Menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam situasi tertentu sepanjang waktu.
d. Menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang waktu.
e. Membandingkan dari data periode yang satu dengan periode lain, juga
memeriksa perubahan-perubahan yang terjadi.

2.4.7 Peta Kendali (Control Chart )


Peta kendali adalah satu dari banyak alat untuk memonitoring proses dan
mengendalikan kualitas. Alat-alat tersebut merupakan pengembangan metode
untuk peningkatan dan perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas terjadi pada dua
situasi. Situasi pertama adalah ketika peta kendali dibuat, proses dalam kondisi
tidak stabil. Kondisi yang diluar batas kendali karena sebab khusus, kemudian
dicari tindakan perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Sehingga hasilnya
adalah adanya perbaikan proses.

Kondisi kedua berkaitan dengan pengujian. Peta pengendali tepat bagi pengambil
keputusan karena model akan melihat yang baik dan yang buruk. Peta kendali
memang tepat dalam menyelesaikan masalah melalui perbaikan kualitas,
walaupun ada kelemahan apabila digunakan untuk memonitor atau
mempertahankan proses. Suatu proses dikatakan berada dalam kendali statistik
jika nilai pengamatan jatuh diantara garis UCL dan LCL. Dalam kondisi ini,
proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai perbaikan. Namun, jika ada
nilai pengamatan yang jatuh di luar batas UCL dan LCL, itu berarti ada proses
38

yang tidak terkendali. (Haryono dan Irwan, 2005). Peta kendali yang dimaksud
dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Peta Kendali


(Sumber: Haryono dan Irwan, 2005)
Peta kendali merupakan suatu grafik statistik yang mempermudah segala pihak
terutama pihak perusahaan untuk mendeteksi apakah hasil produksi tersebut
berkualitas ataukah tidak. Oleh karena itu, peta kendali mempunyai kegunaan
dalam mempermudah proses kualitas statistiknya, yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistik.


2. Menyelidiki dengan cepat sebab-sebab terduga atau pergeseran prose,sehingga
ditindakan perbaikan dapat cepat dilakukan.
3. Mengendalikan proses produksi dalam menentukan kemampuan proses dan
dapat memberikan informasi untuk meningkatkan proses reduksi.
4. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil
secara statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
5. Sebagai alat yang sangat efektif dalam mengurangi sebanyak mungkin
variabilitas dalam proses sesuai dengan tujuan utama pengendalian proses.
6. Menentukan kemampuan proses.

Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya penyimpangan


dengan cara menetapkan batas-batas kendali:
a. Upper control limit / batas kendali atas (UCL)
39

Merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan.
b. Central line / garis pusat atau tengah (CL)
Merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari
karakteristik sampel.
c. Lower control limit / batas kendali bawah (LCL)
Merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik
sampel.

1. Peta Kendali Atribut

Peta kendali atribut merupakan peta kendali yang digunakan untuk mengukur
kualitas dari ketidak sesuaian produk dengan tujuan untuk mengetahui apakah
produksi tersebut berada dalam kondisi terkontrol (in statistical control) ataukah
tidak terkontrol (out of statistical control) (Haryono dan Irwan, 2005)

Kualitas karakteristik yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka, misalkan
ketika mengukur berat badan, tinggi, jarak, ketebalan dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari klasifikasi karakteristik kualitas pada umumnya akan
menunjukkan unit sebagai unit sesuai atau unit tidak sesuai. Kriteria lain
karakteristik kualitas akan memilih kategori unit ke yang cacat dan yang tidak
cacat. Kualitas karakteristik jenis seperti ini yang disebut dengan jenis atribut.
Perhatikan bahwa ada perbedaan antara yang tidak sesuai dengan teknik
spesifikasi bagian yang terkontrol (tidak cacat) dari sebuah unit, yang tidak sesuai
dapat berfungsi dengan baik walaupun pada kenyataannya tidak cacat sama sekali,
sementara bagian dapat dikontrol dan tidak berfungsi seperti yang diinginkan
misalnya, rusak atau yang lainnya.

Contoh lain dari karakteristik kualitas atribut adalah jumlah kegagalan dalam
menjalankan produksi, misalkan banyak produk yang rusak. Dalam proses
produksi terkadang ada kesalahan ataupun hasil produksi tidak sesuai dengan
keinginan. Dalam hal ini kita dapat menggunakan pengendalian proses statistik
data atribut. Data atribut dalam pengendalian kualitas menunjukkan karakteristik
kualitas yang sesuai dengan spesifikasi atau tidak sesuai dengan spesifikasi.
40

Menurut Besterfield, atribut digunakan apabila ada pengukuran yang tidak


memungkinkan untuk dilakukan, misalnya goresan, kesalahan warna, atau ada
bagian yang hilang. Selain itu, atribut digunakan apabila pengukuran dapat dibuat
tetapi tidak dibuat karena alasan waktu, biaya atau kebutuhan. Peta kendali atribut
dapat digunakan pada semua tingkatan dalam organisasi, perusahaan, departemen,
pusat-pusat kerja dan mesin-mesin.

Selain itu, data atribut dapat membantu mengidentifikasi akar permasalahan baik
pada tingkat umum maupun pada tingkat yang lebih mendetail. Disamping
kelebihan yang dimiliki oleh peta pengendali kualitas untuk data atribut, ada
beberapa kelemahan yang dimiliki peta kendali tersebut, yaitu dalam peta
pengendali kualitas data atribut tidak dapat diketahui seberapa jauh ketidaktepatan
spesifikasi tersebut.

Jenis-jenis peta kendali atribut meliputi: peta kendali p, peta kendali np, peta
kendali c, peta kendali u.

a. Peta kendali kerusakan (p chart)


Jika sampel yang diambil untuk setiap kali melakukan observasi jumlahnya sama
maka dapat digunakan peta kendali proporsi kesalah maupun banyaknya
kesalahan. Namun bila sampel yang diambil bervariasi untuk setiap kali
melakukan observasi berubah-ubah jumlahnya atau memang perusahaan tersebut
ingin melakukan 100% inspeksi maka kita harus menggunakan peta pengendali
proporsi kesalah (p-chart). Apabila ukuran sampel atau ukuran sub kelompok
yang digunakan pada setiap kali observasi naik atau lebih banyak, maka batas-
batas pengendali menjadi lebih rendah.
Namun, apabila banyaknya sampel atau sub kelompok yang digunakan pada
setiap kali observasi turun dan berkurang, maka batas-batas pengendali menjadi
lebih tinggi atau meningkat. Kondisi ini mempengaruhi karakteristik kualitas
proses produksi. Hal inilah yang merupakan kelemahan pengendalian kualitas
proses statistik untuk data atribut. Sehingga, peta kendali p atau biasa disebut
dengan pengendali proporsi kesalahan digunakan untuk mengetahui apakah cacat
produk yang dihasilkan masih dalam batas yang ditentukan (batas kontrol).
Langkah-langkah pembuatan peta kendali p
41

- Menghitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu:
Jika bagian yang tidak sesuai pada proses itu p tidak diketahui, maka p itu
harus ditaksir dari data observasi. Prosedur yang biasa adalah memilih m
sampel pendahuluan, masing-masing berukuran n. Jika ada pi unit tidak sesuai
dalam sampel i maka kita hitung bagian yang tidak sesuai dalam sampel ke-i
itu sebagai
pi
pi = i  1,2,...m (Persamaan 2.1)
n
dengan: pi = proporsi cacat pada setiap sampel
pi = banyaknya produk cacat
n = ukuran subgroup
- Menghitung nilai rata-rata dari sampel p, yaitu p dapat dihitung dengan:
m m

 proporsicacat
i 1
 pi
i 1
CL   (Persamaan 2.2)
m n.m
dimana: CL= Garis pusat peta pengendali proporsi kesalahan
pi = Proporsi kesalahan setiap sampel/sub kelompok dalam setiap
observasi
n = Banyaknya sampel yang diambil tiap observasi
m = Banyaknya observasi yang dilakukan
- Menghitung batas kendali dari peta kendali p:
Selanjutnya akan ditentukan batas kendali atas dan batas kendali bawah yang
ditunjukkan oleh persamaan berikut:

UCL (Upper Control Limit) = p + 3



p 1 p  (Persamaan 2.3)
n

LCL (Lower Control Limit) = p - 3



p 1 p  (Persamaan 2.4)
n
- Plot data proporsi (persentase) unit cacat serta amati apakah data tersebut
berada dalam pengendalian atau di luar pengendalian.
Menurut Montgomery (1995) tindakan yang akan kita lakukan jika proses
tersebut melewati batas kendali (tidak terkontrol) yaitu melakukan penelitian
ulang (mengukur ulang pada titik yang berada di luar batas kontrol), untuk
42

tindakan ini bahwa titik-titik yang terletak diluar batas kendali kemungkinan
besar digunakan dari suatu distribusi probabilitas karakteristik keadaan tak
terkendali. Alternatifnya tetap menggunakan proses tersebut dengan merevisinya
untuk pengendalian selanjutnya.

b. Peta kendali np
Peta kendali np digunakan untuk data yang terdiri dari jumlah (proporsi) tidak
sesuai item relatif terhadap jumlah barang yang diperiksa. Secara konseptual,
sebagai suatu proses menghasilkan barang atas waktu subkelompok terdiri dari
item dipilih dan diperiksa setiap subgroup.

c. Peta kendali c
Barang yang tidak sesuai (cacat dalam pengertian teknis dari kata tersebut) adalah
barang yang dalam beberapa hal gagal memenuhi satu atau lebih spesifikasi yang
ditetapkan. Setiap kejadian dari kurangnya kesesuaian barang terhadap speisfikasi
adalah ketidaksesuaian (cacat atau rusak). Setiap barang yang tidak sesuai berisi
satu atau lebih ketidaksesuaian. Telah diketahui bahwa suatu produk dikatakan
cacat (defective) jika produk itu tidak memenuhi satu syarat atau lebih. Atau
dengan kata lain suatu produk dikatakan berkualitas jika tidak terdapat kecatatan
sedikitpun pada sebuah barang atau objek tersebut. Setiap kekurangan atau cacat
disebut defect, jadi setiap produk yang cacat terdapat dari satu defect atau lebih.
Secara umum dalam peta kendali c yang diperhatikan adalah mengenai adanya
ketidaksesuaian atau cacat per tiap unit objek atau barang.
Istilah tidak sesuai bisa berarti cacat atau gagal memenuhi satu atau lebih
spesifikasi yang ditetapkan. Setiap barang yang tidak sesuai berisi satu atau lebih
ketidaksesuaian. Peta kendali c digunakan untuk pengendalian jumlah item yang
tidak sesuai dalam subgroup yang berukuran konstan. Misalnya: Peta kendali c
mengetahui jumlah paku keling yang tidak sesuai pada sayap pesawat terbang,
mengetahui jumlah ketidaksempurnaan permukaan pada satu monitor komputer
yang diteliti, mengetahui jumlah bercak pada sebidang tembok dan lain
sebagainya.
43

d. Peta kendali u
Peta kendali u melukiskan grafik pengendalian untuk ketidak sesuaian dengan
ukuran sampel yang konstan dan tidak konstan dengan ukuran unit pemeriksaan.
Unit pemeriksaan dipilih untuk memudahkan pengumpulan data atau operasional.
Tetapi tidak ada alasan mengapa ukuran sampel harus terbatas pada suatu unit
pengukuran.
Ukuran sampel harus dipilih menurut pertimbangan statistik, seperti menentukan
ukuran sampel cukup besar untuk menjamin batas pengendali bawah yang positif
atau untuk memperoleh probabilitas tertentu akan menyidik suatu pergeseran
proses. Sebagai alternatif lain, faktor-faktor ekonomi dapat juga masuk dalam
menentukan ukuran sampel.

2. Peta Kendali Variabel

Peta kendali untuk data variabel merupakan peta kendali yang digunakan untuk
mengukur karakteristik atau variabel suatu produk dengan tujuan untuk
mengetahui apakah kualitas produk tersebut berada dalam kondisi terkontrol
ataukah tidak terkontrol.

. Peta kendali variabel dibagi menjadi 2 :


1. Peta kendali rata-rata ( x chart)
Digunakan untuk mengetahui rata-rata pengukuran antar subgrup yang
diperiksa.
2. Peta kendali rentang (R chart)
Digunakan untuk mengetahui besarnya rentang atau selisih antara nilai
pengukuran yang terbesar dengan nilai pengukuran terkecil di dalam subgrup
yang diperiksa.

2.5 Referensi Studi


Referensi studi merupakan pembanding dari penelitian yang akan dilakukan
dimana penulis mengumpulkan data dan informasi yang berasal dari buku-buku
referensi, jurnal penelitian yang sejenis dengan topik penelitian yang sedang
dilaksanakan seperti yang terlihat pada tabel 2.2.
44

Tabel 2. 2 Jurnal penelitian yang sejenis


No Nama Penulis, Tahun Judul Penelitian Metode Objek
1 Ibnu Abdul Rosid, Peningkatan Kualitas Menggunakan Pendekatan Kain cacat
2015 Kain Tekstil Solid Six Sigma yang terdiri dari karena kotor,
dengan menggunakan Define, Measure, Analysis, belang, kusut
Pendekatan Six Sigma Improve dan Control dan warna
pada Unit Finishing (DMAIC). Tahapan Define beda
and Printing di PT. dilakukan pemetaan proses
Dan Liris Sukaharjo produksi dengan
menggunakan diagram
SIPOC
2 Miko Hasriyono, 2009 Implemetasi Menggunakan Pendekatan Pada kain
Pengendalian Kualitas Six Sigma yang terdiri dari cacat flag obat
Untuk Mengurangi Define, Measure, Analysis, dan gambar
Jumlah Produk Cacat Improve dan Control tidak pas
Tekstil Kain Katun (DMAIC). Tahapan
Menggunakan Measure dilakukan dengan
Metode Six Sigma menentukan nilai rata-rata
pada PT. SSP DPOM
3 Ikhtiar Telaumbanua, Analisa Pengendalian Menggunakan Pendekatan Cact blobor
2017 Kualitas Produksi Six Sigma yang terdiri dari pada kain
Printing Di Define, Measure, Analysis,
Departemen Improve (DMAI). Tahapan
Processing CV Measure dilakukan dengan
Kencana Hegar menggunakan Peta
Kendali Atribut P

Anda mungkin juga menyukai