Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN MUTU TERPADU

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KUALITAS

DISUSUN OLEH:

1. Stefanus Yovi P N 1513010049


2. Anggraini Cyntia Devy 1513010076
3. Luklu’ul Jannah 1513010107
4. Intan Putri Cahya N 1513010130
5. Anzalia Novita S 1513010145
6. Ilham Wibisono 1513010208

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2018
Pengertian kualitas sangat beranekaragam. Para pakar kualitas juga memberikan definisi
masing-masing. Crosby mendefinisikan sebagai sama dengan persyaratannya. Deming
menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman
dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sementara itu J.M.
Juran mengartikannya sebagai cocok untuk digunakan (fitness for use) dan definisi itu sendiri
memiliki 2 aspek utama, yaitu:
1. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan
2. Bebas dari kekurangan

Beraneka ragamnya definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perbedaan perspektif atau
pandangan yang digunakan.

PERSPEKTIF TERHADAP KUALITAS


David Garvin (dalam Lovelock, 1994, pp. 98-99; Ross, 1993, pp. 97-98) mengidentifikasi
adanya lima alternative perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan
dan dioperasionalkan.
2. Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat diukur.
3. User-based Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing-based Approach
Persepektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama
dengan persyaratannya.
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai
“affordable excellence”.
Perbedaan pandangan terhadap kualitas sebagaimana diuraikan di atas dapat
bermanfaat dalam mengatasi konflik-konflik yang kadangkala timbul di antara para manajer
dalam departemen fungsional yang berbeda. Sebaiknya perusahaan menggunakan
perpaduan antara beberapa perspektif kualitas dan secara aktif menyesuaikan setiap saat
dengan kondisi yang ada.
Contoh Konflik antara Departemen Fungsional
Fungsi Aspek Kualitas yang Mendapat Perhatian Utama
Kinerja, keistimewaan, pelayanan, focus pada perhatian
pelanggan
Pemasaran
Menekankan pendekatan user-based yang dapat
menaikkan biaya
Spesifikasi
Perekayasaan
Menekankan pada pendekatan product-based
Sama dengan spesifikasi
Pemanufakturan
Pengurangan biaya

DIMENSI KUALITAS
Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan sebagai
kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur. Dimensi-
dimensi tersebut adalah:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakter sekunder atau
pelengkap.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal
dipakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi, yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan, berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi;
penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, maka
berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Zeithaml, Berry dan
Parasuraman (1985) berhasil mengidentifikasikan lima kelompok karakteristik yang
digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu:
1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya
yang memiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan para pelanggan.

SEJARAH SINGKAT MENGENAI KUALITAS


Dalam buku “Managing Quality”, Garvin (dalam Bounds, et al., 1994, pp. 46-84;
Lovelock, 1994, pp. 101-107) mengungkapkan bahwa kualitas sebagai suatu konsep sudah
lama dikenal, tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen baru terjadi akhir-akhir ini. Ia
membagi pendekatan modern terhadap kualitas ke dalam empat era kualitas, yaitu inspeksi,
pengendalian kualitas statistic, jaminan kualitas, dan manajemen kualitas trategik.
Inspeksi
Pendekatan ini mulai diterapkan pada permulaan abad 19. Pengendalian kualitas
mencakup beberapa model yang seragam dari suatu produk untuk mengukur kinerja
sesungguhnya. Keseragaman seperti itu dimungkinkan pada pemanufakturan yang dilengkapi
dengan pengembangan peralatan, yang dirancang untuk menjamin operasi mesin-mesin agar
menghasilkan bagian-bagian yang identic sehingga dapat saling menggantikan. Inspeksi
terhadap output dilakukan langsung dan dapat pula dengan bantuan alat tertentu, yang
dirancang untuk mengatur output fisik dibandingkan dengan standar yang seragam. Sejak
awal abad ke 20, kegiatan inspeksi dikaitkan secara lebih formal dengan pengendalian
kualitas, dan kualitas itu sendiri dipandang sebagai fungsi manajemen yang berbeda.
Pengendalian Kualitas Statistikal
Gerakan kualitas menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya pada tahun
1931 dengan dipulikasikannya hasil karya W.A. Shewhart, seorang peneliti kualitas dari Bell
Telephone Laboratories. Ia menyatakan bahwa veriabilitas merupakan suatu kenyataan
dalam industry dan hal ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan
statistik. Kontribusi utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk merencanakan nilai
produksi guna menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam range yang dikehendaki.
Dua rekan Shewhart mengembangkan teknik statistic untuk melakukan sampling
sejumlah item yang terbatas di setiap kelompok produksi. Sasarannya adalah untuk
melakukan trade-off antara biaya tinggi akibat inspeksi 100% dengan risiko dari salah satu
keadaan berikut: (1) menerima suatu kelompok produksi yang sesungguhnya terdiri dari item-
item yang rusak dalam persentase tinggi, atau (2) menolak suatu kelompok produk yang
sesungguhnya memenuhi standar kualitas. Perbaikan dalam skala besar terhadap teknik
statistic dilakukan semasa Perang Dunia II untuk mempercepat produksi dan penyerahan
perbekalan militer untuk menghindari inspeksi yang membuang waktu, tenaga dan biaya.
Jaminan Kualitas
Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting, yaitu biaya
kualitas, pengendalian kualitas terpadu (Total Quality Control) yang merupakan pemikiran
Armand Feigenbaum (1956), Reliablity engineering yang muncul pada tahun 1950an, dan
Zero defects yang pertama kali dimunculkan oleh Martin Company tahun 1961-1962.
Manajemen Kualitas Strategis

1. Pengalaman perusahaan-perusahaan Jepang


Beberapa inovasi yang dilakukan oleh para ahli Jepang sendiri seperti Diagram
Sebab-Akibat dari Kaoru Ishikawa (digunakan pertamakali tahun 1952), Gugus kendali
mutu (1962), companywide quality control (1968), dan quality function deployment
(1972).
2. Pengalaman Perusahaan-Perusahaan Amerika dan Eropa.
Tiga buku yang mendapat perhatian publik terhadap kualitas selama dekade 1980-an,
buku yang pertama adalah buku berjudul Quality is Free (1979) dari Philip Crosby.
Yang kedua adalah In Search of Excellence (1982) oleh Tom Peters dan Robert
Waterman. Yang terakhir adalah Managing Quality (1988) yang ditulis oleh David
Garvin.

Selain keempat era yang dikemukakan oleh Garvin tersebut, Cristopher Lovelock
menambahkan era kelima, yaitu:

Obsesi Kualitas Menyeluruh


Tahun 1987 hal yang mendasari era kelima ini adalah konsep kualitas absolut dari
zero defact, yang juga disebut kualitas menyeluruh(total quality). Jalan satu-satunya untuk
mencapai keabsolutan tersebut adalah Total Quality Control yang didorong oleh Total Quality
Management (TQM).
Sumber Kualitas
1. Program kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail.
3. Desain produk yang menekankan keadalan dan perjanjian ekstensi produk sebelum
dilepas ke pasar.
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik,
pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan secara cepat.
5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

Definisi dan Pandangan Terhadap Biaya Kualitas.


Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. Biaya pencegahan (prevention cost)

Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang
dihasilkan, meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan
pemeliharaan sistem kualitas.Ada beberapa macam biaya yang termasuk dalam
kelompok biaya pencegahan, yaitu:

1) Teknik dan Perencanaan Kualitas

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan


patokan rencana kualitas produk yang dihasilkan, rencana tentang kehandalan,
rencana pemeriksaan, sistem data, dan rencana khusus dari jaminan kualitas.
2) Tinjauan Produk Baru

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran, penilaian


rancangan baru dari segi kualitas, penyiapan program percobaan dan pengujian
untuk menilai penampilan produk baru dan aktivitas-aktivitas kualitas lainnya selama
tahap pengembangan dan pra produksi dari rancangan produk baru.
3) Rancangan Proses atau Produk

Biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau pemilihan


proses produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keseluruhan kualitas produk
tersebut.
4) Pengendalian Proses

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses, seperti grafik


pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha mencapai kualitas
produksi yang dikehendaki.
5) Pelatihan

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan, pelaksanaan,


penyelenggaraan, dan pemeliharaan program latihan formal masalah kualitas.
6) Audit Kualitas

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan


terhadap rencana kualitas keseluruhan.
2. Biaya Deteksi/Penilaian (detection/appraisal cost)

Merupakan biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa sesuai
dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utama fungsi deteksi adalah untuk
menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses perusahaan,
misalnya mencegah pengiriman barang-barang yang tidak sesuai dengan persyaratan
kepada para pelanggan. Yang termasuk dalam jenis kualitas ini antara lain:
1) Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Baku yang Dibeli

Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji kesesuaian


bahan baku yang dibeli dengan kualifikasi yang tercantum dalam pesanan.
2) Pemeriksaan dan Pengujian Produk

Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk meneliti kesesuaian hasil produksi
dengan standar perusahaan, termasuk meneliti pengepakan dan pengiriman.
3) Pemeriksaan Kualitas Produk

Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan pemeriksaan kualitas produk dalam
proses maupun produk jadi.
4) Evaluasi Persediaan

Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk menguji produk di gudang, dengan
tujuan untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.
3. Biaya Kegagalan Internal (internal failure cost)

Merupakan biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian dengan persyaratan dan
terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Biaya
kegagalan internal terdiri atas:
1) Sisa Bahan (scrap)

Biaya ini adalah kerugian yang ditimbulkan karena ada sisa bahan baku yang
tidak terpakai dalam upaya memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki. Bahan baku
yang tersisa karena alasan lain (misalnya keusangan, overrun, dan perubahan
desain produk) tidak termasuk dalam kategori biaya ini.
2) Pengerjaan Ulang

Biaya ini meliputi biaya ekstra yang dikeluarkan untuk melakukan proses
pengerjaan ulang agar dapat memenuhi standar kualitas yang disyaratkan.
3) Biaya untuk Memperoleh Material (Bahan Baku)

Biaya ini meliputi biaya-biaya tambahan yang timbul karena adanya aktivitas
menangani penolakan (rejects) dan pengaduan (complains) terhadap bahan baku
yang telah dibeli.
4) Factory contact engineering
Merupakan biaya yang berhubungan dengan waktu yang digunakan oleh para
ahli produk atau produksi yang terlibat dalam masalah-masalah produksi yang
menyangkut kualitas

4. Biaya Kegagalan Eksternal (external failure cost)

Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi persyaratan-
persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan.
Biaya ini merupakan biaya yang paling membahayakan, karena dapat menyebabkan
reputasi yang buruk, kehilangan pelanggan, dan penurunan pangsa pasar. Biaya
kegagalan eksternal terdiri atas:
1) Biaya Penanganan Keluhan Selama Masa Garansi

Biaya ini meliputi semua biaya yang ditimbulkan karena adanya keluhan-keluhan
tertentu, sehingga diperlukan pemeriksaan, reparasi, atau penggantian/penukaran
produk.
2) Biaya Penanganan Keluhan Di Luar Masa Garansi

Biaya ini merupakan biaya-biaya berkaitan dengan keluhan-keluhan yang timbul


setelah berlalunya masa garansi.
3) Pelayanan (servis) Produk

Merupakan keseluruhan biaya servis produk yang diakibatkan oleh usaha untuk
memperbaiki ketidak-sempurnaan atau untuk pengujian khusus, atau untuk
memperbaiki cacat yang bukan disebabkan oleh adanya keluhan pelanggan. Biaya
jasa instalasi atau kontrak pemeliharaan tidak termasuk dalam biaya ini.
4) Product Liability

Merupakan biaya yang timbul sehubungan dengan jaminan atau


pertanggungjawaban atas kegagalan memenuhi standar kualitas (quality failures).
5) Biaya Penarikan Kembali Produk

Biaya ini timbul karena adanya penarikan kembali suatu produk atau komponen
produk tertentu.
Biaya kegagalan internal dan eksternal tidak perlu terjadi bila tidak ada kerusakan. Contoh
laporan biaya kualitas tersaji pada tabel berikut.
Tabel Contoh Laporan Biaya Kualitas
Biaya Aktual Persentase
(dalam ribuan)
1. Biaya pencegahan
4.000 10,00
a. Desain dan operasi sistem kualitas 2.500 6,25
b. Pelatihan kualitas bagi karyawan 500 1,25
-------- --------
c. Pelatihan dan evaluasi pemasok 7.000 17,50

Total biaya pencegahan


2. Biaya penilaian 1.500 3,75
6.000 15,00
a. Prosedur pengendalian proses 3.500 8,75
statistikal (SPC) -------- --------
11.000 27,50
b. Inspeksi
c. Pengujian 12.000 30,00
1.500 3,75
-------- --------
Total biaya penilaian 13.500 33,75
3. Biaya kegagalan internal
a. Pengertian ulang 7.000 17,50
1.000 2,50
b. Downtime 500 1,25
-------- --------
8.500 21,25
Total biaya kegagalan internal
4. Biaya kegagalan eksternal
a. Warranty repairs
b. Penanganan keluhan pelanggan
c. Repacking & freight

Total biaya kegagalan eksternal


Total Biaya Kualitas 40.000 100,00

Informasi biaya kualitas dapat digunakan untuk:


 Mengidentifikasi peluang laba (penghematan biaya dapat meningkatkan laba),

 Mengambil keputusan capital budgeting dan keputusan investasi lainnya,

 Menekan biaya pembelian dan biaya yang berkaitan dengan pemasok,

 Mengidentifikasi pemborosan dalam aktivitas yang tidak dikehendaki para pelanggan,

 Mengidentifikasi sistem yang berlebihan,

 Menentukan apakah biaya-biaya kualitas telah didistribusikan secara tepat,

 Penentuan tujuan dalam anggaran dan perencanaan laba,

 Mengidentifikasi masalah-masalah kualitas,

 Dijadikan sebagai alat manajemen untuk ukuran perbandingan tentang hubungan


masukan-keluaran,
 Dijadikan sebagai salah satu alat analisis Pareto untuk membedakan antara vital few dan
trivial many,

 Dijadikan sebagai alat manajemen strategik untuk mengalokasikan sumber daya dalam
perumusan dan pelaksanaan strategi,

 Dijadikan sebagai ukuran penilaian kinerja yang objektif.

Pandangan terhadap Biaya Kualitas


Juran meneliti aspek ekonomis dari kualitas dan menyimpulkan bahwa manfaat kualitas
jauh melebihi biayanya. Feigenbaum memperkenalkan Total Quality Control (TQC) dan
mengembangkan prinsip bahwa kualitas merupakan tanggung jawab setiap orang.
Sedangkan Crosby mengajukan konsepnya yang terkenal, yaitu ‘quality is free’.
Dewasa ini ada tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para praktisi
mengenai biaya kualitas.
1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi pula.

Atribut kualitas seperti kinerja dan karakteristik tambahan menimbulkan biaya yang
lebih besar dalam hal tenaga kerja, bahan baku, desain, dan sumber daya ekonomis
lainnya. Manfaat tambahan dari peningkatan kualitas tidak dapat menutupi biaya
tambahan.
2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah daripada penghematan yang dihasilkan.

Pandangan ini dikemukakan pertama kali oleh Deming dan dianut oleh para
pemanufaktur Jepang. Penghematan dihasilkan dari berkurangnya tingkat pengerjaan
ulang, produk cacat, dan biaya langsung lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.
3. Biaya kualitas merupakan biaya yang besarnya melebihi biaya yang terjadi bila produk
atau jasa dihasilkan secara benar sejak awal (exactly right the first time).

Pandangan ini dianut oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak hanya mencakup biaya
langsung, tetapi juga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar, dan
banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan tidak teridentifikasi oleh
sistem akuntansi biaya modern.

PERILAKU BIAYA KUALITAS


Kualitas dapat diukur berdasar biayanya.Perusahaan menginginkan agar biaya
kualitas turun, namun dapat mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai
dengan titik tertentu.Memang, jika standar kerusakan nol dapat dicapai, perusahaan masih
harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian.
Suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang dapat barjalan dengan
baik, menurut pakar kualitas biayanya tidak lebih dari 2,5 % dari penjualan. Agar standar
tersebut dapat tercapai, maka perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap
elemen biaya kualitas secara individual.
Sebagian biaya kualitas bervariasi dengan penjualan, namun sebagianlainnya tidak.
Agar laporan kinerja kualitas dapat bermanfaat, maka:
1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap dihubungkan
dengan penjualan.
2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh penguranganrasio
biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat menggunakan salah satu dari duacara
berikut :
a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat digunakan untuk
menghitung penghematan biaya sesungguhnya, atau kenaikan biaya
sesungguhnya.
b. Rasio biaya dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan untuk
mengukur kemajuan ke arah pencapaian sasaran periodik.
3. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh perubahan absolut
jumlah biaya tetap.

Biaya kualitas dievaluasi dengan membandingkan biaya sesungguhnya dengan biaya


yang dianggarkan. Pembandingan biaya kualitas tetap menggunakan jumlah absolut biaya
yang sesungguhnya dibelanjakan dengan yang dianggarkan. Sedangkan biaya kualitas
variabel dapat dibandingkan dengan menggunakan persentase dari penjualan, atau jumlah
rupiah biaya, atau kedua-duanya. Apabila manajer terbiasa berhadapan dengan jumlah
absolut atau jumlah rupiah, maka pendekatan yang terbaik adalah dengan membandingkan
jumlah rupiah biaya dengan dilengkapi ukuran persentase. Perhitungan persentase ini dapat
memberikan informasi pada manajemen mengenai seberapa baik standar biaya kualitas
sebesar 2,5 % dapat tercapai.

PANDANGAN TERHADAP JUMLAH KESALAHAN OPTIMUM


Menurut Juran, struktur biaya kualitas sangat dipengaruhi oleh interaksi antara
keempat jenis biaya kualitas, yaitu pencegahan, biaya penilaian, biaya kerusakan internal,
dan biaya kerusakan eksternal. Biaya pengendalian, yaitu biaya pencegahan dan biaya
penilaian meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, sedangkan biaya kegagalan
(internal dan eksternal) menurun seiring dengan peningkatan kualitas. Dalam hal ini
disarankan agar manajemen dapat menemukan level atau tingkat kualitas (jumlah defect)
yang tepat sehingga akan meminimumkan biaya kualitas total.
Berdasarkan pendekatan tradisional, beranggapan bahwa kesalahan tidak dapat
dihindari sehingga sangatlah mahal biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki semua
kerusakan dan juga mengatakan bahwa biaya terendah dicapai pada tingkat nonzero
defect. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan
meningkat dengan semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada
sedikit yang dibiarkan.
Sebaliknya TQM berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada level zero
defect (tingkat kerusakan nol). Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun
kesalahan yang ada itu berjumlah besar, tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya
untuk memperbaiki kesalahan yang terakhir tersebut dibandingkan dengan mengoreksi
kesalahan yang pertama. Oleh karena itu, biaya total akan menurun sampai kesalahan
terakhir diatasi. Dalam hal ini TQM berpendapat bahwa quality is free.

PENGUKURAN KUALITAS
Selain melalui perhitungan biaya, kualitas jasa juga dapat diukur melalui penelitian
konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk atau perusahaan.
Dimensi yang dapat digunakan beranekaragam, diantaranya adalah dimensi yang
dikemukakan David Garvin untuk kualitas produk dan dimensi dari Parasuraman dan kawan-
kawan untuk kualitas jasa.
Pada hakikatnya pengukuran kualitas jasa atau produk hamper sama dengan
pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan oleh variable harapan dan kinerja yang
dirasakan. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) mengidentifikasi 5 (lima) gap yang
menyebabkan kegagalan delivery jasa, yaitu:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Manajemen tidak selalu
dapat merasakan apa yang diinginkan oleh para pelanggan secara tepat.
2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa Mungkin manajemen
mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggan, namun
tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu.
3. Gap antara spesifikasi jasa dan penyampaian jasa Karyawan perusahan mungkin
kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak dapat dan tidak mau untuk
memenuhi standar.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Harapan konsumen
dipengaruhi oleh pernyataanpernyataan yang dibuat oleh wakil (representatives) dan
iklan perusahaan.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi bila
konsumen mengukur kinerja atau presentasi perusahaan dengan cara yang
berlebihan dan salah dalam mempersepsiakan kualitas jasa tersebut.
Pemikiran Beberapa Pakar Kualitas
1. William Edwards Deming
a. Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi suatu
produk dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua
departemen dalam suatu usaha kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dengan beberapa tahap sebagai berikut:
1) Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan
produk (plan).
2) Menghasilkan produk (do).
3) Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check).
4) Memasarkan produk (act).
5) Menganalisis produk dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analyze).
b. Empat Belas Poin Deming (Deming’s Fourteen Points)
1) Ciptakan keajegan tujuan dalam hal menuju perbaikan produk dan jasa
2) Adopsilah falsafah baru
3) Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk
4) Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran rendah
5) Perbaiki secara konstan dan terus-menerus
6) Lembagakan on the job training
7) Lembagakan kepemimpinan
8) Hapus rasa takut
9) Hilangkan dinding pemisah antar departemen
10) Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja
11) Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran.
12) Hilangkan penghalang yang dapat mengambil kebahagiaan karyawan
13) Giatkan program pendidikan dan self-improvement
14) Buatkan transformasi pekerjaan
c. Deming’s Seven Deadly Diseases
1) Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa
2) Penekanan pada laba jangka pendek
3) Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen
4) Job hopping oleh para manajer
5) Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan
keputusan
6) Biaya medis yang terlalu berlebihan
7) Biaya hutang yang berlebihan
2. Joseph M. Juran
a. Juran’s Three Basic Steps to Progress
1) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak
2) Mengadakan program pelatihan secara luas
3) Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih
tinggi.
b. Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
1) Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan
2) Menetapkan tujuan perbaikan
3) Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
4) Menyediakan pelatihan
5) Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah
6) Melaporkan perkembangan
7) Memberikan penghargaan
8) Mengkomunikasikan hasil-hasil
9) Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai
10) Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
perusahaan.
c. The Pareto Principle
Disebut juga kaidah 80/20, yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of
the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energinya pada
penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital yang menyebabkan sebagian
besar masalah.
d. The Juran Trilogy
1) Perencanaan kualitas, meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses
yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.
2) Pengendalian kualitas
3) Perbaikan kualitas, harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus.
3. Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manejemen zero defect dan pencegahan, yang
menentang tiingkat kualitas yang dapat diterimasecata statistik (acceptable quality
level). Iajuga dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Fourteen steps to Quality
Improvement. Pandangan-pandangan crosby dirnagkumnya dengan ringkasan yang
ia sebut sebagai dalil-dalil manejemen kualitas.
Dalil pertama : definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan
Definisi kualitas menurut crosby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya.
Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak
berkualitas.
Dalil kedua : sistem kualitas adalah pencegahan
Bila kita menemukan suatu kesalahan di awal proses, biayanya Cuma satu rupiah.
Tetapi bila di temukan di proses kedua, maka biayanya jadi 10 rupiah. Diketemukan di
proses berikutnya lagi biayaya menjadi 100 ruiah. Jadi sistem kualtas menurut crosby
merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada output dan input. Di dalam proses kerja internal sendiri
ada empat kendali input dimana proses pencegahan dapat dilakukan, yaitu:
1. Fasilitas dan perlengkapan
2. Pelatihan dan pengetahuan
3. Prosedur, pedoman/manual operasi standar, dan pedoman standar kualitas.
4. Standar kinerja/prestasi
Dalil ketiga : kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Orang sering terjebak dengan nilai presentase, sehingga crosby mengajukan konsep
keruskan nl yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu
secara benar semenjak pertama kali dan setiap kali.
Dalil keempat : ukuran kualitas adalah price of non conformance
Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan
kualitas juga harus terukur. Biaya mutu merupkan penjumlahan antara price of non
conformance dan price of conformance.
Price of non conformance merupakan biaya yang harus dilakukan karena melakukan
kesalahan. Sedangkan price of confrmance adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas
yang dilakukan secara benar sejak pertama kalinya.
Crosby’s quality veccine
Crosby’s quality veccine terdiri atas tiga unsur yaitu: determinasi, pendidikan,
dan pelaksanaan. Determinasi adalah suatu sikap dari manajemen untuk tidak
menerima proses, produk atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan, seperti reject,
scrap, lead delivery, wrong shipment, dan lain lain.
Menurut crosby, setiap perusahaan perlu dilakukan vaksinasi agar memiliki
anti bodi untuk melawan tidak kesesuaian terhadap persyaratan. Dalam vaksinasi,
suatu perusahaan perlu membuat lima unsur yaitu:
1. Integritas
CEO harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima apa yang telah di
janjikan, seperti kualitas produk/jasa, kualitas enyampaian, keamanan, dan lain-
lain. COO harus memiliki pemikiran bahwa kualitas diatas segala galanya.
2. Sistem
Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk
menjamin kualita. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan kuaalitas yang merupakan
proses membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas dan
peran mereka dalam upaya meningkatkan kualitas.
3. Komunikasi
Setelah bahas sama, maka komunikasi akan lebih mudah terjalin. Komunikasi
adalah proses mengirim dann menerima informasi mengenai kualitas dan
menukung penignktn kualitas.
4. Operasi
Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga
agar tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan medidik pemasok agar
mengirim produk dan jasa sesuai dengan persyaratan.
5. Kebijakan
Dibutuhkan pula adanya penyataan dan pengarahan dari manajemen yang
memeprjela dimana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas.
Kebijakan harus jelas tidak ragu ragu.

Crosby’s fouteen steps to quality improvement


1. Menjelaskan bahwa manajemen betekad meningkatkan kualitas untuk jangka
panjang.
2. Membentuk tim kualitas antar department
3. Mengidentifikasi sumber terjadinya maslah saat ni dan masalah potensial
4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai
alat manajemen
5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada karyawan.
6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah masalah yang
telah diidentifikasi
7. Mengadakan program zero defects
8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas tersebut.
9. Mengadkan zero defacts day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar akan
adanya araah baru.
10. Mendororng individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim
11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan dengan manajemen apa
hambatan yang mereka hadapi dalam mencapai suatu kualitas
12. Menakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi
13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan kumomunikasi secar terus
menerus
14. Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang
tidak akan berakhir

Anda mungkin juga menyukai