Anda di halaman 1dari 23

Perkembangan pemikiran mengenai kualitas

Lima Pendekatan Perspektif Kualitas Menurut David Garvin


Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna bergantung pada persepsi setiap orang.
Dimana kualitas dapat dipersepsikan sebagai kesesuaian produk (barang dan jasa) dengan
persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan berkelanjutan, bebas dari
kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang
membahagiakan dan sebagainya. Secara singkat persepektif kualitas produk merupakan persepsi
seseorang konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk sesuai dengan
harapan atau keinginan konsumen. TQM memandang kualitas bukan dari aspek hasil saja tetapi
kualitas meliputi proses, lingkungan dan SDM. Terdapat lima pendekatan perspektif kualitas yang
digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :
1. Transcendental Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat
dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini
umumnya diterapkan dalam karya seni seperti musik, seni tari, seni drama dan seni rupa.
Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun
mandi), kecantikan wajah (kosmetik), dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi
seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen
kualitas.
Contoh: Bagi para penggemar lukisan atau orang dengan jiwa seni memahami betul harga
sebuah karya seni, hal ini tentu berbeda dengan pemahaman bagi konsumen yang tidak
atau memiliki sedikit pengetahuan mengenai nilai karya seni. Lukisan abstrak berupa
coretan tentu memiliki persepsi yang berbeda-beda dari setiap konsumen dalam
menentukan harga.
2. Product-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau
atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan
dalam selera dan preferensi individual.
Contoh : produsen Motor terkemuka dunia, Harley Davidson memproduksi motor dengan
desain yang gagah, eksklusif, dan terkesan mewah. Hal tersebut menunjukkan suatu
kualitas dengan atribut yang berbeda apabila dibandingkan dengan produk motor buatan
Jepang pada umumnya. Hal tersebut juga menjadi penentu selera konsumen. Konsumen
yang menyukai motor mewah dan besar (moge) tentunya akan memilih Harley Davidson,
karena tampilan dan citra yang ditampilkan oleh produk tersebut.
3. User-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang
berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi
seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.
Contoh : Orang Jepang akan merasa nyaman menggunakan smartphone buatan lokal
daripada menggunakan buatan luar negeri. Kualitas dianggap bagus tergantung dari selera
mereka. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia???????????????????????????????????
4. Manufacturing-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-
based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang
sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini
berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh
karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan.
Contoh : Produk biskuit Roma Kelapa merupakan perusahaan yang menggunakan
pendekatan ini, dimana semua standarisasi kualitas telah ditetapkan dengan sedemikan
rupa dan mendapatkan pengawasan yang ketat. Hal ini dapat dilihat dari rasa yang sama
dari seluruh produksi biskuit kelapa Roma, bentuk dan ukuran yang sama, jumlah yang
sama dalam tiap bungkusnya, bentuk kemasan dan sebagainya.
5. Value-based Approach. Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari
segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Oleh karena itu
kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas
paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah
produk yang paling tepat dibeli.
Contoh : Bagi pengendara motor dengan pendapatan rata-rata ke bawah akan membeli
BBM jenis premium cukup memenuhi kebutuhannya dibandingan membeli pertamax
turbo. Hal ini disebabkan karena kedua fungsi BBM tersebut kurang lebih adalah sama,
yakni sebagai bahan bakar sepeda motor, disamping itu bagi konsumen harga premium
lebih murah dibandingkan dengan pertamax turbo.
Dimensi Kualitas Produk

Kualitas produk adalah karakteristik dari produk dalam kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Menurut Tjiptono (2012) kualitas adalah perpaduan
antara sifat dan karakteristik yang dapat menentukan sejauh mana output (keluaran) dapat
memenuhi prasyarat kebutuhan konsumen atau menilai sampai mana sifat dan karakteristik
tersebut memenuhi kebutuhan konsumen. Kualitas sebuah produk baik itu berupa barang maupun
jasa ditentukan melalui dimensi-dimensinya.

Dimensi tersebut dinamakan dimensi kualitas produk. Menurut Gaspersz (2008), dimensi kualitas
produk adalah sebagai berikut:
a. Kinerja (performance)
Kinerja adalah karakteristik operasi pokok dari produk inti dan dapat didefinisikan sebagai
tampilan dari sebuah produk sesungguhnya. Performance sebuah produk merupakan
pencerminan bagaimana sebuah produk itu disajikan atau ditampilkan kepada konsumen.
Tingkat pengukuran performance pada dasarnya mengacu pada tingkat karakteristik dasar
produk itu beroperasi. Sebuah produk dikatakan memiliki performance yang baik bilamana
dapat memenuhi harapan. Bagi setiap produk/jasa, dimensi performance bisa berlainan,
tergantung pada functional value yang dijanjikan oleh perusahaan. Untuk bisnis makanan,
dimensi performance adalah rasa yang enak.
Contoh lain dari
performance ada pada
gambar di sebelah kiri

b. Keandalan (reliability)
Keandalan adalah tingkat kendala suatu produk atau konsistensi keandalan sebuah produk
didalam proses operasionalnya di mata konsumen. Reliability sebuah produk juga merupakan
ukuran kemungkinan suatu produk tidak akan rusak atau gagal dalam suatu periode waktu
tertentu. Sebuah produk dikatakan memiliki reliability yang tinggi bilamana dapat menarik
kepercayaan dari konsumen terkait kualitas keandalan sebuah produk. Dimensi performance
dan reliability sekilas hampir sama tetapi mempunyai perbedaan yang jelas. Reliability lebih
menunjukkan probabilitas produk menjalankan fungsinya.

Apakah Anda
pernah mengalami
hal ini????
kasihaaaaaaan

c. Keistimewaan tambahan (feature)


Keistimewaan adalah karakteristik sekunder atau pelengkap dan dapat didefinisikan sebagai
tingkat kelengkapan atribut-atribut yang ada pada sebuah produk. Pada titik tertentu,
performance dari setiap merek hampir sama tetapi justru perbedaannya terletak pada fiturnya.
Ini juga mengakibatkan harapan konsumen terhadap dimensi performance relatif homogen dan
harapan terhadap fitur relatif heterogen.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)
Kesesuaian adalah sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar
yang telah ditetapkan sebelumnya dan dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana semua unit
yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Definisi diatas dapat
dijelaskan bahwa tingkat conformance sebuah produk dikatakan telah akurat bilamana produk-
produk yang dipasarkan oleh produsen telah sesuai perencanaan perusahaan yang berarti
merupakan produk-produk yang mayoritas diinginkan konsumen.

e. Daya tahan (durability)


Daya tahan berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan dan dapat
didefinisikan sebagai suatu ukuran usia operasi produk yang diharapkan dalam kondisi normal.
Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis. Semakin besar frekuensi
pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk.
f. Kemampuan melayani (service ability)
Kemampuan melayani meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta
penanganan keluhan yang memuaskan dan dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran kemudahan
memperbaiki suatu produk yang rusak atau gagal. Disini artinya bilamana sebuah produk rusak
atau gagal maka kesiapan perbaikan produk tersebut dapat diandalkan, sehingga konsumen
tidak merasa dirugikan.

g. Estetika (Aesthethics)
Estetika adalah keindahan produk terhadap panca indera dan dapat didefinisikan sebagai
atribut-atribut yang melekat pada sebuah produk, seperti warna, model atau desain, bentuk, rasa,
aroma dan lain-lain. Pada dasarnya aesthetics merupakan elemen yang melengkapi fungsi dasar
suatu produk sehingga kinerja sebuah produk akan menjadi lebih baik dihadapan konsumen.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Kualitas yang dipersepsikan merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau
ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga,
nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.

Salah satu ruangan rawat


inap pasien di Rumah
Sakit milik pemerintah,
gambar sebelah kiri

Ruangan rawat inap pasien untuk Rumah Sakit swasta.


Sejarah Singkat Manajemen Kualitas
Berdasarkan gambar diatas perkembangan manajemen kualitas telah dimulai sejak awal
tahun 1920 yang dimotori oleh beberapa ahli di bidang kualitas. Periode ini dapat dikatakan
sebagai periode awal yakni 1920-1940. Pada periode ini manajemen kualitas berfokus pada
inspeksi atau pengawasan. Pandangan saat itu menyatakan bahwa bila inspeksi dilakukan dengan
baik, maka hasil kerja akan baik pula. Bila hasil kerja baik dalam arti sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan, maka disebut berkualitas. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka posisi
inspektor menjadi penting. Mereka melakukan pengawasan dengan mengukur hasil produksi
berdasarkan spesifikasi. Untuk memudahkan kerja mereka, maka penggunaan konsep statistik
yang dikembangkan untuk dapat diaplikasikan dalam pengendalian variabel produk seperti
panjang, lebar, berat, tinggi, daya tahan melalui pengambilan sampel untuk menguji penerimaan
kualitas produk. Pemanfaatan konsep statistik di bidang manajemen kualitas saat itu diprakarsai
oleh para ahli seperti Walter A. Stewart, H.F. Dodge, dan H.G. Romig.
Periode kedua (1940-1985) manajemen kualitas yang berfokus semata pada inspeksi
dalam perkembangannya tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan terkait kualitas
menyebabkan perusahaan kurang berdaya saing. Persoalan-persoalan kualitas yang tak dapat
diatasi oleh manajemen kualitas yang semata berfokus pada inspeksi telah mendorong perubahan
pandangan. Apabila dahulu dikatakan bahwa persoalan peningkatan kualitas dapat diatasi dengan
inspeksi, berubah menjadi perlunya suatu pengendalian kualitas. Berdasarkan pandangan yang
demikian, maka tanggung jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control independent. Pada
periode kedua ini, pertama kali diiperkenalkan konsep total quality control oleh Feigenbaun pada
tahun 1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality control organizationwide di tahun
1970 dan menjadi konsep total quality system pada tahun 1983. Pengendalian kualitas berkembang
menjadi penjaminan kualitas yang berfokus kepada proses dan kualitas produk melalui
pelaksanaan audit operasi, pelatihan analisis, kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk
peningkatan kualitas. Aspek kualitas mulai dievaluasi melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen
kualitas.
Periode ketiga (1985-1990), pada masa ini muncul kesadaran bahwa manajemen kualitas
hanya akan efektif bila dilaksanakan secara komprehensif dan holistik. Mulai dari awal proses
hingga hasil akhir, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja di shop floor. Pada periode ini
pula diperkenalkan konsep total quality management. Selanjutnya total quality management
berkembang menjadi learning organization yang menggunakan filosofi continous quality
improvement dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan.
Periode keempat (Abad XX-sekarang), perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi, juga berimbas pada perkembangan pesat di bidang manajemen kualitas. Saat ini, konsep
manajemen kualitas berkembang bersama dengan berkembangnya konsep e-learning atau
electronics learning. Aplikasi manajemen kualitas menjadi lebih canggih dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Mulai dari bagaimana persoalan kualitas diidentifikasi, bagaimana
perencanaan kualitas disusun hingga bagaimana pengendalian kualitas dilakukan, semuanya dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat.
Sumber Kualitas
Menurut Fandy Tjiptono (2012) terdapat lima sumber kualitas yaitu:
1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail.
3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum
dilepas ke pasar
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara baik,
pekerja yang terlatih baik, dan penemuan penyimpangan secara cepat.
5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk

Menurut Prawirosentono (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produk,
yaitu:
1. Manusia. Sumber daya manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya
proses penambahan nilai.
2. Metode. Hal ini meliputi prosedur kerja dimana setiap orang harus melaksanakan kerja
sesuai dengan tugas yang dibebankan pada masing-masing individu. Metode ini
merupakan prosedur kerja terbaik agar setiap orang dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien.
3. Mesin. Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses penambahan nilai menjadi
output. Dengan memakai mesin sebagai peralatan pendukung pembuatan suatu produk
memungkinkan berbagai variasi dalam bentuk, jumlah, dan kecepatan proses penyelesaian
kerja.
4. Bahan. Bahan baku yang diproses produksi agar menghasilkan nilai tambah menjadi
output, jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan baku yang digunakan akan
mempengaruhi nilai output yang beragam pula.
5. Ukuran. Setiap tahap produksi harus ada ukuran sebagai standar penilaian agar setiap
tahap produksi dapat dinilai kinerjanya. Kemampuan dari standar ukuran tersebut
merupakan faktor penting untuk mengukur kinerja seluruh tahapan proses produksi,
dengan tujuan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan rencana.
6. Lingkungan. Lingkungan dimana proses produksi berada sangat mempengaruhi hasil atau
kinerja proses produksi. Bila lingkungan kerja berubah, maka kinerjapun akan berubah
pula. Banyak faktor lingkungan eksternal pun yang dapat mempengaruhi kelima unsur
tersebut diatas sehingga dapat menimbulkan variasi tugas pekerjaan.

Definisi dan Pandangan Terhadap Biaya Kualitas.


Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang
buruk. Jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian,
perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat
golongan yaitu:
1. Biaya pencegahan (prevention cost), untuk mencegah kerusakan produk yang
dihasilkan.
2. Biaya deteksi/ penilaian (detection/appraisal cost), untuk menentukan apakah produk
dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas.
3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost), biaya yang terjadi karena ada
ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut
dikirimkan ke pihak luar (pelanggan).
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost), biaya yang terjadi karena produk atau
jasa gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut
dikirimkan kepada para pelanggan.
Biaya Pencegahan
Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang
dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan
pemeliharaan sistem kualitas. Ada beberapa macam biaya yang termasuk dalam kelompok biaya
pencegahan, yaitu :
a. Teknik dan Perencanaan Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan patokan
rencana kualitas produk yang dihasilkan, rencana tentang kehandalan, rencana
pemeriksaan, sistem data, dan rencana khusus dari jaminan kualitas.
b. Tinjauan Produk Baru
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran, penilaian rancangan
baru dari segi kualitas, penyiapan program percobaan dan pengujian untuk menilai
penampilan produk baru dan aktivitas-aktivitas kualitas lainnya selama tahap
pengembangan dan pra produksi dari rancangan produk baru.
c. Rancangan Proses atau Produk
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau pemilihan proses
produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keseluruhan kualitas produk
tersebut.
d. pengendalian Proses
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses, seperti grafik
pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha mencapai kualitas yang
dikehendaki.
e. Pelatihan
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan, pelaksanaan,
penyelenggaraan, dan pemeliharaan program latihan formal kualitas.
f. Audit Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan
terhadap rencana kualitas keseluruhan.
Biaya Deteksi/penilaian
Biaya Deteksi / penilaian biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa
sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari
terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses perusahaan misalnya mencegah pengeriman
barang yg tidak sesuai dengan persyaratan kepada para pelanggan. Biaya deteksi/penilaian antara
lain adalah :
a. Pemeriksaan dan pengujian bahan baku yang dibeli, biaya ini merupakan biaya yg
dikeluarkan untuk memetijsa dan menguji kesesuaian bahan baku yg dibeli dengan
kualifikasi yang tercantum dalam pesanan.
b. Pemeriksaan dan pengujian produk, meliputi biaya yg terjadi untuk meneliti kesesuaian
hasil produk dengan standar perusahaan.
c. Memeriksa kualitas produk, biaya untuk pelaksanaan pemeriksaan kualitas produk
dalam proses maupun produk jadi.
d. Evaluasi persediaan, biaya yang terjadi untuk menguji produk di gudang dengan tujuan
untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.

Biaya Kegagalan Internal

Biaya kegagalan internal (Internal


Failure Costs), yaitu biaya-biaya yang
berhubungan dengan kesalahan dan
nonkonfirmasi (errors and
nonconformance) sebelum penyerahan
produk kepada pelanggan.

Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi
dalam produk sebelum pengiriman.
a. Sisa bahan (Scrap)
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya overhead pada
produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kerabali. Terdapat banyak
ragam nama dari jenis ini, yaitu: scrap, cacat, pemborosan, usang dll.
b. Pekerjaan ulang (Rework) biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan
(mengerjakan ulang) produk agar memenuhi spesiflkasi yang ditentukan.
c. Analisis kegagalan (Failure Analysis) biaya yang dikeluarkan untuk menganalisis
kegagalan produk guna menentukan penyebab-penyebab kegagalan itu.
d. Inspeksi ulang dan pengujian ulang (Reinspection and Retesting), biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami
pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.

Biaya Kegagalan Eksternal

Biaya kegagalan eksternal (external failure


costs), merupakan biaya-biaya yang
berhubungan dengan kesalahan dan
nonkoformasi (errors and
nonconformance) yang ditemukan setelah
produk tersebut diserahkan kepada
pelanggan.

Biaya-biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi
dalam produk setelah pengiriman. Biaya kegagalan eksternal terdiri atas beberapa macam biaya di
antaranya adalah:
a. Jaminan (Warranty) biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau perbaikan kembali
produk yang masih berada dalam masa jaminan.
b. Penyelesaian keluhan (Complaint Adjustment) biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
c. Produk dikembalikan (Returned Product) biaya-biaya yang berkaitan dengan
penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
d. Allowances, biaya-biaya yang berkaitan dengan persepsi pelanggan karena produk
dinilai berada dibawah standar kualitas.
Pandangan terhadap Biaya Kualitas
Dewasa ini, ada tiga kategori pandangan yang berkembang di antara para praktisi
mengenai biaya kualitas:
1. Kualitas yang makin tinggi berarti biaya yang semakin tinggi pula. Atribut kualitas
kinerja dan karakterisitik tambahan menimbulkan biaya yang lebih besar dalam tenaga
kerja, bahan baku, desain, dan sumber daya ekonomis lainnya.
2. Biaya peningkatan kualitas lebih rendah daripada penghematan yang dihasilkan.
Pandangan ini dikemukakan pertama kali oleh Deming dan dianut oleh para tokoh
manufaktur jepang. Penghematan dihasikan dari berkurangnya produk cacat dan biaya
langsung lainnya yang berkaitan dengan kerusakan.
3. Biaya kualitas merupakan biaya yang besarnya melebihi biaya yang terjadi bila produk
atau jasa dihasilkan secara benar sejak awal. Pandangan ini dianut oleh para pendukung
filosofi TQM. Biaya tidak mencakup biaya langsung, tetapi juaga biaya akibat
kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa pasar dan banyak biaya tersembunyi lainnya
serta peluang yang hilang dan tidak teridentifikasi oleh sistem akuntansi biaya modern.

Perilaku Biaya Kualitas


Kualitas dapat diukur berdasarkan biayanya. Perusahaan menginginkan agar biaya kualitas
turun, namun dapat mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai dengan titik
tertentu. Bila standar kerusakan nol dapat dicapai, maka perusahaan masih harus menanggung
biaya pencegahan dan penilaian/ deteksi. Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan
program pengelolaan kualitas yang berjalan dengan baik, biaya kualitasnya tidak lebih besar dari
2,5% dari penjualan. Agar standar tersebut dapat tercapai, maka perusahaan harus dapat
mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya kualitas secara individual. Sebagian biaya kualitas
bervariasi dengan penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja kualitas dapat
bermanfaat, maka :
1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap dihubungkan
dengan penjualan.
2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh pengurangan rasio
biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat menggunakan salah satu dari dua cara sebagai
berikut :
a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat digunakan untuk
menghitung penghematan biaya sesungguhnya, atau kenaikan biaya sesungguhnya.
b. Rasio biaya yang dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga digunakan untuk
mengukur kemajuan kearah pencapaian sasaran produk.
3. Untuk biaya tetap penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh perubahan
absolut jumlah biaya tetap.

Pandangan Terhadap Jumlah Kesalahan Optimum

Berdasarkan pendekatan tradisional biaya terendah dicapai pada level non zero defect.
Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa biaya untuk mengatasi kesalahan meningkat dengan
semakin banyaknya kesalahan yang terdeteksi dan berkurang apabila ada sedikit kesalahan yang
dibiarkan. Sebaliknya TQM berpendapat bahwa biaya terendah dicapai pada level zero defect.
Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa meskipun kesalahan yang ada itu jumlahnya besar,
tetapi hal ini tidak memerlukan lebih banyak biaya untuk memperbaiki kesalahan yang terakhir
tersebut dibandingkan dengan mengoreksi kesalahan yang pertama. Oleh karena itu biaya total
menurun terus sampai kesalahan terakhir diatasi. Dalam hal ini TQM berpendapat bahwa quality
is free.

Pengukuran Kualitas
Kualitas dapat diukur melalui penelitian konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap
kualitas suatu produk atau perusahaan. Penelitian konsumen tersebut menggunakan berbagai
macam metode, misalnya sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis,
maupun dengan survei pelanggan. Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk
hampir sama dengan pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan
kinerja yang dirasakan (perceived performance).

Pemikiran Beberapa Pakar Kualitas


Tiga pakar utama yang merupakan pionir dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards
Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.

1. Edwards Deming

Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan TQM. Tahap-
tahap dalam Siklus Deming terdiri dari:
a. Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan produk
(plan).
b. Menghasilkan produk (do).
c. Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (check).
d. Memasarkan produk tersebut (act).
e. Menganalisa bagaimana produk tersebut diterima di pasar dalam hal kualitas, biaya,
dan kriteria lainnya (analyze).
Empat Belas Point Deming (Deming’s Fourteen Points), terdiri dari:
a. Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa.
b. Adopsilah falsafah baru.
c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk.
d. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah
e. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa.
f. Lembagakan on the job training.
g. Lembagakan kepemimpinan.
h. Hapuskan rasa takut.
i. Hilangkan dinding pemisah antar departemen.
j. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenag kerja.
k. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran.
l. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan karyawan atas
keahliannya.
m. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
n. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.
Deming’s Seven Deadly Diseases, merupakan pandangan Deming terhadap faktor-
faktor yang dapat merintangi
transformasi menuju bisnis berkualitas tingkat dunia, yakni:
a. Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa yang memiliki
pasar yang cukup untuk dapat mempertahankan perusahaan dalam bisnis dan
menyediakan lapangan kerja.
b. Penekanan pada laba jangka pendek.
c. Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen berdasarkan
sasaran tanpa menyediakan metode-metode atau sumber daya untuk mencapai
sasaran tersebut.
d. Job hopping oleh para manajer.
e. Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan
keputusan, hanya memberikan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak sama
sekali terhadap apa yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
f. Biaya medis yang terlalu berlebihan.
g. Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara yang bekerja
berdasarkan tarif kontingensi.
2. Joseph M. Juran

Juran memiliki dua gelar kesarjanaan yaitu


teknik dan hukum ini merupakan pendiri dari
Juran Institute, Inc. di Wilton, Connecticut.
Institut ini bergerak dalam bidang pelatihan,
penelitian dan konsultasi manajemen
kualitas. Juran mendifinisikan kualitas
sebagai kecocokan atau kesesuaian dalam
penggunaan (fitness for use), yang
mengandung pengertian bahwa suatu produk
(barang atau jasa) harus dapat memenuhi

Harapan para pemakainya. Pengertian fitness for use ini mengandung lima dimensi
utama yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use.
Juran’s Three Baasic Steps to Progress
Menurut Juran, ada tiga langkah dasar sebagai langkah yang harus diambil perusahaan
bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia yaitu:
a. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b. Mengadakan program pelatihan secara luas.
c. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih
tinggi.
Juran’s Ten Steps to Quality Improvement. Sepuluh langkah untuk memperbaiki
kualitas menurut Juran, meliputi:
a. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.
b. Menetapkan tujuan perbaikan.
c. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Menyediakan pelatihan.
e. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f. Melaporkan perkembangan.
g. Memberikan penghargaan.
h. Mengkomunikasikan hasil-hasil.
i. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
j. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
perusahaan.
The Juran Trilogy, merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama,
yaitu:
a. Perencanaan Kualitas.
b. Pengendalian Kualitas.
c. Perbaikan Kualitas.

3. Philip B. Crosby

Corsby terkenal dengan


ajuran manajemen zero
defect dan
pencegahannya, yang
menentang tingkat

kualitas yang dapat diterima secara statistic (acceptable quality level). Ia juga dikenal
dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement Pandangan-
pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan yang ia sebut sebagai Dalil-dalil manajemen
kualitas. Dalil-dalil tersebut antara lain:
a. Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
b. Sistem kualitas adalah pencegahan
c. Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan
d. Ukuran kualitas adalah price of non conformance.

Crosby’s Quality Vaccine, terdiri atas tiga unsur, yaitu determinasi (determination),
pendidikan (education), dan pelaksanaan (implementation). Setiap perusahaan harus diivaksinasi
agar memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non-
conformances). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan.
Dalam mempersiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu:
a. Integritas.
b. Sistem
c. Komunikasi
d. Operasi
e. Kebijakan
Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement, 14 langkah untuk perbaikan kualitas
menurut Crosby terdiri atas:
a. Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka
panjang
b. Membentuk tim kualitas antar departemen
c. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial
d. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai
alat manajemen.
e. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua
karyawan.
f. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang
telah diidentifikasi.
g. Mengadakan program zero defects.
h. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas tersebut.
i. Mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar
akan adanya arah baru.
j. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan
tim.
k. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa
hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas.
l. Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi
m. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus-
menerus
n. Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas adalah proses yang
tidak pernah berakhir.
Referensi
• Kotler, P., dan Armstrong, G. 2012. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
• Nasution. 2005. Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management. Bogor: Ghalia
Indonesia.
• Tjiptono, Fandy. 2012. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi.
• Prawirosentono, Suyadi. 2002. Manajemen Operasi, Analisis dan Studi Kasus. Jakarta:
Bumi Aksara.
• Kotler, P. dan Keller, K.L. 2012. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
• Ariani, D.W. 2003. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Bogor: Ghalia
Indonesia.
• Gaspersz, Vincent. 2008. Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
• Al-arif, M.Nur Rianto. 2012. Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah. Bandung:
Alfabeta.
• Muhammad.2012.Perkembangan pemikiran Mengenai Kualitas,
(http://muhammadavven-belajardesainweb.blogspot.com,

Anda mungkin juga menyukai