Anda di halaman 1dari 9

Tugas 1

PENGAWASAN MUTU DAN SERTIFIKSI PANGAN

OLEH:

DARWIN HAMENTE
D1C1 13 092
TPG-B 2013

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

A. Difinisi Mutu
Mutu adalah kumpulan sifat atau ciri yang membedakan suatu produk
dengan produk lain mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak
aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori,
protein, lemak, mineral, vitamin dan lain-lain); Aspek selera (indrawi, enak,
menarik, segar); aspek bisnis ( standar mutu, kriteria mutu); aspek kesehatan
(jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu.
Menurut PP No. 28 tahun 2004 pengertian mutu pangan adalah nilai yang
ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.
Banyak pakar dalam organisasi yang mencoba mendifinisikan kualitas
berdasarkan sudut pandang masing-masing, sebagai berikut:
1. Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk

yang memenuhi atau melebihi harapan.


2. Difinisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik
langsung dari suatu produk, seperti performansi, keandalan, mudah dalam
penggunaan dan estetika. Sedangkan difinisi strategik menyatakan bahwa
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)
3. Quality Vocabulary (ISO 8402): kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas sering diartikan
sebagai kepuasan pelanggan atau konformansi terhadap kebutuhan atau
persyaratan.
4. Performance to the standard expected by the customer.
5. Meeting the customers needs the first time and every time
6. Providing our customers with products and services consistently meet their
needs and expectations.
7. Doing the right thing right the first time, always striving for improvement, and
always satisfying the customers

8. The meaning of excellence


9. Continuous good product which a customer can trust
10. Not only satisfying customers, but delighting them innovating creating.
Ada 2 keuntungan yang dicapai dengan menghasilkan produk bermutu:
1. Peningkatan Pasar (Market Gain).
Mutu produk atau pelayanan yang meningkat akan membuat produk
tersebut makin dikenal sehingga permintaan pasar meningkat dan keuntungan
perusahaan juga meningkat. sebuah kitchen/wardrobe yang bagus desainnya
sekaligus tahan lama akan makin banyak dikenal dan dicari orang.
2.

Penghematan Biaya (Cost Saving).


Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya produksi atau
service. Cacat produk tentu akan mengakibatkan penggantian ulang (rework)
yang membutuhkan tambahan biaya material yang mengurangi keuntungan
perusahaan.
Pengendalian mutu mencakup keseluruhan kegiatan produksi, dari mulai
perencanaan (plan), kemudian mengimplementasikan perencanaan itu menjadi
kenyataan (do), dan meninjau kembali sejauhmana kesesuaian antara hasil dengan
rencana

semula (check). Selanjutnya harus dilakukan

apabila kesesuaian antara hasil

perbaikan yang perlu

dengan rencana tudak tercapai (action).

Keseluruhan langkah tersebut, P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action) akan menjadi
sebuah siklus pengendalian yang satu sama lain

saling bergantung dan

berkesinambungan.
Pengendalian mutu tersebut adalah sebuah diagnostic. Apabila terjadi
sebuah produk cacat muncul, penyebabnya dicari dan dilakukan perbaikan. Akan
tetapi kita tidak boleh hanya menangani penyembuhan penyakitnya saja. Justru
hal yang terpenting

adalah mencari dan menelusuri penyebab terjadinya

permasalahan, sehingga dapat diterapkan prosedur kerja baru, yang menjamin


persoalan yang sama tidak akan terulang.
Dalam industri tradisional seperti yang banyak berkembang di Indonesia
system jaminan kualitas hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah
lolosnya produk-produk cacat ketangan konsumen dengan cara menyortir produk

yang baik dari produk jelek. Pada umumnya system kualitas modern dibangun
oleh industri-industri dari negara maju memiliki karakteristik:
1

Berorientasi Kepada Konsumen


Produk didesain sesuai dengan keinginan konsumen melalui riset pasar,
sehingga memenuhi spesifikasi desain, serta purna jual yang baik.

Partisipasi aktif yang dipimpin oleh Manajemen Puncak


Konsekuensi rendahnya motivasi pekerja terhadap kualitas karena kurang
perhatian dari manajemen puncak.

Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap Tanggung Jawab yang


spesifik untuk Kualitas
Adanya komitmen bersama dari level bawah sampai level atas akan
pengertian tentang kualitas.

Aktivitas yang Berorientasi Pada Tindakan pencegahan Kerusakan.


Kualitas tidak hanya cukup dilakukan pada mendeteksi kerusakan, tetapi
difokuskan pada tindakan pencegahan dengan cara melakukan aktivitas secara
baik sesuai dengan instruksi pekerjaan, sesuatu dilakukan dengan cara do it
right the first time.

Filosofi menganggap bahwa Kualitas Merupakan Jalan Hidup (Way of life)


Isu-isu tentang kualitasselalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen,
karyawan diberikan pelatihan pelatihan tentang konsep kualitas beserta
methode-methodenya. Adanya kultur budaya perusahaan melaksanakan
proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

B. Konsep Mutu
Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan
penafsiran yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu
merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna,
tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara
total. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap
sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang
(seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat

organoleptiknya. Juran (1974) dalam Hubeis (1994) menilai mutu sebagai


kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk
yang dihasilkan produsen. Menurut Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS
84021992 didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud
apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan
pangan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Karakteristik fisik/tampak
Karakteristik fisik/tampak meliputi penampilan yaitu warna, ukuran,
bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi;
flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip.
2. Karakteristik tersembunyi
Karakteristik tersembunyi yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan
oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri
organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan.
Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang
bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan
kejernihan), kimiawi (mineral, logamlogam berat dan bahan kimia yang ada
dalam bahan pangan), dan mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri
Eschericia coli dan patogen).
Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan
dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal,
yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratanpersyaratan konsumen
diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui
berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk

kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upayaupaya
perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada
kegiatankegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses
produksi.
Menurut Juran Kualitas adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness
for use), ini berarti bahwa suatu produk hendaklah sesuai dengan apa yang
diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, lebih jauh Juran mengemukakan
lima dimensi kualitas yaitu:
a

Rancangan (design), sebagai spesifikasi produk

Kesesuaian (conformance), yakni kesesuaian antara maksud desain dengan


penyampaian produk actual

Ketersediaan (availability), mencakup aspek kedapatdipercayaan, serta


ketahanan. Dan produk itu tersedia bagi konsumen untuk digunakan.

Keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan konsumen.

Guna praktis (field use) , kegunaan praktis yang dapat dimanfaatkan pada
penggunaannya oleh konsumen.
Ada 5 tahap perkembangan konsep mutu, yaitu:

1. Era tanpa mutu.


Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak
diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu
belum ada persaingan (monopoli) dalam era modern saat ini, praktik seperti ini
masih bisa dijumpai. pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih
dikuasai oleh PLN

sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun

pelayanan listriknya sering mati. dahulu Telkom menjadi satu-satunya


operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya
mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
2. Era Inspeksi.

Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan


produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke
konsumen. tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke
departemen inspeksi (Quality Control). Departemen QC akhirnya selalu jadi
sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. di sisi lain, biaya mutu
menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah masuk ke
proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di
bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.
3. Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik).
Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone
Laboratories. departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik
untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan
departemen produksi. departemen produksi menggunakan data tersebut untuk
melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.
4. Quality Assurance Era.
Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. konsep mutu meluas dari
sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan
departemen jasa (Maintenance,Gudang, dan lain-lain). manajemen mulai
terlibat dalam penentuan pemasok (supplier). konsep biaya mutu mulai
dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada
upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. desain yang salah misalnya akan
mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. oleh sebab itu sangat
ketelitian desain untuk mengurangi biaya. contoh dari era ini adalah
penggunaan ISO 9000 versi 1994.
5. Strategic Quality Management /Total Quality Management.
Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan
integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan
metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses
organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui
harapan pelanggan. contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen
Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.

Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan dalam


pemaknaannya, menurut Garvin perspektif tentang Konsep mutu mengalami
evolusi sebagai berikut, dia mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif
kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1.

Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya
diterapkan dalam seni musik, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu
perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan pernyataan-pernyataan
seperti tempat berbelanja yang menyenangkan. Dengan demikian fungsi
perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.

2.

Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut
yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

3.

User-based Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini
juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

4. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan
praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan
kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements).
Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan

secara

internal,

yang

seringkali

didorong

oleh

tujuan

peningkatan

produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah


standar-standar

yang

ditetapkan

perusahaan,

bukan

konsumen

yang

menggunakannya. Dalam konteks ini konsumen dipandang sebagai fihak yang


harus menerima standar-standar yang ditetapkan oleh produsen atau penghasil
produk.
5.

Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai affordable excellence. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk yang
paling tepat dibeli (best-buy).
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu memiliki

makna beragam namun pada intinya adalah bagaimana menghasilkan produk yang
bisa melayani kebutuhan pelanggan bahkan melampaui harapan mereka. Dari sisi
perusahaan, keunggulan mutu produk akan memberikan keuntungan berupa
peningkatan jumlah pelanggan dan penurunan biaya yang pada akhirnya akan
meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Pengenalan tahap-tahap perkembangan konsep mutu akan menyadarkan
kita posisi konsep mutu yang kita terapkan saat ini di perusahaan atau organisasi
kita dan menyesuaikan dengan konsep yang terbaru. Dengan demikian kita akan
selalu siap memberikan mutu yang terbaik untuk keuntungan pelanggan dan
perusahaan

kita

sendiri.

Prinsip

Manajemen

Mutu

sebagaimana

yang

dikemukakan Masaake Imae (1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC


Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam standar ISO 9001.

Anda mungkin juga menyukai