LANDASAN TEORI
8
9
Kualitas menurut Garvin dan Davis dalam Nasution (2015:3) adalah suatu
kondisi dinamis dimana yang berhubungan dengan produk, manusis/tenaga kerja,
proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan ataupun konsumen. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa
kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginanan atau kebutuhan
pelanggan (meeting the needs of customers) dalam Sinambela (2011:6).
dan kualitas lingkungan. Dalam menghasilkan suatu produk dan jasa yang
berkualitas melalui manusia dan proses yang berkualitas. Menurut Garvin (1984)
yang dikutip oleh Tjiptono (2012:143), setidaknya ada lima perspektif kualitas yang
berkembang saat ini:
1. Transcendental Approach
Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu
sesuatu yang secara intuitif dapat dipahami, namun nyaris tidak mungkin
dikomunikasikan, sebagai conoh kecantikan atau cinta. Perpektif ini
menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalui
pengalaman yang didapatkan dan eksposure berulang kali (repeated
exposure).
2. Product-Based Approach
Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik,
komponen atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat
diukur. Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam
jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak
atribut yang dimiliki sebuah produk atau merek, semakin berkualitas produk
atau merek bersangkutan.
3. User-Based Approach
Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan
produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif
dan demandoriented ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki
kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum
yang dirasakan.
4. Manufacturing-Based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
11
5. Value-Based Approach
Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga
(price). Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga,
kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja
‘terbaik’ atau sepadan dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan) jasa diciptakan
dan dikonsumsi secara simultan.
Sunyoto (2012) menyatakan bahwa dalam jasa selalu ada aspek interaksi
antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak – pihak yang terlibat
tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, akan tetapi jasa adalah
suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas – aktivitas tersebut tidak terwujud.
3. Variability
Layanan sangat bervariasi. Kualitas tergantung pada siapa yang
menyediakan mereka dan kapan dan dimana kualitas layanan disediakan.
Ada beberapa penyebab variabilitas layanan dimana jasa diproduksi dan
dikonsumsi secara bersama-sama sehingga membatasi control kualitas.
Permintaan yang tidak tetap membuat sulit untuk memberikan produk yang
konsisten dan tetap selama permintaan tersebut berada dipuncak. Tingginya
tingkat kontak antara penyedia layanan dan tamu, berarti bahwa konsistensi
produk tergantung pada kemampuan penyedia layanan dan kinerja pada saat
yang sama. Seorang tamu dapat menerima pelayanan yang sangat baik
selama satu hari dan mendapat pelayanan dari orang yang sama keesokan
harinya.
Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono (2011:180) kualitas jasa sebagai
ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspetasi konsumen. Berdasarkan definisi ini, kualitas layanan ditentukan oleh
15
perspektif, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin mencapai kinerja
pelayanan yang berkualitas. Menurut Zeithmal dalam Pasolong (2011:135)
keputusan seorang konsumen untuk mengonsumsi atau tidak mengonsumsi barang
atau jasa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah persepsinya terhadap
kualitas pelayanan.Menurut Zeithhaml dkk dalam Pasolong (2011:135), untuk
mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada
indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas
pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen. Pada dasarnya teori tentang
servequal dari Zithham, walaupun berasal dari dunia bisnis, tetapi dapat dipakai
untuk mengukur kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah.
Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2011:198) terdapat lima dimensi
pokok dalam kualitas pelayanan sebagai berikut:
1. Reliabilitas (reliability)
18
3. Jaminan (Assurance)
4. Empati (Empathy)
1. Production Quality
2. Delivery Quality
3. Desain Quality
Menjelaskan bahwa kualitas pelayanan ditentukan sejak pertama kali jasa tersebut
dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
4. Relationship Quality
Suatu perusahaan dapat dikatakan meraih sukses ketika dilihat dari factor
pelayanan pelanggan, oleh karena itu pelayanan yang baik sangat mempengaruhi
banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu perusahaan.
Di dalam pemasaran suatu usaha, unsur brand atau merek memiliki peran yang
penting. The American Marketing Association dalam Kotler & Keller (2012:241)
mendefinisikan brand atau merek sebagai, ˝A name, term, sign, symbol, or design,
or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or
group of sellers and to differentiate them from those of competitors.˝ Jika diartikan,
maka brand atau merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau
kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan suatu
barang atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dari competitor lain. Maka jika dilihat, penggunaan brand atau
merek sendiri mencerminkan identitas dari produk atau jasa apa yang ditawarkan
oleh penjual. Merek juga memiliki peran dalam mengidentifikasi sumber atau
pembuat produk yang memungkinkan konsumen untuk mengevaluasi produk yang
sejenis secara berbeda tergantung pada bagaimana merek itu sendiri. Evaluasi
produk itu sendiri dapat dilakukan dari pengalaman masa lalu konsumen terhadap
penggunaan produk serta bagaimana pemasaran penjualnya apakah memenuhi
kebutuhan konsumen atau tidak, Kotler & Keller (2012:242).
Menurut Shimp dalam Bastian (2014:2), citra merek diukur dari 3 hal, yaitu :
1. Atribut
Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek yang diiklankan.
Atribut juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu hal-hal yang tidak
berhubungan dengan produk (contoh : harga, kemasan, pemakai, citra
penggunaan), dan hal-hal yang berhubungan dengan produk (contoh : warna,
ukuran, desain).
2. Manfaat
Manfaat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fungsional, simbolis, dan
pengalaman.
3. Evaluasi keseluruhan
Evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana.
serta tindakannya setelah memperoleh dan mengkonsumsi produk, jasa atau ide.
Secara keseluruhan, proses perilaku konsumen tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Model Perilaku Konsumen
1. Faktor Sosial
a. Group
b. Family Influence
1. Faktor Personal
a. Economic Situation
28
b. Lifestyle
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus
kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali
berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life cycle.
Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering diperhatikan
oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan yang besar
dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan
orang-orang yang membeli produk atau servis.
e. Occupation
3. Faktor Psychological
a. Motivation
b. Perception
c. Learning
attitudes adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan
yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide
4 Faktor Cultural
a. Subculture
b. Social Class
Menurut Kotler dan Keller dalam Bob Sabran (2009:146), pada umumnya
manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis informasi yang
tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bisa muncul dari tindakannya
sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu. Para konsumen akan melewati lima
tahapan dalam melakukan pembelian yaitu:
1. Pengenalan Masalah
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang minatnya telah tergugah hanya akan ada dua
kemungkinan yaitu, mencari informasi secara aktif atau mencari informasi
kemudian hanya mengendapkannya dalam ingatan.
3. Evaluasi Alternatif
Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua
konsumen atau oleh salah satu konsumen dalam semua situasi pembelian,
itu berarti setiap konsumen pasti memiliki beberapa alternatif sebelum
akhirnya menjatuhkan pilihan. Beberapa konsep dasar dari proses evaluasi
konsumen : Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan; Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk; Ketiga, konsumen
memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
4. Keputusan Pembelian
33
a. Pemasaran meneliti secara seksama apa yang dibutuhkan atau masalah yang
timbul, sampai seseorang itu membutuhkannya. Seseorang memiliki
perubahan hobi, dan untuk ini marketer harus dapat mengembangkan
rangsangan konsumen agar ia lebih tertarik.
b. Pencarian Informasi (information search)
Sumber informasi konsumen terbagi dalam empat kelompok yaitu:
1. Sumber pribadi: keluarga, teman-teman, tetangga, dan kenalan.
Menurut Kotler dan Keller dalam Bob Sabran (2009:146), pada umumnya
manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis informasi yang
tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bisa muncul dari tindakannya
sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu. Dimensi keputusan pembelian yaitu:
1 Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal
atau eksternal. Rangsangan ini akan berubah menjadi dorongan.
Berdasarkan dorongan yang ada pada diri konsumen maka konsumen akan
mencari obyek yang diketahui untuk dapat memuaskan dorongan tersebut.
2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang minatnya telah tergugah hanya akan ada dua
kemungkinan yaitu, mencari informasi secara aktif atau mencari informasi
kemudian hanya mengendapkannya dalam ingatan.
36
3. Evaluasi Alternatif
Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua
konsumen atau oleh salah satu konsumen dalam semua situasi pembelian,
itu berarti setiap konsumen pasti memiliki beberapa alternatif sebelum
akhirnya menjatuhkan pilihan. Beberapa konsep dasar dari proses evaluasi
konsumen : Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan; Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk; Ketiga, konsumen
memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang
digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi para konsumen membentuk preferensi atas merek-
merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat
membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun ada dua
faktor yang dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian,
pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi
alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu :
intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai
konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.
Kedua, faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan
mengubah niat pembelian. Faktor-faktor tersebut diantaranya seperti faktor
pendapatan, keluarga, harga, dan keuntungan dari produk tersebut.
dihasilkan merupakan penilaian yang positif, maka kualitas layanan ini akan
berdampak pada terjadinya keputusan pembelian.
terhadap perusahaan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hanzaeen & Farsani
(2011). Mereka tertarik untuk mengetahui apakah brand image memoderasi
pengaruh perceived public relation (PPR) terhadap loyalitas konsumen perusahaan
elektronik merek LG. Hasil penelitian ini menemukan bahwa brand image terbukti
juga berperan sebagai pemoderasi pada pengaruh PPR terhadap loyalitas
konsumen.
Jasa terkadang sulit dibedakan secara khusus dengan barang. Hal ini
disebabkan pembelian suatu barang kerap kali disertai jasa-jasa tertentu dan begitu
pula sebaliknya dengan pembelian jasa yang seringkali melibatkan barangbarang
tertentu untuk melengkapinya. Bisnis jasa sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya jasa transportasi, telekomunikasi, pendidikan, salon, restoran,
dll. Jasa dapat menawarkan manfaat dari satu pihak kepada pihak lain, yang pada
40
Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi
pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya
sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek yang baik akan
mendorong untuk meningkatkan volume penjualan dan citra perusahaan. Citra
merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika
41
mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul
dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada merek tertentu,
sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.
Brand Image
2.3 Hipotesis
Judul yang diangkat tentu tidak lepas dari penelitian terdahulu sebagai
landasan dalam menyusun sebuah kerangka pekir ataupun arah dari penelitian ini.
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
pembelian. Adapun
indikator didalam
variabel kualitas
produk yang memiliki
kontribusi
variabel kualitas
produk menjadi
variabel yang
berpengaruh dominan
terhadap keputusan
pembelian.
reliabilitas, daya
tanggap, jaminan dan
44
5 Eva Sheilla Rahma Analisis pengaruh kualitas citra merek dan kualitas
(2007) layanan dan Citra merek layanan berpengaruh
terhadap minat beli dan positif dan signifikan
Dampaknya pada terhadap minat beli
keputusan pembelian konsumen, dan minat
konsumen.
image positif
cenderung lebih loyal
terhadap perusahaan,
sebaliknya konsumen
yang memiliki