Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Jasa
Jasa memiliki banyak arti, mulai dari pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai
suatu produk. Banyak pakar pemasaran telah memberikan definisi tentang jasa. Menurut Kotler
dalam Sangidji dan Sopiah (2013:93) “mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja
yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu”. Sedangkan menurut Moenir (2011:34) “menyatakan
pelayanan merupakan rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas jasa yang
mereka dapatkan dari suatu perusahaan”.
Berdasarkan pengertian diatas maka disimpulkan bahwa jasa adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, penumpang,
klien, pembeli, dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang
melayani maupun yang dilayani.

B. Karakteristik Jasa
Secara umum industri jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan manufaktur, karena pada
industri jasa produk yang dihasilkan tidak berwujud secara fisik. Karakteristik yang berbeda
pada industri jasa seringkali menyebabkan pelanggan sulit untuk melakukan evaluasi terhadap
kualitas sehingga ukuran kualitas sering mengacu pada persepsi pelanggan. Menurut Kotler
dalam Sangidji & Sopiah (2013:94) mengemukanan bahwa jasa memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan barang, yaitu:
a. Tidak berwujud (intangibility)
Jasa berbeda dengan barang karena jasa tidka dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau
dicium, sebelum jasa itu dibeli. Dengan kata lain, konsumen tidak data menilai hasil dari jasa
sebelum mereka menikmatinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian,
konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut.
b. Tidak terpisahkan (inseparability)
Biasanya barang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan, dijual, baru
kemudian dikonsumsi. Sementara jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian
diproduksi dan di dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari
jasa tersebut.
c. Bervariasi (variability)
Jasa bersifat sangat varibel karena merupakan keluaran nonbaku (nonstandardized output),
artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana
jasa tersebut dihasilkan.
d. Tidak tahan lama (perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak than lama dan tidak dapat disimpan.
Sedangkan menurut Bateson dalam Sangidji & Sopiah (2013:94) mengemukakan karakteristik
jasa sebagai berikut:
1) Jasa tidak dapat disimpan dan pada umumnya dikonsumsi pada saat dihasilkan.
2) Jasa bergantung pada waktu. Secara umum, pelanggan cenderung lebih sering memanfaatkan
jasa pada waktu tertentu.
3) Jasa bergantung pada tempat
4) Konsumen selalu terlibat dalam proses produksi jasa karena konsumen merupakan bagian
integral dari proses tersebut.
5) Perubahan pada konsep kemanfaatan berarti perubahan proses produksi yang terlibat ataupun
yang tidak.
6) Setiap orang dan apa pun yang berhubungan dengan konsumen juga mempunyai andil dalam
pemberian pesanan.
7) Karyawan penghubung (contact employee) merupakan bagian dari proses produksi jasa.
8) Kualitas jasa tidak dapat diperbaiki pada saat proses produksi karena produksi jasa terjadi
secara waktu nyata (real time), dan konsumen terlibat pada proses produksinya. Jika terjadi
kesalahan pada saat produksi, sudah terlambat bagi bagian pengendalian kualitas untuk
memperbaikinya.
Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa suatu jasa memiliki karakteristik yang
berbeda dengan barang. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, atau dicium karena jasa baru dapat
dikonsumsi setelah konsumen membeli jasa tersebut. Maka konsumen tidak dapat menilai hasil
dari jasa sebelum mereka menikmatinya sendiri. Suatu jasa bergantung pada waktu dan tempat,
tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan dan pada saat produksi jasa
konsumen terlibat dalam proses produksinya.

C. Loyalitas Pelanggan
pengertian loyalitas pelanggan adalah komitmen konsumen terhadap suatu perusahaan, untuk
berlangganan produk barang atau jasa secara konsisten secara berkelanjutan meskipun perusahaan
mempunyai banyak persaingan, namun konsumen akan setia menjadi pelanggan perusahaan
tersebut. Menurut Kotler dan Keller, loyalitas adalah komitmen yang dipegang secara mendalam
untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski
pengaruh. situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih. Loyalitas
Pelanggan berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dan pelanggan. Loyalitas Pelanggan
termasuk perilaku (Retensi Pelanggan) di mana pelanggan melakukan pembelian ulang suatu
barang merek tertentu saat ini, daripada memilih merek pesaing sebagai gantinya atau
mempergunakan jasa mereka saat ini daripada memilih jasa yang lainnya. Loyalitas Pelanggan
termasuk sikap di mana penilaian pelanggan dan perasaan tentang suatu produk, layanan,
hubungan, merek, atau perusahaan yang terkait dengan pembelian berulang. loyalitas pelanggan
menjadi suatu hal yang sangat penting. Pada perusahaan kepuasan dan loyalitas pelanggan
menjadi sangat penting untuk meningkatkan keuntungan sehingga perusahaan menjaga hubungan
baik dengan pelanggan. Perusahaan yang memiliki program fokus pada pelanggan berharap
pelanggan menjadi loyal terhadap perusahaan.
D. Mengukur Loyalitas Pelanggan
1. Tingkat Pembelian Kembali
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu indikator kesetiaan pelanggan adalah pembelian
ulang. Jadi menghitung tingkat atau rasio pembelian ulang ini bisa membantu mengukur kesetiaan
pelanggan.
Cara perhitungannya dapat berbeda-beda bergantung pada jenis bisnisnya. Secara umum rasio ini
dihitung dengan membagi jumlah antara pelanggan yang melakukan transaksi ulang dengan
pelanggan yang hanya melakukan transaksi sekali.
2. Net Promoter Score
Net Promoter Score atau NPS adalah salah satu cara menilai loyalitas pelanggan yang paling
digemari. Skala angka NPS adalah -100 hingga 100 yang menggambarkan kesetiaan pelanggan.
Angka ini bisa didapatkan dengan cara melakukan survei langsung kepada pelanggan yang
datanya kemudian diolah dengan menggunakan tools NPS. Nilai rata-rata NPS dapat berbeda-
beda bergantung pada jenis bisnisnya dan nilai yang kecil tidak selalu berarti buruk.

3. Customer Lifetime Value


Customer Lifetime Value (CLV) adalah digunakan untuk mengukur perkiraan nilai pelanggan
terhadap sebuah brand dalam jangka waktu selama keduanya berhubungan dalam bisnis.
Perhitungan ini kurang lebih membantu perusahaan untuk mengetahui jumlah rata-rata uang yang
dikeluarkan pelanggan untuk perusahaan tersebut.
Semakin tinggi angka tentunya semakin menunjukkan kesetiaan pelanggan yang tinggi.
4. Customer Loyalty Index
Terakhir adalah perhitungan Customer Loyalty Index (CLI) yang berguna untuk melacak
kesetiaan pelanggan dari waktu ke waktu. Perhitungan ini melibatkan perhitungan lain seperti
NPS, rasio pembelian ulang, dan rasio upselling.
Selain dapat menilai kesetiaan pelanggan dengan lebih akurat, ini juga bisa membantu retensi di
masa mendatan

E. Kualitas pelayanan
Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri dari
desain kualitas dari desain kualitas dan kualitas kesesuaian. Pengertian dari kualitas yang paling
mendasar adalah bebas dari cacat. Kebanyakan perusahaan yang bertumpu pada pelangan
mendefinisikan kualitas sebagai kepuasan pelanggan. Kotler dan Keller (2009:143)
mengemukakan bahwa kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen atau pengguna
jasa yang dinyatakan atau tersirat. Selain itu kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan
keinginan dan kebutuhan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanngan. Perasuraman yang dikutip oleh Tjiptono (2011:437), ada lima dimensi atau
lima faktor utama kualitas pelayanan yang digunakan konsumen untuk menilai atau menentukan
kualitas pelayanan. Kelima dimensi tersebit adalah sebagai berikut:
a. A).Keandalan (reability) yakni kemampuan orang memberikan layanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan.
b. Daya tanggap (Responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
c. Jaminan (Asurance) mencakup pengetahuan , kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu raguan.
d. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam menjali relasi, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
e. Bukti fisik (Tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi.

Pendapat lain mengenai dimensi kualitas pelayanan, antara lain pendapat Alma (2009:338),
yaitu:
a) Bukti fisik (Tangible) yaitu berupa hal-hal berwujud yang tampak oleh konsumen
termasuk letak kantor strategis, lokasi parkir, kebersihan dan kerapian, kantor, keindahan
kantor, seragam karyawan, penampilan formulir, desain brosur, iklan, penamilan buku
tabungan,gir, cek, dan sebagainya
b) Keandalan (Reability) yaitu kemampuan Pegawai membuka tabungan , giro, mengirim
uang, mengambil tabungan, menyelesaikan keluhan, dan jam layanan.
c) Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu kemampuan pegawai menangani keluhan nasabah
dan kecepatan penanganannya, ada marketing officer, customer officer yang cekatan,
segera menjawab telepon dan sebagainya.
d) Jaminan (Assurance) yaitu perilaku petugas perusahaan, jaminan perasaan aman di bank.
e) Empati (Empaty) yaitu kemudahan menghubungi kantor, adanya perhatian serius
terhadap segala kegiatan dan terhadap pribadi nasabah tanpa membeda-bedakanstatus
sosialnya.
Ada lima dimensi pokok yang berkaitan dengan kualitas pelayanan diantaranya bukti fisik,
reabilitas, daya tanggap, jaminan, dan empati. Dimensi tersebut merupakan indikator yang
digunakan untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan suatu perusahaan kepada konsumen
nyadan juga untuk mengetahui pendapata dari konsumen tentang konsumennya, dan juga untuk
mengetahui pendapat para konsumen tentang kualitas pelayanan tersebut. Pada akhirnya kualitas
pelayanan akan dinilai berdasarkan persepsi dari konsumen/ pelanggan yang telah mendapatkan
pelayanan jasa
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa, Parasuraman, Zeithaml,
dan Berry (1985) (dikutip dalam Tjiptono & Chandra, 2005) berhasil mengidentifikasikan
sepuluh (10) dimensi pokok kualitas jasa, yaitu:
1. Reliabilitas (reliability), meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja
(performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan
mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right the first time), memenuhi
janjinya secara akurat dan andal, menyimpan data (record) secara tepat dan mengirimkan
tagihan yang akurat.
2. Responsivitas atau daya tanggap (responsiveness). yaitu kesediaan dan kesiapan para
karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara cepat.
Beberapa contoh diantaranya: ketepatan waktu layanan, pengiriman slip transaksi
secepatnya, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan
secara cepat
3. Kompetensi (competency), yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak,
pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset
organisasi.
4. Akses (access), yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui
(approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah
dijangkau, waktu mengantre atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi
perusahaan mudah dihubungi (contohnya telepon, surat, e-mail, fax, dan seterusnya), dan
jam operasi nyaman.
5. Kesopanan (courtesy), yaitu meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para
karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank dan lain-
lain).
6. Komunikasi (communication), artinya menyampaikan informasi
a. kepada para pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk di dalamnya adalah penjelasan
mengenai jasa/ layanan yang ditawarkan.
7. Kredibilitas (credibility), yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup
nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi
dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).
8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk di
dalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial (financial
security), privasi dan kerahasiaan (confidentiality)
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan
spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler.
10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-
bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).
F. Strategi Membangun Kualitas Jasa
Tiga model kualitas jasa yang dapat dijadikan rujukan untuk dapat membangun kualitas jasa,
yakni:
1. Model Kualitas Segitiga Jasa (Service Triangle)
Service triangle adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang
menghubungkan perusahaan dengan pelanggannya.
Model tersebut terdiri dari tiga elemen, yaitu :
 Strategi pelayanan (Service strategy), Strategi untuk memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai dengan standar yang
telah di tetapkan oleh perusahaan. Standar perusahaan di buat berdasarkan
keinginan dan harapan pelanggan. Pelayanan juga di lakukan seefektif mungkin
agar beda dengan pesaing. Untuk merumuskan pelayanan yang efektif,
perusahaan harus berfokus kepada kepuasan pelanggan agar pelanggan
melakukan pembelian ulang dan perusahaan bisa mendapatkan pelanggan baru.
 Sumber daya si pemberi jasa (Service people), Orang yang berinteraksi
langsung maupun tidak langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan
secara tulus (empathy), responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa kepuasan
pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan perlu juga menciptakan
keadaan yang nyaman bagi para karyawan dengan cara menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, upah yang layak, manusiawi dan
sistem penilaian kinerja.
 Sistem pelayanan (Service system), adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan
yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang di
miliki perusahaan.
2. Model Kualitas Jasa Terpadu (Total Quality Service)
Model kualitas jasa terpadu atau disebut Total Quality Service adalah kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan
dengan pelayanan, yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Ada lima elemen penting yang
saling terkait dalam model pelayanan mutu terpadu, antara lain:
 Penelitian pasar dan pelanggan, Elemen pertama ini merupakan penelitian
untuk mengetahui struktur pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar
potensial analis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan
atas pelayanan yang di berikan.
 Penyusunan Strategi, Elemen kedua yang merupakan petunjuk arah dalam
memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan dapat
mempertahankan pelanggan bahkan memperoleh pelanggan baru.
 Pendidikan, Pelatihan dan Komunikasi. Merupakan elemen ketiga yang
berbentuk tindakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
mampu memberikan pelayanan berkualitas.
 Proses perbaikan, adalah desain ulang berkelanjutan untuk menyempurnakan
proses pelayanan konsep dapat di terapkan dalam perbaikan proses pelayanan
berkelanjutan ini.
 Penilaian. Pengukuran dan Feedback, Elemen yang merupakan rangkaian
kegiatan yang terdiri dari penilaian dan pengukuran kinerja yang telah di capai
karyawan atas pelayanan yang di berikan kepada pelanggan.
3. Model Konseptual Kualitas Jasa (Conceptual Model of Service Quality)
Model konseptual kualitas jasa atau dalam bahasa kerennya conceptual model of
service quality merupakan model penciptaan kualitas yang dimulai dari mengenali
kesenjangan (gap) pelayanan yang terjadi sampai dengan mencari jalan keluar untuk
mengurangi atau menghilangkan kesenjangan tersebut. Yang dimaksud kesenjangan atau
gap di sini adalah ketidaksesuaian antar apa yang menjadi harapan konsumen dengan apa
yang telah diterimanya dari pemberi jasa. Ada dua kategori kesenjangan, yaitu:
 Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan
kesenjangan yang disebabkan oleh hal-hal yang ada di dalam perusahaan
misalnya pengetahuan manajemen, cara kerja, kemampuan sumber daya manusia
termasuk teknologi dan fasilitas lain. Hal-hal tersebut dapat menciptakan
kesenjangan yang oleh Parasuraman dkk diidentifikasi menjadi empat jenis
kesenjangan yaitu:
 Kesenjangan pertama (GAP1), timbul karena manajemen tidak memiliki
data informasi dan pengetahuan yang cukup mengenai siapa yang dilayani
sehingga manajemen memiliki pemahaman yang tidak tepat mengenai apa
yang diharapkan konsumen, atau lebih parahnya lagi manajemen sama
sekali tidak mengetahui apa sebenarnya yang diharapkan konsumen.
 Kesenjangan kedua (GAP2), kesenjangan yang disebabkan oleh tidak
dimilikinya desain dan standar pelayanan yang tepat sehingga jasa yang
dihasilkan memiliki variasi yang sangat tinggi. Variasi ini lebih
disebabkan oleh tidak adanya pedoman tata kerja atau standard kerja
dalam proses penciptaan jasa.
 Kesenjangan ketiga (GAP3), kesenjangan yang timbul karena
perusahaan tidak memberikan pelayanan berdasar standar kerja yang telah
ditentukan. Ini terjadi karena petugas pemberi jasa kurang memahami
prosedur, tata cara atau standard kerja yang telah ditetapkan. Bisa saja
karena kurangnya sosialisasi mengenai hal tersebut.
 Kesenjangan keempat (GAP4), kesenjangan yang timbul karena pemberi
jasa tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang
dijanjikannya. Artinya pemberi jasa tidak memiliki komitmen untuk
memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik melalui komunikasi
lisan langsung maupun melalui media periklanan.
 Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan
ketidaksesuaian antara apa yang diharap konsumen dengan apa yang diterima
dari pemberi jasa yang timbul karena hal-hal di luar perusahaan dan tidak ada
kaitannya dengan kemampuan, sumber daya yang dimiliki oleh pemberi jasa.
Kesenjangan yang semata-mata timbul karena hal-hal yang bersifat perseptual
subjektif dari konsumen. Kesenjangan jenis ini sering disebut sebagai
kesenjangan kelima atau disebut GAP 5, yakni kesenjangan karena adanya
perbedaan persepsi antara apa yang dirasakan dan apa yang diharapkan oleh
konsumen.

G. Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa


Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan atau menekan saklar
lampu. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Upaya tersebut juga berdampak luas, yaitu
terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Di antara berbagai faktor yang perlu men-
dapatkan perhatian, antara lain :
 Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada
pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa dari
sudut pandang pelanggan. Langkah – langkah yang dapat dilakukan adalah :
a. langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan riset untuk meng-
identifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran.
b. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar
sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-
determinan tersebut. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif per-
usahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing, sehingga
perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada
determinan-determinan tersebut. Namun perusahaan perlu memantau setiap
determinan sepanjang waktu, karena sangat mungkin prioritas pasar
mengalami perubahan.
 Mengelola Harapan Pelanggan
Tidak jarang suatu perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya
kepada pelanggan dengan maksud agar mereka terpikat. Hal seperti dapat menjadi
‘bumerang’ bagi perusahaan. Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar
pula harapan pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada
gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh
perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijaclikan pedoman, yaitu “Jangan
janjikan apa yang tidak bisa diberikan, tetapi berikan !drat dari yang dijanjikan”.
 Mengelola Bukti (Evidence) Kualitas Jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama clan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak dapat
dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-
fakta tangibles  yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 
 Mendidik Konsumen Tentang Jasa
Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa- merupakan upaya yang sangat
positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih ‘terdidik’ akan
dapat mengambil keputusan secara lebih baik. Oleh karenanya kepuasan mereka dapat
tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen dapat dilakukan dalam bentuk:
a. Perusahaan mendidik pelanggannya untuk melakukan sendiri jasa/ pelayanan
tertentu, misalnya mengisi blanko/formulir pendafta ran, mengangkut barang
belanjaan sendiri, dan lain-lain,
b. Perusahaan membantu pelanggan mengetahui kapan menggunakan suatu jasa dan
memanfaatkan periode biasa (bukan puncak),
c. Perusahaan mendidik pelanggannya mengenai cara menggunakan jasa.
d. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas dengan cara
menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari suatu kebijaksanaan
yang bisa mengecewakan mereka.
 Mengembangkan Budaya Kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan.
yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus.
Budaya kualitas terdiri dart filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan
harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik,
dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. Ada beberapa faktor
yang dapat memperlancar dan sekaligus dapat pula menghambat pengembangan jasa
yang berkualitas, yaitu:

a. Manusia, misalnya deskripsi kerja, seleksi, pelatihan, imbalan/gaji, jalur karir.


b. Organisasi/struktur, meliputi integrasi/koordinasi fungsi-fungsi dan struktur
pelaporan.
c. Pengukuran, yaitu evaluasi kinerja dan pemantauan keluhan dan kepuasan
pelanggan.
d. Pendukung sistem, yakni faktor teknis, komputer, database.
e. Pelayanan, meliputi nilai tambah, rentang dan kualitas, standar kinerja, pemuasan
kebutuhan dan harapan.
f. Program, meliputi pengelolaan keluhan, alat-alat penjualan/ promosi, alat-alat
manajemen.
g. Komunikasi internal, terdiri atas prosedur dan kebijalcsanaan, umpan balik dalam
organisasi.
h. Komunikasi ekstemal, yakni pendidikan pelanggan (customer educa-
tion), penciptaan harapan, citra (image) perusahaan.

 Menciptakan Automating Quality


Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun demikian, sebelum
memutuskan akan melakukan otomatisasi, perusahaan perlu melakukan penelitian secara
seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia dan bagian
yang memerlukan otomatisasi. Perlu dihindari adanya otomatisasi yang mencakup
keseluruhan jasa.
 Menindaklanjuti Jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu
ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau
semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa
yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan
untuk berkomunikasi, balk menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
 Mengembangkan Sistem informasi Kualitas Jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai
macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan
informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Secara umum sistem
informasi kualitas jasa dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya:
a. Memungkinkan pihak manajemen untuk mernasukkan ‘suara pelanggan’ dalam
pengambilan keputusan.
b. Dapat mengetahui prioritas jasa pelanggan.
c. Memperlancar proses identifikasi prioritas penyempumaan jasa dan menjadi pedoman
dalam pengambilan keputusan alokasi sumberdaya.
d. Memungkinkan dipantaunya kinerja jasa perusahaan dan pesaing setiap
waktu.Memberikan gambaran mengenai dampak inisiatif dan investasi kualitas jasa.
e. Memberikan performance-based data untuk keperluan pendaian, yaitu mernberikan
imbalan kepada jasa yang unggul dan melakukan koreksi atas jasa yang buruk.

Ada tiga macam yang sangat penting bagi setiap sistem informasi kualitas jasa. Ketiga
jenis tersebut antara lain :
 Survai transaksional dilakukan terhadap pelanggan yang telah menikmati jasa
perusahaan. Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui kepuasan pelanggan
terhadap pengalaman jasa dan ,alasan yang mendasarinya, selagi pengalaman itu
baru saja terjadi (peianggannya belum lupa).
 Total market survey bertujuan untuk mengukur penilaian pelanggan secara
keseluruhan terhadap jasa perusahaan. Karakteristik khusus survai ini adalah
adanya pengukuran kualitas jasa pesaing. Sampelnya juga melibatkan
nonpelanggan. Melalui riset ini dapat diketahui pula sejauh mana kinerja pesaing,
yang nananya dapat dijadikan dasar untuk melakukan perbandingan (bisa pula
untuk keperluan benchmarking).
 Survey pelanggan, dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
mereka tertarik untuk membeli jasa perusahaan. Dengan cara ini perusahaan dapat
memantau dua aspek. Pertama, dampak relatif dari program pemasaran
perusahaan, misalnva iklan dan promosi penjualan. Kedua, indikator jasa,
misalnya reputasi jasa perusahaan dan rekomendasi positif dari mulut ke mulut.

Anda mungkin juga menyukai