Anda di halaman 1dari 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. JASA
Menurut (Lovelock, Wirtz, & Mussry, 2010) jasa adalah suatu aktivitas
ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain. Sedangkan
menurut (K. Douglass Hoffman & Bateson, 2011) jasa adalah perbuatan, usaha dan
kinerja. Dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu usaha, perbuatan, kinerja atau
aktifitas ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Dengan
adanya jasa, maka akan terjadinya suatu aktivitas ekonomi dimana kedua pihak
dapat saling bertukar nilai satu sama lainnya.
Menurut (Lovelock et al., 2010) konsumsi jasa dapat dibagi menjadi tiga
tahap utama : Pra-pembelian, transaksi interaksi jasa (service encounter) dan pasca
interaksi jasa. Menurut (Fandi Tjiptono, 2006) ada empat karakteristik pokok pada
service yang membedakannya dengan produk barang, yaitu:
1. Intangibility
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli. Jasa
berbeda dengan barang, jika barang menggunakan objek, alat atau benda, maka
jasa adalah suatu perbuatan, kinerja atau usaha.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa
biasanya dijual terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan.
3. Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandarized output, artinya
banyak bentuk variasi, kualitas dan jenis yang tergantung pada siapa, kapan dan
dimana jasa tersebut dihasilkan.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, dengan
demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu
saja.

Service atau jasa merupakan layanan yang diberikan oleh pihak tertentu
kepada pihak lain yang bersifat intangible, untuk melakukan evaluasinya konsumen
harus merasakan terlebih dahulu manfaat dari jasa tersebut. Tetapi dengan adanya
jasa dapat membuat konsumen dapat menyewa orang lain / pihak lain untuk
melakukan pekerjaan yang tidak ingin mereka lakukan sendiri atau pekerjaan yang
tidak dapat mereka kerjakan sendiri. (Lovelock et al., 2010).
Berdasarkan klasifikasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization-WTO), ruang lingkup klasifikasi bisnis jasa meliputi (Rambat
Lupiyoadi, 2006:19) :
1. Jasa bisnis
2. Jasa komunikasi
3. Jasa konstruksi dan jasa teknik
4. Jasa distribusi
5. Jasa pendidikan
6. Jasa lingkungan hidup
7. Jasa keuangan
8. Jasa kesehatan dan jasa sosial
9. Jasa kepariwisataan dan jasa perjalanan
10. Jasa rekreasi, budaya. Dan olahraga
11. Jasa transportasi
12. Jasa lain-lain

2.2. KUALITAS PELAYANAN


Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan
yang sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan. Kualitas
pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya
mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan
gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang
berkualitas. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah
dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zenthaml (dalam
Lupiyoadi,2006:181).
Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan
kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat
diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang
benar-benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan.
Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh
perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Definisi mutu jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan
pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Wisnalmawati, 2005:155) kualitas jasa
adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka
kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah
dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap buruk (Tjiptono,
2005:121).
Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut maka konsep kualitas
layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang diberikan
perusahaan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1997) dalam Wisnalmawati (2005:156).
Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi penyediaan
jasa, melainkan berdasarkan persepsi pelanggan.
Kualitas layanan mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti
pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi
pelayanan, sebagian besar masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan
terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang
bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamanan pelayanan (Roesanto,
2000) dalam Nanang Tasunar (2006:44). Oleh karena itu dalam merumuskan
strategi dan program pelayanan, organisasi harus berorientasi pada kepentingan
pelanggan dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya (Suratno dan Purnama,
2004:74).

2.2.1. Dimensi Kualitas Layanan


Sunarto (2003:244) mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari kualitas
yaitu:
a. Kinerja
Yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang
diidentifikasi para pelanggan.
b. Interaksi Pegawai
Yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati ditunjukkan oleh
masyarakat yang memberikan jasa atau barang.
c. Keandalan
Yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko.
d. Daya Tahan
Yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum.
e. Ketepatan Waktu dan Kenyaman
Yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat
produk infomasi atau jasa diberikan.
f. Estetika
Yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik penyajian
jasa.
g. Kesadaran akan Merek
Yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang
mengenal merek atau nama perusahaan atas evaluasi pelanggan.

Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam


Lupiyoadi (2006:182), yaitu:
a. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.
b. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
d. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara
lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.
e. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan pelanggan. Sebagai contoh perusahaan harus mengetahui keinginan
pelanggan secara spesifik dari bentuk fisik produk atau jasa sampai
pendistribusian yang tepat.

Garvin dalam Tjiptono dan Chandra (2005:113) mengembangkan delapan


dimensi kualitas, yaitu:
a. Kinerja (performance) yaitu mengenai karakteristik operasi pokok dari produk
inti. Misalnya bentuk dan kemasan yang bagus akan lebih menarik pelanggan.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap.
c. Kehandalan (reability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau
gagal dipakai.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications). Yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Seperti halnya produk atau jasa yang diterima
pelanggan harus sesuai bentuk sampai jenisnya dengan kesepakatan bersama.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan. Biasanya pelanggan akan merasa puas bila produk yang dibeli
tidak pernah rusak.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi;
penanganan keluhan yang memuaskan.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya kemasan
produk dengan warna-warna cerah, kondisi gedung dan lain sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sebagai contoh merek yang
lebih dikenal masyarakat (brand image) akan lebih dipercaya dari pada merek
yang masih baru dan belum dikenal.

Bila menurut Hutt dan Speh dalam Nasution (2004: 47) Kualitas pelayanan
terdiri dari tiga dimensi atau komponen utama yang terdiri dari :
a. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output yang
diterima oleh pelanggan. Bisa diperinci lagi menjadi :
1) Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya: harga dan barang.
2) Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah membeli atau mengkonsumsi jasa atau produk. Contohnya
ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kearapihan hasil.
3) Credence quality, yaitu sesuatu yang sukar dievaluasi pelanggan, meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa.
b. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
c. Corporate image, yaitu yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus
suatu perusahaan.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, dapat
disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu dengan memenuhi syarat agar
sebuah pelayanan memungkinkan untuk menimbulkan kepuasan pelanggan.
Adapun dimensi-dimensi tersebut yaitu: Tangibles atau bukti fisik, Reliability atau
keandalan Responsiveness atau ketanggapan, Assurance atau jaminan/kepastian,
Empathy atau kepedulian.

2.3. KEPUASAN PELANGGAN


Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat
sesuatu memadai (Tjiptono dan Chandra, 2005:195). Sedangkan Kotler ( 2003:61 )
mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang
dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk
dengan harapan-harapannya.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan, yaitu adanya


perbandingan antara harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan pelanggan. Harapan
pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, di antaranya pengalaman
berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji
perusahaan dan para pesaing.

Menurut Zulian Yamit (2005:75) secara tradisional pelanggan diartikan orang


yang membeli dan menggunakan produk. Dalam perusahaan yang bergerak
dibidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan.
Pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang
berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses produksi selesai, karena mereka
adalah pengguna produk. Sedangkan orang yang berinteraksi dengan perusahaan
sebelum proses produksi berlangsung adalah dianggap sebagai pemasok.
Pelanggan dan pemasok dalam konsep tradisional ini adalah orang yang
berada di luar perusahaan atau disebut pelanggan dan pemasok eksternal.
Tepatkah pengertian pelanggan seperti ini dalam kaitannya dengan
kualitas?.Apakah perhatian terhadap yang diinginkan pelanggan dan pemasok
eksternal akan memberikan jaminan perusahaan akan menghasilkan produk yang
berkualitas? Konsep pelanggan dan pemasok sebenarnya tidak hanya dilihat dari
luar perusahaan. Ada pelanggan dan pemasok yang selama ini terlupakan oleh
pelaku bisnis, yaitu pelanggan dan pemasok yang berada didalam perusahaan atau
disebut pelanggan dan pemasok internal. Misalnya, terdapat proses tranformasi
yang melalui proses 1, proses 2 hingga proses 3 yang masing-masing memiliki
inputproses-output (I-P-O). Output proses 2 akan diserahkan dan menjadi input
proses 3 yang akan melakukan proses berikutnya.
Disamping pelanggan internal dan eksternal, masih terdapat pihak lain yang
terlibat sebelum produk dikirim ke pelanggan eksternal. Pihak lain tersebut adalah
distributor atau disebut sebagai pelanggan perantara yang melakukan kegiatan
distribusi produk dari perusahaan ke pelanggan eksternal. Kepuasan pelanggan
eksternal dipengaruhi pula oleh kualitas pelayanan purna jual.
Uraian tersebut, menyimpulkan bahwa pemasok dan pelanggan adalah
setiap orang atau badan yang datang dari dalam perusahaan maupun yang datang
dari luar perusahaan. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis
pelanggan yaitu :
1. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani
proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau
organisasi.
2. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang bertindak
atau berperan sebagi perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak
konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan sebagai
pemakai akhir.
3. Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir,
yang disebut sebagai pelanggan yang nyata (real customer).

Apa sebenarnya kepuasan pelanggan itu? Untuk mendefinisikan kepuasan


pelanggan sebenarnya tidaklah mudah, karena pelanggan memiliki berbagai
macam karakteristik, baik pengetahuan, kelas sosial, pengalaman, pendapatan
maupun harapan. Misalnya, seorang pelanggan baru ingin mencoba masakan
tertentu dari sebuah restoran. Sebelum melakukan pembelian, pelanggan baru
tersebut pasti memiliki harapan bahwa dia akan dilayani secara baik, pelayannya
ramah, cepat tanggap, dan masakan yang ingin dicobanya enak. Jika harapan
pelanggan ini sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan melebihi harapannya
sudah dapat dipastikan pelanggan tersebut akan merasa puas. Tetapi bila yang
dialami dan dirasakan pelanggan tidak sesuai dengan harapannya, misal
pelayanannya tidak ramah, tidak tanggap dan masakannya tidak enak, sudah dapat
dipastikan pelanggan tidak merasa puas.
Dari contoh di atas, kepuasan pelanggan dapat diketahui setelah pelanggan
menggunakan produk dan jasa pelayanan. Dengan kata lain kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purna beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa
yang dirasakan dengan harapannya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas
penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan (dalam Zulian Yamit,
2005:78)
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan
manajemen (Tjiptono dan Chandra, 2005:192). Pelanggan umumnya
mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima
dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan (Assauri,
2003:28). Kepuasan pelanggan dapat membentuk persepsi dan selanjutnya dapat
memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya.

Bagaimana mengukur kepuasan pelanggan?. Di atas tadi disimpulkan


bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan atas penggunaan produk
dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Bagaimana mengetahui
hasil yang dirasakan pelanggan melebihi atau kurang dari harapan yang
dinginkan?.Kotler (dalam Zulian Yamit, 2005:80) mengemukakan beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, metode tersebut
antara lain:

1. Sistem pengaduan
Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan
saran, keluhan dan bentuk ketidak puasan lainnya dengan cara menyediakan kotak
saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi
perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh
pengalaman mereka dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap
perusahaan.
2. Survey pelanggan
Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur
kepuasan pelanggan misalnya, melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara
langsung.
3. Panel pelanggan
Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan
mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi
pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan yang setia akan diperoleh informasi
tingkat kepuasan yang mereka rasakan dan dari pelanggan yang telah berhenti
membeli, perusahaan akan memperoleh informasi mengapa hal itu dapat terjadi.
Apabila pelanggan yang telah berhenti membeli (customer loss rate) ini meningkat
hal ini menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
Implikasi dari pengukuran kepuasan pelanggan tersebut adalah pelanggan
dilibatkan dalam pemgembangan produk atau jasa dengan cara mengidentifikasi
apa yang dibutuhkan pelanggan. Hal ini berbeda dengan pelanggan dalam konsep
tradisional, dimana mereka tidak dalam pengembangan produk, karena mereka
berada diluar sistem.
Tujuan untuk melibatkan pelanggan dalam pengembangan produk dan jasa
adalah agar perusahaan dapat memenuhi harapan pelanggan, bahkan jika mungkin
melebihi harapan pelanggan. Persepsi yang akurat mengenai harapan pelanggan
merupakan hal yang perlu, namun tidak cukup untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Perusahaan harus mewujudkan harapan pelanggan ke dalam desain
dan standar kepuasan pelanggan. Desain dan standar kepuasan pelanggan
dikembangkan atas dasar harapan konsumen dan prioritasnya.
2.4. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang sifatnya sementara dan masih
dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ini merupakan dugaan yang masih
dimungkinkan benar atau salah. Berdasarkan rumusan permasalahan dan temuan
diatas sehingga hipotesis alternatif yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu;
Ho : Tidak ada pengaruh signifikan antara dimensi kualitas pelayanan Reliability,
Responsiveness, Assurance, Empathy dan Tangibles terhadap kepuasan
pelanggan di PT Hartech Indonesia
Ha : Ada pengaruh signifikan antara dimensi kualitas pelayanan Reliability,
Responsiveness, Assurance, Empathy dan Tangibles terhadap kepuasan
pelanggan di PT Hartech Indonesia
Diharapkan berdasarkan hipotesis ini, akan diketahui keadaan yang
sesungguhnya terjadi antara harapan dan kinerja pelayanan yang di berikan oleh
PT Hartech Indonesia.
Hipotesa yang di berikan oleh penulis adalah Kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh beberapa faKtor seperti service quality dan price. Jika konsumen
merasa puas dalam melalukan konsumsi pada jasa yang ditawarkan, maka akan
timbulnya repeat buying yang mengantarkan konsumen menjadi konsumen yang
loyal.

Anda mungkin juga menyukai