Anda di halaman 1dari 5

QUALITY OF SERVICE

Definisi

Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Ada 2 (dua) faktor utama yang
mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang
diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan
pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan
buruk.

Menurut Parasuraman (1985), kualitas jasa terdiri atas 3 (tiga) komponen utama. Ketiga
komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang
diterima pelanggan.
a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli,
misalnya harga
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah
membeli atau mengkonsumsi jasa tersebut. Misalnya ketepatan waktu, kecepatan
pelayanan, dan kerapian hasil.
c. Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah
dikonsumsi. Misalnya kualitas operasi jantung
2. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian
suatu jasa
3. Corporate image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu
perusahaan

Persepsi Pelanggan

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau
persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan,
sehingga pelangganlah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan
terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun
perlu diperhatikan bahwa kinerja jasa seringkali tidak konsisten, sehingga pelanggan
menggunakan syarat intrinsik dan ekstrinsik jasa sebagai acuan.

Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyampaian jasa itu sendiri. Pelanggan akan
bergantung pada isyarat ini apabila berada di tempat pembelian atau jika isyarat intrinsik
tersebut merupakan search quality dan memiliki nilai prediktif yang tinggi. Sementara itu,
yang dimaksud dengan isyarat ekstrinsik adalah unsur-unsur yang merupakan pelengkap
bagi suatu jasa. Isyarat ini dipergunakan dalam mengevaluasi jasa jika dalam menilai isyarat
intrinsik diperlukan banyak waktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik tersebut
merupakan experience quality dan credence quality. Isyarat ekstrinsik juga dipergunakan
sebagai indikator kualitas jasa apabila tidak ada informasi isyarat intrinsik yang memadai.
Harapan Pelanggan

Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan, telah tercapai konsensus
bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan
dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Harapan pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan
dalam menilai kinerja produk tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan
pelanggan adalah sebagai berikut:

1. Enduring Service Intensifiers


Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk
meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang
disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa. Seorang
pelangan akan mengharapkan bahwa ia seharusnya juga layani dengan baik apabila
pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh penyedia jasa. Selain itu filosofi individu
(misalnya seorang nasabah bank) tentang bagaimana memberikan pelayanan yang benar
akan menentukan harapannya pada sebuah bank.

2. Personal Need
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendaar bagi kesejahteraannya juga menentukan
harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis.

3. Transitory Service Intensifiers


Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang
meningkatkan sensitivitas pelangga terhadap jasa. Faktor ini meliputi:
a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin penyedia
jasa dapat membantunya (misalnya jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan
lalu lintas)
b. Jasa terakhir yang di konsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk
menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.

4. Perceived Service Alternatives


Perceived Service Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau
derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa
alternatif, maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.

5. Self-Perceived Service Role


Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam
mempengaruhi jasa yang diterimanya. Apabila konsumen terlibat dalam proses
penyampaian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak
bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada pihak penyedia jasa. Oleh karena itu,
persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa yang
bersedia diterimanya.

6. Situational Factors
Faktor situasional ini terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja
jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa.

7. Explicit Service Promises


Faktor ini merupakan penyataan (secara personal atau nonpersonal) oleh organisasi
tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling,
perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.

8. Implicit Service Promises


Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan
kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan
diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk
memperoleh (harga) dan alat-alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya
menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas
jasa.

9. Word-of-Mouth
Word-of-mouth merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang lain selain
organisasi kepada pelanggan. Word-of-mouth biasanya cepat diterima oleh pelanggan
karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya. Selain itu,
word-of-mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya
sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.

10. Past Experince


Pengalaman masa lalu meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan
dari yang pernah diterimanya di masa lalu. Harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu
berkembang, seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima pelanggan
serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan.

Dimensi Kualitas Jasa

Penelitian Parasuraman, Zeithaml, dab Berry berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor


utama yang menentukan kualitas jasa (Parasuraman, dkk, 1985)

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability).
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa
yang dibutuhkan pelanggan
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberi jasa tertentu
4. Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas
jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluaran
komunikasi perusahaan mudah dihubungi
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki
para contact personnel
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang
dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi
dengan pelanggan
8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi
keamanan secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasian
9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan, representasi fisik dari jasa.

Dalam perkembangan selanjutnya, Parasuraman, dkk, (1988) menemukan bahwa sepuluh


dimensi yang ada dapat dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok. Kelima dimensi
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi
2. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera dan memuaskan
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap
4. Jaminan (assurance), mencakup keamanan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.
5. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, dan memenuhi kebutuhan para pelanggan.
Model Kualitas Jasa

Model kualitas jasa yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian dan juga banyak
dikutif buku-buku teks adalah model gap yang dikembangkan oleh Parasuraman, dkk. (1985,
1988, 1990, 1994). Kelima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa adalah
sebagai berikut:

1. Gap antara harapan konsumen dan perspesi manajemen


Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan
atau mamahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya
manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusanya didesain, dan jasa-jasa
pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas
jasa
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal
ini bisa dikarenakan oleh tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajeman
terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan adanya kelebihan permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa


Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban
kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja atau bahkan tidak mau
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan
dihadapkan pada standar-standar yang saling bertentangan satu sama lain.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal


Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang
dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang
diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan


Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara
yang berlainan atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut

Gambar 7.1 Model Kualitas Jasa


Pengukuran Kualitas Jasa

Pada saat membeli barang, pelanggan dapat menggunakan banyak tangible cues untuk
menilai kualitas, misalnya warna, model, label, kemasan, dan sebagainya. Sementara itu,
dalam pembelian jasa, tangible cues yang tersedia relatif terbatas, bahkan sering hanya
berupa fasilitas fisik, peralatan, dan personel yang dimemiliki penyedia jasa. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penilaian kualitas jasa lebih kompleks dan
sulit daripada barang.

Bila dibandingkan dengan produk, upaya pendefinisian dan pengukuran kualitas jasa masih
kalah jauh. Karakteristik-karakteristik yang ada pada jasa menyulitkan para peneliti untuk
menentukan hal-hal yang dapat dipakai sebagai determinan kualitas jasa. Oleh karena itu,
hingga kini pengukuran kualitas jasa belum sempurna dan masih dalam tahap
pengembangan. Meskipun demikian, guna meningkatkan pemahaman dan memungkinkan
diambilnya langkah-langkah praktis, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Spesifikasi determinan kualitas jasa
2. Perangkat standar kualitas yang bisa diukur

Mengukur kualitas jasa berarti mengevaluasi/membandingkan kinerja suatu jasa dengan


seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Untuk model pengukuran
Parasuraman dkk, telah dibuat suatu skala multi-item yang diberi nama SERVQUAL. Alat ini
dimaksudkan untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, dan kesenjangan (gap) yang
ada di model kualitas jasa. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala likert maupun
semantifk differensial, di mana responden tinggal memilih derajat kesetujuan atau
ketidaksetujuan atas pernyataan mengenai penyampaian kualitas jasa. Beberapa alternatif
untuk mengukur kualitas jasa, yaitu:
1. Skor Kualitas Jasa = (Skor Kinerja – Skor Harapan)
2. Skor Kualitas Jasa = Skor Derajat Kepentingan x (Skor Kinerja – Skor Harapan)
3. Skor Kualitas Jasa = (Skor Kinerja)
4. Skor Kualitas Jasa = Skor Derajat Kepentingan x (Skor Kinerja)

Anda mungkin juga menyukai