Anda di halaman 1dari 23

Dimensi Kualitas Pelayanan

2 Comments
BAB II , teori

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1998:69) yang melalukan


penelitian khusus terhadap beberapa jenis pelayanan, mengidentifikasi sepuluh faktor
utama yang menentukan kualitas pelayanan, yakni :

1. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance) dan kemampuan


untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan
pelayanannya secara tepat sejak awal (right the first time) dan telah memenuhi
janji (iklan)nya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap pegawai perusahaan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tertentu.
4. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang berarti lokasi
fasilitas pelayanan mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama,
saluran komunikasi mudah dihubungi.
5. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan dari para
kontak personal perusahaan
6. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami pelanggan
serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. Disini menyangkut nama dan
reputasi perusahaa, karakteristik pribadi, kontak personal, dan interaksi dengan
pelanggan.
8. Security, yaitu aman (secara fisik, finansial dan kerahasiaan) dari bahaya,
resiko atau keragu-raguan.
9. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
10. Tangible, yaitu segala bukti fisik seperti pegawai, fasilitas, peralatan, tampilan
fisik dari pelayanan misalnya kartu kredit plastik.

Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman et al., (dalam Zeithaml dan


Bitner (1996: 118) sampai pada kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas
pelayanan di atas dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok yang terdiri dari
reliability, responsiveness, assurance (yang mencakup competence, courtesy,
credibility, dan security), empathy (yang mencakup access, communication dan
understanding the customer), serta tangible. Penjelasan kelima dimensi untuk menilai
kualitas pelayanan tersebut adalah :

1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan


sarana komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti
langsung/wujud merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya
berupa segala fasilitas yang secara nyata dapat terlihat.
2. Reliability (kepercayaan); merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Menurut Lovelock, reliability to
perform the promised service dependably, this means doing it right, over a
period of time. Artinya, keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk
menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan
dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu tertentu.
Pemenuhan janji pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi ketepatan
waktu dan kecakapan dalam menanggapi keluhan pelanggan serta pemberian
pelayanan secara wajar dan akurat.
3. Responsiveness (daya tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai dalam
memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan
cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari
petugas dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap ini
merupakan suatu akibat akal dan pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan.
4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan
keragu-raguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk
masyarakat bagi warganya terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi akan
dapat mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati
merupakan individualized attention to customer. Empati adalah perhatian yang
dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap pelanggan dengan
menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.

Sementara itu Vincent (1997: 67) mengidentifikasi 10 dimensi untuk melihat kualitas
pelayanan, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, akurasi layanan, kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan
mendapat layanan, variasi model layanan, layanan pribadi, kenyamanan dalam
memperoleh layanan, dan atribut pendukung lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, AC, dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa kinerja pelayanan adalah hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya
yang diukur berdasarkan indikator bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), daya
tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty).

DIMENSI KUALITAS PELAYANAN

Kualitas pelayanan memiliki beberapa dimensi atau unsur kualitas pelayanan. Unsur-unsur
kualitas pelayanan merupakan hasil temuan penelitian dari teori kualitas pelayanan yang
disampaikan oleh A. Pasuraman. Sebagai salah satu tokoh pionir dalam pengukuran kualitas
pelayanan, Pasuraman mencetuskan dimensi servqual. Dimensi ini dibuat untuk mengukur
kualitas pelayanan dengan menggunakan suatu kuisioner. Teknik servqual dapat mengetahui
seberapa besar jarak harapan pelanggan dengan ekspektasi pelanggan terhadap pelayanan yang
diterima. Servqual memiliki 5 dimensi, diantaranya adalah :

1. Tangibles

Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk menampilkan yang terbaik
bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi
pendukung, hingga penampilan karyawan.

2. Reliability

Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan
lain sebagainya.

3. Responsiveness

Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif serta diiringi
dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah dimengerti.
4. Assurance

Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan santun karyawan,
komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga mampu menumbuhkan rasa
percaya pelanggan.

5. Empathy

Empathy adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada pelanggan, hal ini
dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen secara akurat dan spesifik.

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Kualitas pelayanan tidak hanya diharapkan dan dinilai dari perusahaan-perusahaan yang menjual
produk yang diinginkan. Salah satu tempat yang memerlukan perhatian terkait kualitas
pelayanannya adalah instansi pemerintahan. Kerap kali kita mengeluh tentang pelayanan di
instansi pemerintahan yang cenderung kurang atau tidak memenuhi kriteria yang diharapkan.
Namun pada dasarnya standar kualitas pelayanan di instansi pemerintahan telah memiliki
standar-standar tersendiri yang harus dipenuhi.

Beberapa pelayanan yang kerap harus diperhatikan untuk pelayanan masyarakat diantaranya
adalah di bidang kualitas pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan jasa, kualitas pelayanan prima,
kualitas pelayanan hotel, kualitas pelayanan akademik, dan kualitas pelayanan bank. Beberapa
instansi seperti rumah sakit, bank, hotel, dan universitas, memiliki standar kualitas pelayanan
masing-masing. Namun umumnya masyarakat juga memiliki penilaian dan harapan kualitas
pelayanan tersendiri dari masing-masing instansi tersebut.

Kualitas pelayanan menurut harapan pelanggan

Menurut Valarie Zeithaml dan Mary Bitner, tingkatan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh
pelanggan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Desired service

Tingkatan ini adalah harapan pelanggan terkait pelayanan yang diinginkan, yaitu kepercayaan
pelanggan tentang pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang seharusnya diterima.

2. Adequate service

Tingkatan ini adalah ketika pelanggan menerima pelayanan, hal ini juga berkaitan dengan
kemampuan suatu perusahaan untuk dapat memenuhi permintaan pelayanan dari pelanggan
tersebut.

CARA MENGUKUR KUALITAS PELAYANAN

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, di antaranya adalah
dengan melakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan secara berkala. Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan umpan balik dari pelanggan

Banyak cara yang dapat dilakukuan untuk mendapatkan feedback dari pelanggan, diantaranya
seperti mengadakan survei kepada pelanggan, dan follow up kepada pelanggan setelah
memberikan pelayanan, cara ini dapat dilakukan melalui email. Cara lainnya adalah uji coba
produk kepada pelanggan, aktif di sosial media, memberikan diskon atau benefit lain kepada
pelanggan atas penghargaan masukan yang telah diberikan, serta memanfaatkan teknologi untuk
memantau perkembangan usaha seperti melalui website, google analytics, dan lain sebagainya.

2. Melakukan evaluasi perusahaan

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk melakukan evaluasi diantaranya adalah melalui survei
dengan cara berfokus pada hal-hal yang paling penting untuk diketahui. Survei dapat dilakukan
untuk mengetahui rasa empati atau kepedulian kepada pelanggan, mengukur tingkat kemampuan
suatu perusahaan terkait kehandalan dan cepat tanggap, serta mengetahui pelayanan dan kualitas
produk berdasarkan pengalaman konsumen secara langsung seperti fungsi produk, tingkat
kebersihan, penampilan karwayan, dan lain sebagainya.

3. Memperbaiki pelayanan perusahaan

Memperbaiki kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara memberikan standar pelayanan
perusahaan yang jelas kepada karyawan, melatih karyawan agar menjadi seseorang yang
bertanggung jawab, cepat tanggap, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Jika memungkinkan,
dapat dengan memberikan bonus kepada karyawan yang berprestasi. Selain itu, memberikan
kemudahan kepada pelanggan dalam menyampaikan masukannya adalah hal yang perlu untuk
dilakukan. Namun akan lebih baik apabila semua usaha perbaikan kualitas pelayanan perusahaan
ini agar dilakukan secara berkelanjutan.

Dari definisi konseptual tersebut, variabel Kualitas Pelayanan dijabarkan menjadi 5


dimensi sebagai berikut:

1. Dimensi tangible,
2. Dimensi reliability,
3. Dimensi responsiveness,
4. Dimensi assurance, dan
5. Dimensi emphaty.

Dimensi tangible dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator : (1) Ruang tunggu


pelayanan, (2) Loket pelayanan, dan (3) Penampilan Petugas Pelayanan. Dimensi
reliability dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator : (4) Keandalan petugas dalam
memberikan informasi pelayanan, (5) Keadalan petugas dalam melancarkan prosedur
pelayanan, dan (6) Keadalanan petugas dalam memudahkan teknis pelayanan.
Dimensi responsiveness dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator : (7) Respon
petugas pelayanan terhadap keluhan warga, (8) Respon petugas pelayanan terhadap
saran warga, dan (9) Respon petugas pelayanan terhadap kritikan warga. Dimensi
assurance dijabarkan menjadi indikator-indikator : (10) Kemampuan administrasi
petugas pelayanan, (11) Kemampuan teknis petugas pelayanan, (12) Kemampuan
sosial petugas pelayanan. Dimensi emphaty dijabarkan lagi menjadi indikator-
indikator : (13) Perhatian petugas pelayanan, (14) Kepedulian Petugas, (15)
Keramahan petugas pelayanan.
Delapan Dimensi Kualitas Produk

Kedelapan Dimensi Kualitas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Performance (Kinerja)

Performance atau Kinerja merupakan Dimensi Kualitas yang berkaitan dengan karakteristik utama
suatu produk. Contohnya sebuah Televisi, Kinerja Utama yang kita kehendaki adalah kualitas gambar yang
dapat kita tonton dan kualitas suara yang dapat didengar dengan jelas dan baik.

2. Features (Fitur)

Features atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap dari Karakteristik Utama suatu produk.
Misalnya pada produk Kendaraan beroda empat (mobil), Fitur-fitur pendukung yang diharapkan oleh
konsumen adalah seperti DVD/CD Player, Sensor atau Kamera Mundur serta Remote Control Mobil.

3. Reliability (Kehandalan)

Reliability atau Kehandalan adalah Dimensi Kualitas yang berhubungan dengan kemungkinan sebuah produk
dapat bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi tertentu.

4. Conformance (Kesesuaian)

Conformance adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan standar yang diinginkan. Pada dasarnya,
setiap produk memiliki standar ataupun spesifikasi yang telah ditentukan.

5. Durability (Ketahanan)

Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus diganti. Durability ini biasanya diukur
dengan umur atau waktu daya tahan suatu produk.

6. Serviceability

Serviceability adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan. Hal ini sering dikaitkan dengan
layanan purna jual yang disediakan oleh produsen seperti ketersediaan suku cadang dan kemudahan perbaikan
jika terjadi kerusakan serta adanya pusat pelayanan perbaikan (Service Center) yang mudah dicapai oleh
konsumen.
7. Aesthetics (Estetika/keindahan)

Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan, bunyi, rasa maupun bau suatu produk.
Contohnya bentuk tampilan sebuah Ponsel yang ingin dibeli serta suara merdu musik yang dihasilkan oleh
Ponsel tersebut.

8. Perceived Quality (Kesan Kualitas)

Perceived Quality adalah Kesan Kualitas suatu produk yang dirasakan oleh konsumen. Dimensi Kualitas ini
berkaitan dengan persepsi Konsumen terhadap kualitas sebuah produk ataupun merek. Seperti Ponsel iPhone,
Mobil Toyota, Kamera Canon, Printer Epson dan Jam Tangan Rolex yang menurut Kebanyakan konsumen
merupakan produk yang berkualitas.

Pengertian Produk, Definisi Kualitas Produk, dan Dimensi Kualitas Produk

Pengertian Produk
Pengertian produk (product) menurut Kotler (2009) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Menurut Kotler dan Keller (2008), produk adalah elemen kunci dalam keseluruhan penawaran pasar. Selain itu
produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil
produksinya (Tjiptono, 2008).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka produk didefinisikan sebagai kumpulan dari atribut-atribut yang nyata
maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merek ditambah dengan jasa dan
reputasi penjualannya.
Atribut Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2008) beberapa atribut yang menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut
produk) adalah:
1. Merek (branding)
Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing.
Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek itu mahal dan memakan
waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan
yang besar pada produk (Kotler dan Armstrong, 2008).
2. Pengemasan (Packing)
Pengemasan (packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk.
Pengemasan melibatkan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk.
3. Kualitas Produk (Product Quality)
Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya
tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Untuk meningkatkan
kualitas produk perusahaan dapat menerapkan program ”Total Quality Manajemen (TQM)”. Selain mengurangi
kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah untuk meningkatkan nilai konsumen.
Tingkatan Produk
Pada dasarnya tingkatan produk adalah sebagai berikut:
1. Produk Inti (Core Product)
Produk inti terdiri dari manfaat inti untuk pemecahan masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli produk
atau jasa.
2. Produk Aktual (Actual Product)
Seorang perencana produk harus menciptakan produk aktual (actual product) disekitar produk inti. Karakteristik dari
produk aktual diantaranya, tingkat kualitas, nama merek, kemasan yang dikombinasikan dengan cermat untuk
menyampaikan manfaat inti (Kotler dan Armstrong, 2008).
3. Produk Tambahan
Produk tambahan harus diwujudkan dengan menawarkan jasa pelayanan tambahan untuk memuaskan konsumen,
misalnya dengan menanggapi dengan baik claim dari konsumen dan melayani konsumen lewat telepon jika
konsumen mempunyai masalah atau pertanyaan (Kotler dan Keller, 2009).
Klasifikasi Produk
Menurut Tjiptono (2008) klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan
berwujud tidaknya, produk dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama yaitu barang dan jasa. Ditinjau dari
aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang, yaitu:
1. Barang Tidak Tahan Lama (Nondurable Goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali
pemakaian. Contohnya adalah sabun, minuman dan makanan ringan, kapur tulis, gula dan garam.
2. Barang Tahan Lama (Durable Goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur
ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Contohnya antara lain TV, lemari es, mobil,
dan komputer.
Selain berdasarkan daya tahannya, produk pada umumnya juga diklasifikasikan berdasarkan siapa konsumennya dan
untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan kriteria ini, produk dapat dibedakan menjadi barang konsumen
(costumer’s goods) dan barang industri (industrial’s goods). Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi
untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya
barang konsumen dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
a. Convinience Goods
Convinience goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering beli),
dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan
dan pembeliannya. Contohnya sabun, pasta gigi, baterai, makanan, minuman, majalah, surat kabar, payung dan jas
hujan.
b. Shopping Goods
Shopping goods adalah barang-barang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen
diantara berbagai alternatif yang tersedia. Kriteria perbandingan tersebut meliputi harga, kualitas dan model masing-
masing barang. Contohnya alat-alat rumah tangga (TV, mesin cuci, tape recorder), furniture (mebel), dan pakaian.
c. Specially Goods
Specially goods adalah barang-barang yang memiliki karakteristik dan identifikasi merek yang unik di mana
sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Contohnya adalah barang-barang
mewah dengan merek dan model spesifik.
d. Unsought Goods
Unsought goods merupakan barang-barang yang diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui tetapi pada
umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, batu nisan, tanah kuburan (Tjiptono,
2008).
Definisi Kualitas Produk
Menurut Kotler dan Amstrong (2008) kualitas adalah karakteristik dari produk dalam kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan dan bersifat laten. Sedangkan menurut Garvin dan A. Dale Timpe
(1990, dalam Alma, 2011) kualitas adalah keunggulan yang dimiliki oleh produk tersebut. Kualitas dalam
pandangan konsumen adalah hal yang mempunyai ruang lingkup tersendiri yang berbeda dengan kualitas dalam
pandangan produsen saat mengeluarkan suatu produk yang biasa dikenal kualitas sebenarnya.
Menurut Kotler (2009), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh
pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Sedangkan menurut Tjiptono (2008),
kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat
memenuhi prasyarat kebutuhan pelanggan atau menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi
kebutuhannya.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan suatu produk dan jasa yang
melalui beberapa tahapan proses dengan memperhitungkan nilai suatu produk dan jasa tanpa adanya kekurangan
sedikitpun nilai suatu produk dan jasa, dan menghasilkan produk dan jasa sesuai harapan tinggi dari pelanggan.
Untuk mencapai kualitas produk yang diinginkan maka diperlukan suatu standarisasi kualitas. Cara ini dimaksudkan
untuk menjaga agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga konsumen tidak akan
kehilangan kepercayaan terhadap produk yang bersangkutan. Pemasar yang tidak memperhatikan kualitas produk
yang ditawarkan akan menanggung tidak loyalnya konsumen sehingga penjualan produknya pun akan cenderung
menurun. Jika pemasar memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan dan harga yang wajar maka
konsumen tidak akan berpikir panjang untuk melakukan pembelian terhadap produk (Kotler dan Amstrong, 2008).
Menurut Kotler and Amstrong (2008) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its
functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other
valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk
keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk
lainnya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah keseluruhan barang dan jasa
yang berkaitan dengan keinginan konsumer yang secara keunggulan produk sudah layak diperjualkan sesuai harapan
dari pelanggan.
Kualitas produk dibentuk oleh beberapa indikator antara lain kemudahan penggunaan, daya tahan, kejelasan fungsi,
keragaman ukuran produk, dan lain-lain (Zeithalm, 1988 dalam Kotler, 2009).
Konsumen senantiasa melakukan penilaian terhadap kinerja suatu produk, hal ini dapat dilihat dari kemampuan
produk menciptakan kualitas produk dengan segala spesifikasinya sehingga dapat menarik minat konsumen untuk
melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Berdasarkan bahasan di atas dapat dikatakan bahwa kualitas yang
diberikan suatu produk dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
Dimensi Kualitas Produk
Menurut Tjiptono (2008), kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat
(benefits) bagi pelanggan. Kualitas suatu produk baik berupa barang atau jasa ditentukan melalui dimensi-
dimensinya. Dimensi kualitas produk menurut Tjiptono (2008) adalah:
1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk.
2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan sebelum produk
tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula
daya produk.
3. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari
sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.
4. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau
menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
5. Reliability (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam
periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.
6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk.
7. Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan
secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas
produk yang bersangkutan.
8. Serviceability, meliputi kecepatan dan kemudahan untuk direparasi, serta kompetensi dan keramahtamahan staf
layanan.
Kemudian, menurut Vincent Gaspersz (2005 dalam Alma, 2011) dimensi-dimensi kualitas produk terdiri dari:
1. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang
memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
Berdasarkan dimensi-dimensi diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu dimensi kualitas merupakan syarat agar suatu
nilai dari produk memungkinkan untuk bisa memuaskan pelanggan sesuai harapan, adapun dimensi kualitas produk
meliputi kinerja, estetika, keistimewaan, kehandalan, dan juga kesesuaian.
JUMAT, JANUARI 30, 2009
PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN PRIMA
PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN PRIMA

A. Kebijakan Pemerintah

Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur pemerintah


kepada masyarakat selain dapat dilihat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor
1 Tahun 1995 Tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah
Kepada Masyarakat dan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003, juga
dipertegas dalam Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik. Kualitas
pelayanan publik bahkan hendaknya disesuaikan dengan tuntutan era
globalisasi.

Masyarakat selama ini memiliki persepsi bahwa pelayanan yang diberikan


aparatur pemerintah cenderung kurang bahkan tidak berkualitas. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya pengaduan atas perilaku oknum aparat pemerintah yang
memberikan pelayanan.

Salah satu keluhan yang sering terdengar adalah selain berbelit-belit akibat
birokrasi yang kaku, juga perilaku oknum aparat yang sering kurang
bersahabat. Realita tersebut memerlukan kepedulian aparatur pemerintah agar
masyarakat memperoleh layanan prima. Keprimaan layanan selanjutnya akan
mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang memuaskan pelanggan.
Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:3) menjelaskan
prinsip-prinsip pelayanan prima sebagai berikut:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah


dilaksanakan

2. Kejelasan:

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam


memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik;

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang


telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.

6. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk


bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelayanan publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung


lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi
dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang


nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah
dan lain-lain.

Kualitas pelayanan publik mendapat perhatian serius dari pemerintah.


Pemerintah menegaskan pentingnya penataan dan perbaikan seperti dimaksud
dalam Surat Edaran MENKOWASBANGPAN No. 56/MK.WASPAN/6/98 (Menko
Wasbangpan, 1998:2) yang ditujukan kepada seluruh Menteri Kabinet Reformasi
Pembangunan, Gubernur Bank Indonesia, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh
Indonesia. Intinya sebagai berikut:

1. Dalam waktu secepat-cepatnya mengambil langkah-langkah perbaikan mutu


pelayanan masyarakat pada masing-masing unit kerja/kantor pelayanan
termasuk BUMN dan BUMD.

2. Langkah-langkah perbaikan mutu pelayanan masyarakat tersebut diupayakan


dengan:

a. Menerbitkan pedoman pelayanan yang antara lain memuat persyaratan,


prosedur, biaya/tarif pelayanan dan batas waktu penyelesaian pelayanan,
baik dalam bentuk panduan/pengumuman atau melalui media informasi
lainnya.

b. Menempatkan petugas yang bertanggungjawab melakukan pengecekan


kelengkapan persyaratan permohonan untuk kepastian diterima atau
ditolaknya berkas permohonan tersebut pada saat itu juga.
c. Menyelesaikan permohonan pelayanan sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan, dan apabila batas waktu yang ditetapkan tersebut terlampaui,
maka berarti bahwa permohonan tersebut disetujui.

d. Melarang atau menghapus biaya tambahan yang dititipkan pihak lain dan
meniadakan segala bentuk pungutan liar di luar biaya jasa pelayanan
yang telah ditetapkan.

e. Sedapat mungkin menerapkan pelayanan secara terpadu (satu atap atau


satu pintu) bagi unit-unit kerja kantor pelayanan yang terkait dalam
proses atau menghasilkan satu produk pelayanan.

B. Komitmen Pelayanan

Pedoman untuk mencapai keberhasilan dalam memperkenalkan inisiatif


pelayanan dengan menggunakan indikator pelayanan membutuhkan komitmen
semua komponen birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dukungan dan komitmen berbentuk:

1. Kejelasan

Kejelasan segala hal yang berkaitan dengan sistem dan prosedur pelayanan
menurut ketentuan yang berlaku pada organisasi pemerintah diperlukan
dalam pelayanan. Tujuannya agar masyarakat mengerti hak dan
kewajibannya dalam memperoleh pelayanan prima dari birokrasi.

2. Konsistensi

Aparatur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dituntut


bersikap konsisten dalam melaksanakan aturan. Prosedur pelayanan
diharapkan konsisten dengan kenyataan dan harapan masyarakat.

3. Komunikasi

Pemberi layanan perlu mengkomunikasikan bahwa sistem dan prosedur


pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuannya agar tercipta suasana yang harmonis antara pemberi layanan dan
masyarakat.

4. Komitmen.
Komitmen yang kuat diperlukan dalam mengimplementasikan pelayanan
prima kepada masyarakat. Komitmen pelayanan prima dimulai dari
pengambil keputusan hingga pelaksana sehingga membentuk sinergi
harmonis seperti orkes simfoni.

C. Rangkuman

1. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan prima disusun dalam Rancangan


Undang Undang Pelayanan Publik dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1
Tahun 1995 Tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah
Kepada Masyarakat. Selanjutnya Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003
menjelaskan prinsip-prinsip pelayanan prima yang meliputi: kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab,
kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan,
kesopanan dan keramahan serta kenyamanan.

2. Dukungan dan komitmen birokrasi dalam pelayanan prima meliputi: kejelasan,


konsistensi, komunikasi dan komitme

Pengertian Kegunaan Manfaat dan Nilai Barang, Macam-macam,


Contoh, Ekonomi - Konsumsi adalah kegiatan mengunakan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan atau memuaskan keinginan. Dengan kata lain,
suatu barang akan dikonsumsi oleh manusia jika barang tersebut berguna
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau memuaskan keinginan.

1. Pengertian Kegunaan dan Macam-Macam Kegunaan Suatu Barang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia mengonsumsi bermacam-macam


benda/barang dan jasa. Benda yang dikonsumsi manusia di antaranya beras,
kedelai, meja, kursi, payung, mobil, dan lain-lain. Benda-benda tersebut
dikonsumsi dan diperlukan manusia karena benda-benda tersebut memiliki
kegunaan (utilitas). Beras diperlukan manusia karena beras dapat ditanak
menjadi nasi untuk dimakan. Kedelai diperlukan manusia karena dapat diubah
menjadi tempe atau menjadi susu untuk dikonsumsi manusia. Jadi, yang
dimaksud dengan kegunaan adalah kemampuan benda untuk memenuhi
kebutuhan manusia. [1]

Ada beberapa bentuk kegunaan dari suatu barang yang Anda gunakan saat ini,
di antaranya:

1.1. Kegunaan Bentuk (Form Utility)

Suatu barang akan lebih berguna jika diubah dari bentuk asalnya. Misalnya
kayu menjadi perabotan rumah tangga atau benang menjadi kain.

Contoh lain : [1]

1. Kayu diubah menjadi kursi.


2. Kain diubah menjadi baju.
3. Kulit sapi diubah menjadi sepatu.

1.2. Kegunaan Tempat (Place Utility)

Suatu barang akan lebih berguna jika berada pada tempat yang tepat. Misalnya
pakaian tebal digunakan di tempat yang berhawa dingin.

Contoh lain : [1]

1. Batu di gunung diangkut ke kota sebagai bahan bangunan.


2. Pasir di desa diangkut ke kota sebagai bahan bangunan.
3. Sayur di kebun diangkut ke pasar untuk dijual.

1.3. Kegunaan Kepemilikan (Ownership Utility)


Suatu barang akan lebih berguna jika telah dimiliki atau disewa oleh orang yang
membutuhkan. Misalnya, buku pelajaran di toko buku tidak mempunyai nilai
guna, tetapi jika dimiliki oleh pelajar akan berguna untuk meningkatkan
kepandaian dan pengetahuan. Komputer yang masih berada di toko elektronik
tidak mempunyai nilai guna sebelum komputer tersebut dibeli dan
dimanfaatkan untuk mempermudah pekerjaan manusia seperti mengetik
naskah atau mendesain gambar.

Contoh lain : [1]

1. Ikan di laut menjadi berguna setelah ditangkap (dimiliki).


2. Buku di toko menjadi berguna setelah dibeli (dimiliki)

1.4. Kegunaan Waktu (Time Utility)

Suatu barang akan bermanfaat jika digunakan pada waktu yang tepat.
Misalnya, jas hujan digunakan pada saat hujan.

Contoh lain : [1]

1. Payung menjadi berguna pada saat turun hujan.


2. Obat menjadi berguna pada saat jatuh sakit.
3. Baju hangat menjadi berguna pada saat musim dingin.

5) Kegunaan Pelayanan (Service Utility)

Suatu barang akan lebih berguna jika dapat memberikan jasa. Misalnya televisi
atau radio akan berguna jika ada siarannya dan angkutan umum menjadi
berguna bila dijalankan.
6) Kegunaan Dasar (Elementary Utility)

Suatu barang akan mengalami peningkatan setelah diolah dari bahan dasar
atau bahan baku menjadi barang jadi. Misalnya, kapas sebagai bahan dasar
pembuatan benang dan benang sebagai bahan dasar kain.

Contoh lain : [1]

1. Tebu sebagai bahan pembuat gula.


2. Kedelai sebagai bahan pembuat tahu dan tempe.

2. Pengertian Nilai dan Macam-Macam Nilai Barang

Setelah mempelajari kegunaan (utilitas), berikut kita akan membahas apa yang
dimaksud dengan nilai. Bila kegunaan memiliki arti kemampuan benda untuk
memenuhi kebutuhan manusia maka yang dimaksud dengan nilai adalah arti
yang diberikan manusia terhadap benda karena benda tersebut dapat dipakai
untuk memenuhi kebutuhan manusia atau dapat ditukarkan dengan benda lain.
Dari pengertian tersebut, diketahui ada dua macam nilai, yaitu nilai pakai dan
nilai tukar.

Pemahaman terhadap nilai pakai dan nilai tukar sudah dikenal sejak zaman
Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani. Aristoteles memberi contoh, bahwa
sepasang sepatu memiliki nilai pakai dan nilai tukar. Sepatu memiliki nilai
pakai, karena sepatu dapat dipakai untuk melindungi kaki. Sepatu pun memiliki
nilai tukar karena sepatu dapat ditukar dengan sejumlah gandum.

Jadi, yang dimaksud dengan nilai pakai adalah nilai yang diberikan kepada
suatu benda karena benda tersebut dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Adapun yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai yang diberikan
kepada suatu benda karena benda tersebut dapat ditukar dengan benda lain.
[1]

Nilai suatu barang dan jasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

2.1. Nilai Pakai


a) Nilai Pakai Objektif

Nilai pakai objektif, yaitu kemampuan yang dimiliki benda karena benda
tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia secara umum. (Catatan: nilai
pakai objektif = kegunaan/utilitas). [1] Suatu barang dikatakan mempunyai
nilai pakai objektif jika barang dan jasa tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi atau memuaskan kebutuhan manusia pada umumnya. Contoh nilai
pakai objektif adalah makanan dan minuman mempunyai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan pokok manusia. Buku pelajaran bermutu mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.

Contoh lain : [1]

1. Payung dapat dipakai untuk melindungi badan dari hujan.


2. Lemari dapat dipakai untuk menyimpan baju.

b) Nilai Pakai Subjektif

Nilai pakai subjektif adalah arti yang diberikan kepada benda karena benda
tersebut dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya secara khusus.
[1] Suatu barang dikatakan mempunyai nilai pakai subjektif apabila seseorang
memberikan penilaian terhadap barang yang digunakannya. Hal ini
mengakibatkan nilai pakai subjektif setiap orang berbeda-beda, tergantung
kemampuan barang tersebut memberikan kepuasan dalam memenuhi
kebutuhan. Misalnya, bagi seorang petani, cangkul sangat dibutuhkan dalam
kegiatan pertanian sehingga mempunyai nilai pakai yang tinggi. Bagaimana
dengan seorang dokter? Apakah cangkul juga termasuk barang yang sangat
dibutuhkannya? Bagi seorang dokter, cangkul tidak dibutuhkan, sehingga
mempunyai nilai pakai yang rendah.

Contoh lain : [1]

1. Raket mempunyai nilai pakai yang lebih besar bagi pemain bulutangkis
daripada bagi petani.
2. Jala mempunyai nilai pakai yang lebih besar bagi nelayan daripada bagi
dokter.

2.2. Nilai Tukar

a) Nilai Tukar Objektif

Nilai tukar objektif adalah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan
dengan barang jenis lain. Misalnya, jasa pemetikan kelapa ditukar dengan
imbalan berupa sepertiga bagian kelapa hasil petikannya. Artinya, jasa pemetik
kelapa mempunyai nilai tukar objektif.

Contoh lain : [1]

1. Beras dapat ditukar dengan sejumlah jagung.


2. Uang dapat ditukar dengan gula atau dengan barang lain.

b) Nilai Tukar Subjektif

Nilai tukar subjektif adalah nilai yang diberikan seseorang terhadap suatu
barang dan jasa, karena bisa ditukar dengan barang dan jasa lainnya untuk
memenuhi kebutuhan. Misalnya menurut penarik becak, jasa mengantar
penumpang dari stasiun menuju pasar Rp 5.000,00, tetapi menurut calon
penumpang hanya senilai Rp 3.000,00. Dengan demikian, nilai tukar atas jasa
mengayuh becak adalah nilai tukar subjektif, menurut penilaian masing-masing
kebutuhan.

Contoh lain : [1]

1. Menurut pemain bulu tangkis raket dapat ditukarkan dengan Rp400.000,-


Tapi menurut petani, raket hanya dapat ditukar dengan uang Rp20.000,-.
2. Menurut kolektor barang antik, sebuah meja kuno Belanda dapat ditukar
dengan uang Rp10.000.000,-, tapi menurut seorang nelayan meja
tersebut hanya dapat ditukar dengan uang Rp100.000,-.

Perlu kamu ketahui, bahwa dalam teori nilai objektif lebih menitikberatkan pada
kaum produsen, sedangkan konsumen lebih cenderung menilai barang dari segi
subjeknya, atau siapa yang menilai. Oleh karena itu, teori perilaku konsumen
merupakan teori nilai subjektif. [2]

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dibahas mengenai teori nilai objektif
beserta tokoh-tokohnya.

a. Teori Nilai Pasar

Menurut Humme dan Locke, nilai suatu barang sangat tergantung pada
permintaan dan penawaran barang di pasar.

b. Teori Nilai Biaya Produksi

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya, nilai suatu barang
ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen untuk
membuat barang tersebut. Menurutnya, semakin tinggi nilai pakai suatu
barang, nilai tukarnya pun juga akan semakin tinggi.

c. Teori Nilai Tenaga Kerja

Menurut David Ricardo, nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya tenaga
kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.
d. Teori Nilai Biaya Reproduksi

Menurut Carey, nilai suatu barang ditentukan jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya reproduksi). Oleh karena untuk
menentukan nilai suatu barang tidak berpangkal pada biaya produksi yang
pertama kali, tetapi pada biaya produksi yang dikeluarkan sekarang.

e. Teori Nilai Kerja Rata-Rata atau Teori Nilai Lebih

Menurut Karl Marx, tenaga kerja mempunyai nilai tukar dan nilai pakai bagi
pengusaha. Dalam hal ini pengusaha harus membayar nilai tukarnya untuk
mendapatkan nilai pakainya. Kelebihan nilai pakai atas nilai tukar inilah yang
disebut nilai lebih.

Adapun tokoh-tokoh yang mengemukakan teori nilai subjektif di antaranya


sebagai berikut.

a. Herman Henrich Gossen (1854)

Dalam teori nilai subjektif, Gossen mempelajari cara pemuasan kebutuhan yang
dikemukakan dalam Hukum Gossen I dan Hukum Gossen II.

Hukum Gossen I, yaitu hukum kepuasan yang semakin berkurang (law of


diminishing utility), yang berbunyi “Jika suatu kebutuhan dipenuhi terus-
menerus, maka kenikmatannya makin lama makin berkurang, sehingga
akhirnya dicapai rasa kepuasan”.

Hukum Gossen II, yaitu hukum perata nilai batas atau law of marginal utility,
berbunyi “Manusia akan berusaha untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhannya sampai pada tingkat intensitas yang sama”.

b. Karl Menger

Dalam Teori Nilai Austria, Karl Menger melanjutkan penelitiannya berdasarkan


Hukum Gossen dengan membuat daftar kebutuhan konsumen, sehingga
konsumen membagi pendapatannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan
sampai mencapai tingkat intensitas yang harmonis.

c. Von Bohm Bawerk

Teori Von Bohm Bawerk disebut Teori Nilai Batas. Nilai batas adalah nilai yang
diberikan kepada barang yang dimilikinya paling akhir atau nilai pemuasan yang
paling akhir.

Referensi :

Nurcahyaningtyas. 2009. Ekonomi : Untuk Kelas X SMA/MA. Pusat Perbukuan,


Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 322.

Referensi Lainnya :

[1] Sa’dyah, C. 2009. Ekonomi 1 : Untuk Kelas X SMA dan MA. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 434.

[2] Ismawanto. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat


Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 210.

Anda mungkin juga menyukai