Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI

PROFESIONAL
SESTY RACHMAWATI
051814153010
Pendahuluan

Komunikasi merupakan vital skill yang harus dimiliki oleh farmasis serta dapat
meningkatkan value dari farmasis dalam sistem layanan kesehatan. Bukan hanya untuk
komunikasi kepada pasien tetapi juga komunikasi antar tenaga kesehatan lain
Proses Komunikasi
Encode Decode

Messag
Sender Receiver
e
• Verbal, spt: oral,
tulisan, elektronik
• Non-verbal, spt:
ekspresi wajah,
gestur, intonasi

Feedback
Komunikasi Efektif
Burnard (1992) menyatakan setidaknya ada empat jenis kemampuan
berkomunikasi secara efektif pada profesional atau tenaga kesehatan
1. Education & training skills, yang meliputi keterampilan mengajar
(teaching skills), presentasi (presentation skills), dan komputer (computing
skills);
2. Therapeutics skills, yang meliputi keterampilan mendengar (listening
skills), konseling (Couseling skills), dan fasilitasi kelompok (group
facilitation skills);
3. Organizational skills, yang meliputi keterampilan manajerial (managerial
skills), pertemuan (meeting skills), dan wawancara (interview skills);
4. Personal skills, yang meliputi ketempilan menulis (writing skills), asertif
(assertiveness skills), dan pengendalian diri (self-awareness skills)
Education Skill
Education and training skills atau keterampilan di bidang pendidikan dan
pelatihan merupakan keterampilan yang harus dimiliki tenaga kesehatan
terutama mereka yang berkecimpung dalam mengelola pelayanan
kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan berbasis masyarakat.
a. Teaching skills atau keterampilan mengajar adalah kemampuan seorang
tenaga kesehatan dalam memberikan pengajaran kepada audiens atau
masyarakat sasaran
b. Presentation skills merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
tenaga kesehatan dalam menyampaikan data dan informasi kepada
audiens atau masyarakat secara efektif.
Theurapetic Skill
Therapeutic skills merupakan sekumpulan keterampilan yang berhubungan dengan
komunikasi interpersonal (antara petugas kesehatan dengan pasien) dalam rangka
penyembuhan atau pencegahan penyakit.
Tujuan keterampilan ini selain dalam rangka perawatan dan penyembuhan, juga
mengedukasi serta membujuk pasien/masyarakat agar mau berperilaku hidup sehat.
a. Listening skills merupakan keterampilan petugas kesehatan dalam mendengarkan
keluhan dan memberikan atensi kepada lawan bicara
b. Counselling skills atau keterampilan konseling adalah kemampuan tenaga kesehatan
dalam membantu klien secara intesif dalam mengambil keputusan untuk bertindak.
c. Group facilitation skills atau kemampuan fasilitasi kelompok merupakan kemampuan
petugas kesehatan dalam “mengarahkan” kelompok untuk mencapai tujuannya
Steps to A Successful Patient Counseling Session
Organizational Skill
a. Managerial skills atau keterampilan mengelola merupakan kemampuan
tenaga kesehatan untuk mengatur dan mengendalikan sumberdaya
organisasi yang meliputi sumderdaya manusia, dana, dan peralatan agar
dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien
b. Meeting skills merupakan keterampilan yang harus dimiliki seorang
tenaga kesehatan dalam merencanakan, mengatur, dan mengarahkan
pertemuan yang dilakukan secara kelompok baik formal maupun
informal agar sesuai dengan tujuan pertemuan tersebut
c. Interview skills merupakan keterampilan tenaga kesehatan dalam
melakukan wawancara dengan berbagai pihak untuk mencapai
kesepakatan tertentu atau untuk tujuan menggali informasi sedalam-
dalamnya dengan pihak lain.
Personal Skill
a. Writing skills atau kemampuan menulis adalah kemampuan dalam
membuat karya tulis atau tulisan baik yang bersifat fiksi maupun non-
fiksi dengan kaidah-kaidah penulisan yang baik
b. Assertiveness skills merupakan kemampuan dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi dalam organisasi dengan pendekatan yang rasional
dan terukur
c. Self-awareness skills merupakan kemampuan untuk mencatat dan
menggali secara bertahap dan terus menerus aspek-aspek yang ada
dalam diri seseorang yang meliputi perilaku, psikis dan fisik dalam
rangka mengembangkan kepribadian dan hubungan antar personal.
Judul Artikel
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

EFEKTIVITAS EDUKASI KELOMPOK OLEH


APOTEKER TERHADAP
KEPATUHAN DAN OUTCOME KLINIK PASIEN
DIABETES MELITUS
Intan Rahmania Eka Dini, Tri Murti Andayani, Luthfan Budi Purnomo
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian
edukasi secara kelompok dilihat dari kepatuhan dan outcome klinik
pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Komunikasi efektif yang dilakukan oleh apoteker berupa education skill
dan theurapetic skill.
Education skill diberikan dengan memberikan edukasi berupa materi yang
disampaikan kepada pasien merupakanmateri tingkat awal. Sesuai yang
dikemukakan oleh PERKENI (2011) materi tingkat awal adalah materi
tentang perjalanan penyakit DM; makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM secara berkelanjutan; penyulit DM dan risikonya; intervensi
farmakologis dan non farmakologis serta target pengobatan; interaksi antara
asupan makanan,aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta
pengobatan lain; cara pemantauan dan pemahaman kadar glukosa darah
atau urin secara mandiri; mengatasi sementara keadaan darurat seperti rasa
sakit atau hipoglikemia; dan pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Theurapetic Skill
Theurapetic skill yang diberikan pada penelitian ini berupa group
facilitation skill dimana sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Sebelum dan setelah diberikan edukasi
dilakukan pengukuran HbA1c dan kepatuhan.
Teknik edukasi yang digunakan adalah secarakelompok, setiap kelompok
terdiri dari 2-3 pasien.
Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan salah satu tujuan dari edukasi.
Bertambahnya pemahaman pasien mengenai penyakit dan pengobatannya
diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
Keban dkk., (2013) menyimpulkan bahwa pemberian edukasi apoteker pada
pasien DM dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan terhadap
pengobatan yang selanjutnya dapat memperbaiki kontrol glikemik pasien
Outcome
Pengaruh pemberian edukasi terhadap kepatuhan
pengobatan

Tabel II menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan kepatuhan yang signifikan pada kelompok
kontrol (p>0,05), sedangkan pada kelompok intervensi terjadi peningkatan yang signifikan
(P<0,05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Keban dkk., (2013) dan Omran dkk., (2012) bahwa
edukasi apoteker dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien DM tipe 2.
Pengaruh pemberian edukasi terhadap hasil HbA1c

Rerata nilai HbA1c sebelum dan sesudah 3 bulan pada kelompok intervensi mengalami penurunan yang signifikan. Nilai
signifikasi pada uji t berpasangan sebelum dan sesudah 3 bulan pada kelompok intervensi adalah 0,023 (p<0,05) yang berarti
bahwa terdapat penurunan yang signifikan pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol nilai p dari uji t
berpasangan adalah 0,214 (p>0,05) yang artinya tidak terjadi perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah 3 bulan
Kesimpulan
Edukasi farmasi secara kelompok dapat meningkatkan kepatuhan dan
kontrol glikemik pasien terhadap pengobatan pasien DM rawat jalan di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta
Komunikasi efektif antara pasien dan tenaga kesehatan dalam hal ini
apoteker mampu meningkatkan pengetahuan pasien sehingga pasien akan
lebih beranggung jawab terhadap diri dan penyakit yang dideritanya.
Sehingga diharapkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus menjadi lebih
baik
Daftar Pustaka
Burnard, Philip. 1992. Effective Communication Skills for
Health Professionals. Netherland: Springer-Science &
Business Media
Edukasi, E. et al. (2013) ‘KEPATUHAN DAN OUTCOME
KLINIK PASIEN DIABETES MELITUS EFFECTIVENESS OF
GROUP EDUCATION BYPHARMACISTON ADHERENCE AND
CLINICAL’, (2011), pp. 211–216.
Troy, D. 2005. Remington: The Science and Practice of
Pharmacy 21st edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai