Anda di halaman 1dari 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Keuangan

Menurut PSAK No. 1 (2015: 1), “Laporan keuangan adalah penyajian

terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas”. Laporan ini

menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam nilai moneter. Adapun

jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca, laporan laba-rugi atau

hasil usaha, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan perubahan posisi

keuangan. Dalam praktiknya Laporan keuangan bersifat historis dan menyeluruh.

Bersifat historis, artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan disusun dari data

masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang. Misalnya laporan

keuangan disusun berdasarkan data satu atau beberapa tahun ke belakang (tahun

atau periode sebelumnya). Kemudian bersifat menyeluruh, maksudnya laporan

keuangan dibuat selengkap mungkin. Artinya Laporan keuangan disusun sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan.

2.1.1 Definisi Laporan Keuangan

Menurut Hery (2015:3) “Laporan Keuangan adalah hasil dari proses

akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data

keuangan atau aktivitas perusahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Menurut Kieso dkk (2017:4) “Laporan Keuangan merupakan sarana utama untuk

menyampaikan informasi keuangan kepada pihak di luar perusahaan”. Menurut

Kartikahadi dkk (2016:12) “Laporan keuangan adalah media utama bagi suatu

entitas untuk mengkomunikasikan informasi keuangan oleh manajemen kepada

1
para pemangku kepentingan”. Menurut Samriyn (2015:400) “Laporan keuangan

dapat disebut sebagai ikhtisar yang menunjukkan ringkasan posisi keuangan dan

hasil sebuah usaha sebuah organisasi yang menyelenggarakan transaksi

keuangan”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan

adalah hasil dari proses akuntansi yang sebagai alat komunikasi yang memuat

informasi keuangan dan aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

2.1.2 Komponen Laporan Keuangan

Menurut Samriyn (2015:400) komponen dalam laporan keuangan adalah :

1) Neraca

Neraca adalah ikhtisar yang menunjukkan posisi keuangan yang terdiri dari

kelompok aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

2) Laporan Laba Rugi

Laporan Laba Rugi adalah ikhtisar keuangan yang menunjukkan daftar

jumlah pendapatan, biaya, dan laba atau rugi selama satu periode tertentu.

3) Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah ikhtisar yang menunjukkan sumber dan penggunaan

dana dalam satu periode pelaporan.

4) Laporan Modal

Laporan modal adalah ikhtisar yang memuat informasi tentang modal awal

tahun dan mutasinya pada periode berjalan.

5) Catatan Atas Laporan Keuangan

2
Catatan atas laporan keuangan adalah penjelasan tentang gambaran umum

perusahaan, kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan, dan penjelasan tiap

akun yang disajikan dalam empat ikhtisar keuangan.

2.2 Kinerja Keuangan

2.2.1 Definisi Kinerja Keuangan

Menurut Rudianto (2013:189) “Kinerja adalah gambaran pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan visi, misi, tujuan

dan sasaran organisasi. Kinerja adalah prestasi kerja. Kinerja dapat pula diartikan

sebagai hasil kerja dari seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi.

Kinerja keuangan merupakan hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh

manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya mengelola aset perusahaan

secara efektif selama periode tertentu”. Menurut Moeheriono (2010:61)

menyatakan bahwa kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance dan

disebut actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

telah dicapai”

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan

adalah hasil yang telah dicapai oleh manajemen dalam menjalankan operasi

perusahaan.

2.3 Analisis Laporan Keuangan

2.3.1 Definisi Analisis Laporan Keuangan

Menurut Wiratna (2017:34) “Analisis Laporan Keuangan adalah suatu

analisis yang dilakukan untuk melihat paa suatu keadaan keuangan perusahaan,

bagaimana pencapaian keberhasilan perusahaan masa lalu, saat ini, dan prediksi
3
masa mendatang, yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan”. Menurut Kasmir (2012:65) menyatakan

bahwa “analisis laporan keuangan adalah analisis yang digunakan untuk

menyusun data yang relevan serta dilakukan dengan prosedur akuntansi dan

penilaian yang benar, akan terlihat kondisi keuangan perusahaan yang

sesungguhnya”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan

adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat, mengetahui serta mengevaluasi

kinerja perusahaan dalam suatu periode dan untuk memaksimalkan informasi

yang masih relative menjadi informasi yang lebih luas dan akurat.

2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kariyoto (2017:22) “Analisis laporan keuangan mencakup

pengaplikasian berbagai instrumen dan teknik analisis pada laporan dan data

keuangan dalam rangka untuk mendapatkan ukuran-ukuran dan hubungan-

hubungan yang berarti dan bermanfaat dalam proses decision making”. Tujuan-

tujuan analisis laporan keuangan, yaitu:

1) Alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger;

2) Alat forcasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa dating;

3) Sebagai proses diagnostik terhadap masalah-masalah manajemen, operasi

atau masalah lainnya;

4) Alat evaluasi terhadap manajemen;

5) Mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian yang tidak bisa

dielakan pada setiap proses pengambilan keputusan;

4
6) Memberikan dasar yang layak dan sistematis dalam menggunakan

pertimbangan-pertimbangan.

2.4 Analisis Common Size

2.4.1 Definisi Analisis Common Size

Menurut Hanafi dan Abdul Halim (2017:68) “Analisis Common size disusun

dengan jalan mengitung tiap-tiap rekening dalam laporan keuangan (laba rugi dan

neraca) menjadi proporsi dari total penjualan (laporan laba rugi) atau dari total

aset (untuk neraca)”. Menurut Sugiono dan Edy Untung (2016:46) “Analisis

Common size dilakukan dengan cara membandingkan persentase satu pos dengan

pos yang lainnya, dan angkanya ditunjukkan dalam persen”. Menurut kariyoto

(2017:28) “Analisis Common size adalah teknik analisis dengan menyusun

laporan keuangan dengan menyatakan masing-masing posnya untuk satuan persen

atas dasar total kelompoknya”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis common size

adalah analisis laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi yang masing-

masing posnya dinyatakan dalam bentuk persentase dari masing-masing unsur

aset terhadap total asetnya, masing-masing pasiva terhadap total pasivanya, dan

masing-masing unsur laba rugi terhadap jumlah penjualan netonya.

2.4.2 Tujuan Analisis Common Size

Menurut Anwar (2019:180) tujuan dari analisis Common size adalah untuk

memudahkan dalam menginterpretasikan mengenai kontribusi atau porsi masing-

5
masing pos/akun terhadap common base-nya. Menurut Ane (2011:101) “Tujuan

analisis common size adalah sebagai berikut :

1) Pada neraca dapat memberikan informasi mengenai perubahan posisi, baik

komposisi investasi maupun sktuktur modal.

2) Pada laporan laba rugi dapat menggambarkan distribusi/alokasi Rp 1,00

penjualan kepada masing-masing elemen biaya dan laba.

Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan analisis

common size adalah untuk menginterpretasikan kontribusi tiap pos dan

memberikan informasi mengenai perubahan posisi dalam laporan keuangan.

2.4.3 Teknik dan perhitungan analisis common size

Menurut Praptiwi & Senda, dalam Maghfira (2010:200) “Teknik analisis

laporan keuangan dalam persentase perkomponen atau common size adalah

dengan metode analisis vertikal”. Menurut Ane (2011:101) “Teknik analisis

dengan cara menyusun laporan keuangan dalam persentase perkomponen common

size yang menyatakan masingmasing posnya dalam satuan persen atas dasar total

kelompoknya di sebut teknik analisis common size adalah termasuk metode

analisis vertikal”

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik yang digunakan

dalam menganalisis laporan keuangan dalam persentase perkomponen atau

common size adalah dengan menggunakan metode vertikal.

Menurut Ane (2011:102) menyatakan “Pos-pos neraca dan laporan laba rugi

dinyatakan dalam persentase perkomponen dalam perhitungan sebagai berikut:

6
1) Pos-pos dalam neraca dikategorikan menjadi dua, yaitu aset dan kewajiban.

Masing-masing kategori ini (total aset dan total kewajiban ) dinyatakan

sebesar 100%, sedangkan masing-masing pos yang termasuk pada masing-

masing kategori dinyatakan dalam persentase atas dasar total. Untuk

mengetahui persentase common size komponen asset dapat dilihat Persamaan

2.10.

k omponenas se t
Common size komponen asset = …………………….(2.10)
T otal asset

Untuk mengetahui persentase common size komponen kewajiban dapat

dilihat pada Persamaan 2.11.

k omponen kewajiban
Common size komponen kewajiban = ………….(2.11)
T otal kewajiban

2) Pos-pos di dalam laporan laba rugi dinyatakan dalam persentase

perkomponen atas dasar total penghasilan (yang dinyatakan sebesar 100%).

Untuk mengetahui persentase common size komponen HPP dapat dilihat pada

Persamaan 2.12.

k omponen HPP
Common size komponen HPP= ………… …………. (2. 12 )
T otal penghasilan

2.5 Aset Lancar

2.5.1 Definisi Aset Lancar

Menurut Rudianto (2012:46) “Aset lancar adalah harta kekayaan perusahaan

yang diperkirakan akan berubah menjadi uang dalam kurun waktu kurang dari

satu tahun sejak tahun disusunnya laporan keuangan tersebut”. Menurut Sri

7
Wahyuni, dkk (2020:12) “asset lancar lancar atau aset lancar merupakan asset

yang dapat dengan mudah dikonversi menjadi kas (uang tunai) dan setara kas.

Definisi lain menurut Karyawati (2013:23) “Aset Lancar merupakan asset yang

likuid secara nature dapat dicairkan menjadi kas paling lama satu tahun.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asset lancar adalah

harta kekayaan perusahaan yang bersifat likuid yang mudah dikonversi menjadi

kas dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.

2.5.2 Komponen Aset Lancar

Menurut Karyawati (2013:23), komponen yang termasuk dalam asset lancar

adalah :

1) Kas dan Setara Kas

Kas sebagai asset lancar adalah kas yang penggunaannya tidak terikat untuk

investasi atau kas yang tidak dicadangkan untuk suatu tujuan tertentu. Kas yang

dicadangkan untuk tujuan tertentu tidak merupakan asset lancar karena tidak dapat

digunakan untuk operasi rutin perusahaan.

2) Piutang Dagang

Piutang dagang atau piutang usaha adalah tagihan kepada pelanggan atas

penjualan kredit yang diharapkan ditagih maksimum 1 tahun.

3) Persediaan dan Supplies

Persediaan adalah asset yang dibeli perusahaan dengan maksud untuk dijual

kembali atau untuk diproses menjadi produk atau barang jadi yang akan dijual

kepada customer. Selain persediaan untuk diperdagangkan terdapat persediaan

bukan untuk diperdagangkan, melainkan untuk perlengkapan

8
2.6 Kewajiban Lancar

2.6.1 Definisi Kewajiban Lancar

Secara umum, jika suatu kewajiban diharapkan dapat dibayar dalam waktu

12 bulan, maka diklasifikasikan sebagai kewajiban lancar. Menurut Ahmad Yani

(2009:287) mendefenisikan kewajiban lancar merupakan kewajiban yang segera

harus dilakukan penyelesaiannya dalam jangka waktu satu periode akuntansi atau

satu siklus operasi, mana yang lebih panjang. Menurut Rudianto (2012:47)

“Kewajiban Lancar adalah utang yang akan jatuh tempo dalam waktu kurng dari

satu periode akuntansi atau satu tahun sejak disusunnya laporan keuangan

perusahaan”. Menurut Hery (2015:152) “Kewajiban Lancar adalah kewajiban

yang diperkirakan akan dibayar dengan menggunakan asset lancar atau

menciptakan kewajiban lancar lainnya dan harus segera dilunasi dalam jangka

waktu satu tahun atau dalam satu siklus operasi normal perusahaan, tergantung

mana yang paling lama.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kewajiban lancar

adalah kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan yang akan jatuh tempo dalam

kurun waktu satu tahun atau satu periode dan harus segera dilunasi. Kewajiban

lancar merupakan utang perusahaan atau klaim dari pihak lain yang harus segera

dibayar. Kewajiban lancar perusahaan antara lain utang gaji, utang beban,

pendapatan diterima dimuka dan utang pajak.

2.6.2 Komponen Kewajiban Lancar

Menurut Kuswadi (2008:27) komponen dalam kewajiban lancar adalah :

9
1) Utang Dagang

Utang dagang adalah kewajiban yang timbul dari transaksi pembelian secara

kredit dan pelunasannya harus dilakukan dalam jangka pendek.

2) Wesel Bayar

Wesel bayar adalah kewajiban yang timbul dari transaksi pembelian yang

dibuat dengan perjanjian khusus.

3) Utang Pajak

Utang pajak adalah kewajiban perusahaan atasa pajak yang dikenakan

pemerintah dan harus segera dibayarkan

4) Utang Dividen

Utang dividen adalah bgian laba yang harus dibayarkan tapi belum dibagikan

kepada para pemegang saham.

5) Pendapatan yang diterima dimuka

Pendapatan diterima dimuka adalah utang akibat sudah diterimanya sebagian

atau seluruh pembayaran sebagai hasil dari penjualan barang atau jasa perusahan.

Menurut Ahmad Yani (2009:288) menyebutkan yang termasuk klasifikasi

kewajiban lancar antara lain:

1) Utang dagang, yaitu utang yang timbul karena pembelian barang atau jasa

yang dilakukan secara kredit.

2) Utang wesel, yaitu utang yang dinyatakan dalam bentuk wesel atau promes

berjangka kurang dari 12 bulan atau berjangka satu siklus operasi, mana yang

lebih panjang.

10
3) Utang pajak penghasilan, yaitu bagian dari taksiran pajak penghasilan yang

belum terbayar.

4) Beban-beban yang masih harus dibayar, yaitu biaya biaya yang telah

dibebankan tetapi belum dilakukan pembayarannya, misalnya beban gaji yang

belum dibayar, beban iklan yang belum dibayar, dan lain-lain.

5) Pendapatan jasa diterima dimuka, yaitu penerimaan persekot atas jasa yang

belum dilakukan atau belum diserahkan oleh perusahaan.

6) Utang lancar lain-lain yang akan dibayar dalam waktu 12 bulan setelah

tanggal neraca, yaitu terdiri dari utang-utang (yang termasuk dalam kriteria

utang lancar sebelumnya) yang sudah dapat dipastikan akan dilakukan

pembayarannya dengan menggunakan aset lancar atau dengan menimbulkan

utang lancar baru. Sedangkan utang lancar yang pelunasannya tidak

menggunakan aset lancar atau yang dilakukan dengan menggunakan dana

khusus tidak dapat dikelompokkan dalam pengertian utang lancar lain-lain.

2.6.3 Jenis Kewajiban lancar

Menurut Subramanyam dan Wild (2009:275) bahwa kewajiban merupakan

kewajiban pendanaan yang membutuhkan pembayaran di masa yang akan datang,

baik berupa uang, jasa, atau aset lain. Kewajiban dapat berupa kewajiban

pembiayaan dan kewajiban operasi. Kewajiban pembiayaan (financing liabilities)

adalah seluruh bentuk pendanaan kredit, seperti hutang bank dan obligasi jangka

panjang, pinjaman jangka pendek, dan leasing. Jenis pendanaan ini tergolong

pendanaan yang berisiko tinggi bagi pengguna dana karena adanya beban tetap

yang harus ditanggung oleh pengguna dana. Sedangkan kewajiban operasi

11
(operating liabilities) merupakan kewajiban yang timbul dari kegiatan operasi,

seperti kreditor perdagangan.

Terdapat dua jenis kewajiban lancar. Jenis pertama timbul dari aktivitas

operasi, meliputi utang pajak, pendapatan diterima dimuka (unearned revenue),

uang muka, utang usaha, dan beban operasi akrual lainnya, seperti utang gaji.

Jenis kedua, meliputi kewajiban lancar timbul dari aktivitas pendanaan yang

meliputi, pinjaman jangka pendek, bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo

dalam waktu satu tahun.

2.7 Likuiditas

2.7.1 Definisi Likuiditas

Menurut Masassya (2006:130) “Likuiditas pada dasarnya adalah kemampuan

untuk menyelesaikan kewajiban dengan segera. Likuiditas juga dapat diartikan

seberapa banyak asset yang bisa segera dicairkan untuk memenuhi kebutuhan”.

Menurut Andrianto (2019:267) “Likuiditas adalah berhubungan dengan

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang

segera harus dipenuhi”. Menurut Subramanyam (2017:1414) Likuiditas adalah

kemampuan untuk mengkonversikan aset menjadi kas atau untuk memperoleh kas

untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, biasanya dipandang sebagai periode

hingga satu tahun, atau diidentifikasi sebagai siklus operasi normal perusahaan”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah

kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.

2.7.2 Aspek Likuiditas

Aspek dari likuiditas adalah :

12
1) Likuiditas Modal Kerja

Likuiditas merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam melunasi utang

jangka pendeknya. Semakin tinggi likuiditas, maka semakin likuid perusahaan

sehingga penting untuk mengukur kemampuan melunasi kewajiban jangka

pendeknya agar perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan yang pada

akhirnya menyebabkan kebangkrutan. Modal kerja merupakan modal yang

digunakan perusahaan dalam memenuhi kegiatan operasional perusahaan sehari-

hari. Modal kerja jika dikelola dengan baik maka perusahaan mampu melunasi

kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.

a. Definisi Likuiditas Modal Kerja

Menurut Kasmir ( 2009 : 212) “Modal kerja merupakan modal yang

digunakan untuk membiayai operasional perusahaan sehari-hari, terutama yang

memiliki jangka waktu pendek. Modal kerja juga diartikan seluruh aset lancar

yang dimiliki suatu perusahaan atau setelah aset lancar dikurangi dengan utang

lancar”. Menurut Subramanyam (2017:141) “Modal kerja merupakan ukuran yang

penting atas aset likuid yang mencerminkan pengaman bagi kreditor. Modal kerja

juga penting sebagai ukuran atas cadangan likuid yang tersedia untuk memenuhi

kontinjensi dan ketidakpastian terkait arus kas masuk dan arus kas keluar

perusahaan”. Menurut Karyoto (2017:37) :

Hasil selisih antara total current asset dan utang lancar. Jumlah working
capital mengindikasikan jumlah aset yang dibelanjai dari sumber dana long
term debt, yang tidak membutuhkan repayment dalam short term. Makin
besar angka working capital ini, berarti makin kuat tingkat creditor
protection jangka pendek, dan makin besar kepastian bahwa utang jangka
pendeknya akan dilunasi tepat waktu.

13
Modal kerja merupakan selisih antara jumlah aset lancar yang dimiliki

perusahaan setelah dikurangi kewajiban lancar. Modal kerja digunakan

perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari berupa

kas, surat-surat berharga, persediaan, dan piutang usaha. Modal kerja sangat

penting bagi perusahaan untuk menentukan tingkat likuiditas.

Modal kerja memberikan informasi mengenai keseimbangan antara aset

lancar dan kewajiban lancar agar dapat menunjang operasi perusahaan. Modal

kerja yang cukup bagi suatu perusahaan akan membantu dalam melunasi

kewajiban jangka pendeknya. Kewajiban jangka pendek yang dilunasi tepat pada

waktunya merupakan ukuran keberhasilan manajemen modal kerja karena dapat

mengelola modalnya secara efektif dan efisien.

b. Tujuan Likuiditas Modal Kerja

Tujuan dari manajemen modal kerja bagi perusahaan menurut Kasmir

(2009:216) yaitu:

1. Modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan.

Artinya modal kerja yang dimiliki perusahaan digunakan untuk membiayai

likuiditas perusahaan.

2. Dengan modal kerja yang cukup perusahaan memiliki kemampuan untuk

memenuhi kewajiban pada waktunya. Jika perusahaan memiliki modal yang

cukup maka perusahaan mampu melunasi kewajibannya tepat pada waktunya.

3. Memungkinkan perusahaan untuk memiliki sediaan yang cukup dalam rangka

memenuhi kebutuhan pelanggannya. Apabila perusahaan memiliki modal

14
kerja yang cukup maka perusahaan dapat memperoleh persediaan untuk

memenuhi kebutuhan para pelanggannya.

4. Memungkinkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dari para

kreditor. Apabila rasio keuangannya, memenuhi syarat seperti likuiditas yang

terjamin maka para investor akan menanamkan modalnya di perusahaan.

5. Memungkinkan perusahaan memberikan syarat kredit yang menarik minat

pelanggan, dengan kemampuan yang dimilikinya. Jika perusahaan memiliki

modal yang cukup maka perusahaan dapat memberikan syarat kredit

penjualan bagi para pelanggannya.

6. Guna memaksimalkan penggunaan aset lancar guna meningkatkan penjualan

dan laba. Apabila perusahaan dapat mengelola aset lancar yang dimilikinya

secara efektif dan efisien maka otomatis akan meningkatkan penjualan bagi

perusahaan.

7. Perusahaan mampu melindungi diri apabila terjadi krisis modal kerja akibat

turunnya nilai aset lancar.

Menurut Mardiyanto (2009:99) manfaat modal kerja dibawah ini.

Manfaat modal kerja adalah menjaga tingkat likuiditas suatu perusahaan.


Dengan modal kerja yang memadai, suatu perusahaan akan mampu
membayar seluruh kewajiban jangka pendeknya, memiliki cadangan yang
cukup untuk menghindari kekurangan persediaan, dan memberikan piutang
kepada pelanggan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat terus
dipertahankan
Tujuan dan manfaat adanya modal kerja yaitu untuk membantu perusahaan

mengelola modal kerjanya secara efektif dan efisien sehingga perusahaan dapat

melunasi kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya. Tujuan dan manfaat

15
lainnya perusahaan dapat memaksimalkan aset lancar yang dimilikinya sehingga

laba yang akan dihasilkan perusahaan meningkat.

c. Pendekatan Analisis Likuiditas Modal Kerja

Analisis likuiditas modal kerja menggunakan berbagai pendekatan dan

metode yang digunakan. Secara umum pendekatan analisis likuiditas modal kerja

dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Pendekatan horizontal

Menurut Wahyudiyono (2014:11) “Analisis horizontal yaitu perbandingan

data keuangan untuk periode dua tahun atau lebih. Analisis horizontal sangat

membantu karena menyajikan perubahan antartahun, baik dalam bentuk nilai

rupiah maupun persentase”. Analisis horizontal dalam mengukur likuiditas modal

kerja merupakan analisis secara internal terhadap perkembangan likuiditas modal

kerja dari tahun ke tahun. Pendekatan ini dilakukan dengan cara membandingkan

laporan keuangan untuk periode dua tahun atau lebih yang dapat membantu

perusahaan untuk menyajikan perkembangan data keuangan dari tahun ke tahun.

Analisis horizontal digunakan untuk membandingkan angka tahun berjalan

dengan angka tahun sebelumnya. Analisis ini berisi lebih dari satu tahun data dan

menilai perubahan yang terjadi.

Menurut Yulianto (2018:170) “Analisis horizontal membandingkan dua nilai

atau lebih secara horizontal. Analisis ini digunakan untuk membandingkan nilai

dari suatu akun laporan keuangan untuk beberapa periode pelaporan”

2. Pendekatan vertikal

16
Menurut Widyatuti (2017:141) “Analisis vertikal atau dikenal dengan

common size analysis, menganalisis laporan keuangan untuk satu periode tertentu

dengan cara membandingkan pos yang satu dengan pos yang lainnya.

Perbandingan tersebut dilakukan dengan menggunakan persentase di mana salah

satu pos ditetapkan patokan 100%”. Pendekatan vertikal merupakan pendekatan

yang membandingkan antara angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan

dengan angka dasar yang dipilih dari laporan keuangan pada tahun yang sama.

3. Pendekatan cross section

Perbandingan cross section yang dikemukakan oleh Herispon (2018:34) di

bawah ini.

Suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan ratio-ratio antara satu


perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat
bersamaan. Maksudnya untuk mengetahui seberapa baik atau buruk suatu
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya. Perbandingan
dengan cross sectional approach ini dapat juga dilakukan dengan jalan
membandingkan ratio keuangan (financial ratio) perusahaan dengan ratio
rata-rata industri.
Menurut Mardiyanto (2009:52) “Analisis silang (cross sectional) yang

membandingkan rasio dalam waktu (tahun) yang sama”. Menurut Santoso

(2005:90) “Cross section yaitu membandingkan rasio tertentu yang didapat

dengan rasio industri di mana perusahaan dikelompokkan sebagai pembanding

(rasio standar)”. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat seberapa baiknya

prestasi yang telah dicapai perusahaan.

Kriteria perbandingan cross section menurut Fahmi (2017:138-139), yaitu:

a) Kesamaan kapitalisasi pasar (market capitalization)

17
Kesamaan kapitalisasi pasar adalah nilai sebuah perusahaan yang

diindikasikan oleh harga saham yang beredar.

b) Kesamaan dalam persoalan risiko

Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu

keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan

berbagai pertimbangan pada saat ini.

c) Kesamaan dari segi konteks barang pengganti juga memungkinkan untuk

dilakukan pengkajian.

“Cross sectional analysis refers to the analysis of the financial position and

performance of a firm in comparison to the performance of its peers. Cross

sectional analysis may cover a single period or it may cover more than one

period” (Bhattacharyya, 2012:597). Analisis cross section merupakan analisis

yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan perusahaan

lain baik untuk satu periode maupun beberapa periode.

d. Metode analisis Likuiditas Modal Kerja

Secara umum metode analisis likuiditas modal kerja dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Analisis laporan keuangan komparatif

Menurut Subramanyam (2017a:29) “Analisis laporan keuangan komparatif

melibatkan sebuah tinjauan perubahan tiap-tiap saldo akun berdasarkan tahun ke

tahun atau multitahun. Informasi yang paling penting dan sering diungkapkan dari

analisis laporan keuangan komparatif adalah trend”. Menurut Bhattacharyya

(2011:20) “Comparative financial statement analysis is a form of horizontal

analysis where the financial statements of two or more years, or two or more

18
different companies, or of a company and its industry, are compared, analysed,

and interpreted”. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan laporan

keuangan sebelumnya dengan laporan saat ini guna mendapatkan informasi

mengenai kenaikan atau penurunan kinerja keuangan.

2. Analisis Common size

Menurut Hidayat (2018:41) “Analisa common size dilakukan dengan cara

membandingkan presentase antara satu pos dengan pos yang lainnya. Angkanya

ditunjukkan dalam persen. Penggunaan analisa common size pada neraca,

ditentukan satu pos sebagai standar 100% lalu pos lainnya dibandingkan terhadap

pos standar tersebut”. Menurut Anwar (2019:181) “Analisis common size

bertujuan untuk memudahkan dalam menginterpretasikan mengenai kontribusi

atau porsi masing-masing pos/akun terhadap common basenya. Common size bisa

digunakan dalam perbandingan dengan kinerja tahun sebelumnya atau rata-rata

industrinya”. Analisis common size dapat digunakan untuk setiap laporan

keuangan bukan hanya laporan laba rugi, dan neraca. Secara umum, teknik ini

dapat digunakan dalam laporan arus kas.

3. Analisis Rasio Keuangan

Menurut Kasmir (2017:104) “Rasio keuangan merupakan kegiatan

membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara

membagi satu angka dengan angka lainnya”. Menurut Khan dan P.K Jain (2010:2)

“Ratio analysis is a systematic use of ratios to interpret/ assess the performance

and status of the firm”. Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengukur

19
kinerja keuangan perusahaan selama beberapa periode yang digambarkan melalui

rasio-rasio keuangan.

Analisis rasio keuangan memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan

dan situasi keuangan yang dimiliki perusahaan. Hal ini digambarkan melalui

analisis dari setiap akun yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan.

Secara umum, jenis-jenis rasio likuiditas modal kerja menurut Hantono (2018:9-

10), yaitu:

a) Current ratio

Menurut Kieso dkk. (2019:272), “Rasio lancar banyak digunakan untuk

mengukur likuiditas perusahaan dan kemampuan untuk membayar kewajiban

dalam jangka pendek. Rasio lancar merupakan indikator yang lebih dapat

diandalkan dibandingkan modal kerja.”. Menurut Hery(2015: 528),”Rasio lancar

merupakan rasio yang digunakan mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo menggunakan

total aset lancar yang tersedia”.

Untuk mengetahui current ratio dapat dilihat pada Persamaan 2.1.

Aset lancar
current ratio = ………………………………………………(2.1)
Utang lancar
”Standar rasio lancar yaitu 200% (2:1) yang terkadang sudah dianggap

sebagai ukuran yang cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya

dengan hasil rasio 200%, perusahaan sudah berada di titik aman dalam jangka

pendek” (Kasmir, 2017:135).

b) Quick ratio

20
Menurut Kieso dkk (2019:273), “Rasio quick merupakan suatu cara untuk

mengukur likuiditas jangka pendek terdekat suatu perusahaan.”, sedangkan

menurut Hery (2015:515), “Rasio sangat lancar merupakan rasio yang

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan aset sangat lancar,

tanpa memperhitungkan persediaan barang dagang dan aset lancar lainnya”.

Untuk mengetahui quick ratio dapat dilihat pada Persamaan 2.2.

A set lanc a r −pers e d i a a n


Quick ratio = …………………………………(2.2)
Utang lancar
“Quick ratio is a measure of liquidity calculated dividing current asset minus

inventory and prepaid expenses by current liabilities” (Khan dan P.K Jain,

2010:7). “The quick ratio is very similar to the current ratio, but more

conservative as it does not consider inventory as being liquid enough to use to pay

current debts” (Dewhurst, 2014:95). Quick ratio tidak memperhitungkan

persediaan ketika membayar kewajiban jangka pendeknya.

”Standar quick ratio yaitu 1,5 kali maka perusahaan dianggap sebagai ukuran
yang cukup baik. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak harus menjual
persediaan bila hendak melunasi utang lancar, tetapi dapat menjual surat berharga
atau penagihan piutang” (Kasmir, 2017:138).
c) Cash ratio

Menurut Hantono (2018:10) “Cash ratio merupakan alat untuk mengukur

likuiditas dengan membandingkan antara jumlah kas dengan utang lancar.

Sedangkan menurut Kasmir (2017:139) “Rasio kas merupakan alat yang

digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk

21
membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana

kas atau yang setara dengan kas.” .

Untuk mengetahui cash ratio dapat dilihat pada Persamaan 2.3.

K as
Cash ratio = …………………………………..………………(2.3)
Utang lancar
”Standar cash ratio yaitu 50% maka perusahaan dianggap sebagai ukuran

cukup baik. Namun, kondisi rasio kas terlalu tinggi juga kurang baik karena ada

dana yang menganggur atau yang tidak atau belum digunakan secara optimal”

(Kasmir, 2017:140).

2) Likuiditas Operasi

Likuiditas operasi merupakan alat analisis yang digunakan perusahaan untuk

mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aset yang dimiliknya.

Selain itu, likuiditas operasi digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi

perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Indikator

pengukuran likuiditas operasi antara lain perputaran persediaan, perputaran

piutang usaha, perputaran total aset, dan perputaran aset tetap.

a. Pengertian Likuiditas Operasi

Activity ratios are concerned with measuring the efficiency in aset

management. Activity ratios measures the speed with which various accounts/

assets are converted into sales or cash” (Khan dan P. K Jain, 2010:25). Rasio

aktivitas mengukur berapa lama aset yang dimiliki dikonversi menjadi kas serta

menilai tingkat efisiensi penggunaan aset

Pengertian rasio aktivitas yang dikemukakan oleh Hery (2015:546) di bawah

ini.
22
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam menggunakan aset yang dimilikinya, termasuk untuk
mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya
yang ada. Rasio ini juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Menurut Widyatuti (2017:92) “Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif

perusahaan memanfaatkan sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Semua

rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi

pada berbagai jenis aset”. Menurut Hantono (2018:13) “Rasio aktivitas adalah

rasio yang menunjukkan efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola

bisnisnya”.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa likuiditas operasi

merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur efektivitas dan

efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset dan memanfaatkan sumber daya

yang dimilikinya. Likuiditas operasi digunakan untuk menunjang aktivitas

perusahaan sehari-hari atau pada saat periode tertentu.

b. Tujuan dan Manfaat Likuiditas Operasi

Menurut Kasmir (2017:173-174) Tujuan yang hendak dicapai perusahaan dari

penggunaan rasio aktivitas, yaitu:

1. Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau

berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode.

Semakin tinggi rasio maka menunjukkan bahwa modal kerja perusahaan yang

ditanamkan semakin rendah dan kondisi ini bagi perusahaan semakin baik.

2. Untuk menghitung hari rata-rata penagihan piutang, dimana hasil perhitungan

ini menunjukkan jumlah hari piutang tersebut rata-rata tidak dapat ditagih.
23
Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan

perusahaan dalam melakukan penagihan piutang kepada pelanggannya dan

mengetahui berapa jumlah piutang yang tidak dapat ditagih.

3. Untuk menghitung berapa hari rata-rata persediaan tersimpan dalam gudang.

Manajemen dapat mengetahui berapa lama persediaan yang dimiliki

perusahaan tersimpan dalam gudang dan mengetahui berapa lama persediaan

diganti dalam periode satu tahun.

4. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam modal kerja

berputar dalam satu periode atau berapa penjualan yang dapat dicapai oleh

setiap modal kerja yang digunakan. Manajemen dapat mengetahui rata-rata

modal kerja yang telah ditanamkan perusahaan dapat menghasilkan

penjualan.

5. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aset tetap berputar

dalam satu periode. Manajemen dapat mengetahui berapa penjualan yang

dihasilkan perusahaan setiap kali menggunakan aset yang dimilikinya.

6. Untuk mengukur penggunaan semua aset perusahaan dibandingkan dengan

penjualan. Manajemen dapat mengetahui berapa besar aset yang digunakan

perusahaan dalam menghasilkan penjualan.

Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan dan manfaat likuiditas operasi untuk

mengetahui berapa lama penagihan piutang, rata-rata penagihan piutang, rata-rata

persediaan disimpan di gudang dan berapa kali dana yang ditanamkan dalam

modal kerja berputar pada satu periode.

c. Pendekatan Analisis Likuiditas Operasi

24
Adapun 3 ukuran aktivitas operasi menurut Subramanyam dan Wild

(2010:250), yaitu:

a) Likuiditas Piutang Usaha

Menurut Subramanyam dan Wild (2010:250) “Likuiditas piutang usaha

mengacu pada kecepatan konversi piutang menjadi kas dengan melakukan

perhitungan tingkat perputaran piutang usaha”. Perputaran piutang mengukur

waktu pengembalian piutang dari pelanggan. Untuk mengetahui perputaran

piutang dapat dilihat Persamaan 2.4.

P enjuala n
Perputaran piutang = …………………………….. …………..(2.4)
Rata-rata piutang

Jumlah hari penagihan piutang mengukur jumlah hari yang dibutuhkan,

secara rata-rata, untuk menagih piutang. Periode penagihan piutang yang

mengukur jumlah hari yang dibutuhkan, secara rata-rata untuk menagih piutang

berdasarkan saldo rata-rata piutang. Angka ini dapat dihitung dengan membagi

360 hari (perkiraan jumlah hari dalam setahun) dengan perputaran piutang. Untuk

mengetahui periode penagihan dapat dilihat pada Persamaan 2.5.

360
Periode Penagihan = …………………………….. …………..(2.5)
Perputaran piutang

“Apabila rata-rata industry untuk umur piutang 60 hari dan perushaan mampu

melakukan penagihan dibawah 60 hari maka manajemen perusahaan berhasil”

(Kasmir, 2017:187).

b) Perputaran persediaan

25
Menurut Hantono (2018:14) “Tingkat perputaran persediaan (inventory

turnover) memberikan gambaran berapa kali persediaan barang dijual dan

diadakan kembali setiap periode akuntansi”. Sedangkan menurut Kieso dkk

(2019:275), “Perputaran persediaan mengukur berapa kali, rata-rata persediaan

terjual dalam periode tertentu. Rata-rata persediaan dapat dihitung dari saldo awal

dan akhir persediaan jika faktor musiman tidak signifikan.”

Perputaran persediaan digunakan untuk menilai seberapa efektif persediaan

dikelola perusahaan. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur berapa lama

persediaan dijual atau disimpan di perusahaan.

Untuk mengetahui penyimpanan persediaan dapat dilihat pada Persamaan 2.6.

H arga po k ok pen jualan


Penyimpanan persediaan = ………………………..(2.6 )
Rata-rata Persediaan

“Apabila rata-rata industri untuk inventory turn over adalah 20 kali, berarti

inventory turn over lebih baik. Perusahaan tidak menahan sediaan dalam jumlah

yang berlebihan (tidak produktif)” (Kasmir, 2017:181).

Jumlah hari periode persediaan untuk menilai kebijakan pembelian. Angka ini

dapat dihitung dengan membagi 360 hari (perkiraan jumlah hari dalam setahun)

dengan perputaran persediaan. Untuk mengetahui periode perputaran persediaan

dapat dilihat pada Persamaan 2.7

3 60
Perputaran Persediaan = …………… ..…………..(2. 7 )
Penyimpanan Persediaan

c) Likuiditas Kewajiban Lancar

26
Menurut Subramanyam dan Wild (2010:256) “Kewajiban lancar penting

dalam perhitungan modal kerja dan rasio lancar untuk dua alasan terkait yaitu

untuk menentukan apakah selisih asset lancar dengan kewajiban lancar dapat

mencakupi margin keamanan dan kewajiban lancar dikurangi asset lancar untuk

menghitung modal kerja”. Kewajiban lancar dinilai berdasarkan kecepatan

pelunasan mendesak yang dilakukan. Untuk mengetahui perputaran hutang usaha

dapat dilihat pada Persamaan 2.8.

P embelian Kredit
Perputa ran hutang usaha = ………… ……………… .(2.8)
Rata-rata Hutang usaha

Jumlah hari pelunasan hutang mengukur jumlah hari yang dibutuhkan, secara

rata-rata, untuk melunasi hutang usaha. Angka ini dapat dihitung dengan membagi

360 hari (perkiraan jumlah hari dalam setahun) dengan perputaran hutang usaha.

Untuk mengetahui Periode pembayaran dapat dilihat pada Persamaan 2.9.

3 60
Periode pembayaran = ………………… ..…………..(2.9)
Perputaran hutang usaha

27
28

Anda mungkin juga menyukai