Anda di halaman 1dari 18

Hubungan Kecerdasan Spasial dan Gaya Belajar dengan Hasil Belajar Siswa

pada Mata Pelajaran Gambar Teknik di SMK PU Negeri Bandung

The Relationship between Spatial Intelligence and Learning Style with Learning
Outcomes of Engineering Drawings Subjects at SMK PU Negeri Bandung
Tedi Supardi, S.Pd. Pinakesti Kintan
SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung, Jawa Barat, Indonesia
tedisupardi@smkpunegerijabar.sch.id

Abstrak
Perbedaan kecerdasan spasial dan gaya belajar setiap siswa menyebabkan hasil belajar siswa menjadi
beragam. Kesulitan mempelajari materi pembelajaran dan perbedaan cara belajar siswa saat
pembelajaran daring dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Perlu adanya pengenalan dan pemahaman
terhadap diri siswa agar proses pembelajaran hingga evaluasi pembelajarannya menjadi lebih berarti.
Penelitian ini dapat menambah keberagaman strategi belajar yang baik dalam proses pembelajaran
dengan cara melihat faktor internal siswa seperti kecerdasan dan gaya belajar siswa. Metode
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan deskriptif,
korelasional, dan komparatif hubungan dari kecerdasan spasial, gaya belajar, dan hasil belajar mata
pelajaran gambar teknik. Teknik pengumpulan datanya berupa tes, angket, dan dokumentasi nilai.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X DPIB tahun ajaran 2020/2021 di SMK PU Negeri
Bandung. Sampel yang diambil berjumlah 69 siswa dari kelas X DPIB 1 dan X DPIB 2. Hasil
penelitian ini adalah: 1) Rata-rata kecerdasan spasial siswa berada pada kategori sedang, gaya belajar
siswa yang dominan adalah reflektor pada kategori gaya belajar pemikir, dan rata-rata hasil belajar
siswa berada pada kategori baik; 2) Hasil belajar memiliki hubungan dengan kecerdasan spasial
secara signifikan dan positif, namun kekuatan hubungannya ialah rendah sebesar 0,314; 3) Terdapat
perbedaan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar pemikir (reflektor dan teoris) dengan
siswa berkategori gaya belajar praktis (pragmatis dan aktivis). Nilai rata-rata hasil belajar siswa
berkategori gaya belajar pemikir lebih tinggi dibandingkan siswa berkategori gaya belajar praktis.
Kata kunci: kecerdasan spasial, gaya belajar honey-mumford, hasil belajar.

Abstract
Differences in spatial intelligence and the learning styles of each student cause student learning
outcomes to vary. Difficulty in understanding the subject matter and the differences in how each
student learns when learning process influence their learning outcomes. There is a need to introduce
and understand students so that the learning process to the evaluation of their learning becomes more
meaningful. This research can increase the diversity of good learning strategies in the learning
process by looking at students' internal factors such as student intelligence and learning styles. The
research method used in this study is a quantitative correlational approach, descriptive, comparative
relationship. The data collection techniques are in the form of tests, questionnaires, and value
documentation. The population of this study was students of class X DPIB for the academic year
2020/2021 at SMK PU Negeri Bandung. The samples taken were 69 students from class X DPIB 1
and X DPIB 2. The results of the study stated: 1) The average student's spatial intelligence was in the
medium category, the dominant student learning style was reflector, and the average student learning
outcome was in a good category; 2) Learning outcomes have a significant and positive relationship
with spatial intelligence, but the strength is very low at 0.314; 3) There are differences in student
learning outcomes in the category of thinker learning styles (reflector and theorist) with student
learning outcomes in the practical learning style category (pragmatic and activist). The average
value of student learning outcomes in the category of thinker learning style is in the very high
category, while the practical learning style is in the moderate category.
Keywords: spatial intelligence, learning style Honey-Mumford, learning outcomes.
1
I. PENDAHULUAN

Siswa SMK yang merupakan lanjutan dari SMP/sederajat, akan banyak mempelajari
kompetensi baru berdasarkan bidang keahliannya. Namun, keadaan pembelajaran saat pandemi
Covid-19 mengakibatkan siswa di SMK, khususnya kelas X, belum dapat belajar secara normal di
sekolah setiap hari karena dilakukan pembelajaran jarak jauh secara daring. Suasana pembelajaran
jarak jauh secara daring berbeda dengan pembelajaran secara normal di sekolah, karena
perkembangan belajar siswa tidak dapat diawasi langsung oleh guru sebagai pengajar. Menurut
Dogmen (dalam Munir, 2012, hlm. 19), pembelajaran jarak jauh lebih menekankan cara belajar
mandiri yang sistematis untuk keberhasilan proses belajar. Namun, tidak adanya pengawasan
langsung dari pengajar di tempat belajar siswa, menjadi batasan dalam pembelajaran jarak jauh.
Kendala pembelajaran daring membuat siswa kesulitan mempelajari materi yang disampaikan
dan juga siswa tidak dapat belajar dengan maksimal karena tidak adanya pengawasan langsung dari
pengajar. Proses pembelajaran yang melatih keterampilan praktik siswa pun belum sepenuhnya
efektif dibandingkan saat pembelajaran normal di sekolah. Padahal pembelajaran kelas X di SMK
termasuk dalam pengenalan dasar program keahlian yang selanjutnya akan diterapkan pada muatan
kompetensi keahlian yang lebih spesifik dan khusus di kelas XI dan XII. Siswa SMK dituntut agar
terbiasa beradaptasi mengembangkan potensi diri dan kemampuan sesuai keahliannya.
Penelitian ini membahas mengenai salah satu kompetensi keahlian di SMK yaitu DPIB, yang
standar lulusannya dituntut dapat memenuhi kompetensi menggambar teknik sesuai kebutuhan dunia
usaha dan dunia industri (Direktorat Pembinaan SMK, 2019, hlm. 210). Dalam kompetensi
menggambar teknik, ruang lingkup materi yang harus dipenuhi siswa yaitu gambar konstruksi
geometris, gambar proyeksi, dan gambar kerja sederhana. Penilaian kompetensi menggambar
tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun
sikap. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam hal menggambar teknik dibutuhkan untuk mencapai
kompetensi tersebut. Namun, kondisi pandemi membuat penilaian hasil belajar siswa hanya dilihat
melalui pengerjaan tugas yang dikerjakan mandiri di rumah masing-masing dan selanjutnya di nilai
melalui platform belajar online.
Kendala memahami pelajaran dan menurunnya kesiapan belajar siswa dalam pembelajaran
dikarenakan kecepatan memahami pelajaran, cara belajar, serta kualitas hasil tugas saat pembelajaran
daring berbeda-beda setiap siswanya. Hal ini dikarenakan tingkat kecerdasan dan kemampuannya
pun berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang lambat. Maka dari itu, perlu adanya upaya
pengendalian terhadap kendala belajar siswa dengan cara melihat dan mengukur faktor penyebabnya
seperti mengetahui dan memahami tipe kecerdasan yang cocok untuk kompetensi keahlian dan gaya
belajar yang nyaman bagi siswanya.

2
Menurut Goddard (dalam Azwar, 2017, hlm. 5), kecerdasan merupakan tingkatan kemampuan
menyelesaikan masalah dari pengalaman yang dialami dan mampu mengantisipasi masalah yang
belum terjadi. Gardner dalam buku terjemahannya yaitu Multiple Intelligences (Kecerdasan
Majemuk): Teori dalam Praktik (2018, hlm. 34) menyatakan bahwa anak yang memiliki suatu
kecerdasan yang dominan akan lebih mampu dalam menyelesaikan masalah, menemukan jawaban
dari pertanyaan spesifik, serta belajar dengan cepat dan efisien. Kecerdasan umum seperti IQ memang
lebih banyak dikenal, namun terdapat juga kecerdasan khusus seperti kecerdasan majemuk yang
dinilai lebih mampu mengukur kinerja seseorang di masa depan. Maka dari itu dikembangkanlah 9
tipe kecerdasan majemuk oleh Gardner, salah satunya ialah kecerdasan spasial-visual.
Menurut Gardner (1983), kecerdasan spasial-visual adalah kemampuan menggambarkan
sesuatu yang dilihatnya langsung melalui bentuk, gambar, pola, desain, dan tekstur yang sesuai.
Menurut Ristontowi (dalam Alimuddin, 2018, hlm. 169-182), kecerdasan spasial merupakan
kemampuan panca indra dalam memahami sesuatu khususnya warna dan ruang yang dilihat oleh mata
yang kemudian di wujudkan dalam bentuk visual dua dimensi. Kecenderungan pada salah satu
kecerdasan majemuk ini dapat memudahkan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
menggambar, melukis, mewarnai, mendesain, mempresentasikan visual, berkhayal, mendekorasi,
menemukan jalan di peta, hingga membuat film (Uno, 2009).
Seseorang dengan kecerdasan spasial-visual yang dominan akan dapat menyelesaikan masalah
ruang, dapat mengamatinya secara akurat, dapat membayangkan bentuk geometri tiga dimensi, serta
mampu memvisualisasikan ide. Kecerdasan spasial seseorang dikatakan sebagai kemampuan yang
digunakan untuk membayangkan dan memahami suatu bentuk, objek, dan ruang serta dimiliki oleh
pekerja seni dan arsitek. Siswa dengan kecerdasan spasial yang dominan akan lebih menyenangi
objek yang menarik dilihatnya sebab cenderung belajar dengan cara melihat dan membaca objek
secara visual.
Meskipun tingkat kecerdasan setiap siswa berbeda-beda, tipe kecerdasan spasial belum
dipahami dan disadari oleh siswa SMK khususnya keahlian DPIB. Hal tersebut mengakibatkan
kemampuan memahami teknik menggambar dan kualitas pengerjaan tugas di mata pelajaran gambar
teknik masih belum dapat mencapai penilaian yang tinggi. Siswa SMK keahlian DPIB jika memiliki
kecerdasan spasial yang dominan akan lebih mudah mengatasi masalah kesulitan belajar khususnya
saat belajar menggambar dan membayangkan bentuk geometris atau ruang. Kesulitan belajar gambar
teknik dapat diatasi juga dengan cara melatih kemampuan menggambar agar kualitas hasil belajarnya
menjadi lebih baik.
Terdapat 3 indikator kecerdasan spasial yaitu rotasi mental, orientasi spasial, dan visualisasi
spasial (Latifah, 2019). Indikator rotasi mental menilai kemampuan seseorang dalam membayangkan
hasil dari perputaran dari objek dua dimensi maupun tiga dimensi secara tepat. Indikator orientasi
3
spasial menilai kemampuan seseorang dalam menentukan posisi objek atau perspektif objek yang
dilihatnya secara berbeda. Indikator visualisasi spasial menilai kemampuan dalam membayangkan
bentuk jaring-jaring bangun geometri, mengubah pola-pola ruang ke visualisasi lainnya, dan
menggambarkan bentuk ruang yang dapat berubah.
Tabel 1. Aspek Penilaian Indikator Kecerdasan Spasial

Indikator Aspek Penilaian


- Mampu membayangkan hasil dari perputaran objek dua dimensi maupun tiga dimensi secara tepat.
Rotasi - Mampu berpikir secara abstrak dari visualisasi gambar yang teratur.
Mental - Mampu mengurutkan bentuk dari gambar yang diputar.
- Mampu mencari gambar yang berbeda dengan gambar lainnya.
- Mampu menentukan posisi objek atau perspektif objek yang dilihatnya secara berbeda.
- Mampu menghubungkan gambar yang tepat dengan bentuk lainnya.
Orientasi - Mampu mencari variasi gambar yang dilihat secara berbeda tetapi pengulangan yang sama.
Spasial - Mampu mencari perbedaan bentuk dari beberapa gambar.
- Mampu menggabungkan gambar yang terbagi-bagi menjadi gambar yang utuh.
- Mampu menggabungkan potongan gambar yang sesuai sehingga bentuk gambar menjadi utuh.
- Mampu dalam membayangkan bentuk jaring-jaring bangun geometri.
Visualisasi - Mampu melihat bentuk secara tiga dimensi dan hubungannya dengan bentuk lain.
Spasial - Mampu menghitung jumlah bangun ruang yang dibuat berimpitan sehingga mengilusikan bentuk 3D
- Mampu menganalisis bentuk dari 3D menjadi 2D ataupun sebaliknya.
(Sumber: Rangkuman Peneliti dari Psikomedia dan Latifah, 2021)
Gaya belajar penting dikenali oleh siswa sebab sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja dan
hasil belajar, serta dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Ghufron (2014,
hlm. 10) menyatakan cara pandang atau gaya belajar setiap individu dilihat dari pengalaman yang
dilihat dan dialaminya, sehingga meskipun lingkungan dan perlakuan yang didapatkan sama belum
tentu individu tersebut memahami pemikiran dan pandangan yang sama terhadap lingkungan
sekitarnya. Untuk mengukur gaya belajar yang dilihat dari proses penerimaan informasi saat
pembelajaran daring gambar teknik, penelitian ini menggunakan model gaya belajar Honey-Mumford
dalam mendeskripsikan tipe-tipe gaya belajar siswanya. Terdapat 4 tipe gaya belajar model Honey-
Mumford yaitu reflektor, teoris, pragmatis, dan aktivis.
Gaya belajar siswa bermacam-macam dan dapat dideskripsikan jika terdapat instrumen yang
mengukurnya. Masing-masing gaya belajar tersebut diidentifikasikan menjadi satu gaya belajar yang
dominan dimiliki siswa. Menurut Ghufron (2014), penjelasan mengenai masing-masing gaya belajar
Honey-Mumford yaitu: 1) reflektor belajar dari perspektif pengalaman dan sering mengumpulkan
informasi terlebih dahulu sebelum membuat keputusan; 2) teoris menyukai kepastian dalam segala
kegiatan sehingga akan merasa tidak nyaman jika tidak sesuai dengan pemikiran yang tidak didasari
teori; 3) pragmatis senang menyimpulkan kegiatan penyimpulan masalah dengan praktis; 4) aktivis
berpikiran terbuka, antusias dengan hal baru, saat melakukan pekerjaan cenderung mengambil resiko
tanpa berpikir terlebih dahulu, dan senang melakukan banyak kegiatan.
Sarabeed (2013, hlm. 4) menyebutkan karakteristik gaya belajar melalui cara belajarnya, yaitu:
(1) reflector, belajar dengan memperhatikan orang lain dahulu dan berpikir sebelum melakukan

4
tindakan; (2) theorist, belajar dengan memahami teori secara sangat jelas; (3) pragmatis, belajar
dengan tips praktik dan teknik dari orang yang berpengalaman; (4) activist, belajar dengan cara
melakukan langsung dan ikut berpartisipasi dalam terjadinya proses belajar.
Dari ciri-ciri tersebut peneliti mengidentifikasikan kategori gaya belajar siswa menjadi 2 yaitu
siswa bergaya belajar pemikir yang terdiri dari reflektor dan teoris serta siswa bergaya belajar praktis
yang terdiri dari pragmatis dan aktivis. Kategori gaya belajar pemikir dan praktis dilihat dari cara
siswa dalam proses penerimaan informasi hingga praktiknya. Kategori gaya belajar pemikir
cenderung banyak berpikir dibandingkan dengan kategori gaya belajar praktis yang lebih senang
praktik langsung tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu ketika melakukan pekerjaan.
Tabel 2. Karakteristik Indikator Gaya Belajar
Kategori Indikator Karakteristik
Reflektor - Cenderung membaca dahulu materi secara keseluruhan. Setelah itu baru memahami dan
praktik langsung sehingga resiko kesalahan hasil praktiknya sedikit.
- Menyukai kegiatan mengumpulkan informasi agar lebih paham terhadap sesuatu.
- Mendengarkan pendapat orang lain terlebih dahulu baru menyimpulkan intinya dengan poin-
Gaya
poin tersendiri.
Belajar
Teoris - Memahami teori dari materi hingga benar-benar paham baru dapat mengerjakan kegiatan
Pemikir
belajar lainnya seperti praktik, sehingga hasil praktiknya cenderung sesuai dengan teori yang
dijelaskan.
- Menyukai kegiatan berpikir kritis yang berdasar dari logika bukan subjek semata.
- Tidak nyaman dengan pemikiran subjektif karena perlu didasari teori yang objektif.
Pragmatis - Menyukai kegiatan yang praktis dalam kegiatan praktiknya sehingga cenderung melakukan
kesalahan akibat kurang senang menjelaskan materi lebih dalam.
- Cenderung terburu-buru karena ingin segera mencapai tujuan tanpa mau berpikir panjang
Gaya
dan tidak senang menunggu proses yang lama.
Belajar
Aktivis - Saat menerima materi cenderung praktik langsung tanpa memahami konsep terlebih dahulu
Praktis
sehingga ada resiko kesalahan praktik ataupun ketidaksesuaian dengan materi.
- Senang melakukan banyak kegiatan terutama kegiatan yang menantang dan bereksperimen.
- Antusias dengan hal baru dan berpikiran terbuka.
(Sumber: Rangkuman Peneliti dari Beberapa Teori, 2021)
Gambar teknik dibutuhkan sebagai sebuah keterampilan dasar dalam mengomunikasikan
penggambaran objek di dunia industri (Tim Media Cipta Guru SMK, 2019). Gambar teknik baru
dikenal oleh siswa kelas X DPIB di SMK. Saat SMP siswa belum mendapatkan pelajaran Gambar
Teknik secara mendalam sehingga belum terbiasa dalam melatih kemampuan menggambarnya.
Selain itu, proses belajar daring mengakibatkan pengajar tidak dapat mengamati langsung cara belajar
menggambar siswanya.
Kompetensi dasar dari mata pelajaran gambar teknik merupakan penilaian utama kompetensi
pengetahuan dan keterampilan di SMK, namun tetap disertai penilaian dari kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial. Kompetensi dasar menjadi acuan pencapaian kemampuan belajar siswa dalam
beberapa materi belajar. Salah satu materi pokok pembelajarannya ialah gambar proyeksi. Menurut
Rapi (2016), gambar proyeksi merupakan gambar bayangan dari objek nyata atau imajiner dalam
bentuk bidang dua dimensi.

5
Materi gambar proyeksi pada penelitian ini adalah proyeksi orthogonal, piktorial, dan
perspektif. Gambar proyeksi orthogonal merupakan penggambaran bayangan objek dengan cara
menarik garis-garis dari titik-titik objek menjadi bidang gambar objek dua dimensi. Gambar proyeksi
piktorial bayangan objeknya dalam bentuk gambar tiga dimensi, baik secara isometri, dimetri, dan
trimetri. Gambar perspektif berasal dari proyeksi perspektif yang dibuat berdasarkan pandangan mata
manusia berupa garis-garis pandangan yang dipusatkan pada satu atau beberapa titik. Penggambaran
perspektif bisa dibuat dengan satu titik hilang, dua titik hilang, dan tiga titik hilang.
Selanjutnya, dari materi pembelajaran tersebut dilakukan penilaian sesuai aspek penilaian hasil
belajar yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian pengetahuan ialah bentuk pengukuran
kemampuan siswa berdasarkan Taksonomi Bloom seperti mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi pada tiap KD. Penilaian keterampilan dinilai
berdasarkan kemampuan siswa setelah mengaplikasikan pengetahuan dalam tugas tertentu untuk
mencapai indikator pencapaian kompetensi. Penilaian sikap ialah bentuk penilaian karakter siswa
juga perilakunya yang berkaitan dengan program keahlian yang dipelajari.
Tabel 3. Aspek Penilaian Kompetensi Dasar Proyeksi
Aspek Materi Tujuan Pembelajaran
Pengetahuan Materi Proyeksi Orthogonal - Menjelaskan definisi dan klasifikasi gambar proyeksi orthogonal
dan Piktorial (2D) dan proyeksi piktorial (3D).
- Menganalisis aturan gambar proyeksi orthogonal (2D) dan
proyeksi piktorial (3D).
Materi Proyeksi Perspektif - Menerapkan prosedur membuat gambar proyeksi perspektif.
Keterampilan Materi Proyeksi Orthogonal - Menerapkan prosedur membuat gambar proyeksi orthogonal (2D).
- Menggambar proyeksi orthogonal (2D).
Materi Proyeksi Piktorial - Menerapkan prosedur membuat gambar proyeksi piktorial (3D).
- Menggambar proyeksi piktorial (3D).
Materi Proyeksi Perspektif - Menerapkan prosedur membuat gambar proyeksi perspektif
- Menggambar proyeksi perspektif
Sikap Semua Materi - Mengetahui keaktifan, disiplin, ketelitian, dan kerjasama siswa
(Sumber: Data Peneliti dari Pembelajaran Gambar Teknik, 2021)
Kecerdasan spasial dengan gaya belajar merupakan suatu konsep pengembangan kemampuan
diri dalam dunia pendidikan. Menurut (Hamri, 2017), siswa dapat mengingat, menyimpulkan
informasi, dan meningkatkan pengetahuan dengan cara memahami konsep pembelajaran terlebih
dahulu serta melakukan praktik langsung. Tidak sampainya materi pembelajaran diakibatkan adanya
perbedaan antara strategi belajar yang disampaikan guru dengan gaya belajar maupun kecerdasan
siswanya.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, penelitian ini akan membahas mengenai kecerdasan
spasial siswa, gaya belajar siswa, dan hasil belajar mata pelajaran gambar teknik. Hasil belajar yang
diukur untuk menggambarkan kecerdasan spasial dan gaya belajar siswa dilihat dari kompetensi dasar
proyeksi. Penilaian disesuaikan dengan kriteria yang sudah ditentukan, sehingga dapat mengukur
seberapa besar kemampuan siswa dalam memenuhi kompetensi menggambar teknik di sekolah.

6
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X DPIB dengan rumusan masalah dari penelitian ini
yaitu: 1) Bagaimana gambaran dari kecerdasan spasial, gaya belajar, dan hasil belajar mata pelajaran
gambar teknik siswa kelas X DPIB di SMK PU Negeri Bandung?; 2) Bagaimana hubungan
kecerdasan spasial dengan hasil belajar mata pelajaran gambar teknik siswa kelas X DPIB di SMK
PU Negeri Bandung?; 3) Apakah terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya
belajar pemikir (reflektor dan teoris) dengan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar
praktis (pragmatis dan aktivis)?
Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Mengetahui gambaran dari kecerdasan spasial, gaya belajar,
dan hasil belajar mata pelajaran gambar teknik siswa kelas X DPIB di SMK PU Negeri Bandung; 2)
Mengukur hubungan antara kecerdasan spasial dengan hasil belajar (arah dan kuat) pada mata
pelajaran gambar teknik siswa kelas X DPIB di SMK PU Negeri Bandung; 3) Mengetahui perbedaan
rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar pemikir (reflektor dan teoris) dengan rata-rata
hasil belajar siswa berkategori gaya belajar praktis (pragmatis dan aktivis).
Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi 4 sasaran yaitu: 1) Bagi sekolah, dapat menjalankan
program kegiatan yang dapat melatih kecerdasan siswa sesuai kemampuan dan gaya belajar masing-
masing bidang kompetensi keahlianya, meskipun saat pembelajaran daring; 2) Bagi guru, dapat
membuat metode pembelajaran yang sesuai dengan tipe kecerdasan kompetensi keahliannya dan
menerapkan strategi pembelajaran sesuai gaya belajar siswanya; 3) Bagi siswa, dapat mengenali diri
dari tipe kecerdasan yang dominan dimiliki, mengenali gaya belajar yang dapat mempermudah proses
pembelajaran, dan kemampuan diri agar dapat mencapai kompetensi sesuai bidang keahliannya di
SMK; 4) Bagi peneliti, dapat menambah wawasan mengenai kecerdasan spasial, model gaya belajar
siswaa, hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran gambar teknik, serta mengenal kondisi
belajar siswa baik saat pembelajaran daring maupun saat pembelajaran tatap muka langsung.
Dapat disimpulkan bahwa siswa kelas X DPIB kesulitan memahami pelajaran gambar teknik
disebabkan faktor kecerdasan spasial maupun gaya belajarnya sehingga nilai hasil belajar gambar
tekniknya dapat terpengaruhi. Majer (dalam Setiani, 2018), mengatakan bahwa kecerdasan spasial
diperlukan untuk membantu masalah pekerjaan sehari-hari tidak hanya pemahaman bentuk geometri
saja. Sama halnya dengan siswa SMK keahlian Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan (DPIB)
yang memiliki kompetensi keahlian menggambar dalam proses pembelajarannya, sehingga siswa
akan terbiasa dengan bentuk-bentuk geometris maupun pemahaman spasial / ruang.
Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah kontribusi langsung dengan kondisi
yang terjadi di jenjang yang sama. Kecerdasan spasial siswa kelas X DPIB yang dilihat dari indikator
orientasi spasial, visualisasi spasial, dan rotasi mental merupakan gambaran siswa memahami bentuk
yang berbeda-beda, yang berubah dan di putar. Gaya belajar siswa kelas X DPIB dalam proses
memahami informasi diidentifikasikan sesuai karakteristik gaya belajar yang paling baik diantara
7
pemikir dan praktis. Siswa pemikir ialah yang mengamati terlebih dahulu suatu pekerjaan dan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya serta memahami teori yang sudah ada. Setelah itu
melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang sudah di pahaminya, sehingga resiko kesalahan yang
dilakukannya sedikit. Sedangkan siswa praktis sebaliknya. Kemudian, hasil belajar siswa kelas X
DPIB dalam materi proyeksi mata pelajaran gambar teknik dilihat dari kemampuan memahami
materi, pengerjaan tugas menggambar serta penilaian sikap selama pembelajaran. Selain itu,
pemahaman dalam membayangkan bentuk objek yang dilihat dari gambar proyeksi yang membentuk
gambar dua dimensi dan tiga dimensi inilah yang membutuhkan kemampuan spasial-visual pada
siswa. Hasil belajar yang dilakukan dengan cara belajar mengamati terlebih dahulu dan memahami
materi terlebih dahulu akan menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan jika siswa tidak
memahami terlebih dahulu materi.

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena menganalisis dan menghasilkan data
dalam bentuk angka dengan cara statistika ilmiah. Pengambilan data dan analisis penelitiannya
menggunakan pendekatan korelasional, survey, deskriptif, dan komparatif hubungan. Pada penelitian
ini terdapat 3 variabel yang diteliti, yaitu variabel X1, X2, dan Y. X1 dan X2 adalah variabel bebas,
sedangkan Y adalah variabel terikat. Variabel X1 yaitu kecerdasan spasial yang memiliki skala data
interval/rasio. Variabel X2 yaitu gaya belajar yang memiliki skala data nominal. Sedangkan variabel
Y merupakan hasil belajar pada mata pelajaran gambar teknik yang memiliki data interval/rasio.
Penelitian ini dilakukan di SMK PU Negeri Bandung yang beralamat di Jalan Garut No.10,
Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Populasi dan sampel di penelitian
ini adalah 69 siswa kelas X DPIB tahun ajaran 2020/2021 yang mempelajari gambar teknik di SMK
PU Negeri Bandung.
Untuk mengukur kategori kecerdasan spasial siswa, diperlukan tes berupa pengisian soal-soal
pertanyaan yang sudah disusun sesuai indikator dari instrumen tes kemampuan spasial. Soal-soal
pertanyaan disusun dan diambil dari contoh-contoh soal psikotes kemampuan spasial, sehingga
bentuk pertanyaannya sudah umum digunakan untuk mengukur kategori kecerdasan spasial.
Indikator dari tes kecerdasan spasial dilihat dari Rotasi Mental (RM), Orientasi Spasial (OS), dan
Visualisasi Spasial (SP). Tes tulis pilihan ganda jika jawaban benar adalah 1 dan salah adalah 0.
Pengukuran kecenderungan gaya belajar Reflektor, Teoris, Pragmatis, dan Aktivis
menggunakan Learning Style Questionnaire (LSQ) dari Honey-Mumford. Soal angket yang diberikan
sebanyak 40 soal yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Skala jawaban yang
digunakan ialah skala guttman yang berupa Ya dan Tidak. Skor dihitung 1 jika Ya, dan 0 jika Tidak.

8
Pengumpulan data hasil belajar siswa diambil dari dokumentasi nilai siswa pada materi
proyeksi mata pelajaran gambar teknik kelas X DPIB. Dokumentasi ialah data berupa tulisan, gambar
atau karya sebagai catatan di masa lalu. Penilaian dokumentasi hasil belajar diambil dari nilai
keterampilan dan pengetahuan mata pelajaran gambar teknik berdasarkan kriteria penilaian yang
sudah ditentukan oleh guru mata pelajaran.
Perhitungan analisis data dapat menggunakan bantuan software Ms.Excel 2013, IBM SPSS
Statistics 23 versi Windows 7, maupun perangkat lunak lainnya. Teknik yang digunakan untuk
menjelaskan gambaran statistik deskriptif variabel-variabel ialah dengan mean, modus, median,
standar deviasi, rentang data, skewness, kurtosis, nilai minimum, dan nilai maksimum suatu data.
Setelah itu, data statistik variabel tersebut disajikan ke dalam tabel distribusi frekuesi, diagram
batang, dan grafik kategori setiap variabel.
Penelitian ini menjawab mengenai hipotesis dari variabel-variabel sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama mengukur hubungan antara kecerdasan spasial dengan hasil belajar mata
pelajaran gambar teknik.
• H1 = Terdapat hubungan antara kecerdasan spasial dengan hasil belajar materi proyeksi
pada mata pelajaran gambar teknik.
• H0 = Tidak terdapat hubungan antara kecerdasan spasial dengan hasil materi proyeksi
pada belajar mata pelajaran gambar teknik.
2. Hipotesis kedua mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar
pemikir (reflektor dan teoris) dengan hasil belajar siswa berkategori gaya belajar praktis
(pragmatis dan aktivis).
• H1 = Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar pemikir
(reflektor dan teoris) dengan hasil belajar siswa berkategori gaya belajar praktis
(pragmatis dan aktivis).
• H0 = Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya belajar
pemikir (reflektor dan teoris) dengan hasil belajar siswa berkategori gaya belajar praktis
(pragmatis dan aktivis).
Untuk menjawab hipotesis pertama mengenai hubungan variabel X1 dan Y, keduanya memiliki
skala data yang sama yaitu interval, sehingga teknik analisis yang dilakukan ialah parametrik.
Analisis korelasi harus memenuhi uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji linearitas, dan uji
heteroskedastisitas untuk memastikan bahwa data analisis tidak bias dan konsisten. Analisis korelasi
dilakukan untuk mencari ada tidaknya hubungan di antara variabel dengan melihat hasil perhitungan
koefisien korelasinya. Koefisien korelasi (r) memiliki nilai dari -1 hingga 1 atau -1 ≤ r ≤ 1. Koefisien
korelasi ini menyatakan arah dan kuat hubungan antara variabel. Arah positif artinya jika hubungan

9
searah dan arah negatif jika hubungan berlawanan. Rrumus yang dapat digunakan untuk
menganalisisnya adalah koefisien korelasi Pearson Product Moment.
Tabel 4. Kategori Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Kategori
r = -1 Negatif sempurna
- 1 < r ≤ - 0,80 Negatif tinggi sekali
- 0,80 < r ≤ - 0,60 Negatif tinggi
- 0,60 < r ≤ - 0,40 Negatif sedang
- 0,40 < r ≤ - 0,20 Negatif rendah
- 0,20 < r ≤ 0 Negatif rendah sekali
r=0 Tidak ada korelasi linier
0 < r < 0,20 Positif sangat rendah
0,20 ≤ r < 0,40 Positif rendah
0,40 ≤ r < 0,60 Positif sedang
0,60 ≤ r < 0,80 Positif tinggi
0,80 ≤ r < 1 Positif sangat tinggi
r=1 Positif sempurna
(Sumber: Suprian, 2007)
Kemudian untuk menjawab hipotesis kedua mengenai analisis komparatif hubungan variabel
X2 dan Y. Teknik analisis pada uji hipotesis ini ialah dengan non parametrik, sebab skala data dari
variabel X2 adalah nominal. Rumus yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
rata-rata variabel Y dari masing-masing kategori variabel X2 yaitu rumus Kruskall Wallis H. Rumus
Kruskall Wallis ini digunakan sebagai alternatif dari uji-t yang tidak berdistribusi normal dan
memiliki skala data nominal. Selain itu uji hipotesis kedua juga menggunakan teknik analisis statistik
deskriptif untuk mengetahui besaran nilai rata-rata variabel Y dari setiap kategori variabel X2 pada
populasi. Maksudnya masing-masing tipe gaya belajar akan diketahui nilai rata-rata hasil belajarnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Gambaran dan Pembahasan Kecerdasan Spasial, Gaya Belajar, dan Hasil Belajar Siswa
Hasil analisis statistik deskriptif kecerdasan spasial dan hasil belajar yang memiliki data interval
disajikan dalam tabel 5.
Tabel 5. Hasil Statistik Deskriptif Kecerdasan Spasial dan Hasil Belajar
Statistik Nilai Kecerdasan Spasial Nilai Hasil Belajar
Jumlah Responden (N) 69 69
Skor rata-rata (mean) 10 80
Skor tengah (median) 10 87
Skor paling banyak muncul (mode) 10 89
Simpangan baku (standar deviasi) 3,774 16,263
Varian (ragam data) 14,240 264,489
Kemencengan (skewness) -0,189 -2,165
Keruncingan (kurtosis) -0,300 5,374
Rentang (range) 17 83
Skor terendah (min) 1 13
Skor tertinggi (max) 18 96
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)

10
Kemudian dari hasil data statistik kecerdasan spasial dijelaskan menjadi tiga kategori
kecerdasan spasial seperti tabel 6.
Tabel 6. Kategori Kecerdasan Spasial
Skor Interval Kategori Jumlah Siswa Persentase
skor ≥ 14 Tinggi 10 14,5%
6 ≤ skor < 14 Sedang 49 71%
skor < 6 Rendah 10 14,5%
Jumlah 69 100
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)
Rata-rata skor dari tes kecerdasan spasial 69 siswa kelas X DPIB adalah 10, yang artinya
berada pada kategori sedang. Jumlah responden yang memiliki tingkat kecerdasan spasial sedang
adalah sebanyak 49 responden atau 71%. Kemudian, responden yang berada pada kategori tinggi dan
rendah memiliki jumlah dan persentase yang sama yaitu 10 responden atau 14,5%.
Tabel 7. Hasil Analisis Indikator Kecerdasan Spasial
Indikator Rata-Rata Skor Jawaban Benar Keterangan
= (jumlah skor benar / total seluruh skor benar) x 100% Pemahaman seluruh responden terhadap
RM
= (194 / 414) x 100 % = 46, 9% indikator rotasi mental hanya sebesar 46,9%.
= (jumlah skor benar / total seluruh skor benar) x 100% Pemahaman seluruh responden terhadap
OS
= (308 / 552) x 100 % = 55,8% indikator orientasi spasial sebesar 55,8 %.
= (jumlah skor benar / total seluruh skor benar) x 100% Pemahaman seluruh responden terhadap
VS
= (204 / 414) x 100 % = 49,3 % indikator visualisasi spasial sebesar 49,3 %.
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)
Tabel 7 menggambarkan pemahaman seluruh siswa terhadap masing-masing indikator
kecerdasan spasial. Hal tersebut dilihat dari rata-rata skor jawaban benar dari setiap soal tes.
Pemahaman responden terhadap indikator kecerdasan spasial paling banyak yaitu indikator orientasi
spasial dengan rata-rata skor jawaban benarnya sebesar 55,8%, sisanya menjawab salah. Pemahaman
terhadap indikator visualisasi spasial hanya sebesar 49,3% dan indikator rotasi mental sebesar 46,9%.
Urutan indikator dari yang lebih dipahami oleh siswa kelas X DPIB adalah orientasi spasial,
visualisasi spasial, dan terakhir rotasi mental. Orientasi spasial bertujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam melihat posisi objek atau perspektif objek yang dilihatnya secara berbeda.
Sehingga dapat dikatakan siswa kelas X DPIB paling baik dalam pemahaman membayangkan
hubungan bentuk yang tepat dengan bentuk lainnya, mencari bentuk yang terlihat seperti berada di
bayangan cermin, mencari variasi gambar yang dilihat secara berbeda tetapi pengulangan yang sama,
mencari perbedaan bentuk dari beberapa gambar, menggabungkan gambar yang terbagi-bagi menjadi
gambar yang utuh, menggabungkan potongan gambar yang sesuai sehingga bentuk gambar menjadi
utuh.
Analisis deskripsi statistik dari gaya belajar yang merupakan data nominal disajikan pada tabel
8.

11
Tabel 8. Frekuensi Gaya Belajar
Per-tipe Per-kategori
Kategori Gaya Belajar Tipe Gaya Belajar
Jumlah Siswa Persentase Jumlah Siswa Persentase
Reflektor 38 55,1%
Gaya Belajar Pemikir 50 72,5%
Teoris 12 17,4%
Pragmatis 15 21,7%
Gaya Belajar Praktis 19 27,5%
Aktivis 4 5,8%
Jumlah 69 100% 69 100%
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)
Setelah dilakukan pengumpulan data dari angket yang disebar, dapat diketahui dari jumlah
siswa yang paling dominan atau terbanyak adalah 38 siswa kelas X DPIB memiliki gaya belajar
reflektor atau sebesar 55,1% dari keseluruhan siswa. Gaya belajar kedua yang dominan ialah
pragmatis sebanyak 15 siswa atau 21,7%. Gaya belajar yang dominan ketiga adalah teoris sebanyak
12 siswa atau 17,4%. Gaya belajar yang tidak dominan adalah aktivis sebanyak 4 siswa atau 5,8%.
Jika dilihat dari kategori gaya belajar, kategori gaya belajar pemikir yang terdiri dari reflektor dan
teoris memiliki jumlah siswa sebanyak 50 atau 72,5%. Kategori gaya belajar praktis yang terdiri dari
pragmatis dan aktivis memiliki jumlah siswa sebanyak 19 atau 27,5%.
Kategori gaya belajar pemikir yaitu reflektor dan teoris, memiliki kecenderungan yang sama
sebelum melakukan pekerjaan dengan memahami informasi terlebih dahulu, sehingga resiko
kesalahan dalam proses pengerjaannya akan sedikit karena apa yang dikerjakan akan sesuai dengan
informasi yang didapatkan. Berbeda dengan kategori gaya belajar praktis yaitu pragmatis dan aktivis
yang memiliki kecenderungan memahami saat melakukan kegiatan tanpa memahami terlebih dahulu,
sehingga resiko kesalahan pengerjaannya akan tinggi karena tidak sesuai dengan informasi maupun
teori yang sesuai. Jumlah siswa yang memiliki kategori gaya belajar pemikir pada penelitian ini lebih
banyak dibandingkan dengan kategori gaya belajar praktis. Maka, siswa kelas X DPIB tahun ajaran
2020/2021 lebih dominan berkategori gaya belajar pemikir.
Tabel 9. Kategori Hasil Belajar
Rentang Jumlah Jumlah Siswa
Persentase Kategori Nilai Jumlah Siswa
Nilai Siswa dalam %
100-95 2 2,90%
94-90 15 21,74% Sangat Baik 39 56,52%
89-85 23 33,33%
84-80 7 10,14%
79-75 4 5,80% Baik 19 27,54%
74-70 7 10,14%
69-65 2 2,90% Cukup 2 2,90%
> 65 9 13,04% Sangat Kurang / Di bawah KBM 9 13,04%
Jumlah 69 100% Jumlah 69 100%
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)
Berdasarkan tabel 5 dan tabel 9, rata-rata hasil belajar 69 siswa kelas X DPIB dalam materi
proyeksi gambar teknik adalah sebesar 80 yang artinya berada pada kategori baik. Namun jumlah
siswa dengan nilai terbanyak berada pada kategori sangat baik dengan nilai 89, dengan nilai tertinggi

12
yaitu 96 dan terendah yaitu 13. Dari 69 siswa terdapat 9 siswa atau 13,04% yang belum mencapai
nilai KBM.
Hasil belajar tersebut diambil dari 3 materi proyeksi yaitu proyeksi orthogonal, proyeksi
piktorial, dan proyeksi perspektif. Siswa diharapkan dapat memenuhi tujuan dari pembelajaran
masing-masing materi seperti: 1) dapat menjelaskan definisi dan klasifikasi gambar proyeksi
orthogonal (dua dimensi), proyeksi piktorial (tiga dimensi), dan proyeksi perspektif; 2) dapat
menganalisis aturan gambar proyeksi orthogonal (dua dimensi) dan proyeksi piktorial (tiga dimensi);
3) dapat menerapkan prosedur membuat gambar proyeksi orthogonal (dua dimensi), proyeksi
piktorial (tiga dimensi), dan proyeksi perspektif; 4) dapat menggambar proyeksi orthogonal (dua
dimensi), proyeksi piktorial (tiga dimensi), dan proyeksi perspektif; 5) dapat melatih keaktifan,
disiplin, ketelitian, dan kerjasama siswa selama proses pembelajaran.
Tugas menggambar proyeksi merupakan dasar bagi siswa kelas X sebelum mempelajari materi
kompleks di tingkat selanjutnya. Sebagai mata pelajaran dasar yang baru dikenal siswa, jika dilihat
dari nilai hasil belajarnya terdapat siswa yang memiliki nilai rendah karena kesulitan dalam
memahami maupun mempelajari materi proyeksi. Penyebab lainnya dikarenakan siswa masih
melakukan kesalahan dalam menerapkan langkah-langkah yang sudah dijelaskan dalam jobsheet dari
guru. Selain itu, dari pengamatan saat pembelajaran daring siswa yang terlambat mengumpulkan
tugas akan mendapatkan pengurangan poin. Jadi meskipun gambar siswa sudah baik namun jika tidak
mengumpulkan tugas tepat waktu, akan mengurangi nilai yang didapat.

3.2 Hubungan Kecerdasan Spasial dengan Hasil Belajar


Sebelum melakukan analisis korelasi, data harus memenuhi uji asumsi klasik berupa uji
normalitas, uji linearitas, dan uji heteroskedastisitas. Data kecerdasan spasial (X1) memiliki sebaran
data yang sudah memenuhi syarat distribusi normal, yang dilihat dari nilai signifikansinya yaitu 0,200
lebih besar dari 0,05. Sebaran data hasil belajar (Y) tidak memenuhi syarat distribusi normal, karena
jika dilihat dari nilai signifikansinya yaitu 0,005 kurang dari 0,05. Data nilai unstandardized residual
dari X1 dan Y, menghasilkan data berdistribusi normal yaitu 0,120 > 0,05. Maka data dapat
dilanjutkan hingga analisis korelasi. Kemudian uji linearitas dilihat dari hasil signifikansi uji X 1 dan
Y adalah sebesar 0,004 < 0,05, artinya data sudah memenuhi syarat hubungan linear. Lalu dari
pengujian nilai F pun dihasilkan F hitung > Ftabel yaitu 8,974 > 4,08 sehingga sudah memenuhi
syarat data yang terdapat hubungan linear. Syarat uji heteroskedastisitas yang baik ialah jika hasil uji
tidak memiliki gejala heteroskedastisitas dengan melihat nilai signifikansi pada tabel koefisien > 0,05.
Maka, hasil uji pada tabel 4.12 adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dilihat dari nilai
signifikansi 0,113 > 0,05.

13
Setelah dilakukan uji asumsi klasik, dilakukan analisis korelasi menggunakan rumus Pearson
Product Moment untuk mencari koefisien korelasinya. Untuk menjawab hipotesis pertama mengenai
ada atau tidaknya hubungan dilihat dari nilai signifikansi analisis korelasi. Jika terdapat hubungan
maka sig. < 0,05 dan jika tidak terdapat hubungan maka sig. > 0,05. Hasil analisis korelasi pearson
menunjukkan bahwa nilai signifikansi hubungan X1 dan Y sebesar 0,009 yang berarti kurang dari
0,05 atau terdapat hubungan yang signifikan. Hasil r pearson correlation atau koefisien korelasinya
sebesar 0,314 dan termasuk kategori positif rendah koefisien korelasinya. Arah positif berarti variabel
X1 dan Y memiliki hubungan yang searah, sedangkan kekuatan hubungan rendah artinya hampir tidak
memiliki korelasi.
Keputusan uji hipotesis variabel X1 dengan Y adalah H1 diterima dan H0 ditolak. Maka, terdapat
hubungan yang signifikan secara positif antara kecerdasan spasial dengan hasil belajar materi
proyeksi pada mata pelajaran gambar teknik. Namun, kekuatan hubungan kedua variabel cenderung
rendah / lemah dengan nilai koefisien korelasi = 0,314. Artinya, jika kecerdasan spasial ditingkatkan,
maka hasil belajar pun akan meningkat. Begitu pun jika terjadi penurunanan kecerdasan spasial, maka
hasil belajar pun akan menurun.
Kecerdasan spasial adalah kemampuan siswa dalam memahami dan membayangkan suatu
objek dalam bentuk gambar baik dua dimensi maupun tiga dimensi, sehingga memudahkan proses
peningkatan keterampilan suatu pelajaran. Materi proyeksi pada mata pelajaran gambar teknik
merupakan kompetensi yang membutuhkan pemahaman lebih terhadap istilah geometris dalam
bentuk visual seperti garis, sudut, titik, bidang. Gambar proyeksi merupakan cara penggambaran
bayangan dari objek yang dilihat sehingga membentuk gambar dua dimensi dan tiga dimensi.
Pemahaman dalam membayangkan bentuk objek dari gambar proyeksi tersebutlah yang
membutuhkan kemampuan spasial-visual pada siswa.
Menurut Subhan (2017), metode drill dapat mengatasi masalah kesulitan belajar pada mata
pelajaran gambar teknik sehingga dapat membantu siswa meningkatkan nilai hasil belajarnya.
Metode drill adalah metode pembelajaran latihan yang dilakukan sehingga siswa dapat meningkatkan
keterampilannya. Kemampuan spasial siswa pun dapat ditingkatkan apabila dilakukan latihan
terhadap pemahaman bentuk-bentuk soal kemampuan spasial. Soal-soal kemampuan spasial dapat di
akses melalui buku, internet, maupun platform yang menyediakan psikotes gambar. Dengan begitu
pemahaman terhadap permasalahan bentuk-bentuk geometris dapat terbiasa dan menemukan
jawabannya dengan cepat.

14
3.3 Perbedaan Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Berkategori Gaya Belajar Pemikir (Reflektor
dan Teoris) dengan Praktis (Pragmatis dan Aktivis)
Teknik analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis kedua adalah dengan non-parametrik,
dikarenakan jenis data variabel gaya belajar (X2) adalah nominal dan data hasil belajar tidak
berdistribusi normal. Teknik analisis non-parametrik ini tidak melakukan uji asumsi klasik. Jumlah
data yang dilakukan analisis uji hipotesis ini adalah 69 siswa. Rumus yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata hasil belajar dari kategori gaya belajar pemikir
dengan praktis adalah rumus Kruskall Wallis.
Syarat apabila terdapat perbedaan jika nilai asymp. sig. kurang dari 0,05, sedangkan jika nilai
asymp. sig. lebih dari 0,05 maka tidak terdapat perbedaan. Dari hasil analisis Kruskall Wallis, nilai
asymp. sig. adalah 0,001 atau kurang dari 0,05 artinya terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa
berkategori gaya belajar pemikir (reflektor dan teoris) dengan rata-rata hasil belajar siswa berkategori
gaya belajar praktis (pragmatis dan aktivis).
Tabel 10. Statistik Rata-Rata Hasil Belajar pada 4 Tipe Gaya Belajar
Jumlah Siswa dengan Gaya Belajar
Statistik Kategori Pemikir Kategori Praktis
Reflektor Teoris Pragmatis Aktivis
Jumlah Responden 38 12 15 4
Rata-Rata Hasil Belajar 84 86 73 45
Kategori Hasil Belajar Baik Sangat Baik Baik Sangat Kurang
(Sumber: Hasil Analisis Data Peneliti, 2021)
Jumlah siswa yang memiliki kategori gaya belajar pemikir adalah 50 dengan rata-rata nilai hasil
belajarnya lebih tinggi dibandingkan siswa berkategori gaya belajar praktis yang berjumlah 19 siswa.
Gaya belajar reflektor dan teoris termasuk dalam kategori gaya belajar pemikir, sedangkan gaya
belajar pragmatis dan aktivis termasuk dalam kategori gaya belajar praktis. Siswa kelas X DPIB
berkategori gaya belajar pemikir memiliki rata-rata nilai yang sangat baik dan baik. Berbeda dengan
siswa yang berkategori gaya belajar praktis, rata-rata nilainya berada pada kategori baik dan sangat
kurang.
Peneliti membagi gaya belajar menjadi dua kategori dikarenakan untuk menggambarkan
kecenderungan siswa dalam proses memahami materi gambar teknik dalam kegiatan praktik
menggambar. Jika siswa cenderung memahami materi atau mencari informasi terlebih dahulu
sebelum melakukan kegiatan praktik menggambar, artinya siswa tersebut cenderung menjadi tipe
pemikir seperti karakteristik dalam gaya belajar reflektor dan teoris. Namun, jika siswa cenderung
langsung melakukan kegiatan praktik menggambar tanpa memahami ataupun mencari informasi
mengenai materi terlebih dahulu, artinya siswa tersebut cenderung menjadi tipe yang praktis seperti
karakteristik dalam gaya belajar pragmatis dan aktivis.

15
Maka dari itu, penerapan gaya belajar reflektor dan teoris pada kegiatan pembelajaran materi
proyeksi mata pelajaran gambar teknik dapat menjadi upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa
di kelas baik dalam aspek pengetahuan maupun keterampilan. Meskipun keduanya cenderung
memahami terlebih dahulu materi sebelum praktik, cara belajar teoris lebih berpengaruh terhadap
kenaikan nilai hasil belajar. Hal tersebut dikarenakan gaya belajar reflektor memiliki ciri melakukan
praktik hanya berdasarkan apa yang dipahaminya bukan dari teori yang sudah ditetapkan, sehingga
cenderung melakukan sedikit kesalahan akibat salah memahami.
Dari gaya belajar pragmatis dan aktivis dalam kategori gaya belajar praktis, keduanya tidak
disarankan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran gambar teknik dikarenakan dapat
menghasilkan nilai rata-rata hasil belajar yang kurang baik atau cukup. Selain itu cara belajar siswa
jika melakukan praktik langsung tanpa memahami materi terlebih dahulu akan beresiko melakukan
kesalahan tinggi, sehingga menyebabkan penurunan nilai hasil belajarnya.
Hasil belajar siswa belum mencapai kriteria penilaian dikarenakan siswa tidak memahami
langkah pengerjaan tugas gambar. Upaya yang dapat dilakukan ialah dengan bertanya kepada guru
atau teman, dan mencari sumber belajar selain yang diberikan oleh guru misalnya menonton video
tutorial menggambar agar lebih memahami materi maupun pengerjaan tugasnya.
Berdasarkan penelitian Sangvigit (2012), mengenai penggunaan media pembelajaran daring
yang cocok pada setiap gaya belajar model Honey dan Mumford. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa prestasi gaya belajar reflektor yang tinggi jika menggunakan media pembelajaran video,
sedangkan teoris menggunakan media pembelajaran teks tertulis. Lalu prestasi belajar dari gaya
belajar pragmatis dan aktivis rendah saat menggunakan materi teks tertulis. Dari penelitian tersebut,
dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru disesuaikan dengan
penggunaan media pembelajaran yang cocok.
Oleh karena itu, dari keempat gaya belajar model Honey dan Mumford, hasil belajar yang
tinggi di dominasi oleh kategori gaya belajar pemikir yaitu teoris dan reflektor. Meskipun gaya belajar
teoris memiliki rata-rata hasil belajar tertinggi tapi gaya belajar ini bukan termasuk gaya belajar yang
dominan di kelas X DPIB. Hasil belajar materi proyeksi memiliki rata-rata yang baik apabila cara
belajarnya dilakukan dengan mengamati dan memahami terlebih dahulu mengenai konsep dari
materi. Lalu setelah itu melakukan praktik sesuai dengan apa yang sudah dipahami dalam materi.

IV. KESIMPULAN
Penelitian di SMK PU Negeri Bandung yang diikuti oleh 69 siswa kelas X DPIB tahun ajaran
2020/2021, menghasilkan kesimpulan penelitian sebagai berikut:

16
1. Rata-rata kecerdasan spasial siswa berkategori sedang. Gaya belajar siswa yang dominan ialah
gaya belajar reflektor yang termasuk dalam kategori gaya belajar pemikir. Rata-rata hasil
belajar siswa dalam materi proyeksi berkategori baik.
2. Kecerdasan spasial dengan hasil belajar materi proyeksi pada mata pelajaran gambar teknik
memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan kekuatan hubungan yang rendah.
Artinya, jika kecerdasan spasial ditingkatkan, maka hasil belajar pun akan meningkat.
3. Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar materi proyeksi pada mata pelajaran gambar teknik
siswa yang berkategori gaya belajar pemikir (reflektor dan teoris) dengan yang berkategori gaya
belajar praktis (pragmatis dan aktivis). Nilai rata-rata hasil belajar siswa berkategori gaya
belajar pemikir lebih tinggi dibandingkan berkategori gaya belajar praktis. Siswa berkategori
gaya belajar pemikir memiliki rata-rata nilai yang sangat baik, sedangkan siswa yang
berkategori gaya belajar praktis memiliki rata-rata nilai yang cukup.

V. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. (2017). Pengantar Psikologi Intelegensi Cetakan XII. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Alimuddin. (2018). Profil Kemampuan Spasial Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Siswa yang
Memiliki Kecerdasan Logis. Jurnal Pendidikan Matematika 2 (2), 169-182. Diakses pada 22
April 2021 [Online].
Gardner. (2018). Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk): Teori Dalam Praktik terjemahan.
Tangerang Selatan: Interaksara.
Ghufron. (2014). Gaya Belajar: Kajian Teoretik Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamri, Permana. (2017). Hubungan Multiple Intelligence dengan Gaya Belajar Peserta Didik pada
Mata Pelajaran Biologi Kelas X SMAN 3 Padang. Jurnal Biosains, Vol. 1, 2, 315-321. Diakses
pada 19 Agustus 2021 [Online].
Latifah. (2019). Profil Penalaran Spasial Siswa Dalam Memecahkan Masalah Ditinjau dari Tingkat
Kemampuan Matematika. Jurnal MATHEdunesia, Vol.3, No.8, 589-594. Diakses pada 22
April 2021 [Online].
Munir. (2012). Pembelajaran Jark Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:
Alfabeta.
Psikomedia. (2012). Psikotes Gambar. Jakarta Timur: Laskar Aksara. Diakses pada 25 Maret 2021
[E-Book Online].
Rapi, Muhammad. (2016). Prinsip dan Konsep Gambar Teknik Proyeksi. Makassar: UNM.

17
Sangvigit, Panarat. (2012). Correlation of Honey & Mumford Learning Styles and Online Learning
media preference. Jurnal Computer Technology & Applications, Vol. 3, 3, 1312-1317.
Diakses pada 12 Juli 2021 [Online]
Sarabdeen. (2013). Learning Styles and Training Methods. Jurnal IBIMA Publishing, Vol.2013, 1-9.
Diakses pada 21 Mei 2021 [Online].
Setiani. (2018). Pengaruh Tingkat kecerdasan Visual-Spasial terhadap Literasi Kuantitatif Mahasiswa
Calon Guru Matematika. Jurnal KREANO 9 (1), 38-46. Diakses pada 23 Maret 2021 [Online].
Subhan, dkk. (2017). Penerapan Metode Pembelajaran Drill untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
pada Mata Pelajaran Gambar Teknik. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol.4, 2, 247-266.
Diakses pada 14 Juli 2021 [Online].
Suprian. (2007). Statistika. Bandung: DPTA FPTK UPI.
Tim Media Cipta Guru SMK. (2019). Gambar Teknik Manufaktur untuk Pembelajaran SMK.
Temanggung: Desa Pustaka Indonesia. Diakses pada 22 April 2021 [E-Book Online].
Uno, Hamzah. (2009). Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

18

Anda mungkin juga menyukai