PENDAHULUAN
1
2
prinsip bahwa cara belajar terbaik bagi peserta didik adalah dengan
melakukan, dengan mengeksplorasi lingkungannya yang terdiri atas orang,
hal, tempat dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik (pembelajaran kontekstual). Selain itu, peserta didik belajar dari
pengalaman langsung dan konkrit seperti, menulis, menanam bunga,
mengukur benda, membaca buku, melihat/menyimak gambar, menggunakan
peta atau membuat peta dan melakukan evaluasi atau penilaian. Keterlibatan
aktif dengan benda dan gagasan ini mendorong peserta didik aktif berfikir
untuk mendapatkan pengetahuan baru dan memadukannya denga
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Keterlibatan aktif dengan lingkungan
sosial dan fisik serta gagasan yang berkait dengan kehidupan nyata akan
mendorong mahasiswa aktif berfikir untuk mendapatkan pengetahuan baru
dan memadukannya dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Untuk
memfasilitasi pembelajaran aktif, guru harus menggunakan berbagai strategi
yang aktif dan kontekstual, dengan melibatkan pembelajaran bersama
(cooperative learning) dan mengakomodasi perbedaan jender dan gaya
belajar masing-masing peserta didik. Hal tersebut bermanfaat untuk
memaksimalkan kemampuan pembelajar dalam memahami hal baru dan
dapat menggunakan informasi baru tersebut dalam kehidupan mereka sehari-
hari. Pembelajaran aktif juga dapat mengangkat tingkat pembelajaran dari
ketrampilan berfikir tingkat rendah (pengmatan, menghafal, dan mengingat
informasi, pengetahuan akan gagasan umum yakni tentang apa, dimana dan
kapan) hingga keterampilan berfikir tingkat yang lebih tinggi (memecahkan
masalah, analisis, sintesis, evaluasi yakni tentang bagaimana dan mengapa).
Dengan demikian proses pembelajaran menjadi bermakna dan memiliki
peranan yang sangat penting.
Pada umumnya, pembelajaran IPS oleh guru dianggap sebagai ilmu
yang banyak menghafal. Hal ini menular pada peserta didik, sehingga dalam
pembelajaran IPS sering dijumpai adanya siswa yang kurang mengikuti
aktifitas-aktifitas yang harus dilakukan oleh siswa, siswa tidak merespon apa
yang dikatakan oleh guru. Lebih parah dari itu, guru sering membuat soal
3
yang menuntut taraf berfikir tingkat rendah seperti soal-soal pengetahuan dan
pemahaman, jarang soal-soal yang menuntut berfikir tingkat tinggi dilakukan
oleh guru. Inilah salah satu yang menyebabkan siswa menjadi tidak senang
terhadap pembelajaran IPS. Hal ini nampak pada prestasi belajar siswa Kelas
VI SD Negeri Jatimulyo Wedarijaksa Pati pada semester I Tahun 2011/2012,
berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 72. Padahal
salah satu kompetensi dasar IPS pada semester tersebut adalah
membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial Negara-negara
Tetangga. Untuk mencapai kompetensi membandingkan, perlu pembelajaran
didesain dengan mengaktifkan siswa dengan menggunakan peta.
Mendasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik
untuk ikut ambil bagian memecahkan permasalahan tersebut dengan
melakukan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS
melalui Penggunaan Peta bagi Siswa Kelas VI SD Negeri Jatimulyo
Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelajaran
2011/2012.
3. Hal ini menunjukkan penurunan skor dari skor rapor kelas V dengan
nilai tes harian kelas VI, apakah ini disebabkan oleh kualitas
pembelajaran di kelas. Hal ini berbeda dengan besarnya skor yang
diperoleh dari skor rata-rata non tes yakni dari pekerjaan rumah (PR)
sebesar 78, yang berada diatas KKM sebesar 72. Dari sisi PR,
kemampuan siswa dapat lebih unggul daripada kemampuan untuk
mengerjakan tes harian di sekolah.
4. Dalam pembelajaran di kelas, guru hanya mengacu kepada banyaknya
materi yang diberikan kepada siswa, sehingga dalam pembelajaran, guru
selalu menggunakan metode ceramah. Guru termotivasi untuk
memberikan materi pelajaran sebanyak-banyaknya, hal ini menjadikan
pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga pembelajaran menjadi tidak
bermakna. Padahal paradigma pembelajaran saat ini menggunakan
paradigma konstruktivistik, artinya siswa melakukan konstruksi atau
membangun realita yang ada di lapangan dihubungkan dengan materi
pembelajaran. Fokus dari pembelajaran adalah mencapai kompetensi
peserta didik.
5. Pembelajaran yang berpusat pada guru, menyebabkan siswa menjadi
pasif, hal ini nampak pada tidak dikerjakannya tugas dari guru seperti
sebanyak 66,7 % siswa tidak mau membaca buku yang diperintahkan
oleh guru. Hal ini didukung oleh sebanyak 70,8% dari seluruh siswa
yang ada, tidak dapat memahami isi bacaan yang diberikan oleh guru.
Ketika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya, siswa yang berani berpendapat hanya mencapai 54,2%.
Sebanyak 45,8 % siswa tidak berani mengajukan pertanyaan meskipun
siswa tidak memahami materi yang bersangkutan.