Anda di halaman 1dari 10

PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG DENGAN METODE

LAHAN BASAH BUATAN

Oleh :

Muhammad Rizal
1710513310008
Ilmu Tanah

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.................................................................................................... i

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

ISI ….………................................................................................................... 2

2.1. Prinsip Pengelolaan AAT dengan Lahan Basah Buatan ................. 2

2.2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Lahan Basah Buatan ............ 2

2.3. Contoh Pengelolaan AAT dengan Lahan Basah Buatan ............... 3

2.3.1 Pengaruh Pemberian Dosis Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS) Pada Media Lahan Basah Buatan (Constructed

Wetland) Terhadap pH, Fe, Mn Untuk Pengelolaan

Air Asam Tambang di PT Jorong Barutama Greston................ 3

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 6

Kesimpulan.............................................................................................. 6

Saran........................................................................................................ 6

DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Salah satu persoalan lingkungan serius yang dihadapi oleh industri

pertambangan di banyak negara, termasuk Indonesia, adalah pembentukan air

asam tambang (AAT). Air asam tambang terbentuk akibat oksidasi mineral-

mineral sulfida, terutama pirit (FeS2) yang banyak terkandung pada lapisan

batuan penutup maupun lapisan batubara dan berasosiasi dengan bijih logam atau

mineral. Pada saat material tersebut terangkat ke permukaan bumi, maka mineral

pirit teroksidasi menghasilkan asam sulfat yang sangat masam (pH rendah) dan

konsentrasi logam-logam larut tinggi.

Karena tingkat kemasaman dan konsentrasi logam larutnya tinggi, jika

AAT mengalir ke ekosistem akuatik dapat menjadi polutan yang meracuni ikan

dan organisme akuatik lainnya. Air tercemar AAT juga dapat mengakibatkan

terjadinya kerusakan/korosi bangunan-bangunan sipil dan pipa-pipa saluran air

irigasi atau air minum dan air menjadi tidak layak konsumsi. Jika terbentuk atau

melewati ekosistem daratan (tanah), AAT dapat mencemari dan meracuni

organisme tanah, termasuk vegetasi. Oleh karena itu upaya mencegah,

mengurangi atau menghambat terbentuknya AAT dari material yang berpotensi

menghasilkan asam (at-source) menjadi sangat penting, sebelum AAT tersebar ke

lingkungan yang lebih luas. Demikian juga upaya remediasi AAT yang sudah

terbentuk sangat penting untuk mengurangi tingkat kerusakan lingkungan.

(Munawar, 2017)
ISI

2.1 Prinsip Pengelolaan AAT dengan Lahan Basah Buatan

Lahan basah buatan merupakan sistem yang digunakan untuk mengolah

limbah pemukiman,perkotaan,industri dan pertanian. Lahan basah buatan adalah

sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang telah didesain dan dibangun

menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi, media, dan

mikroorganisme untuk mengolah air limbah (Vymazal, 2010).

Sistem lahan basah buatan yang dikembangkan saat ini yaitu Free Water

System (FWS) dan Sub-surface Flow System (SSF). Free Water System (FWS)

merupakan sistem dengan aliran di atas permukaan tanah. Sub-surface Flow

System (SSF) merupakan sistem dengan aliran di bawah permukaan tanah. Air

limbah yang melewati lahan basah buatan mengalir melalui tanaman yang

ditanam pada media yang berpori. secara ekonomis, konsep FWS baik untuk

diterapkan pada pemukiman skala besar dan sistem industri. Namun secara

konsep SSF baik bila diterapkan pada skala yang kecil seperti perumahan

individual, komunal, taman, sekolah dan fasilitas publik serta area komrsial.

Karena pengaliran air di bawah permukaan batuan, larva dan nyamuk tidak dapat

berkembang biak (Metcalf & Eddy, 2003, Crites dan Tchobanoglous, 1998)

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Lahan Basah Buatan

Lahan basah buatan diketahui mempunyai beberapa manfaat seperti

pengolahan yang efektif dan bangunan yang kokoh, hemat energi, biaya lebih

murah dibandingkan dengan sistem konvensional, memberikan nilai estetika,


3

komersial dan dapat berfungsi sebagai habitat kehidupan liar dengan

berkembangnya flora dan fauna yang dapat beradaptasi (Kent, 2001).

Namun kriteria umum untuk menentukan spesies tumbuhan lahan basah

yang cocok untuk pengolahan limbah belum ada, karena sistem yang berbeda

memiliki tujuan dan standar yang berbeda. Hal yang patut dipertimbangkan

dalam pemilihan tanaman adalah toleran terhadap limbah, mampu mengolah

limbah, dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengetahui tingkat

toleransi tanaman terhadap limbah maka perlu diketahui konsentrasi nutrisi

dalam limbah. Tumbuhan timbul dan tumbuhan mengapung lebih banyak dipilih

untuk digunakan dalam studi lahan basah buatan skala laboratorium.

2.3 Contoh Pengelolaan AAT dengan Metode Lahan Basah Buatan

Contoh pengelolaan AAT dengan LBB yang telah berhasil adalah sebagai

berikut :

2.3.1 Pengaruh Pemberian Dosis Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Pada

Media Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) Terhadap Ph, Fe, Mn

Untuk Pengelolaan Air Asam Tambang di PT Jorong Barutama Greston

Pengelolaan air asam tambang (AAT) dilakukan dengan metode

penanganan seperti sistem aktif dan sistem pasif. Sistem aktif menggunakan

bahan kimia yang bersifat basa untuk menetralisir keasaman air dengan bahan

penetral yang digunakan (seperti tawas, Poly Aluminium Chlorida/PAC, dan

Nalcolyte) dilakukan pada saat limbah cair sebelum dialirkan. Sistem pasif

mengalirkan air asam tambang ke areal lahan basah baik secara alami atau buatan.
4

Metode untuk mengurangi dampak air asam tambang ialah dengan metode lahan

basah buatan (Constructed Wetland) merupakan metode alternative untuk

mengolah limbah, membersihkan air dengan proses alami. Kelebihan dari metode

penanganan pasif adalah lebih mudah, ramah lingkungan, dan biaya yang

digunakan lebih sedikit dibandingkan metode konvensional (Prihatini dan

Priatmadi, 2015). Tanah, pasir, batuan atau bahan-bahan organik seperti tandan

kosong kelapa sawit (TKKS), serbuk gergaji merupakan media yang digunakan

pada sistem lahan basah buatan. Penelitian ini menggunakan TKKS sebagai media

pada sistem lahan basah buatan.

Kompos TKKS juga mampu memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi

tanah. Jika diberikan dalam jumlah banyak maka akan semakin baik dalam

memperbaiki kesuburan tanah. Limbah TKKS dapat dimanfaatkan sebagai

sumber pupuk organik yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. TKKS memiliki

kandungan hara yang cukup tinggi seperti N, P, K. Udoetok (2012) menyatakan

sampel dari abu TKKS yaitu memiliki pH 10,9 yang menunjukkan bahwa sampel

tersebut bersifat basa dimana kompos TKKS dapat memperbaiki pH tanah, nilai

pH yang tinggi berpotensi sebagai bahan pembenah kemasaman tanah, TKKS

memiliki kandungan serat yang tinggi seperti selulosa, lignin dan unsur organik

(Darnoko dkk, 1993).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian dosis

TKKS pada media lahan basah buatan terhadap pH, Fe, Mn untuk pengelolaan air

asam tambang yang sesuai dengan baku mutu limbah cair pertambangan Sistem

lahan basah buatan menunjukkan peningkatan Mn dalam air setelah diaplikasikan

dengan dosis TKKS berpengaruh sangat nyata, dimana hasil analisa awal
5

kandungan Mn air asam tambang yaitu 2,78 ppm, sedangkan setelah diaplikasikan

dengan TKKS mengalami kenaikan konsentrasi kecuali kontrol, dimana perlakuan

TK 1, TK 2, TK 3 telah memenuhi baku mutu limbah cair pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian

tandan kosong kelapa sawit (TKKS) pada media lahan basah buatan (constructed

wetland) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kenaikan pH, Fe, Mn dalam

air dibandingkan perlakuan kontrol. Dosis yang efektif untuk pengelolaan air

asam tambang yaitu TK 2 (TKKS 200 gr + pupuk kandang 100 gr), dimana nilai

pH, Fe, Mn telah memenuhi baku mutu limbah cair pertambangan.

1
Nurul Syamsiah, Bambang Joko P, Abdul Hadi. 2020. Pengaruh Pemberian Dosis Tandan Kosong

Kelapa Sawit (TKKS) Pada Media Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) Terhadap pH, Fe,

Mn Untuk Pengelolaan Air Asam Tambang di PT Jorong Barutama Prosiding Seminar Nasional
6

Lingkungan Lahan Basah, Volume 5 Nomor 3 Halaman 41-45 April 2020.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Meskipun studi pengelolaan AAT itu sudah cukup panjang dilakukan di

banyak negara dan menghabiskan dana sangat besar, terutama di negara-negara

maju di Eropa, Amerika Utara, dan Australia, masih banyak persoalan lingkungan

terkait dengan AAT yang belum terpecahkan dengan baik, termasuk di Indonesia.

Oleh karena itu penelitian bidang pengelolaan AAT di Indonesia masih sangat

diperlukan pada saat ini dan di masa yang akan datang. Selama masih ada bahan

atau limbah yang mengandung mineral-mineral sulfida, terutama pirit, yang

terdedah ke atmosfer dan air, maka selama itu pula AAT akan terbentuk.

Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan bahwa persoalan AAT dapat

berlangsung sangat lama, jauh setelah tambang ditutup bahkan sampai berabad-

abad lamanya.

Saran

Masa pandemic yang luar biasa Panjang sangat menuntut mahasiswa lebih

kreatif dalam membangun pengetahuan, semoga saja cepat berlalu dan

perkuliahan Kembali seperti semula.


DAFTAR PUSTAKA

Crites, R dan Tchobanoglous, G. 1998. Small and Decentralized Wastewater


Management SystemsWetlands and Aquatic Treatment. McGraw-gill
Book. Co-Singapore.

Kent, Donald M. 2001. Applied Wetlands Science and Technology. CRC Press,
Boca Raton, Florida.

Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth
Edition. MC Graw Hill International, New York.

Munawar, 2017. Pengelolaan Air Asam Tambang: Prinsip-prinsip dan


Penerapannya. UNIB PRESS, Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Syamsiah, 2020. Pengaruh Pemberian Dosis Tandan Kosong Kelapa Sawit


(TKKS) Pada Media Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Terhadap pH, Fe, Mn Untuk Pengelolaan Air Asam Tambang di PT
Jorong Barutama Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah,
Volume 5 Nomor 3 Halaman 41-45 April 2020.
Vymazal J. 2010. Review of constructed wetlands for wastewater treatment.
Water. 2: 530-549.

Anda mungkin juga menyukai