Anda di halaman 1dari 4

Tipe-tipe 

IT Disaster Recovery Plan


Berdasarkan fungsi utamanya yang berguna untuk melindungi serta menyelamatkan
data ketika terjadi bencana, IT Disaster Recovery Plan dapat dibagi ke dalam beberapa
jenis menurut sistem pemulihan bencana. Berikut ulasannya:

1. Disaster Recovery Virtual


DRP jenis ini mengandalkan metode virtualisasi dalam proses pemulihan data dan
juga didukung oleh sejumlah portal virtualisasi dengan
kemampuan backup serta restore data. Bagaimana proses kerjanya? Sistem pemulihan
virtual segera melakukan tindakan penyelamatan saat terjadi bencana data tanpa
harus menunggu server fisik menyelesaikan beban kerjanya. Karenanya, dari segi
efisiensi waktu, jenis recovery ini pun dianggap lebih menguntungkan.

2. Disaster Recovery Jaringan
Berpusat pada pemulihan jaringan yang berkembang dari asumsi jaringan
perusahaan, DRP ini berfokus pada aspek penting jaringan yang harus diselamatkan
saat bencana melanda. Prosedur pemulihan jaringan umum biasanya melibatkan
penggantian perangkat jaringan, koneksi dengan anggota tim IT, serta sejumlah
usaha terkait lain untuk memulihkan konektivitas yang sempat terputus.

3. Disaster Recovery dalam Pusat Data


Untuk bisa melakukan proses manajemen bencana pada jenis ini, perlu dilakukan
pengembangan terlebih dahulu pada pusat data yang ditempatkan dalam sebuah
sistem komputerisasi. Hal ini dikarenakan, prosedur pengembangan pusat data jenis
ini meliputi pemantapan perangkat serta pengamanan lokasi.

4. Disaster Recovery Berbasis Cloud


Tak kalah populer dengan jenis DRP lainnya, manajemen mitigasi bencana berbasis ini
berpusat pada cloud storage, yaitu portal pemulihan data penyimpanan yang diatur
oleh penyedia layanan pihak ketiga. Perusahaan akan memiliki pusat data aman di
dalam cloud tanpa perlu mengembangkan fasilitas sendiri atau mempekerjakan
tenaga ahli dengan menggunakan cloud-based disaster recovery, sehingga seluruh
prosedur pengamanan data pun dijalankan secara lebih praktis.
Manfaat memiliki IT Disaster Recovery Plan
pada Perusahaan
Selain manfaat keberlangsungan business continuity yang didapatkan bila perusahaan
memiliki program DRP ini, adapun manfaat lain yang akan diterima, antara lain:

1. Efisiensi Biaya
Dengan menjaga sistem IT tetap dalam kondisi yang optimal, menganalisis potensi
ancaman, serta mencari solusi untuk menjamin kelangsungan bisnis dan cyber
security, Anda akan memiliki pembaharuan yang tepat waktu serta aset teknologi yang
lebih inovatif. Jadi, bisnis pun bisa menghemat biaya jangka panjang dan pengeluaran
juga menjadi lebih efektif.

2. Meningkatkan Produktivitas Karyawan


Setidaknya Disaster Recovery Plan harus ditangani oleh dua orang dengan tugas yang
sama pada beberapa kasus, karena sistem redudansi terbukti lebih bermanfaat dan
terintegrasi. Penerapan DRP akan membuat perusahaan mendapatkan benefit terkait
integrasi jaringan ketika beberapa karyawan mampu menangani tugas yang
diberikan. Tak hanya itu, jika karyawan melakukan cuti liburan atau sakit, ada partner
kerja lainnya yang tetap dapat melakukan tugas tersebut.

3. Membantu Perusahaan Paham Skalabilitas


Tidak hanya lebih siap untuk pulih setelah bencana, DRP dapat membantu
mengurangi risiko human error dan merampingkan proses IT. Dengan begitu
skalabilitas perusahaan juga bisa dipahami secara lebih mendalam.

Contoh Kasus IT Disaster Recovery Plan


Kejadian downtime yang walau hanya terjadi satu jam dapat mengakibatkan kerugian
hingga puluhan miliar rupiah. Itulah mengapa, sudah saatnya para pimpinan
perusahaan untuk mengubah mindset terhadap biaya collocation bagi disaster
recovery yang dikira mahal, karena ternyata justru lebih murah dan menguntungkan
jika dibandingkan dengan downtime yang tidak dapat diprediksi. Walau untuk
perusahaan teknologi yang besar sekalipun, tetap tidak ada yang kebal
terhadap downtime seperti contoh kasus berikut ini:
1. Amazon Web Services (AWS)
Merupakan penyedia cloud terbesar di dunia yang pada 28 Februari 2017 yang lalu
mengalami downtime selama 5 jam. Downtime yang terjadi pada
layanan cloud AWS menyebaban Netflix, Tinder, Airbnb, Reddit dan IMDb
menjadi offline.

Kejadian downtime tersebut disebabkan karena kesalahan coding konfigurasi pada


salah satu sensor yang menimbulkan masalah katastropik. Namun, untuk perusahaan
dengan sistem yang sangat kompleks, kemampuan AWS melakukan pemulihan dalam
waktu 5 jam merupakan hal yang cukup baik. Tapi tentunya hal ini tidak baik secara
biaya dan kerugian para pelanggan.

AWS menggunakan lingkungan DevOps dan orkestrasi infrastruktur teknologi


informasi, sehingga segala masalah yang timbul dapat cepat mereka kembalikan
normal. Ini disebut dengan istilah rollback. Hanya saja, semakin kompleks maka
semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk dapat kembali pulih.

Penyebaran dengan kode yang buruk merupakan faktor terbesar


penyebab downtime di perusahaan manapun. Oleh karena itu, seluruh perusahaan
wajib memiliki infrastruktur data center cadangan agar tetap dapat beroperasi.
Kebutuhan akan Disaster Recovery Center ini akan semakin terlihat pada contoh kasus
DRP kedua selanjutnya.

2. Data Center Biznet


Pada tanggal 1 Maret 2017, salah satu data center Biznet di Jakarta mengalami
kegagalan dalam membangkitkan sumber listrik cadangan. Hal ini mengakibatkan
beberapa situs marketplace besar di Indonesia tumbang selama kurang lebih 6 jam.

Sayangnya, Tokopedia, Bukalapak, dan JD.ID sepertinya tidak memiliki DRP, karena
selama data center Biznet mengalami downtime, ketiga situs e-commerce tersebut tetap
tidak dapat diakses.

Bisa jadi ini merupakan contoh kasus DRP yang tidak didukung dengan strategi
pemulihan bencana. Anda dapat melihat perbedaan rencana pemulihan bencana
dengan rencana keberlangsungan usaha agar terbebas dari kesalahan yang dapat
menempatkan perusahaan ada pada kondisi sulit.
3. Beberapa Maskapai Penerbangan di Amerika Serikat
Beberapa perusahaan maskapai penerbangan di AS juga pernah
mengalami downtime. Data center yang mereka pakai dari milik sendiri maupun pada
fasilitas collocation data center dari pihak ketiga mengalami kegagalan pembangkit
daya listrik cadangan. Kejadian downtime tersebut berlangsung beberapa hari,
lantaran mereka hanya berfokus pada strategi pemulihan dengan penggantian
perangkan UPS Fly Wheel (Geared UPS).

Tentunya kejadian downtime di atas dapat kita ambil sebagai contoh kasus penerapan
DRP yang kurang memadai. Untuk dapat memastikan pemulihan bencana
perusahaan berjalan sesuai rencana, jalan satu-satunya adalah dengan selalu
melakukan pengujian. Hanya dengan kesiapan yang baik maka
kejadian downtime dapat diatasi secepat mungkin. Semakin cepat downtime, maka
semakin sedikit potensi kerugian dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

IT Disaster Recovery Plan Backup Strategy


Disaster recovery plan dimulai dari menentukan tingkat bisnis mana yang paling
penting agar operasional tetap berjalan, sehingga Anda harus menentukan RTO
atau Recovery Time Objective serta Recovery Point Objective. Ada beberapa cara dalam
membuat DRP. Berikut adalah langkah-langkah dasar dari disaster recovery plan:

Anda mungkin juga menyukai