Oleh:
DESENTRALISASI FISKAL
LINGKUP UU HKPD
TANTANGAN DESENTRALISASI FISKAL
Meskipun telah menunjukkan kinerja-kinerja positif, pelaksanaan desentralisasi fiskal masih dihadapkan pada
berbagai tantangan. (Kemenkeu)
BELUM MERATA NYA
LAYANAN PUBLIK
ANTAR DAERAH
Struktur belanja daerah yang belum
1 Pemanfaatan TKDD yang belum optimal 2 memuaskan
• Sebagian besar DAU digunakan untuk
belanja pegawai (64,8%) • Program & kegiatan belum fokus (29.623
• Ketergantungan daerah terhadap DAK program dan 263.135 kegiatan)
sebagai salah satu sumber belanja • Dominasi belanja pegawai (32,4%)
modal • Belanja infrastruktur sangat rendah (11,5% )
IPM
Capaian Tertinggi
• Kota Yogyakarta (86,61)
Local tax ratio masih cukup rendah Pemanfaatan pembiayaan yang masih
3 4 terbatas
Capaian Terendah
Meski penerimaan PDRD mengalami • Kab. Nduga (31,55)
• Pemanfaatan KPBU masih terbatas
peningkatan namun local tax ratio • Total pinjaman daerah di Indonesia Nasional 71,94
tertekan di angka 1,2% pada tahun sangat rendah (0.049% PDB)
2020 akibat pandemi dibandingkan rata-rata pinjaman daerah
di negara berkembang sebesar 5% PDB
Sinergi fiskal pusat - daerah yang belum (2000);
5 optimal
Sumber: BPS (2019-2020)
Masih terjadi mismatch antara program pusat
dan daerah, misal KPBU SPAM Umbulan
terkendala karena pemda belum membangun
sambungan ke masyarakat.
TUJUAN UU HKPD
Mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui HKPD yang transparan, akuntabel dan
berkeadilan, guna pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI
2. MEMINIMUMKAN KETIMPANGAN VERTIKAL & HORIZONTAL 4. HARMONISASI BELANJA PUSAT DAN DAERAH
• Reformulasi DAU agar lebih presisi & memperhatikan karakteristik daerah • Desain TKD yang dapat berfungsi sebagai counter-cyclical policy
• DBH yang berkeadilan, mendorong kinerja, & memperhatikan eksternalitas • Penyelarasan kebijakan fiskal Pusat & Daerah
• DAK yang fokus untuk prioritas nasional • Pengendalian defisit APBD
• Integrasi dan pengelolaan TKD berbasis kinerja • Refocusing APBD dalam kondisi tertentu
• Perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati. • Sinergi bagan akun standar dalam rangka konsolidasi
• Pembentukan Dana Abadi Daerah untuk kemanfaatan lintas generasi • Penguatan monitoring dan evaluasi
• Sinergi Pendanaan lintas sumber pendanaan
4
JENIS PENDAPATAN ASLI DAERAH
APBD PROVINSI & KABUPATEN/KOTA SE-INDONESIA TA 2018-2022
triliun rupiah triliun rupiah PROVINSI
PROVINSI & KAB/KOTA 200,00 162,69 149,86
128,50 143,56
250,00 235,29 150,00
217,51 85,56
208,77 100,00
184,80 50,00 17,31 18,43 21,99
19,83
11,53
200,00
4,35
152,35 1,91 4,521,93 4,762,15
0,00 4,01 2,11 3…1,92
150,00 TA 2018 TA 2019 TA 2020* TA 2021 TA 2022
Pajak Daerah
Sumber Data : TA 2018-2019: Diolah dari Perda APBD, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
TA 2020*: Diolah dari Perda Perubahan APBD, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
TA 2021-2022 : 425 Daerah TA 2022, Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. 5
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH
Penguatan Local Taxing Power dengan
tetap menjaga perekonomian
Restrukturisasi
Pajak Tujuan :
memudahkan pemantauan pemungutan
Pajak terintegrasi oleh Daerah;
Selain integrasi pajak-pajak Daerah berbasis
konsumsi, PBJT mengatur perluasan Objek
Pajak seperti atas parkir valet, objek rekreasi,
dan persewaan sarana dan prasarana
olahraga (objek olahraga permainan)
mempermudah masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, sekaligus
mendukung kemudahan berusaha dengan
adanya simplifikasi administrasi perpajakan.
STRUKTUR PAJAK DAERAH DALAM UU HKPD
Restrukturisasi & integrasi jenis pajak daerah ditujukan untuk mengurangi administrative & compliance cost serta optimalisasi
pemungutan, sedangkan skema opsen ditujukan untuk penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan
UU HKPD
Provinsi Kab/Kota
1. PKB
2. BBNKB 1. PBB P-2 6. PAT
3. PAB 2. PBJT 7. Pajak Sarang Burung Walet
4. PBBKB 3. BPHTB 8. Opsen PKB dan Opsen BBNKB
5. PAP 4. Pajak MBLB
6. Pajak Rokok 5. Pajak Reklame
7. Opsen Pajak MBLB
STRUKTUR RETRIBUSI DAERAH DALAM UU HKPD
Rasionalisasi jenis retribusi daerah ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan
menciptakan ekosistem iklim usaha yang kondusif
UU PDRD dan UU Cipta Kerja UU HKPD
Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Jasa Umum (5 jenis pelayanan)
(15 jenis pelayanan) (11 jenis pelayanan) (5 jenis pelayanan izin) 1. pelayanan kesehatan
2. pelayanan kebersihan
1. Pelayanan Kesehatan 1. Pemakaian 1. PBG (Persetujuan 3. pelayanan parkir di tepi jalan umum
2. Pelayanan Kebersihan Kekayaan Daerah Bangunan Gedung) 4. pelayanan pasar
3. Biaya Cetak KTP dan Akta 2. Pasar 2. Izin Tempat Penjualan 5. pengendalian lalu lintas
Catatan Sipil Grosir/Pertokoan Minuman Beralkohol
4. Pelayanan Pemakaman 3. Tempat Pelelangan 3. Izin Trayek
5. Parkir di Tepi Jalan Umum 4. Terminal 4. Izin Usaha Perikanan
6. Pelayanan Pasar 5. Tempat Khusus 5. Perpanjangan Izin Retribusi Jasa Usaha (10 jenis pelayanan)
7. Pelayanan Pengujian Parkir Mempekerjakan Tenaga
Kendaraan Bermotor 6. Penginapan/Villa Kerja Asing Sama seperti UU 28/2009, dengan
8. Pemeriksaan Alat 7. Rumah Potong (PP97/2012) menghapuskan Retribusi Terminal
Pemadam Kebakaran Hewan
9. Biaya Cetak Peta 8. Pelayanan Retribusi Izin Gangguan
10. Penyediaan /Penyedotan Kepelabuhanan dihapus UU Cipta Kerja Retribusi Perizinan Tertentu (3 jenis pelayanan izin)
Kakus 9. Tempat Rekreasi
11. Pengolahan Limbah Cair dan Olahraga 1. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
12. Pelayanan Tera/Tera 10. Penyeberangan di 2. PTKA (Perpanjangan IMTA)
Ulang Air 3. PPR (Pengelolaan Pertambangan
13. Pelayanan Pendidikan 11. Penjualan Produksi Rakyat)
14. Pengendalian Usaha Daerah
Menara Retribusi Tambahan yang diatur dengan PP (misal
Telekomunikasi retribusi perkebunan sawit)
15. Pengendalian Lalu Lintas
(PP 97/2012)
Jenis Pajak yang Dokumen yang
dipungut berdasarkan digunakan sebagai dasar
penetapan Kepala pemungutan jenis Pajak
Daerah: PKB, BBNKB, antara lain adalah surat
PAB, PAP, PBB-P2, Pajak ketetapan Pajak Daerah
Reklame, PAT, Opsen dan surat pemberitahuan
PKB dan Opsen BBNKB. Pajak terutang.
Pasal 1 angka 61 → Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu.
Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi.
Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena
penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan
OPSEN Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level
pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil. (Penjelasan)
Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru
diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di
Daerah.
Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih berkualitas karena
perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik.
Opsen Pajak juga mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah
baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
PERBANDINGAN OBJEK
PAJAK DAERAH
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN POKOK PENGATURAN
Perubahan kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) diarahkan untuk menambah sumber PAD, namun tetap menyederhanakan
jenis dan lapisan tarif pungutan pajak dan retribusi, serta tetap mendukung kemudahan investasi di daerah
No Aspek Pengaturan UU 28/2009 ttg PDRD UU HKPD
1 Basis Pemajakan Konsumsi, Properti, Sumber Daya Alam Konsumsi, Properti, Sumber Daya Alam
2 Jenis Pajak 16 Jenis 14 Jenis
3 Jenis Retribusi 32 Jenis 18 Jenis [15 pelayanan barang/jasa, dan 3 pelayanan perizinan: IMB,
PTKA, & IPR]
4 Tarif Mengatur tarif maksimum Mengatur tarif maksimum
(Khusus Pajak Kendaraan Bermotor (Khusus Pajak Kendaraan Bermotor mengatur juga tarif minimum)
mengatur juga tarif minimum)
5 Range Tarif maksimum Pajak • 10% s.d. 75%; • range 40% - 75% untuk jasa hiburan yang perlu dikendalikan (tarif hiburan
Berbasis Konsumsi • Maks. 3% untuk konsumsi listrik khusus
industri dan pertambangan yang paling banyak diterapkan Pemda 35%)
migas yang dihasilkan sendiri • Maks 10% untuk barang dan jasa lainnya
• Maks 3% untuk konsumsi listrik industri dan pertambangan migas
6 Kewenangan Penetapan Tarif Pemerintah Daerah melalui Perda Pemerintah Daerah melalui Perda
(Namun Pemerintah Pusat dapat mengubah tarif pajak daerah
dalam rangka menjalankan kebijakan fiskal nasional)
7 Ketentuan Umum Perpajakan Diatur umum dalam UU, dan didetilkan Diatur hanya untuk hal yang pokok (kewajiban merahasiakan, pidana
Daerah (KUPD) dalam PP perpajakan), detil lain didelegasikan ke dalam PP
8 Penyelesaian Sengketa Keberatan, Banding Keberatan, Banding, dan Gugatan diatur lebih lanjut dalam PP
9 Jumlah Perda PDRD Tidak dibatasi, setiap jenis PDRD 1 Perda untuk mengatur seluruh pungutan PDRD
dapat diatur dengan Perda tersendiri (Revisi Perda tetap dapat dilakukan sesuai dengan dinamika perekonomian
daerah)
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN JENIS PDRD
UU HKPD
No UU PDRD
Jenis Pajak Keterangan
1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Exclude alat berat dan kendaraan berbasis energi terbarukan, tarif turun
untuk mengakomodasi opsen PKB
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Exclude alat berat, kendaraan berbasis energi terbarukan, dan BBNKB II
(BBNKB) dst, tarif diturunkan untuk mengakomodasi opsen BBNKB
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor -
5 Pajak Rokok Pajak Rokok Penambahan objek berupa rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok
13 Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah - Sebagian di earmark utk kelestarian dan ketersedian air tanah
Pajak Sarang Burung Walet -
14 Pajak Sarang Burung Walet
PBB-P2 Tarif naik dari 0,3 jadi 0,5 & ada assessment value NJKP 20% s.d. 100%
15 PBB-P2
BPHTB - NPOPTKP dari 60 jt jadi 80 jt, NPOPTKP hanya perolehan I keadilan
16 BPHTB
Pajak Alat Berat Memperhatikan Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017
Opsen Opsen PKB & BBNKB utk shifting bagi hsl,, MBLB utk prov tetapkan harga
Simplifikasi jenis Pajak ditujukan
16 Jenis untuk memudahkan administrasi perpajakan WP, sehingga meningkatkan compliance
Pajak 14 Jenis Pajak
PENGUATAN PAJAK DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (1)
6 Pajak Rokok – Pasal 33 • Penambahan frasa “bentuk rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok”
• Penambahan ini diatur untuk menampung perkembangan bentuk rokok lain yang dikenakan cukai rokok mengikuti
perkembangan jaman
• Pada prinsipnya Pajak Rokok merupakan opsen (pungutan tambahan) atas cukai rokok, sehingga bentuk rokok yang
dikenakan Pajak Rokok akan mengikuti perkembangan objek cukai rokok.
PENGUATAN PAJAK DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (2)
Dengan demikian, meskipun atas toko roti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat terjadi perbedaan perlakuan
perpajakan, bergantung pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual (distribusi) atau memberikan pelayanan
selayaknya Restoran.
PAJAK HOTEL (UU PDRD) UU HKPD
Pasal 33 Pasal 56
(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang (1) Subjek Pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu.
pribadi atau Badan yang (2) Wajib Pajak PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pembayaran kepada melakukan penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang
orang pribadi atau Badan yang dan jasa tertentu.
mengusahakan hotel.
(2) Wajib Pajak Hotel adalah orang Penjualan atau penyerahan barang dan jasa tertentu oleh Wajib
pribadi atau Badan yang Pajak termasuk penyediaan akomodasi yang dipasarkan oleh
mengusahakan hotel. pihak ketiga berupa tempat tinggal yang difungsikan sebagai hotel.
Dalam kondisi dimaksud, yang menjadi Wajib Pajak PBJT adalah
pemilik atau pihak yang menguasai tempat tinggal, yang
menyerahkan jasa akomodasi kepada konsumen akhir, bukan
penyedia jasa pemasaran atau pengelolaan melalui platform
digital.
• Selain memperkuat sumber penerimaan Ilustrasi Beban Fiskal Wajib Pajak (tidak bertambah)
Kabupaten/Kota, penerapan opsen wp
diharapkan pemungutan PKB dan BBNKB
menjadi lebih optimal melalui sinergi
Pemda Provinsi-Kab/kota dalam
melakukan pengawasan dan law
enforcement terhadap pengguna
kendaraan bermotor.
Simplifikasi lima jenis pajak berbasis konsumsi yang diatur dalam UU 28/2009 merupakan salah satu nilai tambah bagi
Pemda dan Wajib Pajak Daerah (WPD) dalam mendorong penyederhanaan administrasi perpajakan sebagaimana diatur
dalam Sistem Perpajakan di Pemerintah Pusat (PPN)
• Optimalisasi SDM Fiskus Daerah : mengurangi beban kerja SDM untuk fungsi
Pelayanan, Pengawasan , Penagihan, dll
• Opsen tidak menambah beban • PBJT mengintegrasikan pajak daerah • Kendaraan bermotor berbasis
WP berbasis konsumsi (Pajak Hotel, Restoran, energi terbarukan (nonfosil)
• Opsen PKB dan BBNKB Hiburan, PPJ, dan Parkir) dikecualikan dari PKB dan
menggantikan bagi hasil PKB dan BBNKB
• Tujuannya untuk:
BBNKB, sekaligus mempercepat • Mendukung program
mempermudah administrasi pembayaran percepatan Kendaraan
penerimaan kab/kota dan pelaporan dari sisi WP,
• Opsen MBLB untuk mendanai Bermotor Listrik Berbasis
meningkatkan efisiensi layanan Baterai (KBLBB)
kewenangan provinsi dalam perpajakan dan pengawasan dari sisi
penerbitan dan pengawasan izin • NJKB lebih tinggi untuk
Pemda Kendaraan Bermotor Fosil
MBLB
• perluasan objek (valet parkir, rekreasi, yang menghasilkan emisi lebih
• Mendorong sinergi antara dsb) besar
Provinsi dan kab/kota
PENGATURAN PAJAK DAERAH (2)
Rasionalisasi Retribusi Daerah dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah, mendukung iklim
investasi dan kemudahan berusaha, namun dengan tetap menjaga penerimaan PAD daerah
Dihapuskannya beberapa jenis retribusi bukan berarti Pemda tidak melakukan layanan dimaksud. Layanan publik tersebut tetap dilakukan Pemda namun tanpa
pungutan kepada maasyarakat.
Penerapan Pengaturan UU HKPD
Pemda perlu melakukan langkah-langkah persiapan untuk menyesuaikan Perda dan Perkada pemungutan PDRD
sebagaimana diamanatkan UU HKPD dan peraturan turunannya
ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah.
tata cara pemungutan Opsen.
Diatur dengan
atau
berdasarkan Ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi.
Peraturan
Pemerintah:
tata cara penetapan tarif Pajak dan Retribusi
pelaporan;
Pemungutan Pajak
dan Retribusi
dilaksanakan pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan;
sesuai dengan
ketentuan umum
dan tata cara pemeriksaan Pajak;
pemungutan Pajak
dan Retribusi,
TATA CARA meliputi penagihan Pajak dan Retribusi;
PEMUNGU pengaturan
TAN: mengenai:
keberatan;
Ketentuan umum
dan tata cara gugatan;
pemungutan Pajak
dan Retribusi
diatur dengan atau penghapusan piutang Pajak dan Retribusi oleh Kepala Daerah; dan
berdasarkan
Peraturan pengaturan lain yang berkaitan dengan tata cara pemungutan Pajak dan
Pemerintah. Retribusi.
Kepala Daerah dapat
memberikan keringanan,
pengurangan, pembebasan,
dan penundaan pembayaran
atas pokok dan/atau sanksi
Pajak dan Retribusi.
Kondisi Wajib Pajak atau
Pemberian Wajib Retribusi antara lain
Keringanan, adalah kemampuan
Pengurangan, dan membayar Wajib Pajak
Pembebasan: atau Wajib Retribusi atau
Pemberian keringanan, tingkat likuiditas Wajib
pengurangan, pembebasan, Pajak atau Wajib Retribusi.
dan penundaan pembayaran
dilakukan dengan
memperhatikan kondisi
Wajib Pajak atau Wajib Kondisi objek Pajak antara
Retribusi dan/atau objek lain adalah lahan pertanian
Pajak atau objek Retribusi. yang sangat terbatas,
tanah dan bangunan yang
ditempati Wajib Pajak atau
Wajib Retribusi dari
golongan tertentu, dan
nilai objek Pajak sampai
dengan batas tertentu.
Dalam rangka
pelaksanaan kebijakan
fiskal nasional dan untuk
mendukung kebijakan
kemudahan berinvestasi dapat mengubah tarif
serta untuk mendorong Pajak dan tarif Retribusi
pertumbuhan industri dengan penetapan tarif
dan/atau usaha yang Pajak dan tarif Retribusi
berdaya saing tinggi yang berlaku secara
serta memberikan nasional; dan
Kemudahan Berusaha
pelindungan dan
dan Berinvestasi: pengaturan yang pengawasan dan evaluasi
berkeadilan, Pemerintah terhadap Perda mengenai
sesuai dengan program Pajak dan Retribusi yang
prioritas nasional dapat menghambat ekosistem
melakukan penyesuaian investasi dan kemudahan
terhadap kebijakan Pajak dalam berusaha.
dan Retribusi yang
ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah,
berupa:
Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota kepentingan umum,
mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan
oleh gubernur, Menteri yang dan/atau peraturan
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan perundang-undangan lain
dalam negeri, dan Menteri. yang lebih tinggi.
Persetujuan → rancangan
Perda dimaksud dapat
langsung ditetapkan.
Perda yang telah ditetapkan disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah ditetapkan untuk dilakukan evaluasi.
Evaluasi
Perda:
Jika dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja, bupati tidak melakukan perubahan atas
Perda tersebut Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan DAU
dan/atau DBH.
Dalam mendukung kebijakan kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib
kemudahan berinvestasi, bupati Retribusi;
dapat memberikan insentif fiskal
kepada pelaku usaha di daerahnya.
kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak
Insentif fiskal berupa pengurangan, terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau
keringanan, dan pembebasan, atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena
penghapusan pokok Pajak, pokok adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh
Retribusi, dan/atau sanksinya. Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan
untuk menghindari pembayaran Pajak;
ketimpangan pendapatan,
Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga merugikan
Keuangan Daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dapat dituntut apabila telah melampaui
jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat Pajak terutang atau masa Pajak berakhir atau
Ket Pidana: bagian Tahun Pajak berakhir atau Tahun Pajak yang bersangkutan berakhir.
Pasal 15 UU 12/2011 Materi muatan mengenai ketentuan pidana dalam Perda berupa ancaman
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tapi ketika ada denda merupakan pendapatan negara ??
Terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang belum
diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan di bidang Pajak dan Retribusi yang ditetapkan sebelum berlakunya
Undang-Undang ini;
Perda mengenai Pajak dan Retribusi masih tetap berlaku paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
Ket
Peralihan:
Khusus ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, bagi hasil
Pajak Kendaraan Bermotor, dan bagi hasil Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dalam Perda masih tetap berlaku sampai dengan 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;
Dalam hal jangka waktu tidak dapat dipenuhi, ketentuan mengenai Pajak dan
Retribusi mengikuti ketentuan berdasarkan Undang-Undang ini
Upaya Optimalisasi Penerimaan PDRD
Selain penyiapan Perda dan Perkada yang akan digunakan sebagai dasar pemungutan PDRD, Pemda perlu melakukan upaya-upaya
optimalisasi lainnya dalam rangka menjaga Penerimaan PDRD semakin meningkat
1 2 3
Penyempurnaan Perda dan Perkada Perencanaan Penerimaan PDRD yang optimal dengan diiringi Pengaturan skema Reward &
terkait administrasi perpajakan daerah rencana aksi dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi Punishment yang transparan bagi
agar sejalan dengan UU HKPD dan perpajakan daerah. Wajib Pajak dalam rangka
peraturan pelaksananya.
• Kriteria penetapan NJKP
• Pemutakhiran data WP dan OP (termasuk NJOP PBB-P2 maupun peningkatan Tax compliance
Dasar Pengenaan lainnya
• Kriteria pengecualian OP, dll • Optimalisasi Kerja Sama Pemungutan, dll
5 6
4
Pembenahan organisasi menjadi berbasis fungsi: Peningkatan kualitas SDM yang Pengembangan Sistem Pajak Daerah dan pemanfaatan data
• Pelayanan masih perlu ditingkatkan melalui pihak lain
• Penagihan pelatihan (training) baik yang • pengembangan sistem kadaster
• Pemeriksaan diselenggarakan oleh • integrasi sistem pendaftaran WP, pendataan OP,
• Pengawasan dan Konsultasi Kementerian, universitas, pembayaran, dan pelaporan pajak berbasis internet
• Ekstensifikasi maupun secara in- house oleh • integrasi sistem pendapatan dan pengelolaan keuangan
Pengolahan Data dan Informasi (termasuk
• Pemda sendiri. • link dengan data kependudukan dan perizinan
akselerasi manajemen dan pemanfaatan
• pertukaran data dengan pemerintah pusat, dll
data dan informasi)
HAL PENTING YANG PERLU MENJADI PERHATIAN
• Pasal 94 UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD menegaskan bahwa Jenis
Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak, Subjek Retribusi dan
Wajib Retribusi, objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan Pajak, tingkat
penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, wilayah pemungutan Pajak,
serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi
ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan
Retribusi di Daerah.
• Pasal 187 UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD menegaskan bahwa Perda
mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih
tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 (05 Januari 2022)
• Tahun 2023 merupakan tahun politik menyongsong dilaksanakannya Pemilu
serentak sehingga para peserta pemilu akan disibukkan dengan
penggalangan suara pemilih. Ranperda PDRD yang sudah disesuaikan
dengan UU 1 Tahun 2022 sudah diajukan ke Kemendagri untuk dievaluasi
paling lama pertengahan 2023
Koordinator Pendapatan Daerah:
1. Wilayah Sumatera
Ir. Budi Ernawan, MPPM (0815 9154 675)
2. Wilayah Jawa
Siti Chomzah, SH, M.Si (0812 9671 6600)
3. Wilayah Kalimantan
Zainal Ahmad, AP., M.Ap (0853 6205 0505)
4. Wilayah Sulawesi
R. An An Andri Hikmat, SR, AP., MM (0811 111 5375)
TERIMAKASIH