Anda di halaman 1dari 52

1

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEBIJAKAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH


DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2022
TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Oleh:

Ir. Budi Ernawan, MPPM.


Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah I (Sumatera)
Direktorat Pendapatan Daerah
Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah
KONSEPSI DESENTRALISASI FISKAL
Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal merupakan alat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu pemerataan
kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI

Pemerintah Pusat Pemerintahan Daerah

DESENTRALISASI FISKAL

Fiscal Resources Allocation Spending Quality


Kemampuan Keuangan Yang Adil Dan Selaras Belanja Daerah Yang Berkualitas dan Sinergis
Pendapatan Dana Bagi Dana Alokasi
Asli Daerah Hasil Umum Penganggaran Pengembangan Penguatan Mewujudkan
Penyerahan Alokasi
Berkualitas Aparatur Pengawasan Pemerataan
Sebagian Urusan pendanaan sesuai menutup vertical menutup horizontal
Sumber Daya Kesejahteraan
Pemerintahan potensi imbalance imbalance
Nasional yang Di Seluruh Pel
Konkuren kepada Dana Alokasi Khusus, Dana Otsus, Efektif & osok NKRI
Daerah Insentif Fiskal & Keistimewaan, & Dana Efisien
Harmonisasi & Sinergi
Pembiayaan Desa Dana Abadi Daerah
Fiskal
instrumen akselerasi pengakuan kekhususan

Pengaturan lain tentang belanja daerah diatur dalam UU 23/2014

LINGKUP UU HKPD
TANTANGAN DESENTRALISASI FISKAL
Meskipun telah menunjukkan kinerja-kinerja positif, pelaksanaan desentralisasi fiskal masih dihadapkan pada
berbagai tantangan. (Kemenkeu)
BELUM MERATA NYA
LAYANAN PUBLIK
ANTAR DAERAH
Struktur belanja daerah yang belum
1 Pemanfaatan TKDD yang belum optimal 2 memuaskan
• Sebagian besar DAU digunakan untuk
belanja pegawai (64,8%) • Program & kegiatan belum fokus (29.623
• Ketergantungan daerah terhadap DAK program dan 263.135 kegiatan)
sebagai salah satu sumber belanja • Dominasi belanja pegawai (32,4%)
modal • Belanja infrastruktur sangat rendah (11,5% )
IPM
Capaian Tertinggi
• Kota Yogyakarta (86,61)
Local tax ratio masih cukup rendah Pemanfaatan pembiayaan yang masih
3 4 terbatas
Capaian Terendah
Meski penerimaan PDRD mengalami • Kab. Nduga (31,55)
• Pemanfaatan KPBU masih terbatas
peningkatan namun local tax ratio • Total pinjaman daerah di Indonesia Nasional 71,94
tertekan di angka 1,2% pada tahun sangat rendah (0.049% PDB)
2020 akibat pandemi dibandingkan rata-rata pinjaman daerah
di negara berkembang sebesar 5% PDB
Sinergi fiskal pusat - daerah yang belum (2000);
5 optimal
Sumber: BPS (2019-2020)
Masih terjadi mismatch antara program pusat
dan daerah, misal KPBU SPAM Umbulan
terkendala karena pemda belum membangun
sambungan ke masyarakat.
TUJUAN UU HKPD
Mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui HKPD yang transparan, akuntabel dan
berkeadilan, guna pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI

Strategi pencapaian tujuan

1. MENGUATKAN SISTEM PERPAJAKAN DAERAH 3. MENINGKATKAN KUALITAS BELANJA DAERAH

• Mendorong kemudahan berusaha di daerah


• Penguatan disiplin & sinergi belanja daerah
• Penyederhanaan retribusi dan diprioritaskan hanya pada retribusi
atas layanan wajib • Peningkatan kapasitas SDM Daerah
• Perluasan basis pajak (Opsen perpajakan daerah antara Provinsi & • Penguatan pengawasan internal di daerah
Kab/Kota) • TKD diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
• Harmonisasi dengan Peraturan Perundangan lain publik

2. MEMINIMUMKAN KETIMPANGAN VERTIKAL & HORIZONTAL 4. HARMONISASI BELANJA PUSAT DAN DAERAH

• Reformulasi DAU agar lebih presisi & memperhatikan karakteristik daerah • Desain TKD yang dapat berfungsi sebagai counter-cyclical policy
• DBH yang berkeadilan, mendorong kinerja, & memperhatikan eksternalitas • Penyelarasan kebijakan fiskal Pusat & Daerah
• DAK yang fokus untuk prioritas nasional • Pengendalian defisit APBD
• Integrasi dan pengelolaan TKD berbasis kinerja • Refocusing APBD dalam kondisi tertentu
• Perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati. • Sinergi bagan akun standar dalam rangka konsolidasi
• Pembentukan Dana Abadi Daerah untuk kemanfaatan lintas generasi • Penguatan monitoring dan evaluasi
• Sinergi Pendanaan lintas sumber pendanaan

4
JENIS PENDAPATAN ASLI DAERAH
APBD PROVINSI & KABUPATEN/KOTA SE-INDONESIA TA 2018-2022
triliun rupiah triliun rupiah PROVINSI
PROVINSI & KAB/KOTA 200,00 162,69 149,86
128,50 143,56
250,00 235,29 150,00
217,51 85,56
208,77 100,00
184,80 50,00 17,31 18,43 21,99
19,83
11,53
200,00
4,35
152,35 1,91 4,521,93 4,762,15
0,00 4,01 2,11 3…1,92
150,00 TA 2018 TA 2019 TA 2020* TA 2021 TA 2022
Pajak Daerah

100,00 triliun rupiah KABUPATEN/KOTA


64,40 65,58 69,98 71,06 80,00 65,21 72,60 67,65 66,78
55,59 56,31
60,00 47,09 47,15 50,15 49,06 44,05
50,00
12,19 12,02 12,81 12,00 10,93 40,00
10,10 9,62 20,00 10,28 10,09 10,66 9,88 9,01
8,50 9,15 7,87
0,00
0,00 4,49 4,63 5,33 5,27 4,57
TA 2018 TA 2019 TA 2020* TA 2021 TA 2022
Pajak Daerah
Retribusi Daerah TA 2018 TA 2019 TA 2020* TA 2021 TA 2022
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pajak Daerah

Sumber Data : TA 2018-2019: Diolah dari Perda APBD, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
TA 2020*: Diolah dari Perda Perubahan APBD, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
TA 2021-2022 : 425 Daerah TA 2022, Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. 5
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH
Penguatan Local Taxing Power dengan
tetap menjaga perekonomian

Destinasi wisata prioritas: Pantai Likupang, Sulawesi Utara


Sumber gambar: pegipegi.com
DESAIN PAJAK DAERAH & RETRIBUSI DAERAH
UU HKPD Meningkatkan Local Taxing Power Dengan Tetap Menjaga Kemudahan Berusaha di Daerah

MENURUNKAN ADMINISTRATION DAN COMPLIANCE COST


• Restrukturisasi Jenis Pajak Daerah, khususnya yang berbasis konsumsi (Hotel, Restoran,
Hiburan, Parkir, dan PPJ) menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Potensi peningkatan
• Rasionalisasi retribusi dari 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan penerimaan PDRD
di Kabupaten/Kota
sampai dengan 48,98%
MEMPERLUAS BASIS PAJAK
• Opsen Pajak Provinsi dan Kab/Kota sebagai penggantian skema bagi hasil dan
penyesuaian kewenangan (Opsen PKB, BBNKB, MBLB) tanpa tambahan beban WP
• Perluasan objek melalui sinergitas Pajak Pusat dan Daerah (valet parkir, objek
rekreasi, dsb)

HARMONISASI DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN LAIN


• Putusan MK Terkait Alat Berat/Alat Besar → Pajak Alat Berat
• Putusan MK Terkait Perubahan Nomenklatur PPJ → PBJT Tenaga Listrik
• UU 23/2014 dan UU 3/2020 terkait sinkronisasi kewenangan
• Selaras dengan upaya dukungan Kemudahan Berusaha
menyelaraskan Objek Pajak antara pajak
pusat dan pajak daerah sehingga
menghindari adanya duplikasi pemungutan
pajak;
Dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima)
jenis Pajak yang berbasis konsumsi
menjadi satu jenis Pajak, yaitu PBJT.
menyederhanakan administrasi perpajakan
sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya pemungutan;

Restrukturisasi
Pajak Tujuan :
memudahkan pemantauan pemungutan
Pajak terintegrasi oleh Daerah;
Selain integrasi pajak-pajak Daerah berbasis
konsumsi, PBJT mengatur perluasan Objek
Pajak seperti atas parkir valet, objek rekreasi,
dan persewaan sarana dan prasarana
olahraga (objek olahraga permainan)
mempermudah masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, sekaligus
mendukung kemudahan berusaha dengan
adanya simplifikasi administrasi perpajakan.
STRUKTUR PAJAK DAERAH DALAM UU HKPD
Restrukturisasi & integrasi jenis pajak daerah ditujukan untuk mengurangi administrative & compliance cost serta optimalisasi
pemungutan, sedangkan skema opsen ditujukan untuk penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan

Undang-Undang 28 Tahun 2009


Provinsi Kab/Kota
1. PBB P-2 7. BPHTB
1. PKB 2. Pajak Penerangan Jalan 8. Pajak MBLB
2. BBNKB 3. Pajak Parkir 9. Pajak Reklame
3. PBBKB 4. Pajak Hotel 10. PAT
4. PAP 5. Pajak Restoran 11. Pajak Sarang Burung Walet
5. Pajak Rokok 6. Pajak Hiburan

UU HKPD
Provinsi Kab/Kota
1. PKB
2. BBNKB 1. PBB P-2 6. PAT
3. PAB 2. PBJT 7. Pajak Sarang Burung Walet
4. PBBKB 3. BPHTB 8. Opsen PKB dan Opsen BBNKB
5. PAP 4. Pajak MBLB
6. Pajak Rokok 5. Pajak Reklame
7. Opsen Pajak MBLB
STRUKTUR RETRIBUSI DAERAH DALAM UU HKPD
Rasionalisasi jenis retribusi daerah ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan
menciptakan ekosistem iklim usaha yang kondusif
UU PDRD dan UU Cipta Kerja UU HKPD
Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Jasa Umum (5 jenis pelayanan)
(15 jenis pelayanan) (11 jenis pelayanan) (5 jenis pelayanan izin) 1. pelayanan kesehatan
2. pelayanan kebersihan
1. Pelayanan Kesehatan 1. Pemakaian 1. PBG (Persetujuan 3. pelayanan parkir di tepi jalan umum
2. Pelayanan Kebersihan Kekayaan Daerah Bangunan Gedung) 4. pelayanan pasar
3. Biaya Cetak KTP dan Akta 2. Pasar 2. Izin Tempat Penjualan 5. pengendalian lalu lintas
Catatan Sipil Grosir/Pertokoan Minuman Beralkohol
4. Pelayanan Pemakaman 3. Tempat Pelelangan 3. Izin Trayek
5. Parkir di Tepi Jalan Umum 4. Terminal 4. Izin Usaha Perikanan
6. Pelayanan Pasar 5. Tempat Khusus 5. Perpanjangan Izin Retribusi Jasa Usaha (10 jenis pelayanan)
7. Pelayanan Pengujian Parkir Mempekerjakan Tenaga
Kendaraan Bermotor 6. Penginapan/Villa Kerja Asing Sama seperti UU 28/2009, dengan
8. Pemeriksaan Alat 7. Rumah Potong (PP97/2012) menghapuskan Retribusi Terminal
Pemadam Kebakaran Hewan
9. Biaya Cetak Peta 8. Pelayanan Retribusi Izin Gangguan
10. Penyediaan /Penyedotan Kepelabuhanan dihapus UU Cipta Kerja Retribusi Perizinan Tertentu (3 jenis pelayanan izin)
Kakus 9. Tempat Rekreasi
11. Pengolahan Limbah Cair dan Olahraga 1. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
12. Pelayanan Tera/Tera 10. Penyeberangan di 2. PTKA (Perpanjangan IMTA)
Ulang Air 3. PPR (Pengelolaan Pertambangan
13. Pelayanan Pendidikan 11. Penjualan Produksi Rakyat)
14. Pengendalian Usaha Daerah
Menara Retribusi Tambahan yang diatur dengan PP (misal
Telekomunikasi retribusi perkebunan sawit)
15. Pengendalian Lalu Lintas
(PP 97/2012)
Jenis Pajak yang Dokumen yang
dipungut berdasarkan digunakan sebagai dasar
penetapan Kepala pemungutan jenis Pajak
Daerah: PKB, BBNKB, antara lain adalah surat
PAB, PAP, PBB-P2, Pajak ketetapan Pajak Daerah
Reklame, PAT, Opsen dan surat pemberitahuan
PKB dan Opsen BBNKB. Pajak terutang.

Jenis Pajak yang


Dokumen yang Wajib diisi dengan benar
dipungut berdasarkan
dan lengkap serta
perhitungan sendiri oleh digunakan sebagai dasar disampaikan oleh Wajib
Wajib Pajak: PBBKB, pemungutan jenis Pajak Pajak kepada Pemda
Pajak Rokok, Opsen antara lain adalah surat
pemberitahuan Pajak sesuai dengan ketentuan
Pajak MBLB, BPHTB,
PBJT, Pajak MBLB, Pajak peraturan perundang-
Daerah. undangan.
Sarang Burung Walet.
Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak antara level pemerintahan
provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB.

Pasal 1 angka 61 → Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu.

Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi.

Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena
penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan
OPSEN Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level
pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil. (Penjelasan)

Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru
diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di
Daerah.

Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih berkualitas karena
perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik.

Opsen Pajak juga mendorong peran daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan daerah
baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
PERBANDINGAN OBJEK
PAJAK DAERAH
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN POKOK PENGATURAN
Perubahan kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) diarahkan untuk menambah sumber PAD, namun tetap menyederhanakan
jenis dan lapisan tarif pungutan pajak dan retribusi, serta tetap mendukung kemudahan investasi di daerah
No Aspek Pengaturan UU 28/2009 ttg PDRD UU HKPD
1 Basis Pemajakan Konsumsi, Properti, Sumber Daya Alam Konsumsi, Properti, Sumber Daya Alam
2 Jenis Pajak 16 Jenis 14 Jenis
3 Jenis Retribusi 32 Jenis 18 Jenis [15 pelayanan barang/jasa, dan 3 pelayanan perizinan: IMB,
PTKA, & IPR]
4 Tarif Mengatur tarif maksimum Mengatur tarif maksimum
(Khusus Pajak Kendaraan Bermotor (Khusus Pajak Kendaraan Bermotor mengatur juga tarif minimum)
mengatur juga tarif minimum)
5 Range Tarif maksimum Pajak • 10% s.d. 75%; • range 40% - 75% untuk jasa hiburan yang perlu dikendalikan (tarif hiburan
Berbasis Konsumsi • Maks. 3% untuk konsumsi listrik khusus
industri dan pertambangan yang paling banyak diterapkan Pemda 35%)
migas yang dihasilkan sendiri • Maks 10% untuk barang dan jasa lainnya
• Maks 3% untuk konsumsi listrik industri dan pertambangan migas
6 Kewenangan Penetapan Tarif Pemerintah Daerah melalui Perda Pemerintah Daerah melalui Perda
(Namun Pemerintah Pusat dapat mengubah tarif pajak daerah
dalam rangka menjalankan kebijakan fiskal nasional)
7 Ketentuan Umum Perpajakan Diatur umum dalam UU, dan didetilkan Diatur hanya untuk hal yang pokok (kewajiban merahasiakan, pidana
Daerah (KUPD) dalam PP perpajakan), detil lain didelegasikan ke dalam PP
8 Penyelesaian Sengketa Keberatan, Banding Keberatan, Banding, dan Gugatan diatur lebih lanjut dalam PP
9 Jumlah Perda PDRD Tidak dibatasi, setiap jenis PDRD 1 Perda untuk mengatur seluruh pungutan PDRD
dapat diatur dengan Perda tersendiri (Revisi Perda tetap dapat dilakukan sesuai dengan dinamika perekonomian
daerah)
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN JENIS PDRD
UU HKPD
No UU PDRD
Jenis Pajak Keterangan
1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Exclude alat berat dan kendaraan berbasis energi terbarukan, tarif turun
untuk mengakomodasi opsen PKB
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Exclude alat berat, kendaraan berbasis energi terbarukan, dan BBNKB II
(BBNKB) dst, tarif diturunkan untuk mengakomodasi opsen BBNKB

3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor -

4 Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan -

5 Pajak Rokok Pajak Rokok Penambahan objek berupa rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok

6 Pajak Hotel • Jasa Penginapan dan Penyewaan Ruangan di Hotel


• Makanan dan/atau Minuman di Restoran
7 Pajak Restoran • Jasa Hiburan dan Kesenian, termasuk Jasa Penyediaan Sarana
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)
8 Pajak Hiburan Prasarana Olahraga dan rekreasi
[Pajak atas Konsumsi]
• Jasa Parkir
9 Pajak Parkir • Tenaga Listrik
10 Pajak Penerangan Jalan
11 Pajak Reklame Pajak Reklame -
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tarif turun untuk mengakomodasi opsen MBLB
12 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

13 Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah - Sebagian di earmark utk kelestarian dan ketersedian air tanah
Pajak Sarang Burung Walet -
14 Pajak Sarang Burung Walet
PBB-P2 Tarif naik dari 0,3 jadi 0,5 & ada assessment value NJKP 20% s.d. 100%
15 PBB-P2
BPHTB - NPOPTKP dari 60 jt jadi 80 jt, NPOPTKP hanya perolehan I  keadilan
16 BPHTB
Pajak Alat Berat Memperhatikan Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017
Opsen Opsen PKB & BBNKB utk shifting bagi hsl,, MBLB utk prov tetapkan harga
Simplifikasi jenis Pajak ditujukan
16 Jenis untuk memudahkan administrasi perpajakan WP, sehingga meningkatkan compliance
Pajak 14 Jenis Pajak
PENGUATAN PAJAK DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (1)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam UU HKPD


1 Pajak Kendaraan Bermotor • Tidak termasuk Alat Berat, untuk mengakomodasi Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017 (Alat berat akan dipungut
(PKB) – Pasal 7 dengan jenis pajak daerah lain (Pajak Alat Berat) dalam UU HKPD
• tidak termasuk kendaraan berbasis energi terbarukan
2 Bea Balik Nama Kendaraan • Hanya untuk penyerahan kepemilikan pertama
Bermotor (BBNKB) – Pasal • Tdak termasuk Alat Berat mengakomodasi Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017
12 • tidak termasuk kendaraan berbasis energi terbarukan
3 Pajak Alat Berat – Pasal 17 Merupakan jenis pajak daerah baru dalam UU HKPD untuk mengakomodasi pengenaan pajak properti atas alat berat,
menggantikan PKB Alat Berat.
4 Pajak Bahan Bakar • Pada prinsipnya sama dengan UU 28/2009, yaitu atas konsumsi Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB)
Kendaraan Bermotor – • Hanya perubahan redaksional dari sebelumnya “BBKB yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan
Pasal 23 bermotor” menjadi “Penyerahan BBKB oleh penyedia BBKB kepada konsumen atau pengguna Kendaraan Bermotor”
• Hal ini tidak mengubah implementasi objek PBBKB yang telah berjalan selama ini, hanya ditujukan untuk
menyeragamkan redaksi objek pajak daerah yang lebih menekankan aspek aktivitas/perbuatan hukum (taatbestand).
5 Pajak Air Permukaan – • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
Pasal 28 • Penambahan pengecualian objek:
✓ “kegiatan mengambil dan memanfaatkan air laut”, sebelumnya dalam UU 28 Tahun 2009 pengambilan air laut juga
dikecualikan namun diatur dalam ketentuan umum (definisi Air Permukaan tidak termasuk air laut). Hal ini
dilakukan agar menyeragamkan seluruh pengecualian objek diatur dalam batang tubuh, sementara ketentuan
umum cukup mengatur definisi yang bersifat umum.
✓ Untuk keperluan keagamaan. Penambahan pengecualian ini agar atas pengambilan air permukaan untuk
keperluan keagamaan tidak dikenakan Pajak Air Permukaan.

6 Pajak Rokok – Pasal 33 • Penambahan frasa “bentuk rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok”
• Penambahan ini diatur untuk menampung perkembangan bentuk rokok lain yang dikenakan cukai rokok mengikuti
perkembangan jaman
• Pada prinsipnya Pajak Rokok merupakan opsen (pungutan tambahan) atas cukai rokok, sehingga bentuk rokok yang
dikenakan Pajak Rokok akan mengikuti perkembangan objek cukai rokok.
PENGUATAN PAJAK DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (2)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam UU HKPD


7 PBB-P2 – • Penambahan perluasan objek permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan
Pasal 38 • Tidak termasuk wilayah laut kabupaten/kota
• Mengubah objek pajak tidak dikenakan PBB-P2 menjadi pengecualian objek dan ditambahkan pengaturan:
✓ Untuk pengecualian objek yang digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan, ditambahkan
kriteria dengan frasa “yang dicatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD)”. Hal ini untuk
mempertegas bahwa tanah dan bangunan kantor pemerintahan yang dikecualikan dari PBB-P2 hanya jika dicatat sebagai BMN
(oleh Pusat) atau BMD (oleh Daerah)
✓ Penambahan pengecualian yaitu Bumi/Bangunan untuk jalur kereta api, Mass Rapid Transit, Light Rail Transit, atau yang sejenis
✓ Penambahan pengecualian Bumi/Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah. Hal ini mengingat
dinamika perkembangan objek PBB yang dipungut Pemerintah Pusat, misalnya saat ini terdapat PBB sektor kelautan perikanan
yang dipungut Pemerintah Pusat.

8 BPHTB – • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009


Pasal 44 • Penambahan pengecualian objek:
✓ Selaras dengan pengecualian PBB-P2, yaitu untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga
negara lainnya yang dicatat sebagai BMN atau BMD
✓ Perolehan tanah/bangunan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai ketentuan perundangan.
9 Pajak Barang • Pajak daerah ini merupakan unifikasi (integrasi) dari 5 jenis pajak daerah berbasis konsumsi dalam UU 28 Tahun 2009, yaitu Pajak
dan Jasa Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak dan Penerangan Jalan, menjadi satu jenis pajak dengan nomenklatur PBJT.
Tertentu • Pada dasarnya objek mengikuti objek kelima jenis pajak daerah dalam UU 28 Tahun 2009, dengan penambahan/perluasan:
(PBJT) –
Pasal 50 s.d. ✓ Pada objek PBJT makanan/minuman ditambahkan kriteria restoran, untuk memberikan batasan yang tegas dengan pengenaan PPN
55 atas makanan dan minuman
✓ Pada objek PBJT Perhotelan ditambahkan objek penyewaan ruang rapat/pertemuan di hotel, serta objek tempat tinggal pribadi yang
difungsikan sebagai hotel
✓ Pada objek PBJT Parkir ditambahkan objek valet parkir
✓ Pada objek PBJT Kesenian dan Hiburan ditambahkan objek rekreasi berbasis wahana (waterboom, snowpark, dsb) dan objek
olahraga permainan
PAJAK RESTORAN (UU PDRD) UU HKPD
Pasal 1 angka 23 Pasal 51 ayat (1)
Restoran adalah fasilitas penyedia Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman sebagaimana
makanan dan/atau minuman dengan dimaksud dalam Pasal 50 huruf a meliputi Makanan dan/atau Minuman yang
dipungut bayaran, yang mencakup juga disediakan oleh:
rumah makan, kafetaria, kantin, warung, a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan
bar, dan sejenisnya termasuk jasa dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan
boga/catering minum;
b. penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:
1. proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan,
penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;
2. penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan
lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan
3. penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Pasal 40 ayat (1) Pasal 58 ayat (1)


Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Roti diproduksi Sehingga atas
dari tempat lain penjualan roti dan
Oleh karena itu,
Toko Roti A (pabrik roti), Toko Roti A tidak minuman yang
menyediakan meja, Toko Roti A
melakukan kemudian dilakukan tidak
kursi, dan/atau tidak
penjualan roti dan didistribusikan terutang PBJT,
peralatan makan di memenuhi
minuman kepada melalui Toko melainkan
kriteria
konsumen. Roti A untuk lokasi penjualan. merupakan objek
Restoran,
dijual kepada pajak pertambahan
konsumen. nilai.
Untuk
Roti diproduksi
meningkatkan
Toko Roti dengan dari tempat lain Sehingga atas
pelayanannya
merek dagang B (pabrik roti), Oleh karena penjualan roti dan
kepada konsumen,
pada Mal X di Kota kemudian itu, toko roti minuman yang
Toko Roti B
Z melakukan didistribusikan dimaksud dilakukan terutang
menyediakan meja
penjualan roti dan melalui Toko merupakan PBJT bukan objek
dan kursi kepada
Contoh minuman kepada Roti B untuk Restoran pajak pertambahan
konsumen untuk
PBJT konsumen. dijual kepada nilai.
menyantap di
Makanan/ konsumen.
tempat.
Minuman:
Toko Roti dengan
merek dagang B
Sehingga atas
pada Pusat Toko dimaksud
Oleh karena penjualan roti dan
Pertokoan Y di hanya tanpa menyediakan itu, Toko Roti minuman yang
Kota Z melakukan melakukan meja, kursi, dimaksud tidak dilakukan tidak
produksi (proses
pembuatan dan dan/atau peralatan memenuhi terutang PBJT,
pembuatan dan
penjualan makan di lokasi kriteria melainkan
pengolahan bahan langsung kepada penjualan. Restoran merupakan objek
menjadi roti) konsumen pajak pertambahan
sekaligus
nilai.
penjualan roti
kepada konsumen.

Dengan demikian, meskipun atas toko roti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat terjadi perbedaan perlakuan
perpajakan, bergantung pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual (distribusi) atau memberikan pelayanan
selayaknya Restoran.
PAJAK HOTEL (UU PDRD) UU HKPD
Pasal 33 Pasal 56
(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang (1) Subjek Pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu.
pribadi atau Badan yang (2) Wajib Pajak PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pembayaran kepada melakukan penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang
orang pribadi atau Badan yang dan jasa tertentu.
mengusahakan hotel.
(2) Wajib Pajak Hotel adalah orang Penjualan atau penyerahan barang dan jasa tertentu oleh Wajib
pribadi atau Badan yang Pajak termasuk penyediaan akomodasi yang dipasarkan oleh
mengusahakan hotel. pihak ketiga berupa tempat tinggal yang difungsikan sebagai hotel.
Dalam kondisi dimaksud, yang menjadi Wajib Pajak PBJT adalah
pemilik atau pihak yang menguasai tempat tinggal, yang
menyerahkan jasa akomodasi kepada konsumen akhir, bukan
penyedia jasa pemasaran atau pengelolaan melalui platform
digital.

Pasal 35 ayat (1) Pasal 58 ayat (1)


Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
PENGUATAN PAJAK DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (3)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam UU HKPD


10 Pajak Reklame • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
– Pasal 60 • Penambahan pengecualian objek yaitu reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan
keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial. Pengaturan ini memungkinkan reklame-reklame partai politik dalam
masa kontestasi politik dikecualikan dari pengenaan Pajak Reklame.
11 Pajak Air Tanah • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
– Pasal 65 • Penambahan pengecualian objek yaitu untuk keperluan keagamaan, perikanan dan peternakan rakyat. Penambahan
pengecualian ini agar atas pengambilan air tanah untuk keperluan keagamaan tidak dikenakan Pajak Air Tanah, selaras
dengan pengecualian Pajak Air Permukaan
12 Pajak Mineral • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009 ditambah sulfur dan MBLB ikutan
Bukan Logam • Pada pengaturan pengecualian MBLB ditambahkan frasa:
dan Batuan ✓ “tidak diperjualbelikan/ dipindahtangankan untuk MBLB keperluan rumah tangga. Pengaturan ini agar MBLB keperluan
(Pajak MBLB) – rumah tangga yang dikecualikan dari pengenaan pajak hanya yang tidak diperjualbelikan/dipindahtangankan.
Pasal 71 ✓ “tidak dimanfaatkan dan/atau tidak dijual” untuk MBLB ikutan hasil pertambangan. Pengaturan ini agar MBLB ikutan
hasil pertambangan yang dikecualikan dari pengenaan pajak hanya jika MBLB ikutan tersebut tidak dimanfaatkan atau
tidak dijual oleh penambang.
13 Pajak Sarang Sama dengan UU 28 Tahun 2009
Burung Walet –
Pasal 76
14 Opsen – Pasal • Merupakan jenis pajak daerah baru yang terdiri dari Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB
81 • Objek Opsen sama dengan objek pajak daerah yang ditumpanginya (objek PKB, objek BBNKB dan objek Pajak MBLB)
• Opsen PKB dan Opsen BBNKB merupakan penerimaan Kab/kota yang dimaksudkan sebagai pengganti (shifting) bagi hasil
PKB dan BBNKB
• Opsen Pajak MBLB merupakan penerimaan provinsi yang dimaksudkan sebagai sumber pendanaan baru provinsi dalam
melaksanakan pendelegasian kewenangan Pusat di bidang pertambangan MBLB
PENGUATAN PAJAK DAERAH
Persandingan Tarif Pajak Daerah (1)
No Jenis Pajak UU 28/2009 UU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
1 PKB
a. Kendaraan berbahan bakar fosil
(termasuk kendaraan hybrid)
• Kend pribadi Kepemilikan I 1% - 2% Maks. 1,2%
Tarif turun untuk mengakomodir bagi hasil PKB ke kab/kota yang
• Kend pribadi Kepemilikan II dst 2% - 10% progresif maks. 6% langsung di-split dalam bentuk opsen PKB sebesar 66% dari PKB
• Angkutan umum, Ambulans, pemadam, 0,5% - 1% maks. 0,5% terutang, sehingga beban W P secara total tidak berubah signifikan
dibandingkan pengaturan dalam UU 28/2009
sosial keagamaan, Pempus, Pemda
• TNI/POLRI 0,5% - 1% maks. 0,5% Sama dengan UU 28/2009, dikecualikan hanya untuk yang pure
pertahanan keamanan
• Angkutan karyawan, angkutan sekolah Diperlakukan maks. 0,5% Pengaturan baru, untuk memberikan fasilitas perpajakan dan
sama dengan mendorong penggunaan kendaraan karyawan dan sekolah di samping
kend pribadi penggunaan kendaraan umum
• Provinsi yang tidak terbagi menjadi 1% - 2% Maks. 2% Peningkatan tarif sebagai instrumen pengendalian kemacetan,
kab/kota: Kepemilikan I (kend pribadi) kerusakan jalan, dan pencemaran lingkungan di ibukota negara
• Provinsi yang tidak terbagi menjadi progresif maks. 10%
kab/kota: Kepemilikan II (kend pribadi)
b. Kendaraan listrik berbasis energi Tidak • Pengaturan baru untuk mendukung green policy dalam pemungutan
terbarukan dibedakan pajak daerah
dengan • Mengakselerasi program kendaraan bermotor berbasis energi
• Kendaraan Pribadi -
kendaraan terbarukan dan mendorong pertumbuhan industri kendaraan berbasis
• Angkutan umum, Ambulans, pemadam, berbahan - energi terbarukan di Indonesia
sosial keagamaan, Pempus, Pemda, bakar fosil
angkutan karyawan, angkutan sekolah
Instrumen Utama Penguatan Pajak Daerah #1
Opsen Memperkuat Sumber Penerimaan Kabupaten/Kota sekaligus Sinergi Pemungutan dengan Provinsi

• Selain memperkuat sumber penerimaan Ilustrasi Beban Fiskal Wajib Pajak (tidak bertambah)
Kabupaten/Kota, penerapan opsen wp
diharapkan pemungutan PKB dan BBNKB
menjadi lebih optimal melalui sinergi
Pemda Provinsi-Kab/kota dalam
melakukan pengawasan dan law
enforcement terhadap pengguna
kendaraan bermotor.

• Penerapan Opsen tidak menambah Beban


WP, termasuk beban administrasi

• Opsen memberikan kepastian penerimaan


Kab/Kota atas bagiannya dari penerimaan Opsen
PKB dan BBNKB (real time basis). BBNKB
PENGUATAN PAJAK DAERAH
Persandingan Tarif Pajak Daerah (2)
No Jenis Pajak UU PDRD UU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
2 BBNKB
• Penyerahan I maks. 20% Maks. 12% Tarif turun karena adanya penambahan opsen BBNKB ke
kab/kota. Hal ini agar tidak terjadi penambahan beban WP.
• Penyerahan II dst maks. 1% - Penjualan kendaraan bekas tidak dikenakan BBNKB untuk
mendorong kepatuhan balik nama kendaraan bekas, yang
diharapkan dapat mendorong kepatuhan pembayaran PKB
Provinsi yang tidak Diperlakukan sama Maks. 20%
terbagi menjadi kab/kota dengan kend pribadi
(kend pribadi) daerah lain
3 PAB 0,1%-0,2% (PKB alat Maksimum 0,2% Sama seperti tarif maksimum PKB alat berat dalam UU
berat) 28/2009, namun tanpa batas bawah tarif untuk memberikan
keleluasaan bagi Pemda dalam hal dibutuhkan insentif fiskal
bagi pengusaha alat berat
4 PBBKB Maksimum 10% Maksimum 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
5 PAP Maksimum 10% Maksimum 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
6 PBJT • Pajak Hotel, Pajak • Maks 10% (hotel, restoran, parkir, listrik, • Penyederhanaan tarif pajak-pajak daerah berbasis
Restoran, PPJ maks kesenian dan hiburan, sarpras olahraga, konsumsi
10%, kecuali PPJ rekreasi) • Penyederhanaan administrasi pengusaha
untuk industry dan • Maks. 3% untuk konsumsi Tenaga Listrik • Mendorong pertumbuhan industri hiburan keluarga melalui
pertambangan migas dari sumber lain oleh indsutri penurunan tarif, misalnya permainan ketangkasan yang
maks 3%. pertambangan minyak bumi dan gas alam dalam UU 28/2009 dapat dikenakan pajak s.d. 75%
• Pajak Parkir maks 30% • Maks. 1,5% untuk konsumsi Tenaga Listrik • Tarif 40% - 75% untuk jasa tertentu telah memperhatikan
• Pajak Hiburan maks yang dihasilkan sendiri tarif rata-rata Perda existing
75% • 40% - 75% khusus jasa hiburan diskotik,
kelab malam, karaoke, bar, mandi uap/spa
7 Pajak Reklame Maksimum 25% Maksimum 25% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
Instrumen Utama Penguatan Pajak Daerah #2
Simplifikasi Pajak Berbasis Konsumsi Menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)

Simplifikasi lima jenis pajak berbasis konsumsi yang diatur dalam UU 28/2009 merupakan salah satu nilai tambah bagi
Pemda dan Wajib Pajak Daerah (WPD) dalam mendorong penyederhanaan administrasi perpajakan sebagaimana diatur
dalam Sistem Perpajakan di Pemerintah Pusat (PPN)

Dampak bagi Pemda


• Perluasan objek a.l. valet parking, jasa rekreasi, dan sarpras olahraga.
• Efisiensi Anggaran untuk pelaksanaan kegiatan atas pemungutan 5 jenis pajak
menjadi 1 jenis pajak

• Optimalisasi SDM Fiskus Daerah : mengurangi beban kerja SDM untuk fungsi
Pelayanan, Pengawasan , Penagihan, dll

•Penyederhanaan dokumentasi pemungutan pajak


• Integrasi pendataan potensi pajak yang lebih baik
Dampak bagi WP

• Penyederhanaan tarif, pembayaran, dan pelaporan pajak


• Penyederhanaan administrasi pengusaha
• Mendorong pertumbuhan industri hiburan keluarga melalui penurunan
tarif menjadi 40% (dalam UU 28/2009 tarif s.d. 75%)
PENGUATAN PAJAK DAERAH
Persandingan Tarif Pajak Daerah (3)
No Jenis Pajak UU PDRD UU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
8 Pajak MBLB 25% Maksimum 20% Tarif turun untuk mengakomodir opsen MBLB. Opsen MBLB dimaksudkan untuk memberikan sumber
pendanaan bagi provinsi terkait kewenangan pengendalian izin MBLB di provinsi.
9 PAT Maksimum Maksimum 20% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
20%
10 Pajak Maks 10% Maks 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
Sarang
Burung
Walet
11 PBB-P2 Maks 0,3% Maks 0,5%, • Tarif maksimum naik, namun diberikan diskresi bagi Pemda untuk melakukan set-up Nilai
namun NJOP Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu sebesar 20% s.d. 100% dari NJOP
pada range • PBB-P2 pada bangunan yang digunakan untuk tujuan komersil, seperti bangunan tempat
20%-100% usaha, termasuk menara telekomunikasi, kos-kosan, dsb dapat menggunakan NJOP yang
(NJKP) dihitung berdasarkan individual appraisal (misal dengan pendekatan pendapatan).
• Kenaikan tarif dan penilaian individual dimaksudkan untuk memberikan kompensasi atas
penghapusan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Perizinan
Tertentu yang dihapuskan.
12 BPHTB Maks 5% Maks 5% - Terjadi kenaikan nilai tidak kena pajak dari 60juta menjadi 80juta
13 Pajak Maks 10% Maks 10% -
Rokok
14 Opsen
a. PKB - 66% • Tarif Opsen merupakan tarif tetap (fix) bukan tarif maksimal.
• Tarif Opsen dikalikan dengan pajak terutang underlying, misalnya: Opsen PKB= 66% x
b. BBNKB - 66%
PKB terutang, dst.
c. MBLB - 25% • Tarif Opsen PKB, BBNKB, dan MBLB ditetapkan dengan memperhatikan agar beban W P
tidak berubah secara signifikan
Instrumen Utama Penguatan Pajak Daerah #3
Penguatan PBB-P2 sebagai sumber utama penerimaan Pajak Daerah di mayoritas Kabupaten/Kota

TARIF : disesuaikan dari semula maksimal 0.3% menjadi


maksimal 0.5%, mengembalikan pada tarif PBB-P2 saat
masih dipungut Pemerintah Pusat dalam UU 12 Tahun
1985 jo. UU 12 Tahun 1994 (UU PBB)
NJOP
KETENTUAN MATERIIL - Ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan Perkada
YANG DIATUR DALAM - Ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek
UU HKPD pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai
dengan perkembangan wilayahnya
- Memperkenalkan Assessment Ratio (NJKP) :
pengenaan PBB P2 sebesar 20 sd 100 % dari NJOP

DISKRESI PENETAPAN NJKP dengan Perkada, dengan mempertimbangkan beberapa faktor


antara lain pemanfaatan objek Pajak, klasterisasi NJOP, eksternalitas negatif terhadap lingkungan,
maupun transisi kenaikan NJOP hasil penilaian.
TATA CARA PENILAIAN
KETENTUAN FORMIL - Penilaian Massal (ZNT)
YANG AKAN DIATUR - Penilaian Individu : Market Value, Cost Approach, Revenue Capitalization
DALAM PERATURAN KETENTUAN LAINNYA
PELAKSANA Jumlah SDM Penilai PBB-P2 di daerah
PENGATURAN PAJAK DAERAH (1)

SINERGI PEMUNGUTAN PROV- PAJAK BARANG DAN GREEN POLICY


KAB/KOTA MELALUI OPSEN JASA TERTENTU (PBJT) PKB DAN BBNKB

• Opsen tidak menambah beban • PBJT mengintegrasikan pajak daerah • Kendaraan bermotor berbasis
WP berbasis konsumsi (Pajak Hotel, Restoran, energi terbarukan (nonfosil)
• Opsen PKB dan BBNKB Hiburan, PPJ, dan Parkir) dikecualikan dari PKB dan
menggantikan bagi hasil PKB dan BBNKB
• Tujuannya untuk:
BBNKB, sekaligus mempercepat • Mendukung program
mempermudah administrasi pembayaran percepatan Kendaraan
penerimaan kab/kota dan pelaporan dari sisi WP,
• Opsen MBLB untuk mendanai Bermotor Listrik Berbasis
meningkatkan efisiensi layanan Baterai (KBLBB)
kewenangan provinsi dalam perpajakan dan pengawasan dari sisi
penerbitan dan pengawasan izin • NJKB lebih tinggi untuk
Pemda Kendaraan Bermotor Fosil
MBLB
• perluasan objek (valet parkir, rekreasi, yang menghasilkan emisi lebih
• Mendorong sinergi antara dsb) besar
Provinsi dan kab/kota
PENGATURAN PAJAK DAERAH (2)

DUKUNGAN PADA PERUBAHAN KEBIJAKAN


USAHA MIKRO JENIS, OBJEK, DPP, & TARIF
DAN ULTRA MIKRO PAJAK

• Insentif fiskal dapat diberikan kepada


WP pelaku usaha dengan kriteria • Memperkenalkan Pajak Alat Berat
tertentu, termasuk usaha mikro dan ultra • BBNKB hanya atas Kendaraan Bermotor baru
mikro • Earmarking sebagian penerimaan PKB, PBJT
• Pemberian Insentif Fiskal melalui Listrik, Pajak Rokok, dan PAT (diatur dalam PP)
permohonan WP atau secara jabatan • Penyesuaian tarif beberapa pajak daerah
oleh Kepala Daerah
• Peningkatan NPOPTKP34 paling rendah Rp 80
• Pemberian Insentif Fiskal ditetapkan juta
dalam Peraturan Kepala Daerah dan
diberitahukan kepada DPRD
PENGATURAN RETRIBUSI DAERAH

Rasionalisasi Retribusi Daerah dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah, mendukung iklim
investasi dan kemudahan berusaha, namun dengan tetap menjaga penerimaan PAD daerah

Rasionalisasi Pengaturan Penerimaan PAD Opsi Penambahan


Jenis Retribusi Detil Dalam PP Tetap Terjaga Retribusi Baru
• Penyederhanaan Retribusi Perizinan UU HKPD hanya memuat pokok Rasionalisasi Retribusi Daerah • Penambahan jenis retribusi baru
Tertentu melanjutkan semangat pengaturan jenis & objek retribusi, dikompensasi dengan kebijakan dimungkinkan melalui PP
kemudahan berusaha sedangkan rincian objek, tingkat Pajak Daerah yang akan
• PP mengenai Retribusi baru
penggunaan jasa, prinsip dan meningkatkan penerimaan
• Rasionalisasi jenis retribusi lainnya mengatur minimal: objek retribusi,
sasaran penetapan tarif diatur khususnya untuk kab/kota.
didasari pertimbangan bahwa subjek dan wajib retribusi, prinsip
dengan PP Sehingga overall penerimaan PAD
layanan dimaksud wajib disediakan dan sasaran penetapan tarif, dan
Pemda tanpa pungutan tetap terjaga
tata cara penghitungan retribusi.

Dihapuskannya beberapa jenis retribusi bukan berarti Pemda tidak melakukan layanan dimaksud. Layanan publik tersebut tetap dilakukan Pemda namun tanpa
pungutan kepada maasyarakat.
Penerapan Pengaturan UU HKPD
Pemda perlu melakukan langkah-langkah persiapan untuk menyesuaikan Perda dan Perkada pemungutan PDRD
sebagaimana diamanatkan UU HKPD dan peraturan turunannya

5 Januari 2022 s.d 5 Januari 2024 5 Januari 2025


UU 1/2022 tentang • Pemda dan DPRD menetapkan Perda baru Pengaturan mengenai PKB, BBNKB, Pajak
HKPD telah diundangkan sesuai UU HKPD MBLB, Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan
dan berlaku • Perda PDRD yang disusun berdasarkan UU No. Opsen Pajak MBLB mulai berlaku
28/2009 masih tetap berlaku sementara Perda
baru belum ditetapkan

5 Januari 2022 s.d s.d 5 Januari 2025


RPP KUPDRD Pengaturan mengenai PKB,
BBNKB, Pajak MBLB, Bagi
ditetapkan Hasil PKB, dan Bagi Hasil
Pemda mempersiapkan BBNKB dalam Perda yang
konsep Raperda disusun berdasarkan UU
Pemungutan PDRD No. 28/2009 masih tetap
sekaligus berkomunikasi berlaku sementara Perda
dengan DPRD baru belum ditetapkan
Jenis Pajak dan Retribusi,

Subjek Pajak dan Wajib Pajak,

Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi,

objek Pajak dan Retribusi,

dasar pengenaan Pajak,

MUATAN: tingkat penggunaan jasa Retribusi,

saat terutang Pajak,

wilayah pemungutan Pajak,

serta tarif Pajak dan Retribusi,

untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi

ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah.
tata cara pemungutan Opsen.

besaran persentase tertentu dan kegiatan Penerimaan Pajak yang Diarahkan


Penggunaannya (PKB dan Opsen PKB; PBJT atas Tenaga Listrik; Pajak
Rokok; dan PAT)

Diatur dengan
atau
berdasarkan Ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi.
Peraturan
Pemerintah:
tata cara penetapan tarif Pajak dan Retribusi

tata cara pemberian insentif fiskal

tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif


pendaftaran dan pendataan;

penetapan besaran Pajak dan Retribusi terutang;

pembayaran dan penyetoran;

pelaporan;
Pemungutan Pajak
dan Retribusi
dilaksanakan pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan;
sesuai dengan
ketentuan umum
dan tata cara pemeriksaan Pajak;
pemungutan Pajak
dan Retribusi,
TATA CARA meliputi penagihan Pajak dan Retribusi;
PEMUNGU pengaturan
TAN: mengenai:
keberatan;

Ketentuan umum
dan tata cara gugatan;
pemungutan Pajak
dan Retribusi
diatur dengan atau penghapusan piutang Pajak dan Retribusi oleh Kepala Daerah; dan
berdasarkan
Peraturan pengaturan lain yang berkaitan dengan tata cara pemungutan Pajak dan
Pemerintah. Retribusi.
Kepala Daerah dapat
memberikan keringanan,
pengurangan, pembebasan,
dan penundaan pembayaran
atas pokok dan/atau sanksi
Pajak dan Retribusi.
Kondisi Wajib Pajak atau
Pemberian Wajib Retribusi antara lain
Keringanan, adalah kemampuan
Pengurangan, dan membayar Wajib Pajak
Pembebasan: atau Wajib Retribusi atau
Pemberian keringanan, tingkat likuiditas Wajib
pengurangan, pembebasan, Pajak atau Wajib Retribusi.
dan penundaan pembayaran
dilakukan dengan
memperhatikan kondisi
Wajib Pajak atau Wajib Kondisi objek Pajak antara
Retribusi dan/atau objek lain adalah lahan pertanian
Pajak atau objek Retribusi. yang sangat terbatas,
tanah dan bangunan yang
ditempati Wajib Pajak atau
Wajib Retribusi dari
golongan tertentu, dan
nilai objek Pajak sampai
dengan batas tertentu.
Dalam rangka
pelaksanaan kebijakan
fiskal nasional dan untuk
mendukung kebijakan
kemudahan berinvestasi dapat mengubah tarif
serta untuk mendorong Pajak dan tarif Retribusi
pertumbuhan industri dengan penetapan tarif
dan/atau usaha yang Pajak dan tarif Retribusi
berdaya saing tinggi yang berlaku secara
serta memberikan nasional; dan
Kemudahan Berusaha
pelindungan dan
dan Berinvestasi: pengaturan yang pengawasan dan evaluasi
berkeadilan, Pemerintah terhadap Perda mengenai
sesuai dengan program Pajak dan Retribusi yang
prioritas nasional dapat menghambat ekosistem
melakukan penyesuaian investasi dan kemudahan
terhadap kebijakan Pajak dalam berusaha.
dan Retribusi yang
ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah,
berupa:
Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota kepentingan umum,
mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan
oleh gubernur, Menteri yang dan/atau peraturan
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan perundang-undangan lain
dalam negeri, dan Menteri. yang lebih tinggi.

Rancangan Perda kabupaten/kota


mengenai Pajak dan Retribusi yang telah
disetujui bersama oleh DPRD
Evaluasi kabupaten/kota dan bupati/wali kota
Raperda: sebelum ditetapkan wajib disampaikan
kepada gubernur, Menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
dalam negeri, dan Menteri paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal Penolakan → disampaikan
persetujuan. dengan disertai alasan
penolakan, dapat diperbaiki
kemudian disampaikan kembali
Hasit evaluasi yang telah dikoordinasikan
dengan Menteri dapat berupa persetujuan
atau penolakan.

Persetujuan → rancangan
Perda dimaksud dapat
langsung ditetapkan.
Perda yang telah ditetapkan disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah ditetapkan untuk dilakukan evaluasi.

Dalam hal berdasarkan evaluasi Perda bertentangan dengan kepentingan umum,


peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional,
Menteri merekomendasikan dilakukannya perubahan.

Evaluasi
Perda:

Berdasarkan rekomendasi perubahan Perda bupati melakukan perubahan


Perda dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja.

Jika dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja, bupati tidak melakukan perubahan atas
Perda tersebut Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan DAU
dan/atau DBH.
Dalam mendukung kebijakan kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib
kemudahan berinvestasi, bupati Retribusi;
dapat memberikan insentif fiskal
kepada pelaku usaha di daerahnya.
kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak
Insentif fiskal berupa pengurangan, terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau
keringanan, dan pembebasan, atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena
penghapusan pokok Pajak, pokok adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh
Retribusi, dan/atau sanksinya. Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan
untuk menghindari pembayaran Pajak;

Insentif fiskal dapat diberikan atas


permohonan Wajib Pajak dan Wajib
Fasilitas: Retribusi atau diberikan secara
jabatan oleh Kepala Daerah untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha
berdasarkan pertimbangan, antara mikro dan ultra mikro;
lain:

Pemberian insentif fiskal, untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah


diberitahukan kepada DPRD dengan dalam mencapai program prioritas Daerah;
melampirkan pertimbangan Kepala dan/atau
Daerah dalam memberikan insentif
fiskal tersebut.

Pemberian insentif fiskal ditetapkan untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam


dengan Perkada mencapai program prioritas nasional
Struktur ekonomi Daerah,

proyeksi pertumbuhan ekonomi Daerah,

ketimpangan pendapatan,

indeks pembangunan manusia,


kebijakan
Penganggaran Pajak makroekonomi
dan Retribusi dalam Daerah;
kemandirian fiskal,
mempertimbangkan
paling sedikit: potensi Pajak dan
Penetapan Retribusi.
Target tingkat pengangguran,
Penerimaan:

Kebijakan makroekonomi diselaraskan dengan


kebijakan makroekonomi regional dan kebijakan tingkat kemiskinan, dan
makroekonomi yang mendasari penyusunan
APBN
daya saing Daerah
Instansi yang melaksanakan pemungutan
Pajak dan Retribusi dapat diberi insentif
atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

Pemberian insentif ditetapkan melalui


Insentif:
APBD.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


pemberian dan pemanfaatan insentif
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga
merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.

Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga merugikan
Keuangan Daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dapat dituntut apabila telah melampaui
jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat Pajak terutang atau masa Pajak berakhir atau
Ket Pidana: bagian Tahun Pajak berakhir atau Tahun Pajak yang bersangkutan berakhir.

Denda merupakan pendapatan negara.

Pasal 15 UU 12/2011 Materi muatan mengenai ketentuan pidana dalam Perda berupa ancaman
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tapi ketika ada denda merupakan pendapatan negara ??
Terhadap hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang belum
diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan di bidang Pajak dan Retribusi yang ditetapkan sebelum berlakunya
Undang-Undang ini;

Perda mengenai Pajak dan Retribusi masih tetap berlaku paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;

Ket
Peralihan:
Khusus ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, bagi hasil
Pajak Kendaraan Bermotor, dan bagi hasil Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dalam Perda masih tetap berlaku sampai dengan 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;

Dalam hal jangka waktu tidak dapat dipenuhi, ketentuan mengenai Pajak dan
Retribusi mengikuti ketentuan berdasarkan Undang-Undang ini
Upaya Optimalisasi Penerimaan PDRD
Selain penyiapan Perda dan Perkada yang akan digunakan sebagai dasar pemungutan PDRD, Pemda perlu melakukan upaya-upaya
optimalisasi lainnya dalam rangka menjaga Penerimaan PDRD semakin meningkat

1 2 3

Penyempurnaan Perda dan Perkada Perencanaan Penerimaan PDRD yang optimal dengan diiringi Pengaturan skema Reward &
terkait administrasi perpajakan daerah rencana aksi dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi Punishment yang transparan bagi
agar sejalan dengan UU HKPD dan perpajakan daerah. Wajib Pajak dalam rangka
peraturan pelaksananya.
• Kriteria penetapan NJKP
• Pemutakhiran data WP dan OP (termasuk NJOP PBB-P2 maupun peningkatan Tax compliance
Dasar Pengenaan lainnya
• Kriteria pengecualian OP, dll • Optimalisasi Kerja Sama Pemungutan, dll
5 6
4

Pembenahan organisasi menjadi berbasis fungsi: Peningkatan kualitas SDM yang Pengembangan Sistem Pajak Daerah dan pemanfaatan data
• Pelayanan masih perlu ditingkatkan melalui pihak lain
• Penagihan pelatihan (training) baik yang • pengembangan sistem kadaster
• Pemeriksaan diselenggarakan oleh • integrasi sistem pendaftaran WP, pendataan OP,
• Pengawasan dan Konsultasi Kementerian, universitas, pembayaran, dan pelaporan pajak berbasis internet
• Ekstensifikasi maupun secara in- house oleh • integrasi sistem pendapatan dan pengelolaan keuangan
Pengolahan Data dan Informasi (termasuk
• Pemda sendiri. • link dengan data kependudukan dan perizinan
akselerasi manajemen dan pemanfaatan
• pertukaran data dengan pemerintah pusat, dll
data dan informasi)
HAL PENTING YANG PERLU MENJADI PERHATIAN
• Pasal 94 UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD menegaskan bahwa Jenis
Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak, Subjek Retribusi dan
Wajib Retribusi, objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan Pajak, tingkat
penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, wilayah pemungutan Pajak,
serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi
ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan
Retribusi di Daerah.
• Pasal 187 UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD menegaskan bahwa Perda
mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih
tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 (05 Januari 2022)
• Tahun 2023 merupakan tahun politik menyongsong dilaksanakannya Pemilu
serentak sehingga para peserta pemilu akan disibukkan dengan
penggalangan suara pemilih. Ranperda PDRD yang sudah disesuaikan
dengan UU 1 Tahun 2022 sudah diajukan ke Kemendagri untuk dievaluasi
paling lama pertengahan 2023
Koordinator Pendapatan Daerah:
1. Wilayah Sumatera
Ir. Budi Ernawan, MPPM (0815 9154 675)

2. Wilayah Jawa
Siti Chomzah, SH, M.Si (0812 9671 6600)

3. Wilayah Kalimantan
Zainal Ahmad, AP., M.Ap (0853 6205 0505)

4. Wilayah Sulawesi
R. An An Andri Hikmat, SR, AP., MM (0811 111 5375)

5. Wilayah Papua, NTB, NTT


Budhi Rinaldi, S.Psi., M.Si (0812 1344 0277)
52

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai