Anda di halaman 1dari 5

CORNELL NOTES

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang

Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

DAU, DAK, dan DBH

Mustafa Kemal Pasha / 17 (3062220012)


KEYWORD NOTES
Dana Alokasi Umum (DAU) DAU berperan sebagai instrument untuk mengatasi
kesenjangan horizontal (horizontal imbalance)
antardaerah.
Terdapat beberapa isu spesifik dari pengalokasian DAU
di Indonesia, yaitu penghapusan ketentuan alokasi DAU
suatu daerah yang tidak boleh lebih rendah dari tahun
sebelumnya (no hold-harmless), ketimpangan
antardaerah, ketimpangan fiskal antardaerah dan
pelayanan dasar, inefesiensi belanja pegawai dan formula
yang dianggap memberikan disinsentif bagi pemungutan
PAD.
Isu terkait DAU a. Ketimpangan Antardaerah
Tingkat ketimpangan fiskal antardaerah dalam
periode 2001-2010 menunjukan tidak adanya
perbaikan. Hal ini bukan berarti bahwa DAU tidak
memiliki peran. Dalam menurunkan ketimpangan
antardaerah, peranan DAU akan terlihat dalam
menurunkan kesenjangan fiskal antardaerah yang
ditimbulkan oleh pendapatan daerah lainnya
terutama PAD dan DBH.
b. Ketimpangan Fiskal dan Pelayanan Publik
Antardaerah
Salah satu cara untuk mengelola tingkat
ketimpangan fiskal adalah dengan melakukan
pemantauan (monitoring) secara regular terhadap
tingkat ketimpangan paleyana publik antardaerah.
Tingkat ketimpangan yang diterima adalah kondisi
dimana daerah-daerah yang miskinpun memiliki
tingkat pelayanan minimum tertentu.
Belum tersedia secara baiknya standar minimal
dan analisis standar biaya menyebabkan sulitnya
menentukan besarnya jumlah kebutuhan daerah.
Dalam jangka pendek dapat dilakukan perbaikan
formula DAU dengan menggunakan variabel yang
tersedia. Dalam jangka menengah perlu dilakukan
upaya perbaikan atas variabel-variabel yang dapat
mencerminkan proxy kebutuhan daerah dengan
lebih baik.
c. Inefisiensi Belanja Pegawai
Jumlah pegawai yang ada di daerah yang terus
bertambah menyebabkan DAU Sebagian besar
terserap untuk keperluan belanja pegawai.
Tingginya jumlah pegawai meupakan masalah
utama dalam pelaksanaan otonomi daerah. Untuk
meningkatkan efesiensi pegawai, pemda bisa
mengurangi jumlah pegawai, namun hal ini
membutuhkan waktu untuk bertransformasi. Untuk
sementara, alokasi DAU harus memperhatikan
ketidakefisienan ini dengan mengeluarkan Alokasi
Dasar (belanja pegawai negeri sipil daerah) dalam
formula DAU sehingga alokasi DAU harus
didasarkan pada celah fiskal, yaitu perbedaan
antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
d. Variabel DAU memberikan disinsentif bagi
peningkatan PAD
PAD merupakan salah satu kapasitas fiskal yang
menjadi pengurang alokasi DAU. Hal ini
memberikan disinsentif terhadap pemungutan
PDRD daerah, bagi daerah yang bekinerja dengan
baik dalam pemungutan PDRD akan mendapatkan
disinsentif dari penurunan alokasi DAU karena
dianggap lebih mandiri. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, pemerintah menerapkan variabel PAD
yang diperhitungkan hanya 50%-70%. Meskipun
demikian hal ini tidak baik digunakan terus
menerus.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu
dilakukan peninjauan ulang terhadap dormulasi
DAU UU 33 Tahun 2004. Rumusan baru
seyogyanya berbasis kepada kebutuhan riil, tidak
memberikan disinsentif kepada daerah, dan
mendorong pencapaian standar pelayanan
minimal.
Indeks Pembangunan IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator, yaitu
Manusia (IPM) indikator pelayanan pendidikan, indikator pelayanan
kesehatan dan indikator daya beli masyarakat.

A. Indikator di bidang pendidikan terdiri atas dua jenis,


yaitu
1. Harapan Lama Sekolah (HLS)
2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS).

B. Indikator di bidang kesehatan yaitu Angka Harapan


Hidup (AHH).

C. Indikator daya beli masyarakat yaitu pendapatan per


kapita yang disesuaikan dengan tingkat daya beli di
daerah (PPP/Purchasing Power Pariety).
Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah terntu untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK bersifat:
1. matching grant, yaitu bantuan spesifik yang
membutuhkan dana pendamping.
2. close-ended matching grant (alokasi per-daerah dan
jumlah dana pendamping sudah ditentukan dari awal).
Tujuan DAK DAK sebagai kategori bantuan spesifik dapat digunakan
pusat untuk pencapaian tujuan dan prioritas nasional.
DAK dapat juga ditunjukan untuk mempengaruhi pola
belanja daerah. Lebih spesifik lagi, bantuan dapat
disediakan oleh pemberi untuk mengakomodasi beban
pembiayaan bagi daerah tertentu.
Kriteria DAK Di dalam Pasal 40 UU No.33 Tahun 2004
Kriteria DAK :
1. Kriteria umum (Kriteria umum ditetapkan dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam
APBD),
2. Kriteria teknis (Kriteria teknis ditetapkan oleh
Kementerian Negara/Lembaga dan menjadi pertimbangan
besaran alokasi DAK, termasuk karakteristik wilayah dan
kemampuan keuangannya),
3. Kriteria khusus. (Kriteria khusus ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah).
Hasil Penelitian DAK 1. Sebagian besar pemerintah daerah mengaitkan
tujuan penggunaan DAK dengan peningkatan
fasilitas sarana dan prasarana fisik milik
pemerintah daerah, pembatasan penggunaan
dana transfer ini ditetapkan hanya untuk kegiatan
fisik.
2. Keberadaan dana pendamping oleh pemerintah
daerah sebenarnya juga untuk mengkondisikan
bahwa kegiatan dengan pembiayaan DAK
merupakan kewenangan pemerintah daerah yang
mendapat dukungan dari pemerintah pusat karena
merupakan prioritas nasional.
3. Secara umum, formula penetapan alokasi DAK
yang relatif kompleks menyebabkan hampir tidak
ada pengambilan kebijakan di tingkat daerah yang
mengetahui secara jelas penetapan alokasi DAK.
4. Perencanaan program daerah selama ini
mengasumsikan DAK sebagai salah satu sumber
penerimaan yang stabil, walaupun jumlah DAK
yang akan diterima oleh daerah, relatif kurang
dapat diprediksi dibandingkan dengan jenis
transfer lainnya.
5. Sebagian besar responden pemerintah daerah
menganggap pembatasan sektor DAK akan
berimplikasi pada penurunan bantuan pemerintah
pusat untuk peningkatan kegiatan ekonomi di
sektor-sektor lain.
Faktor Permasalahan DAK Kegiatan DAK lebih diutamakan untuk kegiatan fisik.
Peraturan ini mempersulit pemanfaatan DAK di daerah,
karena berbagai program kegiatan non-fisik, yang mana
masih sangat dibutuhkan oleh daerah, yang juga
merupakan prioritas nasional, menjadi tidak terbantu oleh
DAK.

DAK tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh daerah,


hal ini terjadi karena mekanisme alokasi DAK kepada
daerah sepenuhnya menggunakan perencanaan yang
bersifat top-down dan lebih daripada itu juga memaksa
daerah untuk melaksanakannya dengan Juknis yang
sifatnya sangat detail atau rigid.
Dana Bagi Hasil (DBH) Shared revenue merupakan bentuk dari dana yang dibagi
hasilkan dan dialokasikan sesuai dengan proporsi tertentu
atas dana yang sudah dikumpulkan (proportionality of
collection) ataupun ditimbulkan dari penerimaan
pemerintah pusat yang dimaksud.

Fokus dari DBH adalah pada pengaturan pembagian


vertikal (vertical sharing arrangement) antara pemerintah
pusat dan daerah terhadap suatu penerimaan negara.

Sumber DBH berasal dari DBH perpajakan dan DBH


SDA.
Fluktuasi Penerimaan DBH Perkembangan DBH Pajak relatif turun terutama untuk
DBH Pajak dari PBB dan BPHTB. Terkait hal tersebut,
pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB
menjadi pajak daerah merupakan penyebab turunnya
penerimaan DBH dari dua jenis pajak tersebut.

Berbeda dengan DBH Pajak, DBH Non-pajak dari SDA


mengalami peningkatan yang sangat dipengaruhi oleh
peningkatan alokasi DBH dari gas bumi, minyak bumi,
dan pertambangan umum. Sementara itu, total alokasi
DBH dari sektor pertambangan panas bumi relatif rendah
dan perkembangannya cenderung datar.
Daerah non-penghasil Terkait dengan penetapan daerah penghasil untuk DBH
SDA minyak bumi dan gas alam, terdapat pandangan
bahwa daerah yang terdampak eksternalitas negatif, yaitu
daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil namun
berada di provinsi yang berbeda yang lingkungan dan
sumber daya alamnya terdampak langsung.
Klasifikasi Daerah Non- Daerah non-penghasil mungkin dapat diklasifikasikan
penghasil sebagai salah satu kategori berikut:
i. Daerah non-penghasil yang berbatasan
langsung dengan daerah penghasil namun
berada di provinsi yang berbeda
ii. Daerah non-penghasil yang merupakan
aktifitas utama pengelolaan SDA, dan
iii. Daerah non-penghasil yang bukan merupakan
daerah pengolahan ataupun berbatasan
dengan daerah penghasil terkait namun masih
terletak dalam satu provinsi.
Strategi Baru DBH Untuk mengurangi disinsentif dalam DBH, baik itu yang
berasal dari bagian pemerataan maupun yang timbul dari
adanya kegaiatan eksplorasi dan eksploitasi alam,
strategi kebijakan yang akan diambil adalah dengan
menerapkan pertimbangan kinerja dalam perhitungan
alokasi. Lebih lanjut, bagian pemerataan DBH juga akan
diberikan tidak hanya kepada daerah kabupten/kota
dalam satu provinsi, namun juga kepada kabupaten/kota
yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil
meskipun berbeda provinsi. Hal ini sekaligus untuk
mengurangi eksternalitas negatif dari pengusahaan
sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai