Anda di halaman 1dari 42

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Proses Perancangan


Dalam pembuatan alat ini, penyusun melaksanakan melalui beberapa proses
dan tahapan mulai diagram alir sehingga peralatan yang dirancang dapat terwujud
dan selesai tepat waktu. Diagram aliran prosesnya seperti di bawah ini:

Mulai

Data Masukan Landasan Teori

Perencanaan
Alat

Gambar Kerja

Pengadaan
Bahan

Perencanaan Proses
Permesinan

Proses
Permesinan

Perakitan
Tidak

Uji Coba
dan
Analisa
Ya

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Clamping pada Model Mesin “Plastic
Injection Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal 754 N

35
36

3.1.1 Penjelasan Diagram Alir

1. Mulai
Merupakan tahap awal munculnya pemikiran untuk membuat Alat Pencekam
dan merupakan persiapan awal. Pada tahap ini penulis mempelajari latar belakang,
tujuan akhir dan melakukan pengamatan pada pembuatan Alat Pencekam.
2. Mengumpulkan data-data masukan dan landasan teori
Merupakan tahap mengumpulkan berbagai literatur sebagai landasan teori dan
pedoman dasar dalam pembuatan Alat Pencekam pada Model Mesin “Plastic
Injection Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal 754 N. Literatur digunakan
untuk mendukung proses pembuatan Alat Pencekam yang didapat dari penelitian
orang lain.
3. Perencanaan alat
Merupakan mengaplikasikan gagasan yang didukung tahap sebelumnya dalam
bentuk perencanaan alat, perancangan alat, pemilihan bahan dan anggaran dana
yang dibutuhkan untuk membuat Alat Pencekam pada Model Mesin “Plastic
Injection Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal 754 N.
4. Gambar kerja
Merupakan hasil yang sesuai dengan perancangan alat. Dalam gambar kerja
disusun oleh dua jenis gambar kerja, yaitu gambat susunan dan gambar bagian.
Gambar bagian merupakan gambar dari tiap komponen yang akan dilakukan proses
pemesinan. Sehingga gambar kerja inilah yang nantinya diproses menjadi bentuk
yang nyata oleh bagian produksi.
5. Pengadaan bahan
Merupakan tahap menyediakan bahan baku benda kerja yang akan diproses.
Bahan baku yang digunakan disesuaikan dengan informasi yang terdapat dalam
gambar kerja.
6. Perencanaan proses pemesinan
Merupakan tahap membuat operating plan untuk setiap proses pemesinan yang
akan dilakukan. Operating plan berfungsi sebagai titik acuan dan mempermudah
kerja saat melakukan proses pemesinan.
37

7. Proses pemesian
Merupakan tahap memproses bahan baku menjadi komponen Alat Pencekam
pada Model Mesin “Plastic Injection Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal
754 N sesuai gambar kerja pada masing-masing komponen.
8. Perakitan
Merupakan tahap perakitan semua komponen Alat Pencekam pada Model
Mesin “Plastic Injection Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal 754 N.
Komponen dirakit sesuai gambar susun yang telah dibuat.
9. Uji coba dan analisa
Merupakan tahap menguji Alat Pencekamyang telah dirakit. Dalam pengujian
yang dilakukan akan diketahui kemampuan Alat Pencekam tersebut untuk
menghasilkan produk yang telah direncanakan. Jika Alat Pencekam tidak mampu
menghasilkan produk sesuai rencana maka akan dilakukan perbaikan sampai dapat
menghasilkan produk sesuai rencana.
10. Selesai

3.2 Penjelasan Alat Pencekam pada Model Mesin “Plastic Injection


Moulding” Kemampuan Cekam Maksimal 754 N
Alat Pencekam pada Model Mesin “Plastic Injection Moulding” Kemampuan
Cekam Maksimal 754 N ini adalah salah satu dari rangkaian sistem mesin Plastic
Injection Moulding yang bertujuan untuk mencekam, memposisikan, memegang,
menahan cetakan / matras dari tekanan injeksi pada saat proses injeksi berlangsung,
sebagai faktor penentu struktur produk yang dihasilkan, dan mengatur gerakan dari
cetakan / matras, serta gerakan ejector saat melepas benda dari cetakan / matras.
Alat Pencekam pada mesin Plastic Injection Moulding ini ditujukan untuk
media pembelajaran yang terpadu antara teori dan praktek dijurusan teknik mesin
yang lebih menekankan pada pengaplikasiannya didunia industri.
Prinsip kerja dari Alat Pencekam / Clamping tersebut dikontrol dengan
menggunakan sistem Pneumatic MicroController, dan dengan menggunakan
Cylinder Pneumatic sebagai media pencekaman maju-mundur / mendorong dan
menarik. Dengan adanya Alat Pencekam / Clamping dalam mesin tersebut dapat
38

dipastikan bahwa cetakan dapat tertutup dengan sempurna dan baik. Dalam
pergerakan kerja Alat Pencekam / Clamping ini telah terkontrol dengan signal-
signal yang sudah diatur dalam MicroController.

3.3 Perancangan Komponen Mekanik dan Bahan Baku


Perancangan komponen mekanik dan bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan Alat Pencekam / Clamping diperlukan sebagai tolak ukur untuk
menentukan perhitungan perencanaan, spesifikasi peralatan yang sudah ada
diantaranya plat, bahan baku, dan bahan order lainnya.

3.4 Perhitungan dan Pemeriksaan Kekuatan Komponen


Komponen yang tidak di sebutkan seperti : Holding Plate, Ejector Plate,
Stasionary Plate dianggap sudah kuat dan aman (Safety). Penentuan spesifikasi
pada tiap-tiap komponen dapat dilihat dari perhitungan sebagai berikut :

3.4.1 Perhitungan Moving Plate


Pada komponen moving plate, bahan yang digunakan harus minimal sama
dengan bahan cetakan, dikarenakan moving plate adalah komponen yang digunakan
sebagai pembawa cetakan sekaligus untuk menahan cetakan dari tekanan injeksi.
Karena bahan cetakan sudah diketahui menggunakan bahan St 42, maka
penulis memilih bahan moving plate yang sama dengan bahan cetakan. Dan untuk
pemeriksaan kekuatan komponen dapat dihitung dengan beberapa rumus tegangan
sebagai berikut :
Perhitungan tegangan yang terjadi :
Diketahui :
Dimensi moving plate = 300 mm x 160 mm x 5 mm
Bahan baku = St 42
Tegangan tarik material (σt) = 420 N/mm2

Mencari tegangan geser ijin dari bahan St 42, maka diperoleh dengan rumus
sebagai berikut :
39

𝜎𝑡
𝜏 s ijin = 𝑣

Dimana :
𝜏 s ijin = Tegangan geser yang diijinkan pada bahan (N/mm2)
𝜎𝑡 = Tegangan maksimal bahan (N/mm2)
v = Faktor keamanan = 1,25
Maka :
𝜎𝑡
𝜏 s ijin = 𝑣
420 𝑁/𝑚𝑚2
= 1,25

= 336 N/mm2

Tegangan tekan yang terjadi pada plat 300 mm x 160 mm x 5 mm dapat


dicari dengan persamaan berikut :

𝐹
τs = 𝐴

Sehingga :
A =pxl
A = 300 mm x 160 mm
A = 48000 mm2
Maka :

𝐹 754 𝑁
τs = 𝐴 , τs = 48000 𝑚𝑚2 = 0,0157 N/mm2

Dari perhitungan yang telah dilakukan 𝜏𝑠 𝑖𝑗𝑖𝑛 > 𝜎𝑡 atau (336 N/𝑚𝑚2 ) >
(0,0157 N/𝑚𝑚2 ), maka moving plate kuat dan aman untuk digunakan.

Dalam menganalisis beban yang terjadi pada Moving Plate ini penulis juga
menggunakan software CATIA V5R17 sehingga didapatkan analisa sebagai
berikut:
40

Gambar 3.2 Analisa Moving Plate dengan beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 81 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v= 81 N/mm2

v = 4,1 (Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori aman menurut
tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load steel adalah
4.
41

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan beban yang berbeda yaitu 15 kali dari beban asli. Sehingga didapatkan
analisa sebagai berikut :

Gambar 3.3 Analisa Moving Plate dengan 15 kali beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 1280 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v = 1280 N/mm2

v = 0,26 (Tidak Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori tidak aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.
42

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan beban yang berbeda yaitu 15 kali dibawah dari beban asli. Sehingga
didapatkan analisa sebagai berikut :

Gambar 3.4 Analisa Moving Plate dengan 15 kali dibawah beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 12,8 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v=
12,8 N/mm2

v = 26 (Sangat Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori sangat aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.
43

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan tebal komponen yang berbeda yaitu 2 kali dari tebal asli. Sehingga
didapatkan analisa sebagai berikut :

Gambar 3.5 Analisa Moving Plate dengan 2 kali tebal normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 55,8 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v=
55,8 N/mm2

v = 6 (Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori aman menurut
tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load steel adalah
4.
Tetapi untuk bahan St 42 dengan tebal 10 mm akan mempengaruhi kerja
silinder pneumatic karena beban yang didorong menjadi 2 kali lebih besar. Dan dari
faktor ekonomis dari harga komponen menjadu 2 kali lebih mahal.
44

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan bahan komponen yang berbeda yaitu bahan St 37. Sehingga didapatkan
analisa sebagai berikut :

Gambar 3.6 Analisa Moving Plate dengan bahan St 37

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 129 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 37 yaitu sebesar 296 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

296 N/mm2
v = 129 N/mm2

v = 2,29 (Tidak Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori tidak aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.
Maka dari segi ekonomis dan efisien penulis memilih bahan dari adalah St
42 dengan 300 mm x 160 mm x 5 mm.
45

3.4.2 Perhitungan Ejector Pin


Pada komponen ejector pin, bahan yang digunakan harus ≥ bahan ejector
plate pada cetakan, dikarenakan ejector pin adalah komponen yang digunakan
sebagai pendorong ejector plate pada cetakan.
Karena bahan ejector plate pada cetakan sudah diketahui menggunakan
bahan St 42, maka penulis memilih bahan ejector pin ≥ ejector plate pada cetakan.
Dan untuk pemeriksaan kekuatan komponen dapat dihitung dengan beberapa rumus
tegangan sebagai berikut :
Perhitungan tegangan pada Ejector Pin yang terjadi :
Diketahui :
Dimensi ejector pin = Ø 12 mm × 60 mm
Bahan baku = St 42
Tegangan tarik material (σt) = 420 N/mm2

Mencari tegangan geser ijin dari bahan St 42, maka diperoleh dengan rumus
sebagai berikut :

𝜎𝑡
𝜏 s ijin = 𝑣

Dimana :
𝜏 s ijin = Tegangan geser yang diijinkan pada bahan (N/mm2)
𝜎𝑡 = Tegangan maksimal bahan (N/mm2)
v = Faktor keamanan = 1,25
Maka :
𝜎𝑡
𝜏 s ijin = 𝑣
420 𝑁/𝑚𝑚2
= 1,25

= 336 N/mm2

Tegangan tekan yang terjadi pada poros Ø 12 mm × 60 mm dapat dicari


dengan persamaan berikut :

𝐹
τs = 𝐴
46

Sehingga :
𝜋𝑑2
A = 4
22
. 122
7
A = 4

A = 113 mm2
Maka :
𝐹
𝜏a = 𝐴

628 𝑁
𝜏a = 113 𝑚𝑚2

= 5,55 N/mm2

Dari perhitungan yang telah dilakukan 𝜏𝑠 𝑖𝑗𝑖𝑛 > 𝜎𝑡 atau (336 N/𝑚𝑚2 ) >
(5,55 N/𝑚𝑚2 ), maka moving plate kuat dan aman untuk digunakan.

Dalam menganalisis beban yang terjadi pada Ejector Pin ini penulis juga
menggunakan software CATIA V5R17 sehingga didapatkan analisa sebagai
berikut:

Gambar 3.7 Analisa Ejector Pin dengan beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 100 N/mm2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :
47

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v = 100 v = 3,36 (Kurang Aman)
N/mm2

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori kurang aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.
Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan beban yang berbeda yaitu 2 kali dari beban asli. Sehingga didapatkan
analisa sebagai berikut :

Gambar 3.8 Analisa Ejector Pin dengan 2 kali beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 200 N/m2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v = 200 N/mm2 v = 1,6 (Tidak Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori tidak aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.
48

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan beban yang berbeda yaitu 2 kali dibawah dari beban asli. Sehingga
didapatkan analisa sebagai berikut :

Gambar 3.9 Analisa Ejector Pin dengan 2 kali dibawah beban normal

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 50,4 N/m2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 42 yaitu sebesar 336 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

336 N/mm2
v = 50,4 N/mm2 v = 6,6 (Sangat Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori sangat aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4.

Penulis juga melakukan percobaan analisa pada bagian yang sama, namun
dengan bahan yang berbeda yaitu bahan St 37. Sehingga didapatkan analisa sebagai
berikut :
49

Gambar 3.10 Analisa Ejector Pin dengan bahan St 37

Dari analisis didapatkan tegangan (von misses stress) maksimum ditujukan


oleh warna merah sebesar 121 N/m2 . Maka tegangan yield material yang didapat
dari bahan St 37 yaitu sebesar 296 N/mm2 dapat dihitung safety factor sebagai
berikut :

tegangan yield
v = tegangan yang terjadi

296 N/mm2
v = 121 N/mm2 v = 2,7 (Tidak Aman)

Jadi komponen yang telah dihitung masuk dalam kategori tidak aman
menurut tabel 2.3 pada Halaman.19 yang menunjukkan safety factor stady load
steel adalah 4. Jika dilihat dari warna hasil analisis, umur dari komponen tidak akan
bertahan lama. Maka dari segi ekonomis dan efisien penulis memilih bahan dari
adalah St 42 dengan Ø 12 mm × 60 mm.

3.4.3 Perhitungan Cylinder Pneumatic


Gaya tekan pada piston berdasarkan beban yang terjadi pada piston. Maka
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
W = m. g

= 65,98 kg × 9.81 m⁄ 2
s
= 647,26 N ≈ 648 N
50

Tabel 3.1 Gaya-gaya yang terjadi pada cylinder pneumatic

Komponen m (kg) g (m/s2) F (N)


Moving Plate 1,88 9,81 18,44

Cetakan (Mold) 7,22 9,81 70,83

Stasionary Plate 5,68 9,81 55,72

Injeksi Screw 51,2 9,81 502,27

Total 65,98 9,81 647,26

Menghitung berapa besar diameter cylinder pneumatic yang dibutuhkan


dengan persamaan berikut:
Rr = 10% . F

= 10% x 648 N

= 64,8 N

p = Tekanan kerja untuk pneumatik pada umumnya rata-rata 6 bar = 0,6 Nmm2

Sehingga,
π
(F + Rr) = ( x D2 ) x p
4
π
(648 + 64,8) = ( x D2 ) x 0,6
4

712,8 = (0.785 x D2 ) x 0,6


2 712,8
0.785 × D = = 1188
0,6
1188
D2 = 0,785

D2 = √1514

D = 38,91 ≈ 40 mm

Jadi ø 40 mm tabung silinder dan ø 16 mm batang silinder dipilih berdasarkan

spesifikasi umum yang tersedia di pasaran.

Menghitung gaya efektif cylinder pneumatic yang mempunyai dua arah dan
bisa dihitung dengan cara sebagai berikut :
51

a. Gaya efektif piston saat maju


Gaya efektif piston saat maju dapat dihitung dengan rumus:
Fa = A x P – ( Rr)
Dimana,
A = (π/4 (Ds)2)
A = (π/4 (40)2)
A = 1256 mm2
P = Tekanan Kerja untuk pneumatik rata-rata 6 bar = 0,6 Nmm2
Rr = Gaya gesek yang terjadi F x 10%
Maka:
Fa = 1256 mm2 x 0,6 Nmm2 – (F x 10%)
Fa = 754 N – 75,4 N
Fa = 678,6 N

b. Gaya efektif piston saat mundur


Gaya efektif piston saat mundur dapat dihitung dengan rumus:
Fb= A x P – (Rr)
Dimana,
A = (π /4) x ( Ds2 - dp2 )

A = (π /4) x ( 402 - 162 )

A = 1047 mm2

P = Tekanan Kerja untuk pneumatik rata-rata 6 bar = 0,6 Nmm2


Rr = Gaya gesek yang terjadi F x 10%
Maka:
Fb = 1047 mm2 x 0,6 Nmm² – (F x 10%)
Fb = 628 N – 62,8 N
Fb = 565,2 N

3.4.4 Perhitungan Clamping Force


Diketahui gaya cekam pada cetakan (Fmold) adalah sebesar = 309 N. Untuk
mengetahui gaya cekam clamping (Fclamping) dihitung menggunakan rumus berikut:
52

Fclamping = A x P
Dimana,
A = (π/4 (Ds)2)
A = (π/4 (40)2)
A = 1256 mm2
P = Tekanan Kerja untuk pneumatik rata-rata 6 bar = 0,6 Nmm2
Maka:
Fclamping = 1256 mm2 x 0,6 Nmm2
Fclamping = 754 N
Maka dari perhitungan yang telah dilakukan Fm > Fc atau (754 N) > (309
N) maka syarat gaya cekam clamping telah terpenuhi. Dan Telah diketahui
kemampuan cekam maksimum (tonase) dari clamping adalah 754 N.

3.4.5 Pemilihan Bantalan Luncur (Bushing)


Diketahui dari survei bushing yang umum tersedia dipasaran adalah bushing
dengan bahan sebagai berikut:
1. Besi cor
2. Perunggu
3. Kuningan
Pemilihan bahan bushing dapat ditentukan berdasarkan pada tingkat
kekerasan yang bisa dilihat pada tabel 2.1, Halaman 17. Tingkat kekerasan
bushing yang dipilih harus berada sedikit dibawah tingkat kekerasan poros, untuk
memenuhi syarat dapat menyesuaikan terhadap lenturan poros dan tahan terhadap
beban. Selain itu, agar tidak merusak poros itu sendiri.
Berdasarkan hasil uji kekerasan pada tabel 2.2, Halaman 18. Bahan poros
yang terbuat dari St 37 memiliki tingkat kekerasan 120 HB. Dan jenis bahan bushing
yang paling mendekati adalah bahan besi cor. Oleh karena itu, penulis memilih
bushing yang digunakan terbuat dari bahan besi cor. Untuk sesuaian lubang bushing
pada poros penulis memilih sesuaian basis poros berdiameter 25 mm, maka dapat
ditentukan lubang bushing sebesar yaitu 25,4 mm (diameter lubang yang tersedia
di pasaran). Sesuaian yang dipilih adalah basis lubang E8.
53

3.5 Desain Alat Pencekam ( Clamping )


3.5.1 Desain Assembly Clamping
Pada desain assembly clamping ini merupakan hasil perakitan dari semua
komponen yang telah melalui proses pemesinan. Berikut desain dari assembly
clamping :

Gambar 3.11 Assembly Clamping


Keterangan :
1. Holding Plate
2. Ejector Plate
3. Moving Plate
4. Stasionary Plate
5. Poros Pengarah
6. Landasan
7. Cetakan / Mould
8. Cylinder Pneumatic
9. Bushing
10. Baut dan Mur M12
54

3.5.2 Desain Holding Plate


Pada dimensi desain dari holding plate ini dibuat berdasarkan fungsinya
sebagai pemegang / dudukan piston. Berikut desain dan dimensi dari holding plate:

Gambar 3.12 Desain Holding Plate

3.5.3 Desain Ejector Plate


Pada desain Ejector Plate, besar dimensi yang dibuat berdasarkan
berdasarkan fungsinya sebagai pemegang / dudukan piston dan Ejector Pin sebagai
alat untuk mengeluarkan produk dari cavity. Berikut desain dan dimensi dari
Ejector plate :

Gambar 3.13 Desain Ejector Plate


55

3.5.4 Desain Ejector Pin


Pada desain ejector pin ini dibuat sesederhana mungkin namun fungsi
ejector pin ini sangatlah penting. Fungsi ejector pin ini adalah alat untuk
mendorong produk agar terlepas dari cetakan. Berikut desain dan dimensi dari
ejector pin :

Gambar 3.14 Desain Ejector Pin

3.5.5 Desain Moving Plate


Pada desain moving plate ini dibuat berdasarkan fungsi moving plate ini
sangatlah penting. Fungsi moving plate ini adalah tempat menempelnya cetakan
yang didorong oleh Cylinder Pneumatic bergerak maju dan mundur. Berikut desain
dan dimensi dari moving plate :

Gambar 3.15 Desain Moving Plate


56

3.5.6 Desain Stasionary Plate


Pada desain Stasionary Plate ini dibuat berdasarkan fungnsinya yaitu plat
tempat untuk pemasangan mold bagian cavity atau bagian cewek mold (bahasa
lapangan). Ukurannya disesuaikan dengan tinggi dari ejector pin. Berikut desain
dan dimensi dari Stasionary Plate :

Gambar 3.16 Desain Stasionary Plate

3.6 Perhitungan Waktu Permesinan (Machining Time)


3.6.1 Waktu Pemesinan Drilling Machine

Gambar 3.17 Pengeboran Lubang Moving Plate


57

Nama komponen = Moving Plate


Bahan benda kerja = Pelat St 42
Ukuran benda kerja = 300 x 160 x 5 mm
Diameter mata bor = ∅ 5 mm, ∅ 10 mm, ∅ 13 mm, ∅ 14 mm,
∅ 28 mm
a) Drilling ∅ 5 mm
Kecepatan potong (Vc) = 13 m/menit (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976:104)
Kedalaman pemakanan (t) = 5 mm
Diameter drill (d) = 5 mm
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,1 mm/put (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976:104)
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,1 mm/put (Sesuai tabel pada mesin
bor)
𝑉𝐶 𝑥 1000
n = 𝜋𝑥𝐷

13 𝑥 1000
= 𝜋𝑥5

= 828,02 rpm ≈ 950 rpm (Sesuai tabel pada mesin bor


Coordinat Boring)

L1 = t + (0,3 x d)

= 5 + (0,3 x 5)

= 6,5 mm

𝐿𝑥𝜋𝑥𝑑
tm =𝑆
𝑟 𝑥 𝑉𝑐 𝑥 1000

6,5 𝑥 𝜋 𝑥 5
=0,1 𝑥 13 𝑥 1000

= 0,07 menit ≈ 0,07 x 7 lubang = 0,49 menit = 29 detik


58

b) Drilling ∅ 10 mm

Kecepatan potong (Vc) = 16 m/menit (Herman Juts dan Eduard


Scharkus, 1976: 104)
Kedalaman pemakanan (t) = 5 mm
Diameter drill (d) = 10 mm
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,18 mm/put (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976: 104)
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,18 mm/put (Sesuai tabel pada mesin
bor)

𝑉𝐶 𝑥 1000
n = 𝜋𝑥𝐷

16 𝑥 1000
= 𝜋 𝑥 10

= 509,29 rpm ≈ 475 rpm (Sesuai tabel pada mesin bor


Coordinat Boring)

L1 = t + (0,3 x d)

= 5 + (0,3 x 10)

= 8 mm

𝐿𝑥𝜋𝑥𝑑
tm =𝑆
𝑟 𝑥 𝑉𝑐 𝑥 1000

8 𝑥 𝜋 𝑥 10
= 0,18 𝑥 16 𝑥 1000

= 0,09 menit ≈ 0,09 x 7 lubang = 0,63 menit = 37 detik


59

c) Drilling ∅ 13 mm

Kecepatan potong (Vc) = 20 m/menit (Herman Juts dan Eduard


Scharkus, 1976:104)
Kedalaman pemakanan (t) = 5 mm
Diameter drill (d) = 13 mm
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,25 mm/put (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976:104)
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,25 mm/put (Sesuai tabel pada mesin
bor)

𝑉𝐶 𝑥 1000
n = 𝜋𝑥𝐷

20 𝑥 1000
= 𝜋 𝑥 13

= 489,70 rpm ≈ 475 rpm (Sesuai tabel pada mesin bor


Coordinat Boring)

L1 = t + (0,3 x d)

= 5 + (0,3 x 13)

= 8,9 mm

𝐿𝑥𝜋𝑥𝑑
tm =𝑆
𝑟 𝑥 𝑉𝑐 𝑥 1000

8,9 𝑥 𝜋 𝑥 13
=0,25 𝑥 20 𝑥 1000

= 0,07 menit ≈ 0,07 x 1 lubang = 0,07 menit = 4 detik


60

d) Drilling ∅ 14 mm

Kecepatan potong (Vc) = 20 m/menit (Herman Juts dan Eduard


Scharkus, 1976:106)
Kedalaman pemakanan (t) = 5 mm
Diameter drill (d) = 14 mm
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,25 mm/put (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976:106)
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,25 mm/put (Sesuai tabel pada mesin
bor)

𝑉𝐶 𝑥 1000
n = 𝜋𝑥𝐷

20 𝑥 1000
= 𝜋 𝑥 14

= 454,72 rpm ≈ 475 rpm (Sesuai tabel pada mesin bor


Coordinat Boring)

L1 = t + (0,3 x d)

= 5 + (0,3 x 14)

= 9,2 mm

𝐿𝑥𝜋𝑥𝑑
tm =𝑆
𝑟 𝑥 𝑉𝑐 𝑥 1000

9,2 𝑥 𝜋 𝑥 14
=0,25 𝑥 20 𝑥 1000

= 0,11 menit ≈ 0,11 x 4 lubang = 0,44 menit = 26 detik


61

e) Drilling ∅ 28 mm

Kecepatan potong (Vc) = 28 m/menit (Herman Juts dan Eduard


Scharkus, 1976:104)
Kedalaman pemakanan (t) = 5 mm
Diameter drill (d) = 28 mm
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,34 mm/put (Herman Juts dan Eduard
Scharkus, 1976:104)
Gerak makan per gigi (Sr) = 0,34 mm/put (Sesuai tabel pada mesin
bor)

𝑉𝐶 𝑥 1000
n = 𝜋𝑥𝐷

28 𝑥 1000
= 𝜋 𝑥 28

= 318,31 rpm ≈ 340 rpm (Sesuai tabel pada mesin bor


Coordinat Boring)

L1 = t + (0,3 x d)

= 5 + (0,3 x 28)

= 13,4 mm

𝐿𝑥𝜋𝑥𝑑
tm =𝑆
𝑟 𝑥 𝑉𝑐 𝑥 1000

13,4 𝑥 𝜋 𝑥 28
=0,34 𝑥 28 𝑥 1000

= 0,12 menit ≈ 0,12 x 2 lubang = 0,24 menit = 14 detik

Waktu setting mesin dan pengukuran benda kerja diperkirakan 7 menit tiap
proses sebanyak 5 kali yaitu 7 menit x 5 proses = 35 menit. Sehingga total waktu
pemesinan untuk proses drilling pada moving plate yaitu :

𝑡𝑚 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,49 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 0,63 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 0,07 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 0,44 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 +


0,24 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 35 𝑚𝑒𝑛𝑖 = 36,751 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
62

Tabel 3.2 Waktu Pengeboran

No 1 2 3 4

Holding Plate Ejector Plate Moving Plate Stasionary Plate


Nama
Komponen
Plat 300 x 200 x 10 Plat 300 x 40 x 10 Plat 300 x 200 x 10 Plat 300 x 40 x 10 Plat 300 x 200 x 5 Plat 300 x 200 x 10 Plat 300 x 40 x 10

Ø mata bor (mm)


5 13 25,4 34 5 13 5 12 25,4 34 5 13 5 10 13 14 28 5 10 25,4 27 5 13

Cutting speed
15 22 29 35 15 20 15 18 29 35 15 20 13 16 20 20 28 15 18 29 29 15 20
(mm/menit)

Feeding (mm/put) 0,1 0,25 0,31 0,36 0,1 0,22 0,1 0,18 0,31 0,36 0,1 0,22 0,1 0,18 0,25 0,25 0,34 0,1 0,18 0,31 0,31 0,1 0,22

Jumlah lubang 3 3 3 1 2 2 5 5 3 1 2 2 7 7 1 4 2 5 5 3 1 2 2

Tebal (mm) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10 10

L1 11,5 13,9 17,62 20,2 11,5 13,9 11,5 13,6 17,62 20,2 11,5 13,9 6,5 8 8,9 9,2 13,4 11,5 13 17,62 18,1 11,5 13,9

n 955,4 539 363,6 327,8 955,414 489,956 955,4 477,7 363,6 327,8 955,414 489,956 828 509,6 490 455 318,5 955,4 573,2 363,6 342,1 955,414 489,956

n mesin 950 475 375 340 950 475 950 475 340 340 900 475 950 475 475 475 340 950 600 340 340 950 475

Tm1 (menit) 0,121 0,117 0,152 0,165 0,12105 0,13301 0,121 0,159 0,167 0,165 0,12778 0,13301 0,068 0,094 0,075 0,077 0,116 0,121 0,12 0,167 0,172 0,12105 0,13301

Waktu setting
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
(menit)

Waktu
pengukuran 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
(menit)

Waktu total
7,363 7,351 7,455 7,165 7,242 7,266 7,605 7,795 7,502 7,165 7,256 7,266 7,479 7,655 7,075 7,310 7,232 7,605 7,602 7,502 7,172 7,242 7,266
(menit)

Waktu
43,842 44,589 36,751 44,388
total/komponen

Total waktu
169,570
pengeboran

3.6.2 Waktu Pemesinan Mesin Bubut

Gambar 3.18 Pembubutan Ejector Pin


63

Nama komponen = Ejektor Pin Ø12 X 60


Bahan benda kerja = St 42
Ukuran raw material = Ø 16 mm × 62 mm
Ukuran diinginkan = Ø 12 mm × 60 mm
Pahat yang digunakan = High Speed Steel
Kecepatan potong HSS (Vc) = 21 m/menit (Krar, Oswald, hal. 313)
Feeding (Sr) (𝑓) = 0.25 mm/put (Krar, Oswald, hal. 313)

a) Pembubutan Rata Muka (Facing Turning)


Pemakanan Panjang 62 mm menjadi 60 mm :
- Putaran Spindle :
1000×𝑉𝑐
n =
𝜋×𝑑

1000×21
=
𝜋×16

= 417,78 ≈ 420 rpm (Sesuai tabel mesin bubut)

- Kecepatan Makan (Feeding Speed) :


Vf = f x n

= 0,25 x 420

= 105 mm/menit

- Jumlah Pemakanan :
Panjang awal−Panjang akhir
i = tebal pemakanan

62−60
=
0,5

= 4 Kali
- Waktu Pemotongan (Cutting Time) :
𝑟x𝑖
tm =
𝑆𝑟×𝑛
16 x 4
= = 0,61 menit = 36 detik
0.25×420
64

b) Pembubutan Rata Memanjang (Longitudinal Turning)


Pemakanan Ø 16 mm menjadi Ø 12 mm dengan panjang 60 mm :
- Putaran Spindle :

1000 x 𝑣𝑐
n =
𝜋×𝑑

1000×21
= 𝜋×16

= 417,78 ≈ 420 rpm (Sesuai tabel mesin bubut)

- Kecepatan Makan (Feeding Speed) :

Vf = f x n

= 0,25 x 420

= 105 mm/menit

- Jumlah Pemakanan :

Diameter awal−Diameter akhir


i =
tebal pemakanan

16−12
=
1

= 4 Kali

- Waktu Pemotongan (Cutting Time) :

𝑙x𝑖
tm =
𝑆𝑟×𝑛

60 x 4
=
0,25 × 420

= 2,29 menit
65

c) Pembubutan Chamfer
Pemakanan 2 mm x 45° dengan Ø 12 mm dan panjang 60 mm :

Diketahui : D = 12 mm
d = 10 mm
lt = 2 mm
α = 45° ( dengan memutar compound rest atau
menggunakan pahat chamfer 45° )

- Putaran Spindle :

1000 x 𝑣𝑐
n =
𝜋×𝑑

1000×21
= 𝜋×12

= 557,04 ≈ 600 rpm (Sesuai tabel mesin bubut)

- Kecepatan Makan (Feeding Speed) :

Vf = f x n

= 0,25 x 600

= 150 mm/menit

- Jumlah pemakanan :
𝐷−𝑑
i = 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛

12−10
= 1

= 2 Kali

- Waktu Pemotongan (Cutting Time) :


𝑙𝑡
Tc = 𝑉𝑓 𝑥 𝑖

2
= 150 𝑥 2 = 0,03 menit = 1,8 detik
66

Waktu setting mesin dan pengukuran benda kerja diperkirakan 7 menit tiap
proses yaitu 7 menit x 3 proses = 21 menit.. Sehingga total waktu pemesinan untuk
proses pembubutan pada ejektor pin yaitu :

𝑡𝑚 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,61 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 2,29 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 0,03 + 21 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡


= 23,93 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

Tabel 3.3 Waktu Pembubutan


No 1
Ejector Pin
Nama Komponen
Facing Memanjang Chamfer
Do (mm) 16 16 12
Dm (mm) 0 12 10
lt (mm) 2 60 2
Feeding
0,25 0,25 0,25
(mm/putaran)
Vc (m/menit) 21 21 21
n (rpm) 417,99 417,99 557,32
n yang telah ada di
420 420 600
mesin (rpm)
Vf (mm/menit) 105 105 150

Jumlah pemakanan 4 4 2

Tc (menit) 0,61 2,29 0,03


Waktu Setting dan
7,00 7,00 7,00
Pengukuran
Tc pemesinan bubut
23,93
(menit)

3.6.3 Perhitungan Waktu Pengelasan

Perhitungan waktu pengelasan yang dibutuhkan untuk menyambung bagian


dari setiap komponen benda kerja berdasarkan pengalaman penyusun selama
praktek di perkuliahan.
67

3.6.4 Perhitungan Waktu Kerja Bangku

Perhitungan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan kerja


bangku berdasarkan pada pengalaman penyusun selama menempuh praktek di
perkuliahan.

3.6.5 Total Waktu Pemesinan

Dengan rumus yang sama seperti diatas, maka ditentukan waktu pemesinan
tiap komponen alat bantu ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Total Waktu Permesinan


Jumlah
Nama Mesin Mesin Mesin Kerja
No Waktu
Komponen Bubut Bor Las Bangku
(Menit)

1 Holding Plate 43,84 45 30 118,84

2 Ejector Plate 44,59 45 30 119,59

3 Ejector Pin 23,93 45 30 98,93

4 Moving Plate 36,76 45 30 111,76

5 Stasionary Plate 44,39 45 30 119,39

Total 23,93 169,57 225,00 150,00 568,50

Jadi total waktu pemesinan adalah 568,50 menit = 9 jam, 47 menit, 5 detik
68

Tabel 3.5 Total Waktu Pemesinan Nyata

Jumlah
Nama Mesin Mesin Mesin Kerja
No Waktu
Komponen Bubut Bor Las Bangku
(Menit)

1 Holding Plate 88 90 60 238

2 Ejector Plate 90 90 60 240

3 Ejector Pin 48 90 60 198

4 Moving Plate 47 90 60 197

5 Stasionary Plate 90 90 60 240

Total 48 315 450 300 1113

Dari hasil perhitungan total waktu permesinan didapatkan 568,50 menit.


Sedangkan perhitungan waktu permesinan yang nyata didapatkan hasil 1113 menit.
Sehingga jika dibandingkan total waktu permesinan dengan total waktu
permesinan nyata adalah kurang lebih 1 : 2. Hal itu disebabkan karena setiap
operator mempunyai skill yang berbeda, sehingga dapat mempengaruhi cepat
tidaknya pembuatan alat. Oleh karena itu total waktu permesinan pada tabel 3.4
tidak bisa dijadikan patokan waktu dalam pembuatan alat.
69
70
71
72

3.10 Perhitungan Biaya Pembuatan Alat


3.10.1 Perhitungan Biaya Bahan Baku
Perhitungan bahan baku dilakukan sesuai dengan bahan baku yang akan
dipergunakan. Untuk mengetahui harga biaya dari masing-masing material yang
digunakan untuk membuat alat, sebelumnya harus diketahui harga materialnya.

Tabel 3.6 Estimasi Harga Satuan Baku

No Bahan Baku Massa Jenis Harga (Rp/kg)

1 St 37 7,8 x 10-6 13000

2 St 42 7,85 x 10-6 18000

Tabel 3.7 Tabel Biaya Bahan Baku Non - Order

Massa Harga/kg
No Nama Bagian Bahan Ukuran Jumlah
(kg) (Rupiah)

1 Holding Plate St 37 300 x 200 x 50 1 5,68 Rp 74.000

2 Ejector Plate St 37 300 x 200 x 50 1 5,68 Rp 74.000

3 Ejector Pin St 42 Ø16 x 500 2 1,00 Rp 18.000

4 Moving Plat St 42 300 x 160 x 5 1 1,88 Rp 34.000

5 Stasionary Plate St 37 300 x 200 x 50 1 5,68 Rp 74.000

Jumlah 18,93 Rp 274.000


73

Tabel 3.8 Biaya Bahan Baku Order

Harga Satuan
No Nama Komponen Tipe Jumlah Harga (Rp)
(Rp)

1 Cylinder Pneumatic Ø40 x 50 1 Rp 796.000 Rp 796.000

2 Bushing 1 Inch 2 Rp 25.000 Rp 50.000

3 Mur Baut M12 x 1.75 6 Rp 3.500 Rp 21.000

Jumlah Rp 867.000

Tabel 3.9 Total Biaya Bahan Baku

No Material Harga

1 Non-order Rp 274.000

2 Order Rp 867.000

Jumlah Rp 1.141.000

Jadi total biaya bahan baku adalah Rp. 1.141.000,-

3.10.2 Perhitungan Biaya Pemesinan


Biaya pemesinan diperoleh dari waktu pemesinan dikali harga sewa
mesin/jam. Standart biaya sewa mesin disesuaikan dengan biaya sewa mesin di
Politeknik Negeri Malang. Sehingga apabila ditabelkan menjadi berikut :

Tabel 3.10 Estimasi Harga Sewa Mesin

Penyewaan Harga Sewa (Rp/Jam)


Mesin Bubut Rp. 21500
Mesin Bor Rp. 15000
Mesin Las Rp. 20000
Kerja Bangku Rp. 12500

*)Sumber : C.V Raja Wali Putra Teknik


74

Tabel 3.11 Total Biaya Pemesinan

Biaya Sewa Mesin


No Komponen Harga (Rp)
Mesin Kerja
Mesin Bor Mesin Las
Bubut Bangku

1 Holding Plate Rp 15.000 Rp 20.000 Rp 12.500 Rp 47.500

2 Ejector Plate Rp 15.000 Rp 20.000 Rp 12.500 Rp 47.500

3 Ejector Pin Rp 21.500 Rp 20.000 Rp 12.500 Rp 54.000

4 Moving Plate Rp 15.000 Rp 20.000 Rp 12.500 Rp 47.500

Stasionary
5 Rp 15.000 Rp 20.000 Rp 12.500 Rp 47.500
Plate

Total Rp 21.500 Rp 60.000 Rp 100.000 Rp 62.500 Rp 244.000

Jadi total biaya pemesinan adalah Rp. 244.000,-

3.10.3 Perhitungan Biaya Operator


Perhitungan biaya operator, dihitung berdasarkan waktu pemesinan dan
jenis mesin yang digunakan pada proses pembuatan. Rincian biaya operator sebagai
berikut :
Tabel 3.12 Estimasi Biaya Operator

Mesin Biaya Operator (Rp/Jam)

Mesin Bubut Rp 12500

Mesin Bor Rp 10000

Mesin Las Rp 15000

Kerja Bangku Rp 7000

*)Sumber : C.V Raja Wali Putra Teknik


75

Tabel 3.13 Total Biaya Operator

Biaya Operator
No Komponen Harga
Mesin Kerja
Mesin Bor Mesin Las
Bubut Bangku

1 Holding Plate Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 7.000 Rp 32.000

2 Ejector Plate Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 7.000 Rp 32.000

3 Ejector Pin Rp 12.500 Rp 15.000 Rp 7.000 Rp 34.500

4 Moving Plate Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 7.000 Rp 32.000

Stasionary
5 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 7.000 Rp 32.000
Plate

Total Rp 12.500 Rp 40.000 Rp 75.000 Rp 35.000 Rp 162.500

Jadi total biaya operator mesin adalah Rp. 162.500,-

3.10.4 Total Biaya Pembuatan Alat


Total pembuatan alat dapat dihitung dari penjumlahan biaya bahan baku,
biaya pemesinan, biaya operator, dan biaya desain. Detail biaya pembuatan alat
adalah sebagai berikut :

Tabel 3.14 Total Biaya Pembuatan Alat

No Pengeluaran Biaya

1 Biaya Bahan Baku Rp. 1.41.000

2 Biaya Pemesinan Rp. 244.000

3 Biaya Operator Rp. 162.500

Total Rp. 1.547.000

Jadi total biaya pembuatan alat pencekam (Clamping) adalah Rp. 1.547.000,-
76

Anda mungkin juga menyukai