Anda di halaman 1dari 7

Akuntansi Pembiayaan

Adalah suatu sistem akuntansi yang mencatat seluruh penerimaan pembiayaan


maupun pengeluaran pembiayaan oleh pemerintah pusat/daerah. Pembiayaan untuk menutup
defisit anggaran sering disebut sebagai penerimaan pembiayaan. Sebaliknya, pembiayaan
yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus disebut dengan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil.

a. SilPA
Pengertian:
 Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu
periode pelaporan 
 Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
APBN/APBD selama satu periode pelaporan [PP No. 24 tahun 2005 Lampiran
III, IV Pernyataan Sistem Akuntansi Pemerintahan].

Atau dapat juga diartikan sebagai sisa lebih Perhitungan Anggaran yaitu seilisih
lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun anggaran 2020 adalah Rp571 milyar
sedangkan realisasi pengeluaran daerah adalah Rp524 milyar, maka SiLPA-nya adalah
Rp47 milyar.
Penggunaan dana Permendagri 13 Tahun 2006. Pasal 137 menyatakan: Sisa
lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan
pembiayaan yang digunakan untuk:

1. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi
belanja.
2. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung.
3. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.

Transaksi–transaksi yang mengoreksi SiLPA/SiKPA antara lain a.


Pengembalian pendapatan tahun anggaran sebelumnya yang bersifat non – recurring b.
Selisih kurs terealisasi atas kas di Bendahara Umum Negara (BUN) dan kas di bendahara
pengeluaran (dalam bentuk valas) c. Koreksi pengembalian penerimaan pembiayaan
tahun anggaran sebelumnya

Alasan kenapa kita memisah antara penggunaan dana dari Jasa Layanan BLUD &
SiLPA karena penggunaan SiLPA perlu ijin dari pemilik BLUD dan penjelasan untuk apa
saja dana SiLPA tersebut dan harus dilaporkan tersendiri di SAL. Jika realisasi di sistem
tidak dipisah maka tidak dapat membuat laporan tersebut.

b. Pinjaman Daerah
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah pinajman daerah adalah semua transaksi
yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar Kembali. Selanjutnya pada pasal 2 mengakatakn bahwa pinjaman daerah
merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan
pemerintah daerah sesuai dengan ketentun peraturan perundang-undangan.
Kegunaan pinjaman daerah defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/ atau
kekurangan arus kas. Pendapatan daerah atau barang milik daerah tidak dapat menjadi
jaminan pinjaman daerah.
Sumber pinjaman daerah pemerintah, pemerintah daerah lain, Lembaga
keuangan bank, Lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. Pinjaman Daerah yang
bersumber dari diberikan melalui Menteri. Pinjaman Daerah yang bersumber dari
Pemerintah sebagaimana dimaksud berasal dari APBN termasuk dana investasi
Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar
Negeri. (4) Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah
yang diterbitkan melalui pasar modal.
Jenis pinjaman daerah pinjaman jangka pendek, jangka menengah, jangka
Panjang. Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun anggaran. Pinjaman Jangka Menengah dan jangka panjang
merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.

c. Dana Cadangan
Pengertian Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relative besar yang tidak dapat terpenuhi dalam satu
tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya sesuai dengan
peraturan UU yang berlaku. Dana cadangan masuk ke dalam bagian asset.
Sumber dana cadangan dana cadangan bersumber dari penyisishan atas
penerimaan daerah kecuali dari DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu.
Pengakuan dana cadangan diakui saat terjadi pemindahan dana dari rekening
kas daerah ke rekening dana cadangan. Proses pemindahan ini harus melalui proses
penatausahaan yang menggunakan mekanisme LS. Perolehan pengolahan dana cadangan
diakui sebagian pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya dan pengeluaran
pendapatan pembentukan dana cadangan. Pencairan dana cadangan mengurangi dana
cadangan yang berkaitan dan diakui pada saat terbit dokumen pemindah-bukuan ata
sejenisnya yang dikeluarkan oleh BUD/Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Penyajian pembentukan dana cadangan disajikan dalam LRA sebagai
pengeluaran pembiayaan dan pencairannya disajikan sebagai penerimaan pembiayaan.
Pembendukan dana cadangan di laporan arus kas dalam kelompok arus kas keluar dari
aktivitas investasi, jika pencairannya dicatat pada arus kas masuk dari aktivitas investasi.
d. Obligasi Daerah
Obligasi Daerah adalah salah satu sumber pinjaman daerah jangka menengah
dan/atau jangka panjang yang bersumber dari Masyarakat.

DASAR HUKUM

 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;


 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah;
 PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah;
 PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
 PMK. No. 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme
Pemantauan Defisit APBD dan Pinjaman Daeah;
 PMK Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan,
Pertanggungjawaban, Dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah;
 Paket Peraturan Ketua Bapepam-LK terkait dengan Penawaran Umum Obligasi
Daerah. ( KEP-63/BL/2007, KEP-64/BL/2007, KEP-65/BL/2007,
KEP-66/BL/2007, KEP-67/BL/2007 dan KEP-68/BL/2007).

PRINSIP UMUM

 Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal domestik dan
dalam mata uang Rupiah;
 Merupakan efek yang diterbitkan oleh PemDa dan tidak dijamin oleh Pemerintah;
 Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai
kegiatan investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan
manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah, maka Obligasi
Daerah yang diterbitkan Pemerintah Daerah hanya jenis Obligasi
Pendapatan (Revenue Bond);
 Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai Obligasi Daerah
pada saat diterbitkan. Dengan ketentuan ini maka Pemerintah Daerah dilarang
menerbitkan Obligasi Daerah dengan jenis index bond yaitu Obligasi Daerah yang
nilai jatuh temponya dinilai dengan index tertentu dari nilai nominal.

PROSEDUR PENERBITAN

 Perencanaan penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemda;


 Pengajuan usulan rencana penerbitan Obligasi Daerah dari Pemda kepada Menteri
Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan;
 Penilaian dan persetujuan oleh Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan
Keuangan;
 Pengajuan penyataan pendaftaran penawaran umum Obligasi Daerah oleh Pemda
kepada Bapepam-LK;
 Penerbitan Obligasi Daerah di pasar modal domestik.
PERENCANAAN OBLIGASI DAERAH OLEH PEMERINTAH DAERAH

 Kepala Daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditunjuk
melakukan persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang sekurang-kurangya
meliputi hal-hal sebagai berikut:
o menentukan kegiatan;
o membuat kerangka acuan kegiatan;
o menyiapkan studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang independen
dan kompeten;
o memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman
daerahnya;
o membuat proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan
pembayaran kembali Obligasi Daerah;
o mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada DPRD;
 Persetujuan prinsip DPRD meliputi:
 nilai bersih maksimal Obligasi Daerah;
 jumlah dan nilai nominal Obligasi yang akan diterbitkan;
 penggunaan dana; dan
 pembayaran pokok, kupon dan biaya lainnya yang timbul sebagai akibat
penerbitan obligasi.

PERSYARATAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH

 Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi
Daerah pada saat diterbitkan;
 Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal
55 UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai persyaratan pinjaman serta mengikuti
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
 Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan:
 Nilai nominal;
 Tanggal jatuh tempo;
 Tanggal pembayaran bunga;
 Tingkat bungan (kupon);
 Frekuensi pembayaran bunga;
 Cara perhitungan pembayaran bunga;
 Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh
tempo;
 Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan;
 Penerbitan Obligasi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
 Persetujuan diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi daerah yang akan
diterbitkan pada saat penetapan APBD.
PENGAJUAN USULAN, PENILAIAN & PERSETUJUAN OLEH MENTERI
KEUANGAN C.Q DIRJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

 Kepala Daerah menyampaikan usulan penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri


Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilengkapi
dokumen sbb:
 Studi kelayakan kegiatan;
 Kerangka acuan kegiatan;
 Perda APBD tahun yang bersangkutan dan Perda Perhitungan APBD 3 (tiga)
tahun terakhir;
 Perhitungan DSCR; dan
 Surat persetujuan prinsip DPRD;
 Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan
penilaian administrasi tersebut di atas, dan melakukan penilaian keuangan
meliputi:
 kemampuan keuangan Pemerintah Daerah
 jumlah kumulatif Pinjaman Pemerintah Daerah; dan
 jumlah defisit APBD;
 Penilaian keuangan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dilakukan selambat-
lambatnya dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen rencana
penerbitan Obligasi Daerah dinyatakan lengkap;
 Berdasarkan hasil penilaian tersebut, Menteri Keuangan memberikan
persetujuan/penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dengan
memperhatikan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri;
 Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Kepala Daerah menyampaikan
pernyataan pendaftaran penawaran umum kepada Bapepam-LK.

Prosedur pengajuan, penilaian dan persetujuan Menteri Keuangan di atas,


dapat digambarkan dalam bagan alur berikut ini:

PENGELOLAAN OBLIGASI DAERAH

 Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah;


 Pengelolaan Obligasi Daerah sekurang-kurangnya meliputi:
 Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan
pengendalian risiko;
 Perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah;
 Penerbitan Obligasi daerah;
 Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang;
 Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo;
 Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan
 Pertanggungjawaban.
PENATAUSAHAAN & PENGGUNAAN DANA OBLIGASI DAERAH

 Dana hasil penjualan Obligasi Daerah ditempatkan pada rekening tersendiri yang
ditatausahakan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD);
 Dana hasil penjualan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan yang telah direncanakan yang merupakan kegiatan investasi sektor
publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat;
 Penerimaan dari investasi sektor publik diprioritaskan untuk membayar pokok,
bunga, dan denda Obligasi Daerah.

PEMBAYARAN KEMBALI OBLIGASI DAERAH

 Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi Daerah pada
saat jatuh tempo;
 Dana untuk membayar bunga dan pokok disediakan dalam APBD setiap tahun
sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut;
 Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana, Kepala Daerah
melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada
DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.

PERTANGGUNGJAWABAN

Dua hal yang perlu dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah berkaitan


dengan penerbitan Obligasi Daerah, yaitu:

 Pertanggungjawaban atas pengelolaan Obligasi Daerah;


 Pertanggungjawaban dana hasil penerbitan Obligasi Daerah.

PUBLIKASI INFORMASI

Kepala Daerah wajib mempublikasikan secara berkala mengenai data Obligasi


Daerah dan/atau informasi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di
bidang Pasar Modal.

PELAPORAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan


penerbitan, penggunaan dana dan pembayaran kupon dan/atau pokok Obligasi Daerah
setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas:

 Penerbitan Obligasi Daerah;


 Penggunaan dana Obligasi Daerah;
 Kinerja pelaksanaan kegiatan; dan
 Realisasi pembayaran kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah.

Hasil pemantauan dan evaluasi tersebut dilaporkan oleh Direktur Jenderal


Perimbangan Keuangan kepada Menteri Keuangan dan dapat merekomendasikan
kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk
menghentikan penerbitan Obligasi Daerah.

SANKSI

Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan laporan penerbitan,


penggunaan dana dan pembayaran Kupon dan/atau Pokok Obligasi Daerah, Menteri
Keuangan dapat menunda penyaluran dana perimbangan.

Anda mungkin juga menyukai